Anda di halaman 1dari 28

BAB IV

TITRASI ASAM – BASA


(ASIDIMATRI – ALKALIMETRI)

4.1 Pendahuluan

Asidimetri dan alkalimetri adalah salah satu dari empat golongan utama dalam
penggolongan reaksi dalam analisis titrimetri. Asidimetri dan Alkalimetri ini
melibatkan titrasi basa bebas atau basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang
berasal dari asam lemah dengan suatu asam standar (asidimetri) dan titrasi asam
bebas atau asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah
dengan suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi-reaksi ini melibatkan bersenyawanya
ion hydrogen dan ion hydroksida untuk membentuk air.

Asidi - alkalimetri sangat perlu untuk dipelajari, karena titrasi asam basa
sangat berguna dalam dunia industri. Contoh penggunaannya adalah:

 Dalam bidang pertanian, untuk pembuatan pupuk kalium klorida yang


dalam pembentukkannya diperlukan MgO yang dihitung kadarnya
sebagai penguji dengan proses titrasi.
 Dalam industri makanan digunakan untuk penentuan kadar iodium,
sakarin, kadar Zn dan Fe dalam tahu yang dibungkus dengan plastik.
 Dalam industri kosmetika yaitu dalam penentuan kadar zat warna
AZO yang berbahaya. Tak hanya itu, titrasi asam basa juga berguna
dalam bidang kefarmasian terutama untuk reaksi-reaksi dalam
pembuatan obat yang memerlukan sebuah analisis tersendiri.
4.2 Titrasi Asidimetri

Asidi dari kata acid (bahasa Inggris) yang berarti asam, sedangkan metri dari
(bahasa Yunani) yang berarti ilmu, proses, atau seni mengukur. Asidimetri berarti
pengukuran jumlah asam atau pengukuran dengan asam. Dengan kata lain, Asidimetri
adalah analisa titrimetri yang biasanya menggunakan asam kuat sebagai titrannya dan
sebagai analitnya adalah basa atau senyawa yang bersifat basa. Disimpulkan, bahwa
Asidimetri adalah titrasi dengan menggunakan larutan standar asam untuk
menentukan kadar suatu basa. Asam-asam yang biasanya dipergunakan adalah HCl
dan H2SO4. Bila kita mengukur berapa ml larutan asam bertitar tertentu yang
diperlukan untuk menetralkan larutan basa yang kadar atau titernya belum diketahui
maka dilakukan asidimetri

Contohnya sebagai berikut ini :


1. Sebuah titrasi asidimetri yang membuat larutan standar HCl dan menetapkan
konsentrasi larutan tersebut dengan cara standarisasi dengan larutan borax
(Na₂B₄O7), lalu mencari kadar dari natrium hidroksida (NaOH). Dalam
percobaan ini larutan dibuat dengan cara pengenceran. Kemudian dilakukan titrasi
dengan larutan-larutan standar tertentu sehingga didapatkan harga konsentrasi
dari larutan hasil pengenceran.

Penetapan kadar HCl berdasarkan reaksi netralisasi dengan menggunakan metode


asidimetri dan menggunakan larutan baku Na₂B₄O7 sebagai titran dan dengan
penambahan indikator metil oranye (MO), dimana titik akhir titrasi ditandai
dengan perubahan warna dari merah menjadi oranye.

a. Reaksi standarisasi HCl oleh Borax dengan Indikator MO.

Na₂B₄O7.10H2O + 2HCl → 4H3BO3 + 2NaCl + 5H2O………………….. (4.1)


HCl + C14H14N3NaO3S → H(N3)Na(O3)S + C14H14Cl ………………… (4.2)
(Oranye)

Penetapan kadar NaOH berdasarkan reaksi netralisasi dengan menggunakan


larutan baku HCL yang sudah distandarisasi sebagai titran dan dengan
penambahan indikator Metil Merah (MM), dimana titik akhir titrasi ditandai
dengan perubahan warna dari bening menjadi merah.

b. Reaksi penentuan kadar NaOH oleh HCl dengan Indikator

NaOH + HCl → NaCl + H2O …………………………………………… (4.3)

NaOH + C15H15N3O2 → C15H14N3O2 + H2O + Na ……………………… (4.4)


(Merah)

Larutan baku pada kasus ini ada dua, yaitu:


1. Larutan standar primer adalah larutan berfungsi untuk membakukan
konsentrasi larutan tertentu, yaitu larutan yang ketetapan konsentrasinya sukar
diperoleh melalui pembuatannya secara langsung. Dalam kasus ini, larutan
standar primernya adalah Na₂B₄O7.
2. Larutan standar sekunder adalah larutan dimana konsentrasinya diperoleh
dengan cara pembakuan. Dalam kasus ini, larutan standar sekundernya adalah
asam klorida (HCl), yang sudah diketahui konsentrasinya melalui titrasi saat
standarisasi.
3. Larutan yang dipergunakan untuk penentuan larutan yang tidak diketahui
konsentrasinya diletakkan di dalam buret dan larutan ini disebut sebagai
larutan standar atau titran atau titrator dan dalam kasus ini adalah HCl yang
ditempatkan di dalam buret.
4. Sedangkan larutan yang tidak diketahui konsentrasinya diletakkan di
Erlenmeyer dan larutan ini disebut sebagai analit, dalam kasus ini adalah
NaOH.

Indikator pada contoh dalam kasus ini yaitu:


- Pada Indikator MO saat standarisasi antara HCl dengan Na2B4O7, metil
orange berwarna oranye dalam larutan basa dan berwarna merah dalam
larutan asam. Dikarenakan rentang pH MO itu dari 3,1-4,4 yang cocok dengan
keadaan asam kuat, dari merah-oranye. Karena indikator mengenali sifat basa
dari Na2B4O7 maka akan semakin mendekati warna oranye.
- Pada saat ingin penitrasian dalam penentuan kadar NaOH, Indikator MM
dipilih karena diantara PP, MO dan MM lebih meyakinkan secara teori dan
akan didukung dengan hasil percobaan. Namun karena ini hanya sebagai
contoh, maka dipilih yang secara teori yaitu MR.
- Pada Indikator MM, metil merah berwarna kuning dalam larutan basa dan
berwarna merah dalam larutan asam. Dikarenakan rentang pH MM itu dari
4,4-6,2 yang cocok dengan keadaan asam cukup kuat – asamlemah. Karena
indicator mengenali sifat basa dari NaOH yaitu basa kuat.
- Titik akhir dari Indikator MO tersebut adalah Titik Akhir dengan berwarna
jingga pada pembakuan HCl dipengaruhi oleh reaksi antara natrium
tetraboraks dengan titran.
- Titik akhir dari Metil Oranye tersebut adalah Penetapan kadar perubahan
warna menjadi merah jambu dikarenakan pengaruh reaksi NaOH dengan
titran.

4.3 Perhitungan Asidimetri.

Pada percobaan asidimetri ini metode titrasi, dilakukan dengan mengukur


volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Reaksi yang terjadi juga
disebut reaksi netralisasi. Dari dua macam perhitungan titrasi, praktikan
menggunakan penghitungan berdasarkan logika, dengan rumus :

a1 x V1 x M1 = b2 x V2 x M2 (4.5)

dimana:
V1 dan M1 = volume dan konsentrasi asam
V2 dan M2 = volume dan konsentrasi basa
a dan b = nilai dari banyaknya valensi asam dan basa.

Percobaaan ini dilakukan duplo. Sebelum mengukur kadar NaOH, pada contoh diatas
terlebih dahulu konsentrasi asam kuat HCl distandarisasi menggunakan larutan basa
borax (Na2B4O7) dengan indikator metiloranye (MO) atau metal jingga sampai
terjadi perubahan warna.

Contoh Soal 1. Dari percobaan diatas diambil data sebagai berikut:

Diketahui :
a. Standarisasi HCL dengan Na2B4O7.10H2O :
- Na2B4O7.10H2O yang ditimbang = 9,55 gram
- Mr = 382 g/mol
- Volume = 250 ml (Masukkan dalam buret)
- Valensi = 2
b. Pada proses menittrasi HCl :
- Volume titran rata-rata = 13,41 mL
- Valensi = 1
c. Kadar HCl adalah :
Mol Na2B4O7.10H2O = massa / BM
= 9,55 gram / 382 g/mol
= 0,025 mol
M Na2B4O7.10H2O = mol Na2B4O7.10H2O / V
= 0,025 mol / 0.25 L
= 0,1 M
Na2B4O7.10H2O + 2HCl → 4H3BO3 + 2NaCl + 5H2O
2 x M1 x V1 = 1 x M2 x V2
2 x (0,1) x 10 mL = M2 x Vrata-rata
0,002 = M2 x 13,41 mL
M2 = 0,00015 M = 1,5 x 10-4 M

d. Pada proses mentitrasi NaOH oleh HCl


- Volume titran rata-rata = 3,41 mL
- Valensi = 1

e. Penentuan kadar NaOH


NaOH + HCl → NaCl + H2O
N1 x V1 = N2 x V2
NNaOH x 10 mL = M HCl x Vrata-rata
MNaOH x 10 mL = (1,5 x 10-4 M )x 3,41 mL
MNaOH x 10 mL = 0,00004
M NaOH= 0,0004 M = 4 X 10-4 M

%kadar= (MNaOH x BMNaOH x 100 %) / (0.01 x 10)


= (4 X 10-4 N x 40 g/mol x 0,1) 100 %
= (0,0016) 100 %
= 0,16 %
Contoh Soal 2.

Dilakukan tirasi antara larutan asam oksalat dengan larutan natrium hidroksida untuk
mengetahui konsentrasi atau kadar dari natrium hidroksida.
Maka dilakukan langkah kerja sedemikian :
 Dimasukkan asam oksalat dehidrat 0,1 N ke dalam buret.
 Dicampurkan 10 ml NaOH dan 10ml akuades di dalam tabung gelas kimia,
lalu diguncang-guncang, hal ini dilakukan sebagai pengenceran larutan.
 Ditetesi dengan indikator PP sebanyak 3 tetes ke dalam gelas kimia yang
berisi NaOH dan akuades.
 Warna larutan menjadi merah lembayung.
 Ditetesi larutan dengan asam oksalat sambil diguncang-guncang, setelah
volume C2H2O4 yang terpakai 10,15ml terjadi perubahan warna menjadi
jernih.

a. Reaksi-Reaksi yang terjadi :


H2C2O4 Na2C2O4 + 2H2O

b. Perhitungan

Konsentrasi NaOH
Diketahui: V1 NaOH = 20ml
V2 H2C2O4 = 10,15ml
N2 H2C2O4 = 0,1 N

Ditanya: N1 NaOH= ...?


Jawab: 𝑁1𝑉1 = 𝑁2𝑉2

N2V2
𝑁1 = V1

O,1 × 10,15
𝑁1 = 20

𝑁1= 0,05075𝑁
Pembahasan:
Pada proses titrasi NaOH dan asam oksalat, ketika NaOH ditetesi
dengan indikator PP, warna larutan menjadi merah lembayung. Hal ini
menunjukkan bahwa larutan bersifat basa, kemudian dititrasi dengan
H2C2O4, warna larutan menjadi bening pada titik ekivalen dengan
volume 10,15ml karena titrannya berupa asam. Hal ini menunjukkan
bahwa pH larutan dibawah 8, karena indikator PP dapat mendeteksi
larutan dengan pH 8,0 – 9,6. Pada percobaan asidimetri zat yang
berfungsi sebagai titran adalah asam oksalat sedangkan natrium
hidroksida sebagai titrat.

4.4 Kurva Asidimetri

Pada proses asidimetri penentuan titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan
warnadari reaksi antara larutan baku dan suatu indikator. Jenis-jenis indikator yang
biasa digunakan adalah :

Tabel. 4.1. Jenis-jenis Indikator Asidimetri.

Indikator Trayek pH Perubahan warna


Fenolftalin 8,3-10,0 Bening – Merah Muda
Bromotymol blue (BT) 6,0-7,6 Kuning-Biru
Metil merah (MM) 4,5-5,2 Merah – Hijau
Metil orange (MO) 3,1-4,4 Merah - Kuning

Contoh :
Reaksi antara HCl 0,1 M dengan 50 ml NaOH 0,1 M, reaksi yang terjadi sebagai
berikut :
HCl(aq) + NaOH(aq) ---->NaCl(aq) + H2O(aq)
Kurva titrasi reaksi tersebut adalah :
2
1
3

Gambar 4.1. Kurva Titrasi Asidimetri

Perhitungan :

1. Sebelum penambahan HCl, hanya ada NaOH


[OH-] = 0,1 M
POH = 1
PH = 14-1 = 13 , titik 1 ………………………………………………. {0,13}

2. pH setelah pnambahan 10 ml asam :


basa = 50 ml x 0,1 M = 5 mmol
asam = 10 ml x 0,1 M = 1 mmol
mmol HCl(aq) + NaOH(aq) ---->NaCl(aq) + H2O(aq)

awal 1 mmol 5 mmol


berubah 1 mmol 1 mmol

setimbang - 4 mmol
jadi [OH-] = 5 mmol = 6,67 x 10-2 mmol/ml
60 ml
POH = 2 - log 6,67
PH = 14 – 1,18 = 12,87, titik 2 ………………………………… {10; 12,87}
3. pH setelah penambahan 45 ml Asam :
basa = 50 ml x 0,1 M = 5 mmol
asam = 45 ml x 0,1 M = 4,5 mmol
mmol HCl(aq) + NaOH(aq) ---->NaCl(aq) + H2O(aq)
awal 5 mmol 5 mmol
berubah 4,5 mmol 4,5 mmol

setimbang - 0,5 mmol

jadi [OH-] = 0,5 mmol = 5,55 x 10-3 mmol/ml


90 ml
POH = 3 - log 5,55 = 3-0,74 = 2,26
PH = 14 – 3,26 = 11,74, titik 3………………………………… {45; 11,74}

4. pH setelah pnambahan 50 ml asam :


basa = 50 ml x 0,1 M = 5 mmol
asam = 50 ml x 0,1 M = 5 mmol
mmol HCl(aq) + NaOH(aq) ---->NaCl(aq) + H2O(aq)
awal 5 mmol 5 mmol
berubah 5 mmol 5 mmol

setimbang - -
jadi [NaOH] = [HCl]
[NaOH]2 = 1 x 10-14
[NaOH] = 1 x 10-7
POH = 7
PH = 7, titik 4 …………………………………………………{ 50, 7}

5. PH setelah penambahan 60 ml
basa = 50 ml x 0,1 M = 5 mmol
asam = 60 ml x 0,1 M = 6 mmol
mmol HCl(aq) + NaOH(aq) ---->NaCl(aq) + H2O(aq)
awal 6 mmol 5 mmol
berubah 5 mmol 5 mmol

setimbang 1 mmol -

jadi [OH-] = 1 mmol = 9,1 x 10-3 mmol/ml


110 ml
PH = 3 – log 9,1 = 2,04, titik 5 …………………………………….{60; 2,04}
4.4 Titrasi Alkalimetri

Alkalimetri (Alkali = basa, metri = pengukuran) diartikan sebagai titrasi untuk


penetapan asam dengan standart basa sebagai alat ukurnya. Basa yang digunakan
biasanya adalah natrium hidroksida (NaOH). Sebelum digunakan, larutan NaOH
harus distandarisasi dahulu dengan asam oksalat (H2C2O4). Hidroksida-hidroksida
dari natrium, kalium dan barium umumnya digunakan sebagai larutan standar alkalis
(basa). Ketiganya merupakan basa kuat dan sangat mudah larut dalam air. Natrium
hidroksida paling sering digunakan karena murah dan kemurniannya tinggi. Oleh
karena sifatnya yang sangat higroskopis, maka diperlukan ketelitian pada proses
penimbangan. Pada saat penimbangan gunakan botol timbang bertutup untuk
mengurangi kesalahan.

Faktor utama dalam menentukan pengukuran adalah [H+] dan [OH-] dalam
larutan, baik sebagai titrat maupun sebagai titran. Karena itulah maka dalam
mempersiapkan larutan pemeriksaan harus menggunakan air suling sebagai bahan
pelarut, sebab air suling adalah netral.

Dalam titrasi alkalimetri, didalam titrat asam sudah mempunyai harga pH


tertentu. Perjalanan titrasi dengan penambahan titran yang akan menyebabkan
perubahan pH, yang pada suatu saat nanti dimana mol equivalen titrat = mol
equivalen titran akan mempunyai pH tertentu.

Larutan Standar Alkalimetri :


a. Standart Primer .

Larutan standar primer pada titrasi alkalimetri adalah Asam Oksalat ( H2C2O4 )
dengan BM : 126,07 dan Valensi : 2.

Proses standarisasi larutan NaOH dengan asam oksalat adalah sebagai berikut :

 Timbang 6,3 gram asam oksalat dalam air hingga 100 ml.
 Memipet 10,0 ml standart primer H2C2O4.2H2O dan masukkan dalam
erlenmeyer.
 Tambahkan 3 tetes indikator PP 1%.
 Titrasi dengan larutan NaOH standart hingga terbentuk warna merah
muda yang konstan.

Reaksi yang terjadi adalah :

NaOH (aq) + H2C2O4(aq) → Na2C2O4(aq) + 2 H2O ………………..(4.6)

b. Standar Skunder
Larutan standar sekunder alkalimetri adalah NaOH dengan BM : 40,00
dan Valensi : 1. Karena NaOH bersifat higroskopis maka NaOH harus
distandarisasi dahulu agar dapat dipakai sebagai standar primer.

Proses titrasi H2SO4 dengan NaOH adalah sebagai berikut :


 Timbang seksama NaOH 1,5 gram.
 Larutkan dalam ± 40 ml air bebas karbondioksida.
 Dinginkan larutan sampai suhu kamar, dapat digunakan untuk
mentitrasi H2SO4.
 Tambahkan 3 tetes indikator PP 1%.

c. Larutan standar tersier.


Larutan standar tersier adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan cara
menitrasi dengan larutan standar sekunder yang terlebih dahulu telah distandarisasi
dengan larutan standar primer.

4.6 Perhitungan Alkalimetri


Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-
ekuivalent basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:

mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa (4.7)


Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka
rumus diatas dapat kita tulis sebagai:

NxV asam = NxV basa (4.8)

Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+
pada asam atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:

nxMxV asam = nxVxM basa (4.9)

Keterangan :

N = Normalitas

V = Volume

M = Molaritas

H+ (pada asam) atau OH – (pada basa)

Contoh Soal 3.

Apabila 100 ml H SO 0,1 M dicampurkan dengan 500 ml larutan NaOH 0,1M,


2 4
tentukan banyaknya NaOH sisa dan hasil reaksinya.

Pembahasan :

Dik : H2C2O4 , N = e.M NaOH, N = e.M


= 2. 0,1 = 0,2 N = 1. 0,1 = 0,1 N

2NaOH (aq) + H2C2O4(aq) → Na2C2O4(aq) + 2 H2O (l)

M 50 mmol 10 mmol - -
R 20 mmol 10 mmol 10 mmol 20 mmol
S 30 mmol - 10 mmol 20 mmol
Maka dapat disimpulkan bahwa hasil reaksi adalah 10 mmol Na2C2O4 dan sisa
pereaksi berupa NaOH sebesar 30 mmol.

Contoh Soal 4.
20 mL asam sulfat, H2SO4, dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N. Bila ternyata
diperlukan 30 mL larutan NaOH, maka tentukan kemolaran asam sulfat tersebut .
Pembahasan
Data:
Asam sulfat, volume V1 = 20 mL dan valensi n1 = 2
NaOH, volume V2 = 30 mL dan valensi n2 = 1
normalitas N2 = 0,1 N
Hubungan titrasi dengan molaritas dan normalitas larutan adalah :
V1M1n1 = V2M2n2
V2N2 = V2N2
Dengan menggabungkan dua rumus di atas maka:

Jadi molaritas dari Asam Sulfat adalah 0,075.

4.7 Kurva Alkalimetri


Kurva titrasi dibuat dengan menghitung pH campuran reaksi pada
beberapa titik yang berbeda selama perubahan larutan basanya. Bentuk kurva titrasi
tergantung pada kekuatan asam dan basa yang direaksikan.
a. Titrasi Asam Kuat dengan Basa Kuat

Proses Titrasi 25 ml HCl 0,1 M dengan NaOH 0,1 M menghasilkan reaksi


sebagai berikut :
HCl(aq) + NaOH(aq) ---->NaCl(aq) + H2O(aq)
Perhitungan :
1. pH awal sebelum dilakukan titrasi. (Volume NaOH = 0)
[H+] = M.a = (0,1) (1) = 0,1
pH = - log [H+]
= - log (1 x 10-1) = 1, titik 1 .................................................... {0,1}

2. Penambahan 5 ml NaOH 0,1M

HCL + NaOH NaCL + H2O


m; 2,5 0,5 - -
t ; 0,5 0,5 0,5 0,5
s ; 2 0 0,5 0,5
[HCL] = 2/30 M
[H+] = M.a = (2/30) (1) = O,O67 = 6,7 x 10-2
pH = - log 6,7 x 10-2 = 1,173, titik 2…………………….{5 ; 1,173}

3. Penambahan 10 ml NaOH 0,1 M


9
HCL + NaOH NaCL + H2O
m; 0,1 1 - -
t ; 1 1 1 1
s ; 1,5 0 1 1

[HCL] = 1,5/35 = 0,04


[H+] = M.a = (0,04) (1) = O,O4 = 4 x 10-2
pH = -log 4 x 10-2 = 1,39, titik 3 …………………………..{ 10 ; 1,39}

4. Penambahan 15 ml NaOH 0,1 M


HCL + NaOH NaCL + H2O
m; 2,5 1,5 - -
t ; 1.5 1,5 1,5 1,5
s ; 1 0 1,5 1,5

[HCL] = 1/40 = 0,025


[H+] = M.a = (0,025) (1) = O,O25 = 25 x 10-2
pH = - log 25 x 10-2 = 1,602, titik 4 ……………………… {15 ; 1,602}

5. Penambahan 20 ml NaOH 0,1 M


HCL + NaOH NaCL + H2O
m; 2,5 2 - -
t ; 2 2 2 2
s ; 0,5 0 2 2

[HCL] = 0,5/45 = 0,011


[H+] = M.a = (0,011) (1) = O,O11 = 11 x10-2
pH = - log 11 x10-2 = 1,95 , titik 5 …………….……………. { 20 ; 1,95}

6. Penambahan 25 ml NaOh terjadi di titik ekuivalen yang mempunyai pH = 7.


Titik 6. … ………………………………………………………. {25 ; 7}

7. Penambahan 30 ml NaOh 0,1 M


HCL + NaOH NaCL + H2O
m; 2,5 3 - -
t ; 2,5 2,5 2,5 2,5
s ; 0 0,5 2,5 2,5
[NaOH] = 0,009
[OH-] = M.b = (0,009) (1) = O,O09 = 9 x 10-3
pOH = -log 9 x 10-3 = 2,04
pH = 14 – 2,04 = 11,96, titik 7 …………………………..…… { 30 ; 11,96}

8. Penambahan 35 ml NaOH 0,1 M


HCL + NaOH NaCL + H2O
m; 2,5 3,5 - -
t ; 2,5 2,5 2,5 2,5
s ; 0 1 2,5 2,5

[NaOH] = 0,016
[OH-] = M.b = (0,016) (1) = O,O16 = 1,6 x 10-2
pOH = -log 1,6 x 10-2 = 1,8
pH = 14 – 1,8 = 12,20, titik 8 ……………………………..{ 35 ; 12,20}
Dengan memplotkan titik-titik tersebut akan diperoleh kurva titrasi sebagai berikut :

Gambar
Setelah penambahan 10 ml NaOH pH menjadi 1,37. Penambahan 25 ml
NaOH pH = 7, karena terjadi titik ekuivalen yang menyebabkan larutan garam NaCl
bersifat netral. Penambahan 26 ml NaOH berubah drastic menjadi 11,29.

Garam NaCl yang terbentuk dari asam kuat dan basa kuat yang merupakan
elektrolit kuat tidak akan terhidrolisis, karena larutannya bersifat netral (pH=7).

Contoh : NaCl(aq) ----> Na+(aq) + Cl-(aq)

Na+(aq) + H2O(l) ---->

Cl- (aq) + H2O(l)---->

b. Titrasi Asam Kuat dengan Basa Lemah

Reaksi antara 25 ml HCl 0,1 M dengan NH3 0,1 M (Kb = 10-5). Reaksinya sebagai
berikut :

HCl(aq) + NH3(aq) ---->NH4Cl(aq)


Sebelum penambahan NH3, pH =1, setelah penambahan 10 ml NH3, pH =1,37,
penambahan 25 ml NH3, pH=5,15 yang merupakan titik ekuivalen. Penambahan 26
ml NH3, pH berubah sedikit, yaitu 6,1.

Penambahan sedikit basa maka pH garam hamper tidak berubah, sehingga


5
merupakan larutan penyangga. Titik ekuivalen terjadi pada pH<7,>karena garam
yang terbentuk mengalami hidrolisis sebagian yang bersifat asam.

NH4Cl(aq) ---> NH4(aq) + Cl-

NH4+(aq) + H2O(l) ---> NH4OH(aq) + H+(aq)

Cl-(aq) + H2O(l) --->

c. Titrasi Asam Lemah dengan Basa Kuat


Reaksi antara 25 ml HC2H3O2 0,1 M (Ka= 1,74.10-5) dengan NaOH 0,1 M.
Reaksi : HC2H3O2(aq) +NaOH(aq) ---> C2H3O2Na(aq) + H2O(l)

Penambahan 10 ml NaOH pH berubah menjadi 4,58, penambahan 25 ml


terjadi titik ekuivalen. Pada pH = 8,72. Penambahan 26 ml NaOH pH =10,29. Pada
grafik diatas, penambahan sedikit basa, maka pH akan naik sedikit, sehingga
termasuk larutan penyangga. Titik ekuivalen diperoleh pada pH >7.

Hal itu disebabkan garam yang terbentuk mengalami hidrolisis sebagian yang
bersifat basa. 6

C2H3O2Na(aq) ---> CH3COO-(aq) + Na+(aq)

C2H3O2(aq) + H2O(l) ---> C2H3O2H(aq) + OH-(aq)

Na+(aq) + H2O(l) --->


d. Titrasi Asam Lemah dengan Basa Lemah

Contoh yang biasa untuk kurva titrasi asam lemah dan basa lemah adalah asam
etanoat dan amonia

CH3COOH (aq) + NH3(aq) --->CH3COONH4 (aq)

Hal ini juga terjadi karena keduanya bersifat lemah - pada kasus tersebut, titik
ekivalen kira-kira terletak pada pH 7.

Gambar ini hanyalah penggabungan gambar yang telah anda lihat. Sebelum titik
ekivalen sama seperti kasus amonia - HCl. Setelah titik ekivalen seperti bagian akhir
kurva asam etanoat - NaOH.

BAB III 7

PEMBAHASAN
Pembahasan

Pada proses pentitrasian 25 ml HCL 0,1 M dititrasi oleh


NaOH 0,1 M terjadi pembentukan kurva seperti gambar berikut.
BAB IV

KESIMPULAN 13

Pembahasan dari pentitrasian asam kuat HCL oleh basa kuat NaOH dapat
dibuat kesimpulan yaitu titik ekuivalen terjadi di titik pada pH netral (=7) dan
indikator yang dapat digunakan untuk menentukan titik akhir titrasinya adalah
indikator
14

DAFTAR PUSTAKA

Harjadi, 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, Gramedia, Jakarta.


Mulyono, 2006, Kamus Kimia, Bumi Aksara, Jakarta.
Pudjaatmaka, A.H, 2002, Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik,
terjemahan dari Vogel’s text book of Qualitative Inorganic Analysis Including
Elementary Instrumental Analysis oleh J.Basset, dkk, Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Rivai, 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, UI Press, Jakarta.
Sopyan, Lis, 1999, Analisis Kimia Kuantitaif, terjemahan dari Quantitative Analysis
oleh R. A Day, Jr dan A. L Underwood, Erlangga, Jakarta
Etrinaldi Valent dkk, 2011, Laporan Kimia Analisis Kuantitatif Metoda Titrimetri
Asam Basa, Universitas Muhammadiyah Riau, Perawang.

Contoh indikator asam-basa

Nama Indikator Warna asam Warna basa Trayek pH

Alizarin kuning kuning ungu 10,1 -12,0

Fenolftalein tak berwarna merah 8,0 -9,6

Timolftalein tak berwarna biru 9,3 – 10,6

Timolftalein tak berwarna biru 9,3 – 10,6

Fenol merah kuning merah 6,8 -8,4

Bromtimol blue kuning biru 6,0-7,6

Metil merah merah kuning 4,2 -6,2

Metil jingga merah kuning 3,1 -4,4

Para nitrofenol tak berwarna kuning 5,0 -7,0

Timol blue kuning biru 8,0 -9,6

Tropeolin OO merah kuning 1,3 -3,0


Pada percobaan diatas, yaitu titrasi NaOH dengan H2C2O4 digunakan indikator
phenophtalein (PP) dengan alasan titrasi asam lemah dengan basa kuat akan
menghasilkan Ph yang bersifat basa (Ph>7). Maka Ph yang dipilih adalah PP untuk
menunjukan harga titrasi yang mendekati titik ekuivalen.

2.4 Rumus Umum Titrasi


DAFTAR PUSTAKA
Underwood, A.1999.”Analisis Kimia Kuantitatif”. Erlangga: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai