Anda di halaman 1dari 16

Percobaan 2

PEMISAHAN & PEMURNIAN ZAT PADAT


Rekristalisasi & Titik Leleh

I. Tujuan Percobaan
1. Mengkalibrasi termometer dengan cara panas pada skala 100 oC.
2. Pemurnian asam benzoat dengan cara rekristalisasi beserta penentuan titik
leleh.
3. Pemurnian kamper dengan cara sublimasi beserta penentuan titik leleh.

II. Prinsip Percobaan


1. Kalibrasi termometer : Mengetahui kelayakan termometer skala 100 oC yang
akan digunakan dengan melihat titik tertinggi yang terbaca pada skala.
2. Rekristalisasi : Pemisahan zat padat yaitu asam benzoat dengan pengotornya
berdasarkan perbedaan kelarutan.
3. Sublimasi : Pemisahan zat padat yaitu kamper dengan pengotornya
berdasarkan perbedaan tekanan uap.
III. Teori Dasar
3.1 Kalibrasi Thermometer
Kalibrasi adalah suatu teknik pemeriksaan suatu instrumen terhadap standar
yang diketahui dan selanjutnya untuk mengurangi kesalahan dalam ketelitiannya.
Tujuan pengkalibrasian dari suatu alat ukur ialah untuk memungkinkan kita
memeriksa instrument terhadap standar yang diketahui dan selanjutnya mengurangi
kesalahan dalam ketelitiannya (Khopkar, 2010).
Kalibrasi pada umumnya merupakan proses untuk menyesuaikan keluaran
atau indikasi dari suatu perangkat pengukuran agar sesuai dengan besaran dari standar
yang digunakan dalam akurasi tertentu. Contohnya, termometer dapat dikalibrasi
sehingga kesalahan indikasi atau koreksi dapat ditentukan dan disesuaikan (melalui
konstanta kalibrasi), sehingga termometer tersebut menunjukan temperatur yang
sebenarnya dalam celcius pada titik-titik tertentu di skala (Alimin, 2007).
Termometer air raksa adalah termometer cairan yang menggunakan air raksa
sebagai pengisinya. Termometer air raksa merupakan termometer yang banyak
digunakan dibandingkan dengan termometer alkohol. Termometer air raksa sering
disebut termometer maksimum karena dapat mengukur suhu yang sangat tinggi. Jika
suhu panas, air raksa akan memuai sehingga kita akan melihat air raksa pada tabung
kaca naik. Ketika suhu turun, air raksa akan tetap berada pada posisi ketika suhu
panas (Alimin, 2007).
3.2 Rekristalisasi
Rekristalisasi adalah pemurnian suatu zat padat dari campuran atau
pengotornya dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan
dalam pelarut yang cocok. Ada beberapa syarat agar suatu pelarut dapat digunakan
dalam proses kristalisasi yaitu memberikan perbedaan daya larut yang cukup besar
antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotor, tidak meninggalkan zat pengotor
pada kristal, dan mudah dipisahkan dari kristalnya (Agustina, 2013).
Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk pemurnian
komponen larutan organik. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut
tertentu di kala suhu diperbesar. Ada tujuh metode dalam rekristalisasi yaitu: memilih
pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan warna larutan, memindahkan zat
padat, mengkristalkan larutan, mengumpul dan mencuci kristal, serta mengeringkan
produknya atau hasil (Williamson, 1999).
Kristal adalah benda padat yang mempunyai permukaan-permukaan datar.
Banyak zat padat seperti garam, kuarsa, dan salju ada dalam bentuk-bentuk yang jelas
simetris, telah lama para ilmuwan menduga bahwa atom, ion ataupun molekul zat
padat ini juga tersusun secara simetris. Penampilan luar suatu partikel Kristal besar
tidak menentukan penataan partikel. Bila suatu zat dalam keadaan cair atau larutan
mengkristal, kristal dapat terbentuk dengan tumbuh lebih ke satu arah daripada ke
lain arah. Kristal-kristal itu akan turun keluar dari larutan yang berfungsi membantu
penyaringan (Syabatini, 2010).
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua
faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal.
Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, tetapi tak
satupun dari ini akan tumbuh menjadi terlalu besar, jadi terbentuk endapan yang
terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat
lewat jenuh dari larutan. Makin tinggi derajat lewat jenuh, makin besarlah
kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti.
Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal
yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal-kristal
yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh (Svehla, 1979).
3.3 Sublimasi
Sublimasi adalah proses perubahan zat dari fasa padat menjadi uap , dan uap
dikondensasi langsung menjadi padat tanpa melalui fasa cair. Pada proses sublimasi,
senyawa padat apabila dipanaskan akan menyublim, langsung terjadi perubahan dari
padat menjadi uap tanpa melalui fasa cair terlebih dahulu. Bila partikel penyusun
suatu zat padat diberikan kenaikan suhu, maka partikel tersebut akan menyublim
menjadi gas. Sebaliknya, bila suhu gas tersebut diturunkan, maka gas akan segera
berubah wujudnya menjadi padat. Syarat pemisahan campuran dengan menggunkan
sublimasi adalah partikel yang bercampur harus memiliki perbedaan titik didih yang
besar, sehingga kita dapat menghasilkan uap dengan tingkat kemurnian yang tinggi
(Basset,1994).
Sublimasi merupakan cara yang digunakan untuk pemurnian senyawa –
senyawa organic yang berbentuk padatan. pemanasan yang dilakukan tehadap
senyawa organic akan menyebabkan terjadinya perubahan sebagai berikut: apabila zat
tersebut pada suhu kamar berada dalam keadaan padat, pada tekanan tertentu zat
tersebut akan meleleh kemudian mendidih. Disini terjadi perubahan fase dari padat ke
cair lalu kefase gas. Apabila zat tersebut pada suhu kamar berada dalam keadaan cair.
Pada tekanan dan temperature tertentu (pada titik didihnya) akan berubah menjadi
fase gas. Apabila zat tersebut pada suhu kamar berada dalam keadaan padat, pada
tekanan dan temperature tertentu akan lansung berubah menjadi fase gas tanpa
melalui fase cair terlebih dahulu. Zat padat sebagai hasil reaksi biasanya bercampur
dengan zat padat lain. Oleh karena itu, untuk mendapatkan zat-zat padat yang kita
inginkan perlu dimurnikan terlebih dahulu. Prinsip proses ini adalah perbedaan
kelarutan zat pengotornya. (Underwood,2002:169).

Adapun cara kerja sublimasi adalah zat yang akan disublimasi dimasukkan
dalam cawan/gelas piala untuk keperluar sublimasi, ditutup dengan cawan, berisi es
batu , kemudian di panaskan dengan api kecil pelan-pelan. Zat padat akan menyublim
berubah menjadi uap, sedangkan zat penyampur tetap padat. Uap yang terbentuk
karena adanya proses pendinginan berubah lagi menjadi padat yang menempel pada
dinding alat pendingin. Bila sudah tidak ada lagi zat yang menyublim , dihentikan
proses pemanasan dan di biarkan dingin supaya uap yang terbentuk menyublim
semua kemudian zat yang terbentuk dikumpulkan diperiksa kemurniannya. Bila
kurang murni diulang proses subliasi sampai didapatkan zat yang murni (Sudja,1990).
3.4 Penentuan titik leleh
Titik leleh suatu zat adalah temperatur pada fase padat dan cair ada dalam
kesetimbangan. Jika kesetimbangan semacam ini diganggu dengan menambahkan
atau menarik energi panas, system akan berubah bentuk lebih banyak zat cair atau
lebih banyak zat padat. Namun temperatur akan tetap pada titik leleh selama fase itu
masih ada perubahan dari cair menjadi padat disebut pembekuan dan proses
kebalikannya disebut pelelehan atau peleburan. Titik leleh suatu padatan sama dengan
titik beku suatu cairan (Chang, 2004:391).
Titik leleh dari senyawa murni adalah temperatur dimana senyawa dalam
keadaan padat dan cairan dalam keadaan kesetimbangan pada tekanan 1 atmosfer.
Jika energi panas padatan murni sebanding dengan energi kisi maka kristal-kristal
diikat membentuk unit molekul , molekul-molekul kisi-kisi kristal menjauh dari
sekitarnya. Temperatur yang diinginkan untuk perubahan dari susunan molekul dalam
kisi-kisi kristal (padatan) ke bentuk fluida (cairan) adalah ukuran dari daya tarik
menarik antar molekul-molekul. Titik leleh suatu zat yang lebih tinggi daya tarik
menarik antar molekul-molekul lebih besar. Senyawa-senyawa yang mempunyai
berat molekul yang sama, maka senyawa yang lebih polar dan yang mempunyai
struktur molekul yang lebih senetris yang mempunyai titik leleh lebih tinggi. Jadi titik
leleh suatu zat sangat tergantung dari struktur molekul yang merupakan salah satu
dimensi fisis dari suatu zat (Hendayana, 2010).
3.5 Sifat fisika dan kimia asam benzoat
Asam benzoat dengan rumus kimia C6H5COOH merupakan padatan kristal
berwarna putih dan merupakan asam karboksilat aromatik yang paling sederhana.
Asam lemah ini beserta garam turunannya digunakan sebagai pengawet makanan.
Asam benzoat adalah prekursor yang penting dalam sintesis banyak bahan-bahan
kimia lainnya.

SIFAT-SIFAT FISIKA DAN KIMIA ASAM BENZOAT

Bentuk : padat Suhu menyala : 570 °C

Warna zat : putih Densitas curah : Ca.500 kg/m3

Titik leleh : 122,4 °C Berat jenis uap relatif : 4,21

Titik didih : 249,2 °C Berat jenis : 1,321 g/cm3 pada 20 °C

Tekanan uap : 0,001 hPa Kelarutan dalam air : 2,9 g/L pada 25 °C
pada 20 °C
Larut dalam alkohol, aseton, benzena,
Titik nyala : 121 °C chloroform, etanol. Sedikit larut: petroleum eter
dan heksana.
Titik sublimasi : >100 °C
3.6 Sifat fisika dan kimia kamper
Kamper adalah zat padat berupa lilin berwarna putih dan agak transparan
dengan aroma yang khas dan kuat. Zat ini adalah terpenoid dengan formula kimia
C10H16O.

SIFAT-SIFAT FISIKA DAN KIMIA KAMPER

- Bentuk : padat - Suhu menyala : 460 °C


- Warna zat : keputih-putihan - Densitas curah : Ca.350 kg/m3
- Bau : khas - Berat jenis uap relatif : 5,26
- Titik leleh : 175 – 180 °C - Berat jenis : 0,985 g/cm3 pada 18
- Titik didih : 204 °C °C
- Tekanan uap : 0,001 hPa pada - Kelarutan dalam air : 339 mg/L
20 °C pada 25 °C
- Titik nyala : 66 °C

IV. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada percobaan kali ini adalah batu didih, batang
pengaduk, corong penyaring kaca, corong Buchner, cawan porselen, gelas kimia 100
ml, klem tabung, kasa asbes, kertas saring, klem bundar, kaca arloji, labu erlenmeyer
(Buchner), pembakar Bunsen, peralatan isap, tangkai pendek, termometer 300°C,
tabung reaksi.

Bahan yang di gunakan pada percobaan kali ini adalah Aquadest, asam
benzoate, karbon / norit, es batu, serbuk kamper kotor.
V. Prosedur
5.1 Kalibrasi Termometer
Aquadest sebanyak 10 ml diisikan kedalam tabung reaksi besar, lalu
dimasukkan sedikit batu didih. Diklem tabung tegak lurus, dipanaskan perlahan
sampai mendidih. Thermometer diposisikan pada uap di atas permukaan air mendidih
tersebut. Untuk menentukan titik yang sebenarnya dari air, harus diperiksa tekanan
barometer.
5.2 Kristalisasi Asam Benzoat dalam air
Asam benzoat kotor sebanyak 2 g ditimbang dan dimasukkan kedalam gelas
kimia 100 ml, lalu dimasukkan sedikit demi sedikit sambil diaduk pelarut (air) dalam
keadaan panas sampai asam benzoate tepat larut. Setelah semuanya larut,
ditambahkan sedikit berlebih beberapa ml pelarut panas. Campuran ini dididihkan
diatas kasa asbes dengan menggunakan pembakar Bunsen (api jangan terlalu besar).
Campuran panas ini ditambahkan sedikit demi sedikit, hati-hati sambil diaduk dengan
batang pengaduk hingga asam benzoate benar enar larut,kemudian ditambahkan 0,5 g
karbon (charcoal) atau norit untuk menghilangkan warna. Dididihkan beberapa saat
supaya penyerapan warna lebih sempurna. Disiapkan corong penyaring kaca tangkai
pendek dilengkapi kertas saring lipat, gelas kimia, pipet tetes, air panas dalam gelas
kimia dan bongkahan es batu dalam gelas kimia. Dalam keadaan panas, dituangkan
larutan kedalam/atas corong secepat mungkin (jangan sampai dingin) dengan
penampungnya yaitu gelas kimia.
Jika diatas kertas saring terbentuk Kristal maka tetesi air panas menggunakan
pipet tets hingga tidak terbentuk Kristal kembali. Jika larutan menjadi dingin dan
mengkristal, diulangi pemanasan di atas kasa, dan diulangi penyaringan, sampai
semua larutan tersaring. Setelah semua larutan sudah disaring diamkan sbentar,
setelah didiamkan kemudian masukkan kedalam gelas kimia yang berisi filtrat
kedalam gelas kimia yang berisi bongkahan es, dengan penurunan suhu secara
perlahan.diamkan hingga membentuk Kristal jangan di ganggu atau di guncang. Bila
didalam bongkahan es belum juga terbentuk Kristal berarti larutannya kurang jenuh,
maka di jenuhkan dengan cara penguapan sebagian pelarutnya. Ketika semua Kristal
sudah membentuk dan terpisah, dialakukan penyaringan Kristal dengan menggunakan
corong Buchner yang sudah dilengkapi dengan peralatan isap (suction).
Penuangan Kristal diatas kertas perkamen yang sudah ditimbang, dilakukan
melalui batang pengaduk, sambil ditetesi air dingin hingga Kristal tidak tertinggal
didalam gelas kimia. Diamkan hingga tidak ada tetesan air yang menetes (kering),
kemudian ambil kertas saring yang berisi Kristal. Kristal kering tersebut kemudian
ditimbang dan di tentukan titik leleh dengan menggunakan cara kapiler (Thiele atau
melting block). Dihitung perolehan kembali benzoat murni. Jika trayek leleh masih
lebar (lebih dari 1 derajat), rekristalisasi diulangi.
3.3 Sublimasi
Serbuk kamper kotor sebanyak 1 g ditempatkan dalam cawan porselen.
Dipasang cawan diatas klem bundar yang cocok. Cawan ditutup dengan kaca arloji.
Diletakkan beberapa potongan es dibagian atas kaca arloji (jaga agar air tidak
mengganggu sublimasi). Dilakukan pemanasan langsung dengan api kecil. Kristal
yang menempel di kaca dikumpulkan, ditimbang dan ditentukan titik lelehnya.
VI. Data Pengamatan dan Perhitungan
6.1 Data Pengamatan
Keterangan Hasil Kerja

1. Kalibrasi Termometer Pada kalibrasi termometer yang


Aquadest + batu didih dan dilakukan menunjukkan bahwa skala
dipanaskan sampai mendidih. termometer konstan pada suhu 100
o
Termometer diposisikan diatas C.
permukaan air mendidih. Hal ini menunjukkan bahwa
termometer yang dikalibrasi layak
pakai.
Keterangan Hasil Kerja

2. Kristalisasi Asam Benzoat Penimbangan pada :


dalam air - Kertas saring kosong = 0,52 g
Asama benzoat dilarutkan - Kertas saring + Kristal asam
dengan air panas sedikit demi benzoat = 3,67 g
sedikit dan dididihkan dengan - Bentuk Kristal : Kristal
Bunsen + norit. berbentuk jarum dan beratnya
Disaring dengan kertas saring di 3,15 g
Erlenmeyer dan dilakukan - Uji titik leleh didapatkan pada
penyaringan dengan alat corong suhu 118 oC – 122 oC
Buchner. - Titik leleh asam benzoat
berdasarkan literatur :
122,4 oC
- Persen rendemen asam benzoat
157,5 %
Keterangan Hasil Kerja

3. Sublimasi Penimbangan pada :


Cawan porselen yang - Kertas perkamen kosong = 0,48 g
berisi kamper kotor ditutup - Perkamen + Kristal kamper =
dengan kaca arloji + es 1,399 g
batu diatasnya. Kemudian - Bentuk kristal : Kristal berbentuk
dipanaskan. jarum dan berat Kristal 0,94 g
- Persen rendemen kamfer 94%
- Uji titik leleh sempurna di
dapatkan pada suhu 85 oC
- Titik leleh kamper berdasarkan
literatur : 180 oC

6.2 Perhitungan Rendemen Kristalisasi Asam Benzoat

Bobot akhir−Bobot awal


Rendemen = x 100 %
g sampel
3,67 g−0,52 g
= x 100%
2g

= 157,5%
6.3 Perhitungan Rendemen pada proses Sublimasi (Kamper)
Bobot akhir−Bobot awal
Rendemen = x 100 %
g sampel
1,42 g−0,48 g
= x 100%
1g

= 94%

VII. Pembahasan

Pada percobaan ini dilakukan tiga percobaan yaitu, kalibrasi termometer,


kristalisasi asam benzoate dalam air, dan sublimasi.
7.1 Kalibrasi Termometer
Kalibrasi termometer yang dilakukan pada percobaan ini memiliki prinsip
yaitu pengujian terhadap kelayakan pada termometer skala 100 oC dengan melihat
titik tertinggi yang terbaca pada skala. Kalibrasi termometer ini dilakukan dengan
manfaat agar termometer yang digunakan itu layak pakai karena pada termometer ini
akan digunakan pada percobaan selanjutnya yaitu rekristalisasi dan sublimasi. Jadi
kalibrasi thermometer ini sangatlah penting.
Pertama-tama dalam tabung reaksi ditambahkan aquadest dan batu didih yang
bertujuan untuk mencegah terjadinya bumping dan agar suhunya merata. Kemudian
tabung reaksi didihkan dan termometer diposisikan diatas permukaan air yang
mendidih hingga tercapai suhu konstan tertinggi atau menentukan titik tetap atas,
titik tetap atas digunakan pada saat air murni mendidih untuk tekanan 1 atm. Dan
ditetapkan sebagai titik acuan tinggi termometer tersebut untuk skala termometer
adalah 100 0C untuk titik didih air.
Namun pada percobaan yang dilakukan suhu tertinggi yang dicapai dan
konstan hanya dapat dicapai pada suhu 100 oC. dan termometer ini layak untuk
digunakan dengan suhu tertingginya 100 oC.
7.2 Rekristalisasi
Rekristalisasi memiliki prinsip yaitu memisahkan zat padat dengan
pengotornya berdasarkan perbedaan kelarutan dan juga untuk membuat suatu zat
padat itu yang semula sudah berbentuk kristal dilakukan rekristalisasi menjadi kristal
kembali. Rekristalisasi ini bertujuan untuk mendapatkan kristal yang murni dari
sebelumnya.
Tahap – Tahap rekristalisasi adalah :
1. Pelarut : melarutkan zat pengotor pada Kristal.
2. Penyaringan : memisahkan zat pengotor dari larutan Kristal yang murni.
3. Pemanasan : menguapkan dan menghilangkan pelarut dari Kristal.
4. Pendinginan : mengkristalkan kembali Kristal yang lebih murni.
Pertama-tama air sedikit demi sedikit ditambahkan kedalam gelas kimia yang
dididihkan, kemudian asam benzoat ditambahkan. Pelarut yang digunakan pada
percobaan ini adalah air. Air digunakan sebagai pelarut asam benzoat karena titik
didih air yaitu 100 oC lebih rendah dari pada titik leleh asam benzoat yang sebesar
249 ˚C. Sesuai dengan persyaratan sebagai pelarut yang sesuai yaitu titik didih pelarut
harus rendah untuk mempermudah proses pengeringan kristal yang terbentuk.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih pelarut yang sesuai
adalah sebagai berikut:
1. Pelarut tidak hanya bereaksi dengan zat yang akan dilarutkan atau bersifat
inert.
2. Pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dan tidak
melarutkan zat pencemarnya.
3. Titik didih pelarut harus rendah, hal ini akan mempermudah pengeringan
Kristal yang terbentuk.
4. Titik didih harus lebih rendah dari titik leleh zat yang akan dimurnikan agar
zat tersebut tidak terurai.
5. Pelarut yang akan digunakan harus murah.
Penambahan air yang sedikit demi sedikit ini bertujuan agar pemisahan antara
asam benzoat dengan pengotornya rata dan tidak menumpuk sekaligus. Untuk
merekristalisasi suatu senyawa harus memilih pelarut yang cocok dengan
senyawanya, senyawa yang digunakan pada percobaan ini yaitu asam benzoat.
Setelah senyawa tersebut dilarutkan kedalam pelarut yang sesuai kemudian
dipanaskan sampai semua senyawanya larut sempurna.
Setelah senyawa nya larut semua, ditambahkan norit yang berfungsi untuk
menyerap pengotor yang tidak diinginkan dalam proses analisis, norit juga dapat
berfungsi untuk menghilangkan warna. Norit yang digunakan pada percobaan ini
yaitu Charcoal.
Kemudian dalam keadaan masih panas dituangkan kedalam Erlenmeyer
menggunakan corong dan kertas saring. Penyaringan harus dalam keadaan panas agar
proses penyaringan dapat berjalan dengan mudah karena dalam keadaan panas asam
benzoat dapat larut sehingga dengan mudah dipisahkan dari pengotornya , dan jika
disaring dalam keadaan dingin asam benzoat tidak dapat larut melainkan membentuk
kristal atau dengan kata lain kristalnya bersatu lagi. Dalam keadaan panas, jarak
ikatan antar molekul-molekul dalam campuran asam benzoat tercemar relatif lebih
besar sehingga pemisahannya pun lebih mudah dilakukan apabila dalam keadaan
panas.
Setelah itu filtrat dibiarkan dingin di udara terbuka dengan suhu rendah atau
jika masih belum terbentuk kristal maka harus direndam dengan air es yang bertujuan
untuk menurunkan kelarutan sehingga akan mempercepat terbentuknya pengkristalan.

Selanjutnya kristal yang sudah terbentuk dilakukan penyaringan


menggunakan corong Buchner. Corong Buchner memiliki alas dalam datar dan
terdapat pori-pori. Pada saat akan melakukan penyaringan maka permukaan alas
dalam diberi kertas saring yang sudah diukur sesuai dengan alasnya yaitu berbentuk
bulat. Kemudian kertas saring tersebut dibasahi dengan sedikit pelarut, bertujuan agar
dapat menempel lekat pada alas. Digunakan corong Buchner untuk penyaringan
selanjutnya bertujuan untuk mempercepat proses penyaringan jika dibandingkan
dengan penyaringan yang menggunakan corong gelas dan kertas saring.
Selanjutnya dilakukan perhitungan terhadap rendemen asam benzoat.
Rendemen asam benzoat yang di dapat pada percobaan ini yaitu 157,5%. Dan titik
leleh asam benzoat pada percobaan ini menunjukkan pada suhu 118 oC – 122 oC.
Sedangkan pada literatur titik leleh asam benzoat itu adalah 122,4 oC. Karena sesuai
dan mendekati dengan literatur maka hasil pemurnian asam benzoat ini benar-benar
murni.
7.3 Sublimasi
Sublimasi memiliki prinsip yaitu memisahkan zat padat dengan pengotornya
berdasarkan perbedaan tekanan uap.
Komposisi kamper yaitu terdapat naftalena. Naftalena (C10H8) merupakan
senyawa murni pertama yang diperoleh dari fiksasi didih lebih tinggi dari batu bara.
Naftalen mudah di isolasi karena senyawa ini menyublim dari gas sebagai padatan
Kristal tak bewarna yang indah, dengan titik leleh 180 0C. Naftalen merupakan
molekul planar dengan dua cincin benzene yang berfusi (bergabung). Sedangkan
naftol merupakan senyawa yang mempunyai struktur yang mirip atau hampir sama
dengan naftalen kecuali ada gugus OH yang berada pada struktur naftol sehingga
naftalena dan naftol bukan senyawa yang sama melainkan senyawa yang berbeda.
Untuk memisahkan kedua senyawa ini, metode ekstraksi tidak dapat langsung
digunakan melainkan salah satu senyawa tersebut harus ditransformasi menjadi ion
sehingga mempunyai kelarutan berbeda (Hart,2003;145-146).
Pertama-tama cawan porselen diisi dengan kamper dan ditutup dengan kaca
arloji. Kemudian diatasnya diletakkan es batu dan dipanaskan. Adanya penambahan
es batu bertujuan karena ketika kontak dengan api maka akan terbentuk uap, jadi es
batu itu fungsinya merubah langsung dari wujud zat padat menjadi gas/uap tanpa
melalui proses cair terlebih dahulu.
Selain itu, adanya reaksi dari naftalen menyebabkan reaksi berlangsung
dengan sangat cepat. Hal ini disebabkan zat padat dalam proses sublimasi mengalami
proses perubahan langsung menjadi gas tanpa melalui fase cair, kemudian
terkondensasi menjadi padatan atau kristal kembali. Sehingga dalam proses
sublimasi, naftalen tidak berubah menjadi senyawa lain, hanya berubah bentuk dari
padat ke gas.
Rendemen kamper murni yang dihasilkan pada percobaan ini yaitu 94 %,
sedangkan pengotornya berarti 6 %. Dan titik leleh kamper pada percobaan ini
menunjukkan pada suhu 82 oC - 85oC. Sedangkan titik leleh kamper pada literatur
adalah 175 oC - 180oC. Karena tidak sesuai dengan literatur maka hasil pemurnian
kamper ini tidak benar-benar murni. Hal ini dapat disebabkan karena pengaruh
lingkungan sekitar sehingga tidak semua pengotor dapat dipisahkan serta tutup cawan
pada saat di uapkan tidak tertutup rapat, dan alat ukur yang digunakan kurang akurat
karena perubahan suhu pada ruangan.
VIII. Kesimpulan
1. Kalibrasi Termometer : Termometer yang telah dikalibrasi pada percobaan ini
hasilnya menunjukkan skala tertinggi dan konstan pada suhu 100 oC. Hal ini
menunjukkan bahwa termometer ini layak untuk digunakan.
2. Rekristalisasi : Hasil rekristalisasi pada asam benzoat yaitu Kristal berbentuk
jarum dan didapat rendemen asam benzoat murni sebanyak 157,5% serta titik
leleh menunjukkan suhu 118 – 122 oC. Hasil ini menunjukkan bahwa
pemurnian pada asam benzoat ini mendekati murni karena sesuai dengan titik
leleh asam benzoat pada literatur yaitu 122,4 oC.
3. Sublimasi : Hasil sublimasi pada kamper yaitu Kristal berbentuk jarum dan
didapat rendemen kamper murni sebanyak 94%, serta titik leleh menunjukkan
suhu 82 – 85 oC. Hasil ini menunjukkan bahwa pemurnian pada kamper ini
kurang murni karena tidak sesuai dengan titik leleh kamper pada literatur
yaitu 180 oC.
Daftar Pustaka

Alimin, Muh Yunus dan Irfan Idris. (2007). Kimia Analitik. Makassar: Alauddin
Press
Basset, J, et al. (1994). Buku Ajar Vogel; Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
Chang, Raymond.(2004). Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti. Ed. ke-3. Jakarta:
Penerbit Erlangga.

Day, R. A. and A. L. Underwood. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam.


Jakarta : Penerbit Erlangga

Hendayana, Sumar. (2010). Kimia Pemisahan. Bandung : PT.Rosdakarya


Khopkar, S. M. (2010). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press
Rositawati, Agustina Leokrist., Dkk, (2013). Rekristalisasi Jurnal Teknologi Kimia
Dan Industri. Semarang : Universitas Diponegoro

Sudjana, Nana. (1990). Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran. Jakarta : UI

Svehla. 1979. Buku Ajar Vogel : Analisi Anorganik Kuntitatif Makro dan Semimikro.
Jakarta : PT Kalman Media Pusaka.

Syabatini, Annisa. 2010. Pemurnian Bahan secara Rekristalisasi. Banjarmasin :


Universitas Lambung Mangkurat

Williamson. 1999. Macroscale and Microscale Organic Experiment. USA :


Houghton Mifflin Company.

Anda mungkin juga menyukai