[1] Namun dalam keadaan klinik hal ini sangat sulit untuk diprediksi mengingat kompleksnya interaksi
yang terjadi di antara ketiganya.[2] Namun pemilihan obat yang sesuai dengan dosis yang sepadan
sangat berperan dalam menentukan keberhasilan terapi dan menghindari timbulnya resistansi agen
penginfeksi.[3]
Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau
menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri.
[4] Literatur lain mendefinisikan antibiotik sebagai substansi yang bahkan di dalam konsentrasi rendah
dapat menghambat pertumbuhan dan reproduksi bakteri dan fungi.[5] Berdasarkan sifatnya (daya
hancurnya) antibiotik dibagi menjadi dua:
1. Antibiotik yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat destruktif terhadap bakteri.
2. Antibiotik yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang bekerja menghambat pertumbuhan atau
multiplikasi bakteri.
Antibiotik yang menghambat bersifat antimetabolit. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Sulfa
atau Sulfonamide, Trimetophrim, Azaserine.
a) Pada bakteri, Sulfonamide bekerja dengan bertindak sebagai inhibitor kompetitif terhadap enzim
dihidropteroate sintetase (DHPS).[15] Dengan dihambatnya enzim DHPS ini menyebabkan tidak
terbentuknya asam tetrahidrofolat bagi bakteri.[16] Tetrahidrofolat merupakan bentuk aktif asam
folat[17], di mana fungsinya adalah untuk berbagai peran biologis di antaranya dalam produksi dan
pemeliharaan sel serta sintesis DNA dan protein.[18] Biasanya Sulfonamide digunakan untuk penyakit
Neiserria meningitis.