Anda di halaman 1dari 15

PERCOBAAN 5

KIMIA LINGKUNGAN

1. Tujuan Percobaan
- Melakukan uji kelarutan styrofoam dalam bermacam pelarut organik
- Melihat kestabilan polimer alami dan polimer buatan
- Melakukan pembuatan sabun
- Menguji karbohidrat dalam lem
2. Prinsip Percobaan
- Polimerisasi
- Denaturasi
- Saponifikasi
3. Teori Dasar
Polimer atau kadang-kadang disebut sebagai makromolekul, adalah molekul besar
yang dibangun oleh pengulangan kesatuan kimia yang kecil dan sederhana. Kesatuan-
kesatuan berulang itu setara dengan monomer, yaitu bahan dasar pembuat polimer.
Akibatnya molekul-molekul polimer umumnya mempunyai massa molekul yang sangat
besar. Sebagai contoh, polimer poli (feniletena) mempunyai harga rata-rata massa
molekul mendekati 300.000. Hal ini yang menyebabkan polimer tinggi memperlihatkan
sifat sangat berbeda dari polimer bermassa molekul rendah, sekalipun susunan kedua
jenis polimer itu sama.(Malcom steven 2004)
Polimer dikelompokan menjadi 2 (dua) yaitu polimer alami dan polimer sintesis.
Polimer alami atau dikenal dengan biopolimer dihasilkan dari sumber daya alam yang
dapat diperbaraui,dapat diuraikan dan tidak menghasilkan racun misalnya protein dan
karbohidrat. Karbohidrat merupakan polimer tersusun atas asam amino. Asam amino
mengandung gugus –NH2 dan –COOH . Keberadaan 2 (dua) gugus ini mempengaruhi
sifat asam amino dan protein yang bersangkutan.Sejumlah uji dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi sifat asam amino. Adapaun polimer lainya sebagai berikut : amilum
dalam beras, jagung dan kentang (dari glukosa.) ,selulosa (dari monomer-monomer
glukosa) , dalam kayu, protein terdapat dalam daging(dari monomer-monomer asam
amino) , dan karet alam diperoleh dari getah atau lateks pohon karet (dari monomer-
monomer 2-metil-1,3-butadiena/isoprena). Sedangkan polimer sintetis lebih biasa
dikenali sebagai plastik yang merupakan buatan / hasilan dari industi pabrik. Polimer ini
dapat berupa polimer organik dan polimer anorganik. Polietelin merupakan salah satu
contoh polimer yang tersusun atas CH2=CH2. Polimer ini merupakan polimer organic
karena tersusun atas rangka molekular yang tersusun atas atom karbon dengan jumlah
yang sangat banyak. Contoh lain adalah nilon ,dakron dan polivinilklorida. Polimer
organic umumnyamenjadi getas pada suhu rendah dan rusak pada suhu tinggi , mudah
terbakar mengalami swelling dalam pelarut organik . Polimer anorganik misalnya
polimer yang tersusun atas rantai silicon – oksigen dengan gugus organik yang terikat
pada kerangka di setiap atom silicon.( Eko nopianto 2010) Polimer jenis ini memiliki
sifat yang berbeda dengan polimer organik pada umumnya.

Terdapat 2 (dua ) jenis polimerisasi :

1. Polimerisasi adisi : polimer yang terbentuk melalui reaksi adisi dari berbagai monomer
Yang termasuk ke dalam polimer adisi adalah polistirena (karet ban), polietena (plastik),
poliisoprena (karet alam), politetraflouroetena (teflon),PVC,dan poliprepilena (plastik).
2. Polimerisasi kondensasi: polimer yang terbentuk karena monomer-monomer saling
berikatan dengan melepaskan molekul kecil.
Contoh: pembentukan plastik stirofoam tersusun dari dua monomer berbeda yaitu urea
dan metanal. Dua molekul metanal bergabung dengan satu molekul urea menjadi suatu
molekul disebut dimer. Dimer-dimer ini selanjutnya berpolimerisasi.
Yang termasuk ke dalam polimer kondensasi adalah bakelit, poliuretan, poliamida,
(melamin), poliester (nilon), teteron, dan protein.
Perbedaan antara polimerisasi adisi dan kondensasi adalah bahwa pada polimerisasi
kondensasi terjadi pelepasan molekul kecil seperti H2O dan NH3, sedangkan pada
polimerisasi adisi tidak terjadi pelepasan molekul(Rino safrizal 2010).
Elektron yang mengelilingi inti atom bermuatan negatif dan proton yang terdapat
dalam inti atom bermuatan positif, mengingat muatan yang berlawanan akan saling tarik
menarik, maka dua atom yang berdekatan satu sama lainnya akan membentuk ikatan.
Atom – atom unsur mempunyai kecenderungan ingin stabil seperti gas mulia terdekat
yang memiliki 2 elektron ataupun 8 elektron pada kulit terluar. Untuk mencapai
kestabilan itulah maka unsur – unsur di alam saling mengadakan ikatan yang disebut
ikatan kimia. Atom satu berikatan dengan atom lain membentuk molekul unsur maupun
molekul senyawa. Suatu ikatan dapat terbentuk apabila setelah berikatan, atom – atom
menjadi lebih stabil dari sebelumnya, yakni kestabilan dalam susunan elektronnya.
Susunan elektron akan stabil apabila kult terluar terisi elektron dengan jumlah 2 atau 8,
seperti gas mulia.
Seperti yang diketahui hakikat ikatan kovalen, yaitu ikatan yang terbentuk karena
menggunakan pasangan elektron bersama. Namun demikian, kedudukan pasangan
elektron milik bersama itu tidak selalu simetris terhadap kedua atom yang berikatan.
Pasangan elektron akan lebih dekat ke arah atom yang mempunyai keelektronegatifan
lebih besar. Hal ini mengakibatkan polarisasi atau pengutuban ikatan.
Dalam molekul H2 kedudukan pasangan elektron ikatan sudah pasti simetris terhadap
kedua atom H. Dalam molekul H2 tersebut, muatan negatif (elektron) tersebar secara
homogen. Ikatan seperti itu disebut ikatan kovalen nonpolar. Sedangkan pada HCl,
pasangan elektron ikatan tertarik lebih dekat ke atom Cl, karena Cl mempunyai daya tarik
elektron lebih besar daripada H. Akibatnya, pada HCl terjadi polarisasi, dimana atom Cl
lebih negatif dari atom H. Ikatan seperti itu disebut ikatan kovalen polar. (Deviana ,
2012)
Molekul Polar dan Non-polar
Kepolaran molekul ditentukan oleh jenis ikata kovalen dan bentuk molekulnya . Suatu
molekul akan bersifat polar jika memenuhi syarat sebagai berikut :
a. molekul dwiatom yang berbeda jenis sehingga membentuk kutub (dipol) karena
adanya perbedaan keelektronegatifan antar kedua atom.
b. molekul poliatom yang mempunyai bentuk atom yang tidak simetris ,sehingga pusat
muatan positif tidak berimpit dengan pusat muatan yang negatif.
Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa kuat (misalnya
NaOH). Sabun terutama mengandung C12 dan C16 selain itu juga mengandung asam
karboksilat.Lemak dan minyak adalah trigliserida, atau triasilgliserol. Kedua istilah ini
berarti “trimester (dari)gliserol”. Perbedaan antara suatu lemak dan suatu minyak bersifa
sebarang: pada temperature kamar lemak berbentuk padat dan minyak bersifat cair.
Sebagian besar gliserida pada hewan adalah berupalemak, sedangkan gliserda dalam
tumbuhan cenderung berupa minyak; karena itu biasa terdengarungkapan lemak hewani
(lemak babi, lemak sapi) dan minyak nabati (minyak jagung, minyak
bungamatahari).Asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau
minyak, yang disebut asamlemak, umumnya mempunyai rantai hidrokarbon panjang dan
tak bercabang. Lemak dan minyakseringkali diberi nama sebagai derivate asam-asam
lemak ini. Misalnya, tristearat dari gliserol diberinama tristearin, dan tripalmitat dari
gliserol, disebut tripalmitin. Minyak dan lemak dapat juga diberinama dengan cara yang
biasa dipakai untuk penamaan suatu ester: sebagai contoh, gliseril tristearatdan gliseril
tripalmitat. Kebanyakan lemak dan minyak yang terdapat dalam alam
merupakantrigliserida campuran- artinya, ketiga bagian asam lemak dan gliserida
tidaklah sama.Rantai hidrokarbon dalam suatu asam lemak dapat bersifat jenuh atau
dapat pula mengandungikatan-ikatan rangkap. Asam lemak yang tersebar paling merata
dalam alam, yaitu asam oleat,mengandung satu ikatan rangkap. Asam-asam lemak
dengan lebih dari satu ikatan rangkap adalahtidak lazim, terutama dalam minyak nabati;
minyak-minyak ini disebut poliunsaturat(polyunsaturated). (Fessenden, 1982)
Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan alkali adalah reaksi trigliserida
denganalkali (NaOH atau KOH) yang menghasilkan sabun dan gliserin.
Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama
dangliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga memiliki nilai
jual. Sabundengan berat molekul rendah akan lebih mudah larut dan memiliki sruktur
sabun yang lebih keras.
Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel
yang lebihkecil, melainkan larut dalam bentuk ion. Pada proses saponifikasi trigliserida
dengan suatu alkali,kedua reaktan tidak mudah tercampur. Reaksi saponifikasi dapat
mengkatalis dengan sendirinya padakondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun
mempengaruhi proses emulsikedua reaktantersebut, menyebabkan suatupercepatan pada
kecepatan reaksi.Detergen merupakan penyempurnaan dari sabun dan kelebihannya
adalah bisa mengatasi airsadah dan larutan asam, serta harganya lebih murah. Detergen
sering disebut dengan istilah detergensintesis yaitu detergen yang dibuat berasal dari
bahan-bahan sintesis. (Luis,S. 1994)
Ketidakuntungan sabun muncul bila digunakan dalam air sadah, yang mengandung
kation-kationlogam tertentu, seperti Ca, Mg, Fe, kation-kation tersebut menyebabkan
garam-garam natrium ataukalium dari asam karboksilat yang semula larut menjadi
garam-garam karboksilat yang tidak larut.(Sastrohamidjojo, 2005) Sabun memiliki sifat
sebagai berikut:
a. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi, sehingga akan dihidrolisis
parsial oleh air.Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa
b. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak
terjadipada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam Mg
atau Camengendap dalam air. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini
disebabkan proses kimi koloid, sabun (garamnatrium dari asam lemak) digunakan untuk
mencuci kotoran yang bersifat polar maupunnonpolar. Molekul sabun memiliki rantai
hydrogen CH₃(CH₂)₁₆ yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka
air) dan larut dalam zat organic. Sedangkan COONa⁺ sebagai kepala yang bertindak
sebagai hidrofilik (suka air). (Bairley,AE. 1950)
Denaturasi protein merupakan suatu proses dimana terjadi perubahan atau modifikasi
terhadap konformasi protein, lebih tepatnya terjadi pada struktur tersier maupun
kuartener dari protein. Pada struktur tersier protein misalnya, terdapat empat jenis
interaksi pada rantai samping seperti ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida,
interaksi non polar pada bagian non hidrofobik. Adapun penyebab dari denaturasi protein
bisa berbagai macam, antara lain panas, alkohol, asam-basa, maupun logam berat.
Ciri-ciri suatu protein yang mengalami denaturasi bisa dilihat dari berbagai hal. Salah
satunya adalah dari perubahan struktur fisiknya, protein yang terdenaturasi biasanya
mengalami pembukaan lipatan pada bagian-bagian tertentu. Selain itu, protein yang
terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul yang bagian hidrofobik akan
mengalami perubahan posisi dari dalam ke luar, begitupun sebaliknya. Hal ini akan
membuat perubahan kelarutan.Selain itu, masing-masing penyebab denaturasi protein
juga mengakibatkan ciri denaturasi yang spesifik. Panas, misalnya. Panas dapat
mengacaukan ikatan hidrogen dari protein namun tidak akan mengganggu ikatan
kovalennya. Hal ini dikarenakan dengan meningkatnya suhu akan membuat energi
kinetik molekul bertambah. Bertambahnya energi kinetik molekul akan mengacaukan
ikatan-ikatan hidrogen. Dengan naiknya suhu, akan membuat perubahan entalpi sistem
naik. Selain itu bentuk protein yang terdenaturasi dan tidak teratur juga sebagai tanda
bahwa entropi bertambah. Entropi sendiri merupakan derajat ketidakteraturan, semakin
tidak teratur maka entropi akan bertambah. Pemanasan juga dapat mengakibatkan
kemampuan protein untuk mengikat air menurun dan menyebabkan terjadinya
koagulasi.Selain oleh panas, asam dan basa juga dapat membuat protein terdenaturasi.
Seperti telah diketahui bahwa protein dapat membentuk struktur zwitter ion. Protein juga
memiliki titik isoelektrik dimana jumlah muatan positif dan muatan negatif pada protein
adalah sama. Pada saat itulah, protein dapat terdenaturasi yang ditandai dengan
membentuk gumpalan dan larutannya menjadi keruh. Pada saat ini entalpi pelarutannya
akan menjadi tinggi, karena jumlah kalor yang dibutuhkan untuk melarutkan sejumlah
protein akan bertambah. Mekanismenya adalah penambahan asam dan basa dapat
mengacaukan jembatan garam yang terdapat pada protein. Ion positif dan negatif pada
garam dapat berganti pasangan dengan ion positif dan negatif dari asam ataupun basa
sehingga jembatan garam pada protein yang merupakan salah satu jenis interaksi pada
protein, menjadi kacau dan protein dapat dikatakan terdenaturasi.Bentuk protein
terdenaturasi yang mengendap ini juga dapat diakibatkan oleh pengaruh logam-logam
berat.
Dengan adanya logam-logam berat itu akan terbentuk kompleks garam protein-logam.
Kompleks inilah yang membuat protein akan sulit untuk larut. Dan sama dengan ketika
protein terdenaturasi akibat asam dan basa, entalpi pelarutannya akan naik. Protein
bermuatan negatif atau protein dengan pH larutan di atas titik isoelektrik akan
diendapkan oleh ion positif atau logam lebih mudah. Sebaliknya, protein bermuatan
positif dengan pH larutan di bawah titik isoelektrik membutuhkan ion-ion negatif. Contoh
ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein misalnya Ag+, Ca2+, Zn2+, Hg2+,
Fe2+, Cu2+, dan Pb2+. Dan contoh ion-ion negatif yang dapat mengendapkan protein
misalnya ion salisilat, trikloroasetat, piktrat, tanat, dan sulfosalisilat. Namun selain
membentuk kompleks garam protein-logam yang sukar larut, logam berat dapat menarik
sulfur pada protein sehingga mengganggu ikatan disulfida dalam protein dan
menyebabkan protein terdenaturasi pula.
Gangguan pada ikatan disulfida selain disebabkan oleh logam berat juga dapat
disebabkan oleh agen-agen pereduksi. Agen pereduksi ini bisa menyebabkan ikatan
disulfida putus dan dapat membentuk gugus tiol (-SH) dengan penambahan atom
hidrogen. Selain ikatan disulfida, ikatan lain yang apabila terganggu dapat menyebabkan
denaturasi protein adalah ikatan hidrogen. Dengan adanya alkohol dapat merusak ikatan
hidrogen antar rantai samping dalam struktur tersier suatu protein.Selain itu, alkohol juga
dapat mendenaturasi protein. Alkohol seperti kita ketahui umumnya terdapat kadar 70%
dan 95%. Alkohol 70% bisa masuk ke dinding sel dan dapat mendenaturasi protein di
dalam sel. Sedangkan alkohol 95% mengkoagulasikan protein di luar dinding sel dan
mencegah alkohol lain masuk ke dalam sel melalui dinding sel. Sehingga yang digunakan
sebagai disinfektan adalah alkohol 70%. Alkohol mendenaturasi protein dengan
memutuskan ikatan hidrogen intramolekul pada rantai samping protein. Ikatan hidrogen
yang baru dapat terbentuk antara alkohol dan rantai samping protein tersebut.Kehadiran
logam-logam berat, asam-basa tertentu, alkohol dan bahan-bahan lain yang dapat memicu
terjadinya denaturasi (atau dapat disebut sebagai bahan denaturan) dapat mengganggu
kestabilan protein yang pada umumnya berada pada keadaan folded. Keberadaan
denaturan yang mengikat pada protein folded tersebut dapat menaikkan entropi dari
rantai protein sehingga terjadi reaksi dari bentuk folded menjadi unfolded. Namun
sebenarnya perubahan dari keadaan folded menjadi unfolded tidak sepenuhnya
diakibatkan keberadaan denaturan. Pada kondisi-kondisi ekstrim tertentu yang tidak bisa
ditoleransi oleh protein, maka protein juga akan mengubah dirinya dari keadaan folded ke
keadaan unfolded. Keadaan seperti ini berjalan reversibel dengan sangat lambat.Pada
keadaan protein terlipat atau folded, bagian yang hidrofilik akan berada di luar sedangkan
bagian yang hidrofobik akan berada di bagian dalam. Hal ini memungkinkan protein
dapat larut dalam pelarut polar seperti air. Namun saat protein terdenaturasi, terjadi
pembalikan posisi menjadi bagian hidrofobik yang berada di luar. Pada saat inilah protein
tidak bisa larut dalam air dan berada pada kondisi energi yang tinggi karena air akan
berusaha melarutkan bagian yang hidrofobik tersebut padahal karena perbedaan
kepolaran air dan bagian hidrofobik itu tidak akan larut. Oleh karena itu protein
terdenaturasi akan berusaha segera kembali ke keadaan stabil atau energi rendah kembali.
Apabila struktur protein tersebut terlalu kompleks, salah satu jalan untuk membuat
kondisi energinya menjadi rendah kembali adalah dengan menggumpalkan dirinya.
Dengan konformasi tergumpal, maka seluruh bagian hidrofobik dari protein tidak akan
berinteraksi lagi dengan air yang terus berusaha melarutkannya, sehingga dapat dikatakan
konformasi seperti ini lebih stabil.Dalam pandangan klasik mengenai dua kondisi
pelipatan protein, sebuah protein dikatakan berada dalam kondisi kesetimbangan dinamis
antara suatu kondisi terlipat (folded state) yang kompak dengan energi dan entropi rendah
serta suatu kondisi entropi tinggi yang secara struktural ditandai dengan konformasi tidak
teratur berenergi tinggi yang dikenal juga sebagai kondisi tidak terlipat (unfolded state)
Kemudian seperti telah dibahas sebelumnya bahwa proses perubahan dari folded ke
unfolded berjalan reversibel namun sangat lambat berarti memungkinkan terjadi proses
renaturasi. Proses renaturasi atau pengembalian struktur dari struktur protein
terdenaturasi menjadi struktur protein awal bisa saja terjadi. Namun, perlu diingat apabila
struktur protein awal terlalu kompleks, maka proses renaturasi atau refolding tersebut
akan berlangsung sangat lambat dan sulit. Contohnya seperti pada protein yang terdapat
pada telur. Apabila protein tersebut telah terdenaturasi, maka akan sulit untuk
mengembalikan ke kondisi naturalnya.
4. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah wadah pembungkus
makanan/minuman, tabung reaksi, tabung alkohol, gelas kimia plastik, cawan penguapan,
gelas styrofoam, kawat kassa, pembakar lilin dan pembakar spirtus.
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah lem bening, larutan boraks,
larutan putih telur, larutan CuSO4, larutan HgCl2, larutan NaOH, 1ml HNO3, minyak
kelapa, etanol, larutan NaCl, larutan deterjen, larutan sabun dan larutan CaCl2.
5. Prosedur Percobaan
Disiapkan wadah pembungkus makanan/minuman styrofoam kemudian dipotong
berbentuk persegi 0,5 cm. Dimasukan kedalam tabung reaksi berbeda, kemudian
dituangkan kedalam masing-masing tabung alkohol, aseton, etil asetat dan metal etil
keton.
Disiapkan gelas kimia plastik kemudian dituangkan sejumlah lem bening
kedalamnya. Ditambahkan 5 ml larutan boraks, diamkan beberapa saat.
Disiapkan 5 buah tabung reaksi bersih, diberi nama tabung A-E kemudian isi
masing-masing tabung tersebut dengan 2 ml larutan putih telur
- Tabung A ditambahkan 1ml larutan CuSO4 serta 5 tetes larutan naoh 6 M kemudian
goyang tabung
- Tabung B ditambahkan 10 tetes larutan HgCl2
- Tabung C ditambahkan 5 tetes larutan timbal asetat dan larutan naoh 6 M sebanyak 1
ml
- Tabung D ditambahkan 1 ml HNO3 pekat, kemudian dipanaskan
- Tabung E ditambahkan 1 ml NaOH 6 M kemudian dipanaskan, ditempatkan kertas
lakmus basah dibagian ujung tabung
Disiapkan sebuah cawan penguapan dimasukan kedalamnya larutan NaOH
sebanyak 5 ml, 5 ml minyak kelapa, 5 ml etanol. Dipanaskan cawan beserta isinya
dipanaskan hingga cairan menguap dan campuran menjadi padatan jangan sampai
gosong, ditambahkan sejumlah air kemudian setelah dingin ditambahkan 50 ml
larutan NaCl jenuh setelah itu saring campuran, dicuci sabun yang diperoleh dengan
3x10 ml air. Buat larutan sabun/air dari sabun tersebut dengan cara melarutkannya
dengan 30 ml aqua des. Dibuat juga larutan deterjen dengan cara yang sama.
Disiapkan 3 buah tabung reaksi bersih
- Tabung A dengan 10 ml larutan sabun
- Tabung B dengan 10 ml larutan deterjen
- Tabung C dengan 10 ml air kran
Kemudian ditambahkan masing-masing tabung 1 ml larutan CaCl2
Disiapkan sebuah gelas styrofoam isi dengan ¾ air bagiannya tempatkan
styrofoam berisi air tersebut diatas kawat kassa kemudian bakar dengan pembakar
spirtus, lakukan hal yang sama ganti styrofoam dengan styrofoam kosong

6. Hasil Pengamatan
- Percobaan A
Pada tabung A (alkohol) styrofoam masih ada sedikit dan warnanya tetap bening
Pada tabung B (aseton) styrofoam mengkerut dan warna menjadi sedikit keruh
Pada tabung C (etil asetat) styrofoam masih ada sedikit dan warna bening ada sedikit
gelembung
Pada tabung D (metal etil keton) styrofoam hilang dan warna tetap bening
- Percobaan B
Menjadi warna putih dan lebih kental serta menggumpal
- Percobaan C
Tabung A menggumpal warna berubah menjadi biru dan biru keungu unguan
Tabung B menggumpal dan berwarna putih
Tabung C kuning kecoklatan
Tabung D larutan berwarna kuning dan ada gumpalan saat dipanaskan gumpalan
menghilang
Tabung E putih telur tidak larut ketika dipanaskan jadi kuning dan lakmus menjadi biru
- Percobaan D
Tabung A keruh dan berbuih
Tabung B keruh tapi tidak sekeruh tabung A dan buihnya lebih sedikit dari tabung A
Tabung C tidak ada perubahan
- Percobaan E
Stryfoam yang diisi air lama saat dibakar dan menyebabkan lapisan bawah styrofoam
tipis karna dibakar
Styrofoam yang tidak diisi air langsung terbakar dan menyebakan styrofoam berlubang
dibagian bawah
7. Pembahasan
Pada percobaan pertama yaitu reaksi antara styrofoam berbentuk persegi dengan ukuran
0,5 cm dengan alkohol , aseton , etil asetat , dan metal etil keton yang dilakukan dalam
tabung reaksi . pada reaksi styrofoam dengan alkohol dalam tabung reaksi tidak
menyebabkan styrofoam menghilang dan warna pada tabung reaksi terlihat bening.
Kemudian pada reaksi styrofoam dengan aseton terjadi pengkerutan pada styrofoam dan
pada tabung reaksi terjadi perubahan warna menjadi keruh. Lalu pada percobaan reaksi
styrofoam dengan etil asetat terdapat gelembung pada tabung reaksi warna menjadi
bening atau tak berwarna dan styrofoam tidak menghilang . Sedangkan pada reaksi
styrofoam dengan metal etil keton menyebabkan styrofoam pada tabung reaksi
menghilang dengan cepat dan warna menjadi bening atau tak berwarna. Pada percobaan
ini dikarenakan pengaruh sifat polar dan non polar pada pelarut. Dimulai pada urutan
kepolaraan paling tinggi maka urutannya alkohol , etil asetat , aseton dan metal etil keton.
Alkohol bersifat polar , metal etil keton bersifat non polar sedangkan etil asetat dan
aseton bersifat semi polar.Hal ini berhubungan dengan ada dan hilangnya styrofoam pada
reaksi diatas yang sesuai dengan kaidah like dissolve like yaitu senyawa polar hanya bisa
larut pada pelarut polar sedangkan senyawa nonpolar hanya bisa larut pada pelarut
nonpolar. Dikarenakan styrofoam yang bersifat non polar maka akan cepat larut pada
metal etil keton dan sukar larut pada alkohol. Styrofoam terbuat dari polistirena yang
merupakan polimer sintesis yang tersusun atas monomer stirena merupakan hidrokarbon
cair yang dibuat secara komersial dari minyak bumi. Pada suhu ruangan, polistirena
biasanya bersifat termoplastik padat, dapat mencair pada suhu yang lebih tinggi. Stirena
tergolong senyawa aromatik.
Pada percobaan kedua reaksi antara lem bening dengan 5 mL asam boraks 4% terjadi
pengentalan dan kenyal pada lem bening. Hal ini disebabkan karena adanya senyawa
natium tetraborat (Na2B4O7.10H2O) yang merupakan campuran garam mineral dengan
konsentrasi yang cukup tinggi. Karena pada asam borkas senyawa aktif yang dapat
membentuk ikatan yang sangat kuat yaitu ikatan glikosidik dan ikatan kovalen. Dampak
dari boraks memang tidak serta berakibat buruk terhadap kesehatan tetapi boraks akan
menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh secara kumulatif. Seringnya
mengonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak, dan
ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya
urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis,
tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, hingga kematian.
Pada percobaan ketiga adalah reaksi putih telur yang tersusun atas protein dan terdiri oleh
asam amino. Reaksi yang pertama adalah 2 mL putih telur dengan CuSO4 terjadi
perubahaan warna menjadi biru muda ketika ditambahkan 5 (lima) tetes NaOH 6M
sebagian berubah menjadi warna ungu dan warna memisah dan tidak dapat menyatu dan
terdapat endapan. Reaksi kedua yaitu 2 mL putih telur ditambahkan 10 (sepuluh) tetes
merkuri II klorida HgCl2 terjadi perubahan warna menjadi putih susu dan terdapat
endapan. Pada reaksi ketiga yaitu reaksi 2 mL putih telur ditambahkan 5 (lima) tetes
larutan timbal dengan 1 mL NaOH 6M terjadi peubahan warna menjadi putih dan
terdapat endapan namun lama – kelamaan warna berubah menjadi coklat dan memadat
dengan sendirinya. Sedangkan pada reaksi keempat yaitu 2 mL putih telur ditambahkan
1mL HNO3 Asam nitrat pekat dan kemudian dipanaskan terjadi gelembung – gelembung
pada tabung reaksi dan telur menjadi matang dan terakhir reaksi kelima yaitu reaksi
antara 2 mL putih telur dengan 1 mL NaOH 6M dan diatas tabung ditempatkan kertas
lakmus basah kemudian dipanaskan terjadi pemadatan pada tabung dan perubahan pada
kertas lakmus yang asalnya berwarna merah menjadi warna biru. Pada reaksi diatas
terjadi endapan pada tiap reaksi dikarenakan terjadinya protein yang tersusun atas asam
amino yang memiliki ikatan peptida mengalami proses denaturasi. Faktor – faktor
denaturasi adalah panas dapat mengacaukan ikatan hidrogen dari protein namun tidak
akan mengganggu ikatan kovalennya. Hal ini dikarenakan dengan meningkatnya suhu
akan membuat energi kinetik molekul bertambah. Bertambahnya energi kinetik molekul
akan mengacaukan ikatan-ikatan hidrogen. Dengan naiknya suhu, akan membuat
perubahan entalpi sistem naik. Selain itu bentuk protein yang terdenaturasi dan tidak
teratur juga sebagai tanda bahwa entropi bertambah. Entropi sendiri merupakan derajat
ketidakteraturan, semakin tidak teratur maka entropi akan bertambah. Pemanasan juga
dapat mengakibatkan kemampuan protein untuk mengikat air menurun dan menyebabkan
terjadinya koagulasi. Selain oleh panas, asam dan basa juga dapat membuat protein
terdenaturasi. Seperti telah diketahui bahwa protein dapat membentuk struktur zwitter
ion. Protein juga memiliki titik isoelektrik dimana jumlah muatan positif dan muatan
negatif pada protein adalah sama. Pada saat itulah, protein dapat terdenaturasi yang
ditandai dengan membentuk gumpalan dan larutannya menjadi keruh. Pada saat ini
entalpi pelarutannya akan menjadi tinggi, karena jumlah kalor yang dibutuhkan untuk
melarutkan sejumlah protein akan bertambah. Mekanismenya adalah penambahan asam
dan basa dapat mengacaukan jembatan garam yang terdapat pada protein. Ion positif dan
negatif pada garam dapat berganti pasangan dengan ion positif dan negatif dari asam
ataupun basa sehingga jembatan garam pada protein yang merupakan salah satu jenis
interaksi pada protein, menjadi kacau dan protein dapat dikatakan terdenaturasi.Bentuk
protein terdenaturasi yang mengendap ini juga dapat diakibatkan oleh pengaruh logam-
logam berat. Dengan adanya logam-logam berat itu akan terbentuk kompleks garam
protein-logam. Kompleks inilah yang membuat protein akan sulit untuk larut. Dan sama
dengan ketika protein terdenaturasi akibat asam dan basa, entalpi pelarutannya akan naik.
Protein bermuatan negatif atau protein dengan pH larutan di atas titik isoelektrik akan
diendapkan oleh ion positif atau logam lebih mudah. Sebaliknya, protein bermuatan
positif dengan pH larutan di bawah titik isoelektrik membutuhkan ion-ion negatif. Contoh
ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein misalnya Ag+, Ca2+, Zn2+, Hg2+, Fe2+,
Cu2+, dan Pb2+. Dan contoh ion-ion negatif yang dapat mengendapkan protein misalnya
ion salisilat, trikloroasetat, piktrat, tanat, dan sulfosalisilat. Namun selain membentuk
kompleks garam protein-logam yang sukar larut, logam berat dapat menarik sulfur pada
protein sehingga mengganggu ikatan disulfida dalam protein dan menyebabkan protein
terdenaturasi pula.
Gangguan pada ikatan disulfida selain disebabkan oleh logam berat juga dapat
disebabkan oleh agen-agen pereduksi. Agen pereduksi ini bisa menyebabkan ikatan
disulfida putus dan dapat membentuk gugus tiol (-SH) dengan penambahan atom
hidrogen. Pada percobaan keempat setelah pembuatan sabun yang dibuat dari 5 mL
NaOH , 5 mL minyak kelapa dan 5 mL etanol yang kemudian dipanaskan dan didapat
padatan sabun. Lalu disaring endapan sabun dicuci menggunakan aqua dest sebanyak
3x10 mL tujuan pencucian agar dapa memisahkan pelarut etanol yang tadi bereaksi.
Pada percobaan kali ini disiapkan 3 (tiga) buah tabung reaksi yang diberi label A ,B dan
C pada tabung A dibuat larutan sabun dari sabun yang telah dibuat tadi sebanyak 10 mL ,
tabung B dibuat larutan detergen sebanyak 10 mL dan tabung C diisi air kran kemudian
tabung dikocok sampai menghasilkan busa dan diperoleh tabung A dan B berbusa
sedangkan tabung C tidak berbusa. Lalu ditambahkan 1 mL CaCl2 kedalam tiap tabung
dalam hal ini fungsi CaCl2 sebagai pengujia suatu kesadahan pada air. Kemudian pada
tabung A yang berbusa setelah ditambah CaCl2 busa berkurang sedangkan pada tabung B
busa berkurang namun lebih sedikit dan pada tabung C tidak terjadi apa – apa.
Pada percobaan kelima yaitu wadah styrofoam yang berisi air didalamnya, setelah
dipanaskan styrofoamnya menipis dan lama-kelamaan bolong pada dasar styrofoam
tersebut. Sedangkan wadah styrofoam yang tidak berisi air di dalamnya, ketika
dipanaskan styrofoamnya menipis dan langsung bolong bagian dasar dari styrofoam
tersebut. Proses penipisan styrofoam yang tanpa air lebih cepat dari yang berisi air.
Styrofoam yang berisi air, panas dari api pembakar spiritusnya meresap melewati air
dulu, setelah itu bisa membuat styrofoam tersebut bolong. Sedangkan yang tanpa air,
panas dari api langsung menuju styrofoamnya dan membuat styrofoamnya langsung
bolong tanpa ada penghambatnya yang berupa air. Air yang diisikan pada styrofoam
berfungsi sebagai perantara. Prinsip dari percobaan ini adalah termodinamika. Jika kalor
yang diberikan kepada sistem, volume dan suhu sistem akan bertambah (sistem akan
terlihat mengembang dan bertambah panas). Sebaliknya, jika kalor diambil dari sistem,
volume dan suhu sistem akan berkurang (sistem tampak mengkerut dan terasa lebih
dingin). Kedua kejadian ini merupakan salah satu bentuk dari hukum kekekalan energi
pada termodinamika. Styrofoam memiliki nama lain yaitu polystyrene. Polistiren adalah
monomer yang dibuat dari styrene. Susunan styrene yaitu C6H5-CH=CH2 Styrene
merupakan salah satu jenis plastik yang sangat ringan, kaku, tembus cahaya, dan
tergolong murah namun cepat rapuh. Agar styrene tidak cepat rapuh, maka dicampur
dengan seng dan senyawa botadine sehingga menjadi berwarna putih susu. Untuk
kelenturannya, polystyrene ditambahkan zat plasticier seperti dioktilptalat (DOP), butil
hidroksi toluena atau n-butil stearat. Plastik busa yang menjadi struktur sel-sel kecil
merupakan hasil proses peniupan dengan menggunakan gas Chloro Fluoro Carbon
(CFC). Kelemahan dari styrofoam yang lama adalah tidak ramah lingkungan dan sifatnya
yang sulit terurai. Butuh waktu kira-kira 1000 tahun untuk menguraikan styrofoam.
Bahan dasar styrofoam tidak bisa didaur ulang dan bahannya diproduksi menggunakan
HFC (hydrofluorocarbon) yang dapat menyebabkan kerusakan ozon dan dapat merugikan
kesehatan. Saat ini styrofoam terbaru lebih ramah lingkungan karena dapat terurai dengan
kurun waktu 4 tahun. Styrofoam ini dinamakan Oxodegradable Polystyrene yang
ditambahkan bahan lain berupa oxium. Sehingga styrofoam ini mudah untuk terurai
dalam kurun waktu 4 tahun. Oxium merupakan zat aditif yang ditambahkan kedalam
polystyren sehingga mempercepat terjadinya degradasi. Proses degradasi menyebabkan
penurunan kekuatan tarik sehingga styrofoam menjadi rapuh, retak, dan menjadi bubuk.
Fase terakhir dari proses degradasi akan menghasilkan karbon dioksida, air, dan biomassa
yang akan kembali ke alam. Styrofoam jenis ini terbuat dari bahan organik, atom-atom
penyusunnya sama dengan beras atau gula (hidrokarbon). Namun karena mata rantai dari
styrofoam jenis ini yang panjang, sehingga butuh waktu yang panjang juga untuk terurai
dan dimakan mikroba. Oxodegradable polystyrene merupakan bahan yang aman
digunakan sebagai kemasan masyarakat dan sudah diuji oleh BPOM. Bahan pembentuk
styrofoam yang biasa disebut gabus, bersifat racun, dan bisa mencemari makanan dan
minuman, terutama makanan yang masih panas dan berlemak yang akan menyebabkan
styrofoam akan leleh. Efek negatif dari penggunaan styrofoam pada makanan yang panas
terhadap tubuh manusia adalah menyebabkan gangguan pada sistem saraf pusat (gejala
sakit kepala, letih, depresi), menyebabkan disfungsi sistem saraf pusat (pengurangan daya
igat, berkurangnya fungsi intelektual, kecepatan visiomotorik), berkurangnya daya
pendengaran, mempercepat detak jantung, insomnia, dapat memicu sel kanker karena
styrofoam mengandung dioctyl phthalate (DOP) yang menyimpan zat benzen yang sulit
untuk dicerna sehingga menumpuk dan berbalut lemak yang tidak bisa dikeluarkan
melalui feces dan urine, dapat juga megakibatkan hilangnya kesadaran, merusak sumsum
tulang belakang, anemia, berkurangnya sistem imun tubuh, infeksi, bahkan kematian.
8. Kesimpulan
- Jadi styrofoam larut dalam metal etil keton, etil asetat, aseton dan tidak pada alkohol
- Lem menggumpal dan berubah warna karena ada proses denaturasi
- Terjadi perubahan karena adanya faktor suhu,pH dan logam
- Sabun (antiseptik) banyak busa, deterjen (desinfektan) lebih banyak busa dan air kran
tidak terjadi perubahan
- Eksotermik (styrofoam kosong), endotermik (styrofoam isi air)
9. Daftar Pustaka
Chang, R.2005. Kimia Dasar: Konsep Konsep Inti. Jakarta;Erlangga
Nuryanto, 2005. Taklukan Kimia SMA. Yogyakarta; Indonesia Tera
Petrucci, dkk.2008.Kimia Dasar Prinsip Prinsip dan Aplikasi Modern, Jakarta; Erlangga
Sutresna, N.2006. Kimia. Jakarta; Grafindo Media Pratama
Svehla, G.1985. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Mikro
Edisi 5. Jakarta: PT Kalman Media Pustaka

Anda mungkin juga menyukai