Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN

SAYURAN, BUAH-BUAHAN, DAN UMBI-UMBIAN

Oleh:
Cindy Yohanita (6103012031)
Eunike Intar D. (6103012049)
Oktavia Carolina (6103012066)
Vally Marselina (6103012123)

Tanggal: 12 Februari 2012

KELOMPOK A-2

Asisten: Ir. Thomas Indarto Putut Suseno, MP.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
SURABAYA
2014
I. Tujuan Instruksional Umum:
Memahami sifat-sifat fisik dan kimiawi berbagai jenis sayur, buah, dan
umbi.

II. Sasaran Belajar


1. Menentukan ukuran dan bentuk berbagai jenis sayuran, buah-buahan,
umbi-umbian, kemudian mengklasifikasikannya ke dalam bentuk
acuan.
2. Menentukan luas permukaan berbagai jenis sayuran, buah-buahan, dan
umbi-umbian.
3. Menentukan tingkat kekerasan berbagai jenis sayuran, buah-buahan,
umbi-umbian dengan tingkat kemasakan dan bagian bahan yang
berbeda.
4. Menentukan prosentase bagian-bagian penyusun bahan.
5. Mengukur sifat spesifik (karakteristik) warna, berat, spesifik gravitasi
bahan.
6. Mengukur kadar komponen kimia yang dominan dalam bahan yang
berkaitan dengan sifat fisiologis bahan, seperti pH, padatan terlarut,
total asam dan reaksi pencoklatan.

III. Landasan Teori


Buah-buahan dan sayur-sayuran merupakan produk holtikultura. Pada
industri pangan, yang dimaksud dengan buah-buahan dan sayur-sayuran
adalah suatu bahan atau bagian dari tanaman yang berdaging dan dapat
dimakan. Umbi-umbian adalah bahan nabati yang diperoleh dari dalam
tanah, yaitu ubi kayu, ubi jalar, talas, dan sebagainya. Pada umumnya umbi-
umbian tersebut merupakan bahan sumber karbohidrat terutama pati.
Pengetahuan tentang karakteristik bahan pangan baik secara fisik
ataupun kimia diperlukan untuk merancang proses serta penanganan bahan.
Karakteristik fisik meliputi warna, bentuk, ukuran, berat, luas permukaan,
tekstur, dan spesifik gravitasi. Sedangkan karakteristik kimiawi meliputi
total asam, keasaman (pH), % padatan terlarut, dan pencoklatan enzimatis.
1. Warna Bahan
Pigmen tumbuhan ditemukan dalam plastida dan vakuola. Ada
bermacam-macam pigmen tumbuhan, misalnya klorofil (pigmen hijau)
di dalam kloropas dan karotenoid (pigmen kuning-merah) di dalam
kromoplas yang tidak mempunyai klorofil atau hanya mengandung
sedikit klorofil. Kelompok pigmen lain adalah flavonoid (antosianin
dan flavon atau flavonol) yang biasanya terdapat di dalam vakuola,
khususnya pada bunga dan buah dengan berbagai warna. Pigmen ini
larut dalam air. Antosianin memberi warna merah, merah muda, ungu,
dan biru. Petala yang berwarna krem atau putih krem tua jernih
disebabkan oleh sedikitnya pigmen yang terdapat dalam sel dan hasil
dari refraksi sinar, misalnya karena antosianin ada bersama-sama
dengan kloroplas atau kromoplas. Petala yang buram disebabkan oleh
adanya sejumlah ruang antarsel yang besar dan berisi udara. (Mulyani,
2010).

2. Bentuk dan Ukuran Bahan


Dalam proses pengolahan suatu bahan hasil pertanian, bentuk dan
ukuran suatu komoditi merupakan parameter yang penting untuk
mendeskripsikan sifat fisik pada suatu bahan pangan. Pada umumnya
bentuk dan ukuran digunakan untuk menggambarkan obyek secara
fisual. Dalam penggolongan tingkat mutu (grading) biasanya ukuran
dan bentuk merupakan faktor mutu yang pertama kali di lihat.
Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menjelaskan
bentuk dan ukuran bahan hasil pertanian, yaitu: bentuk acuan,
kebundaran, kebulatan, dimensi sumbu bahan, serta kemiripan bahan
hasil pertanian terhadap benda geometri tertentu (Silaban,2011).
Karakteristik fisik hasil pertanian akan mempengaruhi bentuk, ukuran,
berat dan volume bahan.
Menurut Suyitno (1988), yang termasuk ke dalam bentuk adalah
bundar (round), membujur (Oblong), kerucut (conic), bujur telur
(ovate), miring (lopsided), bujur telur terbalik (Obovate), bulat panjang
(elliptical), kerucut terpotong (truncate), tidak seimbang (unequal),
ribbed, teratur (reguler), tidak teratur (irregular).

3. Berat dan Spesifik Gravitasi Bahan


Gravitasi spesifik (specific gravity) sebuah bahan adalah
perbandingan densitasnya dengan densitas air pada suhu 4,0C, 1000
kg/m3; ini adalah bilangan tanpa satuan (Young, 2002). Rumus spesifik
gravitasi dapat dituliskan sebagai berikut:

Wbahan di udara
SG xSGair
Wbhn di udara W bhn di air

Tujuan pengukuran spesifik gravitasi adalah untuk mengukur


difusivitas termal dalam hubungannya dengan transfer panas, penetapan
bilangan Reynold pada penanganan bahan pangan secara pneumatik dan
hidrolisis, pemisahan produk dari benda asing yang tidak dikehendaki
dan prediksi struktur fisik dan komposisi kimiawi bahan pangan
(Muchtadi,2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi specific gravity adalah
komposisi bahan, porositas bahan, gaya gravitasi, dan densitas bahan.

4. Luas dan Kontur Permukaan Bahan


Luas permukaan merupakan sesuatu yang penting dengan
hubungan terhadap perlakuan buah, sayur dan umbi. Hubungan yang
dimaksudkan adalah bagian permukaan yang harus disemprot,
kecepatan respirasi, pemantulan cahaya, evaluasi warna, transfer panas
dalam proses pemanasan dan pendinginan. Cara pengukuran dapat
dilakukan dengan mengupas dan menganbar permukaan bahan (kulit) di
atas kertas grafikdan menghitung luasnya (Suyitno, 1988).
5. Keasaman Bahan
Keasaman yang timbul pada bahan disebabkan karena adanya
asam-asam organik. Rasa asam pada bahan terutama buah-buahan
bekurang seiring proses kematangan. Pengujian total asam dilakukan
untuk menghitung kadar asam dengan titrasi. pH atau derajat keasaman
adalah konsentrasi ion hydrogen (H+) yang terlarut dalam sampel.
Kandungan asam organik yang ada dalam sayur-sayuran dalam
konsentrasi tinggi umumnya adalah asam malat, asam sitrat, dan asam
oksalat. Asam malat banyak pada buah-buahan seperti apel, pear,
apricot, peach, sementara asam sitrat banyak ditemukan pada berri-
berrian, citrus, dan buah-buah tropis.
Pada ubi jalar mengandung asam-asam organik yang tergolong
mudah rusak dan larut dalam air yaitu asam malat, asam sitrat, asam
askorbat, asam nikotinat, asam klorogenat (Kumalaningsih et al., 2009).
Kentang mengandung asam askorbat, asam malat dan asam sitrat
(Piikki, 2003) dan singkong memiliki asam organic utama yaitu asam
malat (Khampa, 2009).
Tabel 1. Kandungan Asam Organik pada Beberapa Buah
Buah Asam Organik Utama
Apel Malat
Jeruk Sitrat
Pisang Malat
Sumber: Belitz and Grosch (1999)

6. Kandungan Padatan Terlarut Bahan


Padatan terlarut merupakan suatu senyawa gula yang larut seperti
glukosa, fruktosa dan maltosa. Padatan terlarut digunakan untuk
mengukur tingkat kematangan buah dan jumlah padatan terlarut
digunakan untuk menunjukkan kemanisan dari buah. % padatan terlarut
dinyatakan dengan satuan % Brix. Semakin besar padatan terlarut suatu
bahan pangan, semakin besar % Brix. (Muchtadi,2010)
Faktor faktor yang mempengaruhi padatan terlarut bahan pangan
adalah :
Komposisi kimiawi bahan
Gula sederhana dan protein yang bersifat polar merupakan
komponen bahan yang larut dalam air.
Tingkat kematangan bahan
Pada buah terjadi degradasi pati menjadi gula sederhana dan
komponen lainnya sehingga % padatan terlarut bahan menjadi lebih
besar.
Kondisi penyimpanan bahan (Muchtadi,2010)

7. Reaksi Pencoklatan Enzimatis


Reaksi pencoklatan dapat terjadi melalui dua proses yaitu proses
pencoklatan enzymatic , disebabkan adanya enzim PPO dan tirosin
yang berperan sebagai substrat sedangkan proses non enzimatis
disebabkan karena reaksi Meillard , karamelisasi atau oksidasi asam
askorbat (Richardson, 1983). Proses pencoklatan yang terjadi akan
mengurangi kualitas produk dan menurunkan minat konsumen
(Friedman,1990).
Warna coklat hasil reaksi pencoklatan merupakan senyawa
melanoidin yang merupakan reaksi kompleks antara fenol, oksigen dan
enzim fenolase. Kerja polifenolase bersifat merusak jika hal ini
menjurus ke pencoklatan dalam jaringan tumbuhan yang memar dan
rusak.Enzim polifenolase terdapat dalam hampir semua tumbuhan
(DeMan, 1997).
IV. Bahan dan Alat
Bahan:
1. Jeruk 8. Terong
2. Apel 9. Wortel
3. Pisang gepok matang 10. Kacang panjang
4. Kentang 11. Buncis
5. Ubi jalar 12. NaOH 0,1 N
6. Ubi kayu 13. Indikator PP 1%
7. Talas bothe 14. Akuades
Alat:
1. Tintometer Lovibond 14. Corong
2. Refraktometer 15. Pisau
3. Tabel Acuan Bentuk 16. Pipet tetes
4. Kertas lensa 17. Telenan
5. Penggaris 18. Labu takar 100 mL
6. pH meter 19. Sendok
7. Jangka sorong 20. Pipet volume 10 mL
8. Beker gelas 100 mL 21. Kain saring
9. Neraca Pegas 22. Erlenmeyer 250 mL
10. Beker gelas 250 mL 23. Blender
11. Pemberat 24. Buret 25 mL
12. Pengaduk 25. Kertas milimeter blok
13. Piring plastik 26. Statif+Klem buret
V. Cara Kerja
Pengamatan Sifat Fisik:
1. Uji Warna Bahan

Bahan

Pemotongan

Penentuan warna dengan lovibond

Kesimpulan warna

2. Pengamatan Bentuk dan Ukuran

Bahan

Pengukuran diameter melintang dan membujur

Penyimpulan bentuk

3. Uji Berat dan Spesifik Gravitasi Bahan


Bahan

Penimbangan di udara

Penimbangan di air

Perhitungan spesifik gravitasi


4. Uji Luas dan Kontur Permukaan

Bahan

Pengupasan tipis dengan pisau

Penataan dan penggambaran di kertas milimeter

Perhitungan luas dan penentuan kontur permukaan

Pengamatan Sifat Kimiawi:


1. Uji Keasaman (pH)
Bahan

Penimbangan sebanyak 100 g

Penambahan akuades sebanyak 100 ml

Penghancuran bahan dengan blender

Pengadukan hingga homogen

Penyaringan dengan menggunakan kain saring

Filtrat

Pengukuran pH dengan pH meter (3x)

Perhitungan nilai pH rata-rata


2. Uji Total Asam

Filtrat

Pengambilan 10 mL menggunakan pipet volume

Pemasukan ke dalam erlenmayer

Penambahan 25 mL akuades netral dan 2 tetes larutan PP 1%

Penitrasian dengan 0,1 N NaOH standar hingga terbentuk perubahan warna

Penentuan total asam dalam NaOH 0,1 N per 100 gram bahan

3. Uji Padatan Terlarut

Meneteskan filtrat hasil pengukuran pH pada lensa


refraktometer
Mencatat persen padatan terlarut (% Brix)

4. Uji Pencoklatan Enzimatis

Pembelahan / pengupasan bahan

Pencatatan perubahan warna cokelat (pada permukaan)


(10, 20, 30, 40, 50, 60)

Pembandingan kecepatan perubahan warna antar bahan


VI. Data/Hasil Pengukuran/Pengamatan
1. Warna Bahan

Unsur Unsur Unsur Unsur


Bahan Kesimpulan Warna
Merah Biru Kuning Putih

Kentang 2 - 4 - 2K / 2O (Kuning keorangean)


Ubi Jalar 1 - 1.1 - 1K / 1O (Kuning keorangean)
Ubi Kayu 1 - 1 0.6 1O (Orange cerah)
Ubi Talas Bothe 0.8 - 1 0.3 0.8O / 0.2K (Orange kekuningan kusam)
Terong 1.1 - 4 - 3.9K / 1.1O (Kuning keorangean)
Wortel 7 - 3 - 4M / 3O (Merah keorangean)
Buncis - 4 40 - 36K / 4H (Kuning kehijauan)
Kacang panjang - 5.4 40 - 34.6K / 5.4H (Kuning kehijauan)
Jeruk (air perasan) 2.2 - 5 - 2.8K / 2.2O (Kuning keorangean)
Apel 0.1 - 2.1 - 1K / 0.1O (Kuning keorangean)
Pisang Kepok matang 1 - 2.2 - 1.2K / 1O (Kuning Keorangean)
2. Bentuk dan Ukuran Bahan
Bahan Melintang Membujur Kesimpulan Beraturan atau tidak
Jeruk 5,792 cm 5,862 cm Round Beraturan
Apel 6,8 cm 6,872 cm Round Beraturan
Pisang kepok matang 4,292 cm 12,84 cm Elliptical Beraturan
Kentang 6,12 cm 6,176 cm Elliptical Tidak
Ubi jalar 6,92 cm 12,12 cm Ovate Tidak
Ubi Kayu 5,172 cm 16,5 cm Ovate Tidak
Talas bothe 3,512 cm 9,868 cm Ovate Tidak
Terong 4,688 cm 21 cm Elliptical Beraturan
Wortel 2,694 cm 23,4 cm Conic Beraturan
Kacang Panjang 0,536 cm 51,5 cm Oblong Beraturan
Buncis 0,86 cm 15,5 cm Oblong Beraturan

3. Berat dan Spesifik Gravitasi Bahan


Berat di Berat beban Berat di air Berat beban
Bahan Specific Gravity
udara (g) di udara (g) (g) di air (g)
Jeruk 240 170 150 150 1,0000
Apel 300 170 120 150 0,8125

Pisang kepok matang 320 170 140 150 0,9375

Kentang 250 170 150 150 1,0000

Ubi jalar 390 170 160 150 1,0476

Ubi kayu 460 170 170 150 1,0741

Talas bothe 280 170 150 150 1,0000

Terong 360 170 130 150 0,9048

Wortel 240 170 140 150 0,8750

Kacang panjang* 350 170 140 150 0,9474


Buncis* 235 170 135 150 0,8125
Ket: * jumlah 10 buah
Contoh Perhitungan Spesific Gravity pada jeruk:
Spesifik Gravitasi

=
( + + ) ( )
1
(240 170)
= 1
(240 150) (170 150)

= 1,0000

4. Luas dan Kontur Bahan


Permukaan Bahan Luas (cm2) Kontur Kulit Cepat Layu

Pisang kepok matang 182 cm2 Halus

Kentang 100 cm2 Halus

Talas (bote) 182 cm2 Kasar X

Apel 145 cm2 Halus

Jeruk 105 cm2 Halus X

Kacang Panjang Kasar

Buncis Halus X

Terong Halus

Wortel Kasar

Ubi Kayu 182 cm2 Kasar X

Ubi Jalar 150 cm2 Halus


5. Keasaman (pH) Bahan
Bahan pH 1 pH 2 pH 3 pH rata-rata
Ubi jalar 5,23 5,20 5,22 5,22
Ubi kayu 5,01 5,01 5,02 5,01
Kentang 4,90 5,01 4,96 4,96
Talas 4,27 4,25 4,28 4,27
Wortel 4,85 4,89 4,90 4,88
Kacang panjang 4,01 4,05 4,03 4,03
Terong 3,96 3,90 3,94 3,93
Buncis 4,83 4,83 4,85 4,84
Pisang kepok matang 3,45 3,43 3,42 3,43
Apel 2,50 2,53 2,52 2,52
Jeruk 2,55 2,58 2,55 2,56

Standarisasi NaOH 0,1 N dengan Asam Oksalat 0,1 N


1000
=

1000
0,1 = 2
126,07 100
= 0,6304
Range 10% = 0,5674 0,6934 gram

Penimbangan H2C2O4 0,1 N


1000
=

0,6368 1000
= 2
126,07 100
= 0,1010
Titrasi NaOH 0,1 N dengan H2C2O4
Volume H2C2O4 Normalitas H2C2O4 Volume NaOH Normalitas NaOH
10,0 ml 0,1010 N 9,95 ml 0,1015 N
10,0 ml 0,1010 N 9,90 ml 0,1020 N
Rata-rata 0,1018 N

Perhitungan:
Titrasi ke-1 Titrasi ke-2
N1.V1 = N2.V2 N1.V1 = N2.V2
0,1010 10,0 = N2 9,95 0,1010 10,0 = N2 9,90
N2 = 0,1015 N N2 = 0,1020 N
Konsentrasi rata-rata
0,1015 + 0,1020
=
2
= 0,1018 N

6. Total Asam

Komoditas Volume NaOH (mL) Asam dominan


I II Rata-rata
Jeruk 2,60 2,55 2,58 Asam sitrat
Apel 2,45 2,45 2,45 Asam malat
Pisang kepok 0,20 0,25 0,23 Asam malat
matang
Kentang 2,50 2,50 2,50 Asam klorogenat
Ubi jalar 2,00 2,50 2,25 Asam malat
Ubi kayu 1,20 1,20 1,20 Asam malat
Talas mbothe 1,50 1,55 1,53 Asam malat
Terong 2,50 2,50 2,50 Asam malat
Wortel 2,90 2,95 2,93 Asam malat
Kacang panjang 2,80 2,80 2,80 Asam malat
Buncis 1,90 1,90 1,90 Asam sitrat
Asam sitrat : 192 g/mol
Asam malat : 134,09 g/mol
Asam sianida : 27,03 g/mol
Asam askorbat : 176,12 g/mol
Asam klorogenat : 354,31 g/mol

1
1000
1000
Total asam Jeruk = 1
100

1
2,58 0,1018 192 1000
1000
= 1
100
1


= 0,5043 100

1
1000
1000
Total asam Apel = 1
100

1
2,45 0,1018 134,09 1000
1000
= 1
100
1


= 0,3344 100

1
1000
1000
Total asam Pisang = 1
100

1
0,23 0,1018 134,09 1000
1000
= 1
100
10


= 0,3140 100

1
1000
1000
Total asam Kentang = 1
100

1
2,50 0,1018 354,31 1000
1000
= 1
100
1

= 0,9017 100

1
1000
1000
Total asam Ubi jalar = 1
100

1
2,25 0,1018 134,09 1000
1000
= 1
100
1


= 0,3071 100

1
1000
1000
Total asam Ubi kayu = 1
100

1
1,20 0,1018 134,09 1000
1000
= 1
100
1


= 0,1638 100

1
1000
1000
Total asam Talas = 1
100

1
1,53 0,1018 134,09 1000
1000
= 1
100
1


= 0,2089 100

1
1000
1000
Total asam Terong = 1
100

1
2,50 0,1018 134,09 1000
1000
= 1
100
1


= 0,3413 100

1
1000
1000
Total asam Wortel = 1
100

1
2,93 0,1018 134,09 1000
1000
= 1
100
1

= 0,4000 100

Total asam Kacang panjang =


1
1000
1000
1
100

1
2,80 0,1018 134,09 1000
1000
= 1
100
1


= 0,3822 100

Total asam Buncis =


1
1000
1000
1
100

1
1,90 0,1018 192 1000
1000
= 1
100
1


= 0,3714 100
Komoditas Total asam dominan
Jeruk 0,5043
Apel 0,3344
Pisang kepok matang 0,3140
Kentang 0,9017
Ubi jalar 0,3071
Ubi Kayu 0,1638
Talas Bote 0,2089
Terong 0,3413
Wortel 0,4000
Kacang Panjang 0,3822
Buncis 0,3714

7. Kandungan Padatan Terlarut Bahan


Bahan % Brix
Jeruk 4,0
Apel 3,0
Pisang Kepok Matang 2,8
Kentang 1,8
Ubi Jalar 4,0
Ubi Kayu 3,0
Talas Bote 2,0
Terong 2,8
Wortel 4,0
Kacang Panjang 2,4
Buncis 2,0
8. Reaksi Pencoklatan Enzimatis

Nama Timbul warna coklat setelah

Bahan 10 20 30 40 50 60

Jeruk - - - - - -

Apel +2 +3 +4 +5 +6 +7

Pisang - +6 +7 +4 +5 +3

kepok matang

Ubi Jalar +6 +7 +2 +5 +4 +3

Ubi Kayu +7 +6 +5 +3 +2 -

Kentang +4 +5 +6 +1 +3 +7

Talas +7 +6 +5 +4 +2 +3

Terong +2 +5 +3 +7 +6 +4

Wortel - - - - - -

Kacang panjang - - - - - -

Buncis - - - - - -

VII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan uji sifat fisik dan kimiawi pada
berbagai macam sayur, buah, dan umbi. Sifat fisik bahan pangan meliputi
warna, bentuk dan ukuran, berat dan spesifik gravitasi, serta luas dan kontur
permukaan bahan. Sedangkan sifat kimiawi bahan pangan meliputi
keasaman bahan, kandungan padatan terlarut bahan, dan reaksi pencoklatan
enzimatis.
1. Warna Bahan
Pengukuran warna bahan pangan ini bertujuan untuk mengetahui
pigmen yang terkandung dalam bahan pangan agar proses pengolahan
dapat dikendalikan dan tidak menurunkan kualitas atau kenampakan
fisik bahan pangan. Alat yang digunakan untuk mengukur warna bahan
pangan adalah Lovibond Tintometer. Hasil pengukuran Lovibond
Tintometer ini bersifat semi-objektif, karena dilihat secara subjektif
yang tidak bisa memastikan secara tepat warna suatu bahan meskipun
terdapat parameter berupa angka dari Lovibond Tintometer tersebut.
Pigmen memiliki berbagai jenis macam warna yang dipengaruhi oleh
derajat kematangan, varietas, spesies, dan lingkungan sekitar bahan
pangan.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini terdiri dari sayur,
buah, dan umbi. Warna sayur pada umumnya adalah hijau yang berasal
dari pigmen klorofil. Pigmen yang biasanya terdapat dalam buah dan
umbi adalah pigmen antosianin yang memberi warna ungu dan merah,
pigmen karotenoid yang memberi warna jingga, dan pigmen
antoxanthin yang memberi warna krem atau putih. Pengukuran warna
berdasarkan bagian daging buahnya.
Kesimpulan warna pada umbi kentang, terong, ubi jalar yaitu
kuning keorangean dari pengamatan Lovibond. Sedangkan pada ubi
kayu berwarna orange cerah dan ubi talas bothe berwarna orange
kekuningan kusam. Hal tersebut menunjukkan pada umbi-umbian
tersebut terdapat pigmen karotenoid yang memberi warna orange dan
kuning dan pigmen antoxanthin yang memberi warna krem atau putih
sehingga pada ubi kayu terbentuk warna orange cerah. Sedangkan
wortel terlihat warna merah keorangean. Secara teori, wortel pada
umumnya berwarna orange yang berasal dari pigmen karotenoid.
Namun pada praktikum, kesimpulan warna menunjukkan ada unsur
merah. Hal tersebut dikarenakan wortel yang dipakai memang lebih
gelap karena terlalu matang, sehingga warna orangenya lebih tua dan
memunculkan warna merah pada pengamatan lovibond.
Pada bahan sayuran seperti buncis dan kacang panjang
menunjukkan warna kuning kehijauan. Warna hijau tersebut berasal
dari pigmen klorofil yang terkandung dalam sayuran tersebut.
Sedangkan warna kuning muncul dari pigmen karotenoid. Pada
umumnya karotenoid dari suatu bahan pangan tidak selalu ada
bersamaan dengan klorofil, tetapi klorofil pada suatu bahan selalu
disertai pigmen karotenoid. Jika dilihat dari kesimpulan angka, warna
kuning memiliki nilai yang lebih besar daripada warna hijau.
Kesimpulan pada buncis adalah 36K / 4H dan pada kacang panjang
adalah 34.6K / 5.4H. Jadi dapat diketahui bahwa sayur yang berwarna
hijau dikarenakan pigmen klorofil yang mudah larut dalam air dan
disertai dengan pigmen karotenoid yang tidak mudah larut dalam air.
Kesimpulan warna pada buah-buahan memberi hasil yang sama
yaitu kuning keorangean pada buah jeruk (air jeruk perasan), apel, dan
pisang kepok. Warna yang disimpulkan menunjukan adanya pigmen
karotenoid pada daging buah jeruk, apel, dan pisang kepok. Namun
pada daging buah pisang dan apel berwarna putih secara pengamatan
subjektif dan jika dilihat dari angka kesimpulan warna menunjukkan
warna kuning cerah. Hal itu menunjukkan adanya pigmen flavonoid
dalam daging buah pisang dan apel berupa tanin. Warna putih tidak
ditunjukkan pada pengamatan lovibond karena selama proses
pematangan, kadar tannin dalam buah akan menurun.
Pengamatan warna dengan lovibond ada yang berbeda dengan
pengamatan secara subjektif. Seperti ubi kayu, ubi talas, ubi jalar,
terlihat berwarna putih pada daging buahnya secara pengamatan
subjektif. Sedangkan pengamatan lovibond menunjukkan warna krem
cerah. Perbedaan ini dapat disebabkan mudanya reaksi pencoklatan
yang terjadi pada bahan-bahan yang diuji.

2. Bentuk dan Ukuran Bahan


Bahan pangan mempunyai bentuk dan ukuran yang beragam
meskipun jenis dan varietasnya sama. Hal ini disebabkan oleh adanya
perbedaan umur dan tingkat kematangan bahan. Dalam pengamatan
dilakukan pengukuran pada sampel secara melintang, membujur, dan
pengamatan bentuk. Pengukuran dilakukan menggunakan jangka
sorong dan penggaris. Sampel yang digunakan adalah Jeruk, Apel,
Pisang gepok matang, Kentang, Ubi jalar, Ubi kayu, Talas bothe,
Terong, Wortel, Kacang panjang, dan Buncis.
Dari hasil praktikum diperoleh hasil yang menunjukan bahwa suatu
bahan hasil pertanian dari suatu komoditi mempunyai bentuk dan
ukuran yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena komoditas hasil
pertanian merupakan komoditas yang hidup (makhluk hidup) yang
memiliki sistem metebolisme dan pemecahan sel yang berbeda-beda di
setiap buahnya, sehingga dalam penanganannya dilakukan sistem
sortasi sebelum bahan hasil pertanian itu ditangani selanjutnya.

3. Berat dan Spesifik Gravitasi Bahan


Spesifik gravitasi adalah perbandingan dari massa bahan pangan
dengan massa yang setara dengan volume air pada suhu 40C. Specifik
gravity setiap bahan berbeda, karena dipengaruhi oleh perbedaan jenis,
varietas, usia, dan komponen penyusun bahan itu sendiri (Suyitno,
1988).
Dalam pengujian spesifik gravitasi ini mula-mula dilakukan
penimbangan dengan menggunakan neraca pegas untuk mendapatkan
berat bahan di udara, berat bahan + pemberat di udara, berat bahan +
pemberat di air. Berat dari pemberat yang digunakan dalam percobaan
adalah 200 gram.
Berat bahan di udara dan air dapat berbeda karena berat bahan di
udara dipengaruhi oleh gravitasi bumi sedangkan berat bahan di air
dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi dan gaya dorong ke atas yang
diberikan oleh air. Gaya dorong ke atas tersebut dipengaruhi oleh massa
dan massa jenis cairan yang digunakan untuk mencelupkan bahan.
Semakin besar selisih berat berat bahan di udara dengan berat bahan di
air, semakin kecil nilai spesifik gravitasinya. Bahan yang memiliki
berat lebih ringan dari air perlu diberikan pemberat pada saat
pengukuran berat bahan di air dengan menggunakan neraca pegas agar
bahan dapat melayang dalam air. Produk yang bentuknya tidak
beraturan, biasannya volumenya ditentukan dengan prinsip perpindahan
air.
Pada percobaan ini ada 3 macam komoditi yang digunakan yaitu
buah, sayur, dan umbi. Untuk komoditi buah sampel yang digunakan
adalah jeruk, apel, dan pisang kepok matang. Sayur yang digunakan
adalah terong, wortel, kacang panjang, dan buncis. Sedangkan untuk
komoditi umbi, sampel yang digunakan sebagai berikut kentang, ubi
jalar, ubi kayu, dan talas bothe. Dimana hasil pengamatan menunjukkan
spesifik gravitasi dari yang tertinggi adalah ubi kayu dan terendah
adalah apel dan buncis. Faktor utama yanag menyebabkan adanya
perbedaan spesifik gravitasi adalah kadar air dan ketebalan kulit. Hal ini
dibuktikan pada jeruk, jeruk memiliki spesifik gravitasi terbesar di
antara golongan buah yang lain karena memiliki kulit yang tebal dan
kadar air yang banyak dibandingkan dengan buah yang lain seperti apel,
dan pisang kapok matang. Selain itu faktor lain yang harus diperhatikan
adalah kadar air yang berkaitan dengan total padatan terlarut dalam
bahan. Semakin tinggi kadar air dalam bahan maka total padatan
terlarut akan semakin rendah. Sedangkan untuk ubi kayu meiliki
spesifik gravitasi terbesar di antara umbi yang lain karena meiliki kulit
yang paling tebal dan mengandung banyak karbohidrat. Jika spesifik
gravitasi dari bahan pangan tersebut lebih dari 1, bahan pangan tersebut
akan tenggelam di air. Struktur jaringan dari bahan pun juga
menentukan besar kecilnya specific gravity. Sampel yang memiliki
banyak rongga udara atau struktur molekulnya tidak rapat, densitasnya
kecil sehingga semakin banyak rongga udara (berpori), maka semakin
besar specific gravity bahan tersebut.
4. Luas dan Kontur Bahan
Luas permukaan dari suatu bahan pangan sangat penting dalam
peran teknologi proses pertanian. Untuk dapat mengetahui luas
permukaan suatu bahan dapat dilakukan dengan cara meletakkan bagian
kulit buah dan umbi di atas kertas milimeter blok. Kemudian, luas
permukaan akan dapat diketahui dengan menghitung jumlah kotak dari
pola kulit dan dikalikan dengan luas dari kotak pada kertas milimeter
blok.
Luas permukaan pada buah-buahan dan umbi berkaitan dengan laju
respirasi. Kecepatan respirasi bahan akan mempengaruhi kecepatan
kelayuan kulit. Selain kecepatan respirasi, luas permukaan buah dan
umbi berkaitan dengan pemantulan cahaya dan transfer panas dalam
pemanasan dan pendinginan.
Luas permukaan dan kontur bahan dari masing-masing bahan
berbeda-beda. Perbedaan luas permukaan disebabkan karena perbedaan
varietas, kesuburan tanah dan pemeliharaannya serta tingkat
kematangan. Sedangkan, perbedaan kontur kulit disebabkan oleh
komponen yang ada pada kulit bahan itu sendiri.

5. Keasaman (pH) dan Total Asam Bahan


Keasaman bahan dan total asam dipengaruhi oleh asam-asam
organik yang terkandung dalam sayur, buah dan umbi. Dari hasil
percobaan, didapatkan pH yang terendah terdapat pada buah apel
sebesar 2,52. Sedangkan, pH yang tertinggi terdapat pada ubi jalar
sebesar 5,22. Hal ini disebabkan karena pengaruh konsentrasi ion H+
dari asam organik pada bahan-bahan tersebut.
Pada uji total asam yang dilakukan dengan titrasi filtrat dengan
NaOH, talas memiliki total asam terendah sebesar 0,23 mL NaOH 0,1
N/100 gram bahan. Sedangkan, wortel memiliki total asam yang paling
tinggi yaitu sebesar 2,93 mL NaOH 0,1 N per 100 gram bahan.
Perbedaan total asam ini disebabkan karena adanya kandungan
asam-asam organik dalam bahan-bahan tersebut dalam jumlah yang
berbeda-beda pula. Pada wortel yang memiliki total asam yang tinggi
dikarenakan adanya kandungan asam organik yang cukup tinggi yaitu
asam malat (240), asam sitrat (90), dan asam oksalat (0-60) (Belitz and
Grosch, 1999). Sedangkan, pada pisang kepok matang memiliki total
asam rendah dikarenakan komponen karbohidrat (dalam bentuk pati)
lebih banyak yaitu 26,8 gram/100 gram bahan (DKBM, 1995)
dibandingkan dengan komponen asam organik.

6. Kandungan Padatan Terlarut Bahan


Percobaan ini bertujuan untuk menentukan banyaknya total padatan
terlarut yang ada pada bahan, Alat yang digunakan untuk mengetahui
total padatan terlarut pada bahan adalah refraktometer. Dari kandungan
padatan terlarut suatu bahan, dapat diketahui tingkat kematangan dari
bahan pangan, terutama buah-buahan. Semakin tinggi tingkat
kematangan suatu bahan pangan, maka semakin banyak padatan yang
terlarut.
Kandungan padatan terlarut dinyatakan dalam % Brix. Dari hasil
percobaan wortel, ubi jalar, dan jeruk memiliki % Brix paling besar
yakni 4,0%, kemudian apel dan ubi kayu memiliki brix 3,0%, terong
dan pisang kepok matang 2,8%, kacang panjang 2,4%, dan talas bote
dan buncis 2,0 % serta kentang 1,8%. Hal ini dikarenakan perbedaan
komposisi yang dapat larut dalam kandungan air bahan. Kandungan
%brix dilihat dari besarnya kadar karbohidrat dalam usatu bahan
tersebut, bila kadar karbohirat semakin tinggi maka kandungan %brix
semakin besar dalam bahan tersebut sehingga padatan yang dapat larut
dalam air sedikit.
7. Reaksi Pencoklatan Enzimatis
Reaksi pencoklatan enzimatis pada sayur dan buah pada umumnya
karena dipengaruhi oleh senyawa fenol yang terkandung didalamnya.
Setiap bahan memiliki kecepatan pencoklatan yang berbeda-beda.
Kecepatan tersebut dipengaruhi oleh jumlah substrat yang tersedia,
ketersediaan oksigen, jumlah enzim yang tersedia, kondisi, dan
sebagainya.
Perlakuan mekanis (pemotongan, pengupasan) pada buah, umbi,
dan sayur menyebabkan rusaknya sel, sehingga keluarnya senyawa
polifenol. Jika senyawa polifenol tersebut kontak dengan enzim
polifenolase dan oksigen akan terjadi oksidasi membentuk orto-quinon,
orto-dihiroksifenol, dan berpolimerisasi menjadi pigmen melanoidin
yang berwarna cokelat.
Bahan percobaan yang paling cepat mengalami reaksi pencoklatan
adalah apel, pisang kepok matang, kentang, ubi jalar, ubi kayu, talas,
dan terong. Hal ini disebabkan kandungan senyawa fenol yang tinggi
pada buah apel. Sedangkan pada pisang kepok matang memiliki kadar
fenol sekitar 42.30 mikromol/g berat kering atau sekitar 11.2
mikromol/g berat basah berdasarkan ekuivalen katekin. Jenis fenol
dalam buah pisang adalah polifenol dan flavonoid yang tergolong
antioksidan tinggi.
Pada bahan umbi-umbian dapat terjadi reaksi pencoklatan karena
adanya senayawa fenolik dengan jenis ortohidroksi atau trihidroksi
yang saling berdekatan sehingga dapat menjadi substrat yang baik
dalam reaksi pencoklatan. Selain itu reaksi pencoklatan juga
dipengaruhi oleh enzim-enzim yang dapat mengkatalis oksidasi. Enzim-
enzim tersebut adalah fenol oksidase, polifenol oksidase, fenolase atau
polifenolase yang masing-masing bekerja secara spesifik untuk substrat
tertentu. Kandungan senyawa fenolik yang berbeda-beda pada tiap
bahan menyebabkan reaksi pencoklatan yang berbeda-beda pula.
Namun berbeda pada sampel seperti jeruk, wortel, buncis, kacang
panjang yang tidak terjadi reaksi pencoklatan karena kandungan
senyawa fenol yang sangat sedikit dalam bahan tersebut.

VIII. Kesimpulan
Tingkat kematangan sayur, buah, dan umbi mempengaruhi sifat fisik
dan kimiawi bahan-bahan tersebut.
Sifat fisik meliputi warna, bentuk dan ukuran, spesifik gravitasi dan
berat, dan luas permukaan bahan.
Sifat kimiawi meliputi keasamaan (pH), padatan terlarut, dan reaksi
pencoklatan enzimatis.
Pigmen yang terkandung menentukan warna pada suatu bahan.
Semakin besar luas permukaan, kulit bahan akan semakin cepat layu.
Spesific gravity dipengaruhi oleh komposisi bahan, porositas, densitas
dan gravitasi.
Reaksi pencoklatan dapat terjadi karena adanya senyawa fenol pada
bahan yang bereaksi dengan oksigen dan enzim fenolase membentuk
melanoidin.
Perbedaan kontur kulit dan bentuk dari berbagai bahan dipengaruhi oleh
komposisi penyusun, varietas, dan tingkat kematangan.
Total asam dapat dipengaruhi oleh pH tetapi pH tidak dapat dipengaruhi
oleh total asam pada bahan.
IX. Daftar Pustaka
Belitz, H. D. and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Germany: Springer.
Blair, M.W., H. D. Lopez-Marin, and I. M. Rao. 2009. Identification of
Aluminum Resistant Andean Common Bean (Phaseolus vulgaris L.)
genotypes. Brazilian Journal of Plant Physiology. 21(4): 291-300.
A. Kodyat, Benny. 1995. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta:
Departemen Kesehatan.
deMan, J.M. 1997. Kimia Makanan. Bandung : Penerbit ITB.
Fredman M.,and Pert.I.M. 1990. Inhioction of Broeving by Sulfur Amino
Acid apple and potatoes. J. Agric. Food Chemistry 38, 1652-1656
Khampa, S., P. Chaowarat, R. Singhalert, and M. Wanapat. 2009. Effects of
Malate and Cassava Hay in High-Quality Feed Block on Ruminal
Fermentation Efficiency and Digestibility of Nutrients in Dairy Heifer.
Research Journal of Diary Scences. 3(1) : 8-12
Kumalaningsih, S. 2009. Pencegahan Pencoklatan Umbi Ubi Jalar (Ipomoea
batatas (L). Lam.) untuk Pembuatan Tepung : Pengaruh Kombinasi
Konsentrasi Asam Askorbat dan Sodium Acid Pyrophosphate. Jurnal
Teknologi Pertanian. 5(1) : 11-19.
Kusnandar, Feri. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Jakarta: PT. Dian
Rakyat.
Miyasaka, S.C., J. G. Buta, R. K. Howell, C. and D. Foy. 1991. Mechanism
of aluminum tolerance in snapbeans: Root exudation of citric acid
dalam Pengaruh Cekaman Aluminium terhadap Kandungan Asam
Organik dalam Kalus dan Pinak Tomat (Lycopersicon esculentum
Mill.). Jurnal AgroBiogen. 2(1):24-28
Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.
Bogor: IPB.
Muchtadi, T. R. dan A. F. Sugiyono. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan
Pangan. Bandung: Alfabeta.
Mulyani, S. 2010. Anatomi Tumbuhan. Yogyakarta: Kanisiu
Pantastico, E. R. B. 1986. Fisiologi Pasca Panen Penanganan dan
Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan
Subtropika.Yogyakarta : UGM Press.
Piikki, K., .V. Vorne, K. Ojanpera, and H. Pleijel. 2003. Potato Tubers
Sugars, Starch and Organic Acids in Relation to Ozone Exposure.
Potato Research. 46 : 67-79.
Richardson T. 1991. Enzymes O.R..Ed Food Chemistry Prinsiples on Food
Sci.,Part 1. Morcel Dekker, Inc.New York and Basch, pp 285.
Self Nutrition Data. 2012. Nutrition Fact of Sweet Potato, Cooked, Baked in
Skin, Without Salt. http://nutritiondata.self.com/facts/vegetables-and-
vegetable-products/2667/2
Suyitno. 1988. Pengajian Sifat Fisik Bahan Pangan. Yogyakarta: PAU
Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada.
Silaban, J. B. 2011. Karakteristik Fisik Bahan Hasil Pertanian. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Young, Hugh D. dan Roger A. Freedman. 2002. Fisika Universitas Edisi
kesepuluh Jilid I. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Winarno, FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.

X. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai