4.1 Pendahuluan
Asidimetri dan alkalimetri adalah salah satu dari empat golongan utama dalam
penggolongan reaksi dalam analisis titrimetri. Asidimetri dan Alkalimetri ini
melibatkan titrasi basa bebas atau basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang
berasal dari asam lemah dengan suatu asam standar (asidimetri) dan titrasi asam
bebas atau asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah
dengan suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi-reaksi ini melibatkan bersenyawanya
ion hydrogen dan ion hydroksida untuk membentuk air.
Asidi - alkalimetri sangat perlu untuk dipelajari, karena titrasi asam basa
sangat berguna dalam dunia industri. Contoh penggunaannya adalah:
Asidi dari kata acid (bahasa Inggris) yang berarti asam, sedangkan metri dari
(bahasa Yunani) yang berarti ilmu, proses, atau seni mengukur. Asidimetri berarti
pengukuran jumlah asam atau pengukuran dengan asam. Dengan kata lain, Asidimetri
adalah analisa titrimetri yang biasanya menggunakan asam kuat sebagai titrannya dan
sebagai analitnya adalah basa atau senyawa yang bersifat basa. Disimpulkan, bahwa
Asidimetri adalah titrasi dengan menggunakan larutan standar asam untuk
menentukan kadar suatu basa. Asam-asam yang biasanya dipergunakan adalah HCl
dan H2SO4. Bila kita mengukur berapa ml larutan asam bertitar tertentu yang
diperlukan untuk menetralkan larutan basa yang kadar atau titernya belum diketahui
maka dilakukan asidimetri
a1 x V1 x M1 = b2 x V2 x M2 (4.5)
dimana:
V1 dan M1 = volume dan konsentrasi asam
V2 dan M2 = volume dan konsentrasi basa
a dan b = nilai dari banyaknya valensi asam dan basa.
Percobaaan ini dilakukan duplo. Sebelum mengukur kadar NaOH, pada contoh diatas
terlebih dahulu konsentrasi asam kuat HCl distandarisasi menggunakan larutan basa
borax (Na2B4O7) dengan indikator metiloranye (MO) atau metal jingga sampai
terjadi perubahan warna.
Diketahui :
a. Standarisasi HCL dengan Na2B4O7.10H2O :
- Na2B4O7.10H2O yang ditimbang = 9,55 gram
- Mr = 382 g/mol
- Volume = 250 ml (Masukkan dalam buret)
- Valensi = 2
b. Pada proses menittrasi HCl :
- Volume titran rata-rata = 13,41 mL
- Valensi = 1
c. Kadar HCl adalah :
Mol Na2B4O7.10H2O = massa / BM
= 9,55 gram / 382 g/mol
= 0,025 mol
M Na2B4O7.10H2O = mol Na2B4O7.10H2O / V
= 0,025 mol / 0.25 L
= 0,1 M
Na2B4O7.10H2O + 2HCl → 4H3BO3 + 2NaCl + 5H2O
2 x M1 x V1 = 1 x M2 x V2
2 x (0,1) x 10 mL = M2 x Vrata-rata
0,002 = M2 x 13,41 mL
M2 = 0,00015 M = 1,5 x 10-4 M
Dilakukan tirasi antara larutan asam oksalat dengan larutan natrium hidroksida untuk
mengetahui konsentrasi atau kadar dari natrium hidroksida.
Maka dilakukan langkah kerja sedemikian :
Dimasukkan asam oksalat dehidrat 0,1 N ke dalam buret.
Dicampurkan 10 ml NaOH dan 10ml akuades di dalam tabung gelas kimia,
lalu diguncang-guncang, hal ini dilakukan sebagai pengenceran larutan.
Ditetesi dengan indikator PP sebanyak 3 tetes ke dalam gelas kimia yang
berisi NaOH dan akuades.
Warna larutan menjadi merah lembayung.
Ditetesi larutan dengan asam oksalat sambil diguncang-guncang, setelah
volume C2H2O4 yang terpakai 10,15ml terjadi perubahan warna menjadi
jernih.
b. Perhitungan
Konsentrasi NaOH
Diketahui: V1 NaOH = 20ml
V2 H2C2O4 = 10,15ml
N2 H2C2O4 = 0,1 N
N2V2
𝑁1 = V1
O,1 × 10,15
𝑁1 = 20
𝑁1= 0,05075𝑁
Pembahasan:
Pada proses titrasi NaOH dan asam oksalat, ketika NaOH ditetesi
dengan indikator PP, warna larutan menjadi merah lembayung. Hal ini
menunjukkan bahwa larutan bersifat basa, kemudian dititrasi dengan
H2C2O4, warna larutan menjadi bening pada titik ekivalen dengan
volume 10,15ml karena titrannya berupa asam. Hal ini menunjukkan
bahwa pH larutan dibawah 8, karena indikator PP dapat mendeteksi
larutan dengan pH 8,0 – 9,6. Pada percobaan asidimetri zat yang
berfungsi sebagai titran adalah asam oksalat sedangkan natrium
hidroksida sebagai titrat.
Pada proses asidimetri penentuan titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan
warnadari reaksi antara larutan baku dan suatu indikator. Jenis-jenis indikator yang
biasa digunakan adalah :
Contoh :
Reaksi antara HCl 0,1 M dengan 50 ml NaOH 0,1 M, reaksi yang terjadi sebagai
berikut :
HCl(aq) + NaOH(aq) ---->NaCl(aq) + H2O(aq)
Kurva titrasi reaksi tersebut adalah :
2
1
3
Perhitungan :
setimbang - 4 mmol
jadi [OH-] = 5 mmol = 6,67 x 10-2 mmol/ml
60 ml
POH = 2 - log 6,67
PH = 14 – 1,18 = 12,87, titik 2 ………………………………… {10; 12,87}
3. pH setelah penambahan 45 ml Asam :
basa = 50 ml x 0,1 M = 5 mmol
asam = 45 ml x 0,1 M = 4,5 mmol
mmol HCl(aq) + NaOH(aq) ---->NaCl(aq) + H2O(aq)
awal 5 mmol 5 mmol
berubah 4,5 mmol 4,5 mmol
setimbang - -
jadi [NaOH] = [HCl]
[NaOH]2 = 1 x 10-14
[NaOH] = 1 x 10-7
POH = 7
PH = 7, titik 4 …………………………………………………{ 50, 7}
5. PH setelah penambahan 60 ml
basa = 50 ml x 0,1 M = 5 mmol
asam = 60 ml x 0,1 M = 6 mmol
mmol HCl(aq) + NaOH(aq) ---->NaCl(aq) + H2O(aq)
awal 6 mmol 5 mmol
berubah 5 mmol 5 mmol
setimbang 1 mmol -
Faktor utama dalam menentukan pengukuran adalah [H+] dan [OH-] dalam
larutan, baik sebagai titrat maupun sebagai titran. Karena itulah maka dalam
mempersiapkan larutan pemeriksaan harus menggunakan air suling sebagai bahan
pelarut, sebab air suling adalah netral.
Larutan standar primer pada titrasi alkalimetri adalah Asam Oksalat ( H2C2O4 )
dengan BM : 126,07 dan Valensi : 2.
Proses standarisasi larutan NaOH dengan asam oksalat adalah sebagai berikut :
Timbang 6,3 gram asam oksalat dalam air hingga 100 ml.
Memipet 10,0 ml standart primer H2C2O4.2H2O dan masukkan dalam
erlenmeyer.
Tambahkan 3 tetes indikator PP 1%.
Titrasi dengan larutan NaOH standart hingga terbentuk warna merah
muda yang konstan.
b. Standar Skunder
Larutan standar sekunder alkalimetri adalah NaOH dengan BM : 40,00
dan Valensi : 1. Karena NaOH bersifat higroskopis maka NaOH harus
distandarisasi dahulu agar dapat dipakai sebagai standar primer.
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+
pada asam atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
Keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
Contoh Soal 3.
Pembahasan :
M 50 mmol 10 mmol - -
R 20 mmol 10 mmol 10 mmol 20 mmol
S 30 mmol - 10 mmol 20 mmol
Maka dapat disimpulkan bahwa hasil reaksi adalah 10 mmol Na2C2O4 dan sisa
pereaksi berupa NaOH sebesar 30 mmol.
Contoh Soal 4.
20 mL asam sulfat, H2SO4, dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N. Bila ternyata
diperlukan 30 mL larutan NaOH, maka tentukan kemolaran asam sulfat tersebut .
Pembahasan
Data:
Asam sulfat, volume V1 = 20 mL dan valensi n1 = 2
NaOH, volume V2 = 30 mL dan valensi n2 = 1
normalitas N2 = 0,1 N
Hubungan titrasi dengan molaritas dan normalitas larutan adalah :
V1M1n1 = V2M2n2
V2N2 = V2N2
Dengan menggabungkan dua rumus di atas maka:
[NaOH] = 0,016
[OH-] = M.b = (0,016) (1) = O,O16 = 1,6 x 10-2
pOH = -log 1,6 x 10-2 = 1,8
pH = 14 – 1,8 = 12,20, titik 8 ……………………………..{ 35 ; 12,20}
Dengan memplotkan titik-titik tersebut akan diperoleh kurva titrasi sebagai berikut :
Gambar
Setelah penambahan 10 ml NaOH pH menjadi 1,37. Penambahan 25 ml
NaOH pH = 7, karena terjadi titik ekuivalen yang menyebabkan larutan garam NaCl
bersifat netral. Penambahan 26 ml NaOH berubah drastic menjadi 11,29.
Garam NaCl yang terbentuk dari asam kuat dan basa kuat yang merupakan
elektrolit kuat tidak akan terhidrolisis, karena larutannya bersifat netral (pH=7).
Reaksi antara 25 ml HCl 0,1 M dengan NH3 0,1 M (Kb = 10-5). Reaksinya sebagai
berikut :
Hal itu disebabkan garam yang terbentuk mengalami hidrolisis sebagian yang
bersifat basa. 6
Contoh yang biasa untuk kurva titrasi asam lemah dan basa lemah adalah asam
etanoat dan amonia
Hal ini juga terjadi karena keduanya bersifat lemah - pada kasus tersebut, titik
ekivalen kira-kira terletak pada pH 7.
Gambar ini hanyalah penggabungan gambar yang telah anda lihat. Sebelum titik
ekivalen sama seperti kasus amonia - HCl. Setelah titik ekivalen seperti bagian akhir
kurva asam etanoat - NaOH.
BAB III 7
PEMBAHASAN
Pembahasan
KESIMPULAN 13
Pembahasan dari pentitrasian asam kuat HCL oleh basa kuat NaOH dapat
dibuat kesimpulan yaitu titik ekuivalen terjadi di titik pada pH netral (=7) dan
indikator yang dapat digunakan untuk menentukan titik akhir titrasinya adalah
indikator
14
DAFTAR PUSTAKA