Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PATOLOGI

TUBERCULOSIS

Disusun oleh:
Desyanita Agni P. 10060317141
Nisvia Azahra A. 10060317143
Pratiwi Wirachmi P. 10060317145
Fajriati Rohmah 10060317148
Firda Aulia J. 10060317151
Viola Marillia 10060317153
Vera Fazryati R. 10060317156
Salsabila Wijaya 10060317159

Farmasi D

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
1440H/ 2019M
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
Rahmat-Nya Makalah “TUBERCULOSIS” dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tanpa
pertolongan-Nya mungkin penyusun tidakakan sanggup menyelesaikanya dengan baik.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas dari
mata kuliah Patologi.
Makalah ini memuat tentang gejala dari penyakit TBC dan bagaimana mekanisme
TBC didalam tubuh.Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas bagi
pembaca.Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun
membutuhkan kritik dansaran dari pembaca yang membangun. Terima kasih.

Bandung, 8 Mei 2019

Penyusun,
DAFTAR ISI

MAKALAH PATOLOGI ....................................................................................................................... 1


KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 4
1.1. LATAR BELAKANG ............................................................................................................ 4
1.2. RUMUSAN MASALAH ........................................................................................................ 4
1.3. TUJUAN ................................................................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................................................... 6
2.1. TUBERCULOSIS ................................................................................................................... 6
2.2. ETIOLOGI TUBERCULOSIS ............................................................................................... 6
2.3. PATOFISOLOGI TUBERCULOSIS ..................................................................................... 7
2.4. KLASIFIKASI TUBERCULOSIS ......................................................................................... 9
2.5. CARA PENULARAN TUBERCULOSIS ............................................................................ 10
2.6. PERJALANAN PENYAKIT TUBERCULOSIS ................................................................. 11
2.7. CARA PENCEGAHAN TUBERCULOSIS ......................................................................... 12
2.8. KOMPLIKASI TUBERCULOSIS ....................................................................................... 13
2.9. FAKTOR RESIKO TUBERCULOSIS ................................................................................ 14
BAB III PENUTUP .............................................................................................................................. 18
3.1. KESIMPULAN ........................................................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Di Indonesia, TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien
TBC di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina.Diperkirakan
pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Di
Indonesia dengan prevalensi TBC positif 0,22% (laporan WHO 1998), penyakit ini
merupakan salah satu penyakit yang setiap tahun mortalitasnya cukup tinggi. Kawasan
Indonesia timur banyak ditemukan terutama gizi makanannya tidak memadai dan hidup
dalam keadaan sosial ekonomi dan higiene dibawah normal (Tjay dan Rahardja, 2007).
Bertambahnya angka penderita di Indonesia terhadap penyakit TBC banyak
dihubungkan dengan memburuknya kondisi sosial, ekonom, belum optimalnya fasilitas
pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai
tempat tinggal, dan adanya epidemik dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang
lemah atau turun, jumlah kuman memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC
(Depkes RI, 2006).

1.2. RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas, penyusun dapat merumuskan masalah sebagai
berikut:

a. Apa yang dimaksud dengan Tuberculosis?


b. Bagaimana gejala dari penyakit Tuberculosis?
c. Bagaimana mekanisme terjadinya penyakit Tuberculosis?
d. Apa saja klasifikasi dari penyakit Tuberculosis?
e. Bagimana cara penularan Tuberculosis?
f. Bagaimana cara pencegahan penyakit Tuberculosis?
g. Bagaimana komplikasi penyakit Tuberculosis?
h. Apa saja faktor resiko Tuberculosis?

1.3. TUJUAN
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui apa yang dimaksud dengan penyakit Tuberculosis.


b. Mengetahui gejala-gejala dari penyakit Tuberculosis.
c. Mengetahui mekanisme terjadinya penyakit Tuberculosis.
d. Mengetahui klasfikasi dari penyakit Tuberculosis.
e. Mengetahui cara penularan penyakit Tuberculosis.
f. Mengetahui pencegahan penyakit Tuberculosis.
g. Mengetahui komplikasi penyakit Tuberculosis.
h. Mengetahui faktor resiko pada Tuberculosis.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. TUBERCULOSIS
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis atau kuman TB.Sebagian bakteri ini menyerang paru, tetapi
dapat juga menyerang organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2011).Manusia adalah satu-satunya
tempat untuk bakteri tersebut menyerang.Bakteri ini berbentuk batang dan termasuk bakteri
aerob obligat (Todar, 2009).
Bakteri Mycobacterium tuberculosis tidak menghasilkan spora dan toksin. Bakteri ini
memiliki panjang dan tinggi antara 0,3 - 0,6 dan 1 - 4 µm, pertumbuhan bakteri ini lambat
dan bakteri ini merupakan bakteri pathogen makrofag intraselluler (Ducati dkk, 2006).
Pada saat penderita TB batuk dan bersin kuman menyebar melalui udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei) dimana terdapat 3.000 percikan dahak dalah sekali
batuk (Depkes RI, 2007).M. tuberculosis ditularkan melalui percikan ludah.Infeksi primer
dapat terjadi di paru-paru, kulit dan usus (Hull, 2008).

2.2. ETIOLOGI TUBERCULOSIS


Tuberculosis disebabkan oleh bakter Mycobacterium tubersulosis.Mycobacterium
tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran panjang 104 mm dengan
tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen M. Tuberculosis adalah berupa lemak atau lipid
sehingga kuman mampu tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah
bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen.Oleh karena itu, M. Tuberculosis
senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi.Daerah tersebut
menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis.
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang
timbul sesuai dengan organ yang terlibat.Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama
pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik. Ada enam
gejala sistemik atau umum yaitu:
1. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
2. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat
hilang timbul.
3. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
4. Perasaan tidak enak (malaise) dan lemah.
Adapun gejala khususnya adalah sebagai berikut:
1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus
(saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
2. Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan
sakit dada.
3. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat
dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar
cairan nanah.
4. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau
diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa.Kira-kira 30-50% anak yang kontak
dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3
bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA
positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi atau darah.
Gejala TB pada umumnya penderita mengalami batuk dan berdahak terus-menerus
selama 2 minggu atau lebih, yang disertai dengan gejala pernafasan lain, seperti sesak nafas,
batuk darah nyeri dada, badan lemah, nafsu makan atau pernah batuk darah, berat 9 badan
menurun, berkeringan malam walaupun tanpa kegiatan, dan demam meriang lebih dari
sebulan (WHO, 2009).

2.3. PATOFISOLOGI TUBERCULOSIS


Bila terinplantasi Mycobacterium tuberculosis melalui saluran nafas, maka
mikroorganisme akan membelah diri dan terus berlangsung walaupun cukup pelan. Nekrosis
jaringan dan klasifikasi pada daerah yang terinfeksi dan nodus limfe regional dapat terjadi,
menghasilkan radiodens area menjadi kompleks Ghon. Makrofag yang terinaktivasi dalam
jumlah besar akan mengelilingi daerah yang terdapat Mycobacterium tuberculosis sebagai
bagian dari imunitas yang dimediasi oleh sel. Hipersensitivitas tipe tertunda, juga
berkembang melalui aktivasi dan perbanyakan limfosit T. Makrofag membentuk granuloma
yang mengandung organisme (Sukandar dkk., 2009).
Setelah kuman masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, bakteri TB
tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah,
sistem saluran limfa, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya
(Depkes RI, 2005).
Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil M. Tuberculosis melalui udara ke
paru-paru.Bakteri menyebar melalui jalan napas, menempel pada bronkus atau alveolus untuk
memperbanyak diri. Perkembangan M. Tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area
lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah
kebagian tubuh lain (ginjal, tulang, dan korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus
atas). Selanjutnya, sistem kekebalan tubuh memberikan respon dengan melakukan rekasi
inflamasi.Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri).Sementara
limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal.Reaksi
ini mengakibatkan peningkatan metabolisme tubuh yang menyebabkan suhu tubuh meningkat
(demam), terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia, dan
produksi sputum yang menyebabkan akumulasi jalan napas terganggu.Infeksi awal biasanya
timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.
Interaksi antara M. Tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi
membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas
gumpalan basil hidup dan mati yang dikekelingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma
selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa
tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas magrofag dan bakteri menjadi
nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing
caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen,
kemudian bakteri menjadi non-aktif.
Setelah infeksi awal, jika respon system imun tidak adekuat maka penyakit akan
menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri
yang sebelumnya tidak aktif menjadi aktif.Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi
sehingga menghasilkan necrotizingcaseosa di dalam bronkus.Tuberkel yang ulserasi
selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut.Paru-paru yang terinfeksi
kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan
seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus
dan basil terus di fagosit atau berkembang biak di dalam sel. Magrofag yang mengadakan
infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan
jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblast akan menimbulkan respon
berbeda, kemudian pada akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh
tuberkel.
Berikut Skema Patofisiologi Penyakit Tuberculosis Paru

2.4. KLASIFIKASI TUBERCULOSIS


Klasifikasi Tuberculosis menurut Depkes RI, 20011 sebagai berikut:
a. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB paru.
1) Tuberkulosis paru Basil Tahan Asam (BTA) positif
 Sekurang-kurangnya spesimen dahak Sewaktu - pagi - sewaktu (SPS) 2 dari 3
spesimen dahak hasilnya positif.
 Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan menunjukkan gambaran
tuberkulosis pada foto toraks penderita.
 Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA dan biakan kuman TB positif.
 Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan yang dilakukan sebelumnya negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotik non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif b.
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan penderita sebelumnya dibagi menjadi
beberapa tipe, yaitu:
 Kasus baru Merupakan Penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (empat minggu).
 Kambuh (Relaps) Merupakan Penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis
kembali dan hasilnya BTA positif.
 Kasus setelah putus berobat (Default) Penderita yang telah berobat dan putus berobat
dua bulan atau lebih dengan hasil BTA positif.
 Kasus setelah gagal (Failure) Penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif
atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama penderita menjalani
pengobatan.
 Kasus pindahan (Transfer In) Penderita yang dipindahkan dari UPK yang memiliki
register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya lagi.
 Kasus lainnya Semua kasus TB lain yang tidak termasuk ketentuan di atas. Kelompok
ini termasuk kasus kronik, yaitu penderita dengan hasil pemeriksaan masih
menunjukkan BTA yang masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2.

2.5. CARA PENULARAN TUBERCULOSIS


Mereka yang paling berisiko terpajan dengan basil adalah mereka yang tinggal
berdekatan dengan orang yang terinfeksi aktif. Kelompok ini antara lain tunawisma yang
tinggal di tempat penampungan yang terdapat kasus tuberculosis, serta anggota keluarga
pasien. Anak-anak merupakan kelompok yang sangat rentan.Tenaga kesehatan yang merawat
pasien tuberculosis, dan mereka yang menggunakan fasilitas klinik perawatan atau rumah
sakit yang juga digunakan oleh penderita tuberculosis juga berisiko terpajan dan terjangkit
penyakit TB. Di antara mereka yang terpajan basil, individu yang sistem imunnya tidak
adekuat, seperti mereka yang kekurangan gizi, individu lanjut usia atau bayi dan anak-anak,
individu yang mendapat obat imunosupresan, dan mereka yang mengidap virus
imunodefisiensi manusia (HIV) kemungkinan besar akan terinfeksi.
2.6. PERJALANAN PENYAKIT TUBERCULOSIS
1. Tuberkulosis Primer
Merupakan sindrom yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis pada
pasien nonsensitif yaitu mereka yang sebelumnya belum pernah terinfeksi. Delapan Pasien
biasanya tanpa gejala (Rubenstein dkk, 2008). Tuberkulosis primer sering terjadi pada anak
(Hidayat, 2006), tetapi bisa terjadi pada orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah,
seperti penderita HIV, DM, orang tua, SLE, dan sebagainya (Icksan dan Luhur, 2008).
TBC paru primer dimulai dengan masuknya Mycobacterium tuberculosis secara aerogen
ke dalam alveoli yang mempunyai tekanan oksigen tinggi, atau melalui traktus digestivus
(untuk TBC usus) (Malueka, 2007).Bakteri yang terhirup membentuk satu fokus infeksi di
paru, disertai keterlibatan kelenjar limfe hilus (kompleks primer).Biasanya hanya timbul
sedikit gejala, dan pemulihan sering terjadi secara spontan. Individu yang bersangkutan tidak
menular bagi orang lain dan bereaksi negatif terhadap uji bakteriologis walaupun uji kulit
tuberkulinnya (Heaf test) mungkin sensitif (Gould dan Brooker, 2003). Waktu antara
terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari
negatif menjadi positif (Zulkoni, 2010). Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi:
sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas
berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumoni,
berkomplikasi dan menyebar secara per kontinuitatum yakni menyebar ke sekitarnya, secara
bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya, secara limfogen, ke
organ tubuh lainlainnya, secara hematogen, ke organ tubuh lainnya (Sudoyo, 2007).
2. Tuberkulosis post primer
Merupakan sindrom yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis pada yang
pernah terinfeksi dan oleh karenanya pasien sensitif terhadap tuberkulin (Rubenstein dkk,
2008).
TBC paru post primer biasanya terjadi akibat dari infeksi laten sebelumnya. Infeksi ini
dapat menimbulkan suatu gejala TBC bila daya tahan tubuh host menurun. Mikroorganisme
yang laten dapat berubah menjadi aktif dan menimbulkan nekrosis. TBC sekunder progresif
menunjukkan gambaran yang sama dengan TBC primer progresif (Icksan dan Luhur, 2008).
Pemulihan spontan tidak dijumpai pada tuberkulosis post primer dan pasien mungkin
menular bagi orang lain sebelum diterapi secara efektif (Gould dan Brooker, 2003).
Tuberkulosis post primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status
gizi yang buruk. Ciri khas tuberkulosis post primer adalah kerusakan paru yang luas dan
parah (Zulkoni, 2010).
3. Bakteriologi Sputum BTA Positif
Bila dua kali pemeriksaan menunjukkan hasil BTA positif, atau satu kali pemeriksaan
dengan hasil BTA positif dan hasil pemeriksaan radiologis sesuai dengan TBC paru, atau satu
kali sputum BTA positif dan hasil kultur positif. Sputum BTA negatif, bila dua kali
pemeriksaan dengan jarak 2 minggu dengan hasil BTA negatif. Pemeriksaan radiologis sesuai
dengan TBC paru dan gejala klinis tidak hilang dengan pemberian antibiotik spektrum luas
selama satu minggu dan dokter memutuskan untuk mengobati dengan pengobatan regimen
anti TBC secara penuh (Anonim, 2008)

2.7. CARA PENCEGAHAN TUBERCULOSIS


Cara pencegahan penyakit tuberculosis dapat dicegah dengan cara sebagai berikut:
1. Pemeriksaan kontak.
Yaitu pemeriksaan terhadap individu yang berdekatan erat dengan penderita
tuberculosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi test tuberkulin, klinis dan radiologis.
Bila test tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12
bulan mendatang. Bila masih negatif diberikan BCG vaksinasi.Bila positif, berarti terjadi
konversi hasil test tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
2. Mass Chest X-ray
Yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu misalnya
karyawan rumah sakit/puskesmas/balai pengobatan, penghuni rumah tahanan, siswa-siswi
pesantren,
3. Vaksinasi BCG.
4. Kemoprofilaksis
Dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan
menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi
kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA positif,
sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok berikut:
 Bayi di bawah 5 tahun dengan hasil test tuberkulin positif karena risiko timbulnya TB
milier dan meningitis TB.
 Anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil test tuberkulin positif yang berdekatan
erat dengan penderita TB yang menular.
 Individu yang menunjukkan konversi hasil test tuberkulin dari negatif menjadi positif.
 Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif jangka panjang.
 Penderita diabetes melitus.
5. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)
Mengenai penyakit tuberculosis kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di
tingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan
Pemberantasan Tuberculosis Paru Indonesia- PPTI).

2.8. KOMPLIKASI TUBERCULOSIS

Penyakit TB paru apabila tidak ditangani dengan benar, akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
1) Komplikasi dini
a. Pleuritis
Yaitu terjadinya inflamasi pada kedua lapisan pleura
b. Efusi pleura
Memecahnya kavitas TB dan keluarnya udara atau cairan yang masuk kedalam
antara paru dan dinding dada
c. Emfisema
Pengumpulan cairan puluren (pus) dalam kavitas pleura, cairan yang dibentuk
akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih lanjut
d. Laringitis
Terjadinya inflamasi pada laring yang disebabkan melalui peredaran darah
e. Terjadinya penyebaran infeksi ke organ lain seperti usus, tulang dan otak
2) Komplikasi lanjut
a. Hemoptisis (perdarahan dari saluran nafas dalam) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial
c. Bronkiectasis dan fibrosis pada paru yang disebabkan oleh karena tekanan balik
akibat kerusakan paru
d. Pneumotoraks spontan karena adanya kerusakan pada jaringan paru
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya
f. Insufisiensi kardio pulmoner

2.9. FAKTOR RESIKO TUBERCULOSIS


Faktor risiko adalah semua variabel yang berperan timbulnya kejadian
penyakit. Pada dasarnya berbagai faktor risiko TBC saling berakaitan satu sama lain.
Faktor risiko yang berperan dalam kejadian penyakit tuberkulosis adalah faktor
karakteristik individu dan faktor risiko lingkungan. (Depkes RI, 2007)

 Faktor Karakteristik Individu

Beberapa faktor karakteristik individu yang menjadi faktor risiko terhadap kejadian
TB Paru adalah : (Depkes RI, 2007)

a. Faktor Umur.

Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu


umur, jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Variabel umur
berperan dalam kejadian penyakit TBC. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di
New York pada Panti penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa
kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai
dengan umur. Prevalensi tubekulosis paru tampaknya meningkat seiring dengan
peningkatan usia. Pada wanita prevalensi mencapai maksimum pada usia 40-50 tahun
dab kemudian berkurang sedangkan pada pria prevalensi terus meningkat sampai
sekurang-kurangnya mencapai usia 60 tahun.

b. Faktor Jenis Kelamin.

Prevalensi tubekulosis paru tampaknya meningkat seiring dengan peningkatan


usia. Angka pada pria selalu cukup tinggi pada semua usia tetapi angka pada wanita
cenderung menurun tajam sesudah melampaui usia subur. Wanita sering mendapat
tubrkulosis paru sesudah bersalin.
c. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan


seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan
pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka
seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat. Selain itu
tingkat pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya.

d. Pekerjaan

Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap
individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di
daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan.
Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama
terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.

e. Kebiasaan Merokok

Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk


mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan
kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB
paru sebanyak 2,2 kali.

f. Status Gizi

Status gizi merupakan variable yang sangat berperan dalam timbulnya


kejadian TB Paru. Tetapi hal ini masih dipengaruhi oleh faktor –faktor yang lainnya
seperti ada tidaknya kuman TBC pada paru.. Karena kuman TBC merupakan kuman
yang dapat “tidur” bertahun-tahun dan apabila memiliki kesempatan “bangun” dan
menimbulkan penyakit maka timbullah kejadian penyakit TB paru. Oleh sebab itu
salah satu upaya untuk menangkalnya adalah stus gizi yang baik, baik untuk wanita,
laki-laki, anak-anak maupun dewasa.

g. Kondisi Sosial Ekonomi

Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi


lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan
dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi
makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk
maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan
terkena infeksi TB Paru.

h. Perilaku

Perilaku seseorang yang berkaitan dengan penyakit TB adalah perilaku yang


mempengaruhi atau memjadikan seseorang untuk mudah terinfeksi/tertular kuman TB
misalnya kebiasaan membuka jendela setiap hari, menutup mulut bila batuk atau
bersin, meludah sembarangan, merokok dan kebiasaan menjemur kasur ataupun
bantal.

 Faktor Resiko Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan yang menjadi faktor risiko terhadap kejadian TB Paru
adalah : (Depkes RI, 2011)

a. Kepadatan hunian

Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya,
artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping
menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga
terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.

b. Pencahayaan

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak
terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama
cahaya matahari disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang
baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak
cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau dan akhirnya dapat merusakkan mata.

c. Ventilasi

Yang di maksud dengan ventilasi adalah proses di mana udara bersih dari luar
ruang sengaja di alirkan kedalam ruang dan udara yang buruk dari dalam ruang di
keluarkan.
d. Kondisi rumah

Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit
TBC. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan
kuman.Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan
debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya
kuman Mycrobacterium tuberculosis.

e. Kelembaban udara

Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana


kelembaban berkisar 40%-60% dengan suhu udara yang nyaman 18° - 30°C. Kuman
TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan
hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.

f. Suhu

Suhu dalam ruangan harus dapat diciptakan sedemukian rupa sehingga tubuh
tidak terlalu bnayak kehilangan panas atau sebaliknya tubuh tidak sampai kepanasan.
Suhu ruangan dalam rumah yang ideal adalah bekisar antara 18 – 30 ºC dan suhu
tersebut di pengaruhi oleh suhu udara luar, pergerakan udara dan kelembaban udara
dalam ruangan ketinggian wilayah.
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis atau kuman TB.Sebagian besar komponen M. Tuberculosis
adalah berupa lemak atau lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap zat kimia dan faktor
fisik.Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat.
Bila terinplantasi Mycobacterium tuberculosis melalui saluran nafas, maka
mikroorganisme akan membelah diri dan terus berlangsung walaupun cukup pelan.Setelah
kuman masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, bakteri TB tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran
limfa, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Alimul, Hidayat., 2006. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Merdeka.

Aziza, G Icksan dan Reny, Luhur. 2008. Radilologi Toraks Tuberkulosis Paru. Jakarta: CV.
Sagugn Seto

Departemen Kesehatan RI., 2011. TBC Masalah Kesehatan Dunia. Jakarta: BPPSDMK

Departemen Kesehatan RI., 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta:


Gerdunas TB. Edisi 2 hal. 20-21

Departemen Kesehatan RI., 2011. TBC Masalah Kesehatan Dunia. Jakarta: BPPSDMK

Departemen kesehatan RI. 2005.Pharmaceutical care untuk penyakit Tuberculosis. Jakarta:


Kementrian Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Program PenanggulanganTuberkulosis.


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2014. Jakarta.

Ducati, R.G., Netto A.R., Basso L.A. 2006. The resumption of consumption ñ A review on
tuberculosis. Rio de Janeiro: Mem Inst Oswaldo Cruz, 101 (7): 697-714.

Gould, D. & Brooker, C. 2003. Mikrobiologi Terapan untuk perawat, halaman 252, cetakan
pertama. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC.

Hull, David., 2008.Dasar-Dasar Pediatri, Edisi 3.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kusnandar. 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbit.

Malueka, R.G., 2007. Radiologi Diagnostik, Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka


Cendekia Press.

Price, S.A ., Standridge, M.P. 2006. Tuberkulosis paru. Dalam Price S.A ., Wilson L.M.
Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit edisi 6 volume 2. Jakarta: EGC.
Rahajoe, N.N., Supriyatno, B., dan Setyanto, D.B., 2008.Respirologi Anak. Jakarta: EGC

Rubenstein, David, dkk. 2007. Lecture Notes Kedokteran Klinis. Dialih bahasakan oleh
Annisa Rahmalia. Jakarta: Erlangga.

Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid 1. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Sukandar, dkk., 2009.ISO Farmakoterapi. Jakarta: ISFI Penerbitan.

Todar, K., 2009. Bacillus anthracis and Antrax. Todar’s online textbook of bacteriology.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007.Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam, 262, 269-271. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

World Health Organization. 2009. Treatment Of Tuberkulosis Guidelines FourthEdition.


Geneva: World Health Organization.

Zulkoni Akhsin. 2010. Parasitologi. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai