Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM TEKNOLOGI DAN FORMULASI

SEDIAAN FARMASI LIQUIDA DAN SEMISOLID


KRIM PELEMBAB

Disusun Oleh :
Anisa Aprillia 260110150145 Editor
Anisa Nur W 260110150146 Pembahasan
Irbah Arifa 260110150147 Pembahasan
Katarina Silalahi 260110150148 Monografi
Pradita Rizki I 260110150149 Batch
Annisa Lazuardi 260110150150 Monografi
Handrian Ramoko 260110150151 Batch
Trie Oktaviani 260110150152 Pembahasan
M. Akmal Fauzan 260110150153 Pendahuluan
Amelia Putri P 260110150154 Pembahasan

LABORATORIUM TEKNOLOGI FORMULASI


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2016
I. Pendahuluan
Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi, mengandung
tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (Depkes RI,
1979). Pengertian krim yang lain, yaitu bentuk sediaan setengah padat
mengandung 1 atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan
dasar yang sesuai (Depkes RI, 1995).
Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang
dioleskan ke bagian kulit badan. Obat luar adalah obat yang pemakaiannya
tidak melalui mulut, kerongkongan, dan ke arah lambung. Menurut definisi
tersebut yang termasuk obat luar adalah obat luka, obat kulit, obat hidung,
obat mata, obat tetes telinga, obat wasir, injeksi, dan lainnya (Anief, 1994).
Krim merupakan system emulsi sediaan semipadat dengan
penampilan tidak jernih, berbeda dengan salep yang tembus cahaya.
Konsistensi dan sifatnya tergantung pada jenis emulsinya, apakah jenis air
dalam minyak atau minyak dalam air (Lachman dkk, 1994).
Krim harus memiliki krim kualitas. Kualitas dasar krim antara lain
(Anief, 1994) :
a. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka krim harus bebas dari
inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar, dan kelembaban yang ada
dalam kamar.
b. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk
menjadi lunak dan homogen.
c. Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mudah
dipakai dan dihilangkan dari kulit.
d. Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata
Krim terdiri dari emulsi minyak dengan air sehingga dapat dicuci
dengan air serta lebih ditujukan untuk pemakaian kosmetik dan estetika.
Krim digolongkan menjadi dua tipe, yakni (Widodo dkk, 2003):
1. Tipe a/m, yakni air terdispersi dalam minyak. Contohnya cold cream.
Cold cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk memberi
rasa dingin dan nyaman pada kulit.
2. Tipe m/a, yakni minyak terdispersi dalam air. Contohnya vanishing
cream. Vanishing cream adalah sediaan kosmetik yang digunakan
untuk membersihkan, melembabkan dan sebagai alas bedak.
II. Monografi
1. ADEPS LANAE
Pemerian : Zat serupa lemak, liat, lekat; kuning muda atau kuning
pucat, agak tembus cahaya; bau lemah dank has.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol
(95%) p, mudah larut dalam kloroform p dan dalam eter p.
Stabilitas
 Panas : dapat mengalami autooksidasi selama penyimpana
 Hidrolisis :-
 Cahaya :-
 pH :-

Inkompabilitas : dapat mengandung prooksidan dan dapat


mempengaruhi stabilitas.
Titik Lebur/Titik Didih : 380-440 C
pKa/pKb : <1
Polimorfisme :-
Ukuran Partikel :-
Bobot Jenis :-
pH larutan :-
Kegunaan/Fungsi : Zat tambahan
(Depkes RI,1979 ed.III, halaman 61).
2. AQUADES
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; dan
tidak mempunyai rasa
(Depkes RI, 1979 ed.III,halaman 96).
Kelarutan : Larut dalam pelarut polar
Stabilitas
 Panas :-
 Hidrolisis :-
 Cahaya :-
 pH :-

Inkompabilitas : Air bereaksi dengan obat-obatan eksipien


yang rentan terhadap hidrolisis di suhu
kamar. Air dapat bereaksi dengan logam
alkali dan mengoksidasi mereka, seperti
Kalium Oksida dan Magnesium Klorida.
Titik Lebur/Titik Didih : 1000C
pKa/pKb :-
Polimorfisme :-
Ukuran Partikel :-
Bobot Jenis :-
pH larutan :
Kegunaan/Fungsi : Pelarut
(Hope,2009 Ed.6, halaman 764-770).
3. ASAM STEARAT
Pemerian : Kristal putih atau kuning berwarna
Kelarutan : Mudah larut dalam benzene, karon tetraklorida,
kloroform dan eter; larut dalam etanol,heksan dan
propilenglikol; praktis tidak larut dalam air.
Stabilitas
 Panas : Zat stabil dalam penyimpanan suhu kamar
 Hidrolisis :-
 Cahaya :-
 pH :-

Inkompabilitas : Inkompatible hamper dengan semua logam


hidroksida dan zat pengoksidasi
(HOPE,2009 Ed.6, halaman 494).
Titik Lebur/Titik Didih : 3610C
pKa/pKb : 195-200
Polimorfisme :-
Ukuran Partikel :-
(HOPE,2006 Ed.5, halaman 737).
Bobot Jenis : 0,537 gr/cm3
pH larutan : pH = 7.0–9.0 (5% w/v aqueous solution)
Kegunaan/Fungsi : Emulsifiying agent, solubilizing agent
(HOPE,2006 Ed.5, halaman 737).
4. GLISERIN
Pemerian : Cairan seperti sirop; jernih; tidak berwarna; tidak
berbau; manis diikuti rasa hangat; higroskopik. Jika
disimpan beberapa lama pada suhu rendah dapat
memadat membentuk massa hablur tidak berwarna
yang tidak melebur hingga suhu mencapai lebih
kurang 200C.
(Depkes RI, 1979, Ed III, halaman 271)
Kelarutan : Dapat dicampur dengan air dan dengan etanol
(95%) P; praktis tidak larut dalam kloroform P,
dalam eter P dan dalam minyak lemak.
(Depkes RI, 1979, Ed III, halaman 271)
Stabilitas :
 Panas : Terurai dengan pemanasan
 Hidrolisis/Oksidasi : Tidak mudah teroksidasi pada suhu kamar
 Cahaya : Warna menjadi hitam
 pH :-
(HOPE, 2009, Ed 6, halaman 283)
Inkompatibilitas : Akan meledak jika dicampur gen pengoksidasi
kuat.Warna menjadi hitam ketika dicampur dengan
subnitrate bismuth atau zink oksida ketika terkena
cahaya
(Sweetman, 2009, Ed 36, halaman 2314)
Titik lebur/titik didih : 2900C
(HOPE, 2009, Ed 6, halaman 283)
pka/pkb :-
Polimorfisme :-
Ukuran partikel :-
Bobot jenis : Tidak kurang dari 1,249
(Depkes RI, 1995, Ed IV, halaman 413)
pH larutan : pH 7
(Depkes RI, 1979, Ed III, halaman 272)
Kegunaan/Fungsi : Digunakan sebagai antimikroba, pelarut, humektan,
pembasah, pemanis dan agen tonisitas
(HOPE, 2009, Ed 6, halaman 283)
5. NATRIUM TETRA BORAT
Pemerian : Hablur transparan tidak berwarna atau serbuk
hablur putih; tidak berbau, larutan bersifat basa terhadap fenolftalein
Kelarutan : Larut dalam air, mudah larut dalam air mendidih
dan gliserin; tidak larut dalam etanol
Stabilitas :
 Panas : Stabil dalam air pada suhu kamar
 Hidrolisis/Oksidasi: Tidak mudah teroksidasi pada suhu kamar
 Cahaya :-
 pH :-
Inkompatibilitas : Tidak berkompatible dengan garam alkaloid,
merkuri klorida, zink sulfat, dan garam metalik
lainnya.
Titik lebur/titik didih: -
pka/pkb :-
Polimorfisme :-
Ukuran partikel :-
Bobot jenis :-
pH larutan : 9-9,6 (larutan 4% dalam air).
Kegunaan/Fungsi : Pendapar dan antibakteri
(Martindale,2009 Ed.36, halaman 337).
6. NIPAGIN
Pemerian : Serbuk hablur halus; putih; hampir tidak berbau;
tidak mempunyai rasa, kemudian agak membakar
diikuti rasa tebal.
(Depkes RI, 1979, hal 378)
Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air
mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan
dalam 3 bagian aseton P; mudah larut dalam eter P
dan dalam larutan alkali hidroksida; larut dalam 60
bagian gliserol P panas dan dalam 40 bagian minyak
lemak nabati panas, jika didinginkan larutan tetap
jernih.
(Depkes RI, 1979, hal 378)
Stabilitas
 Panas : larutan dengan pH 3-6 cukup stabil apabila
dipanaskan hingga suhu 120oC
 Hidrolisis : mudah terhidrolisis pada pH 8
 Cahaya :-
 pH : pada bentuk larutan dengan pH 3-6 cukup stabil
Inkompabilitas : Tidak kompatible dengan surfaktan ionik yang
akan menyebabkan micellization. Tidak kompatible
dengan bentonit, magnesium trisilikat, bedak,
tragakan, natrium alginat, minyak esensial, sorbitol,
dan atropin. Methylparaben berubah warna dengan
adanya besi dan tunduk hidrolisis oleh basa lemah
dan asam kuat.
Titik Lebur : 125 – 128 o C (Depkes RI, 1979, hal 378)
pKa : 8.4 at 22oC
Polimorfisme :-
Ukuran Partikel :-
Bobot Jenis : 1.352 g/cm3
pH larutan :3–6
Kegunaan/Fungsi : Bahan pengawet
(Raymon, et.al, Ed. 6, 2009, hal 441-444)
(Depkes RI, 1979, hal 406)
7. OLEUM MENTHAE
Pemerian : Cairan, tidak berwarna, kuning pucat atau kuning
kehijauan, bau aromatic, rasa pedas dan hangat
kemudian dingin
Kelarutan : Larut dalam 4 bagian volume etanol (70%) p
Stabilitas
 Panas :-
 Hidrolisis : -
 Cahaya :-
 pH :-

Inkompabilitas :-
Titik Lebur/Titik Didih :-
pKa/pKb :-
Polimorfisme :-
Ukuran Partikel :-
Bobot Jenis :-
pH larutan :-
Kegunaan/Fungsi : Zat tambahan (Karminativum)
(Depkes RI,1979 Ed.III, halaman 458).
8. TRIETANOLUM
Pemerian : Cairan kental; tidak berwarna hingga kuning; bau
lemah mirip ammoniak, higroskopik.
Kelarutan : Dapat mengembang dalam air dan gliserin dan
setelah dinetralisasi dengan etanol 95%. Karbomer
tidak larut, melainkan mengembang dalam dan
membentuk microgels tiga dimensi.
Stabilitas
 Panas : Terdekomposisi pada pemanasan 260oC selama 30 menit
 Oksidasi : Teroksidasi apabila terkena cahaya
 Cahaya : Cahaya mengakibatkan oksidasi sehingga menurunkan
viskositas dispersi.
 pH : pada bentuk larutan dengan pH 3-6 cukup stabil

Inkompabilitas : Triethanolamine akan bereaksi dengan asam


mineral untuk membentuk garam kristal dan ester.
Dengan asam lemak lebih tinggi, trietanolamina
garam bentuk yang larut dalam air dan memiliki
karakteristik sabun. Triethanolamine juga akan
bereaksi dengan tembaga untuk membentuk garam
kompleks. Perubahan warna dan pengendapan dapat
terjadi di saat direaksikan dengan garam logam
berat. Triethanolamine dapat bereaksi dengan reagen
seperti tionil klorida untuk menggantikan gugus
hidroksi dengan halogen. Produk inireaksi sangat
beracun, menyerupai mustard nitrogen lainnya.
Titik Lebur : 20-21oC
pKa : 6.0±0.5
Polimorfisme :-
Ukuran Partikel :-
Bobot Jenis :
pH larutan : 10,5 (larutan 0,1 N)
Kegunaan/Fungsi : agen pengemulsi
(Depkes RI, 1979 Ed. III, Halaman 754-756).
III. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dibuat sediaan vanishing cream atau krim
pelembab. Dikarenakan fungsinya yang bertujuan sebagai pelembab maka
tipe krim yang dikehendaki adalah minyak dalam air. Alasannya karena tipe
krim minyak dalam air akan mudah untuk diserap oleh kulit sehingga akan
meninggalkan lapisan film atau lapisan minyak tipis pada kulit yang akan
memberikan efek melembabkan.
Bahan-bahan yang dipakai dalam pembuatan krim, yaitu adeps lanae,
coloring agent, parfum, dan vanishing cream. Vanishing cream berfungsi
sebagai basis pada krim yang terdiri atas asam sterat, gliserin, natrium
tetraborat, tri etanolamin, aquades, dan nipagin. Dillihat dari sifatnya maka
dibagi menjadi dua bagian : fase minyak dan fase air. Fase minyak pada
percobaan kali ini adalah adeps lanae dan asam stearat. Sedangkan bahan-
bahan lain selain dua zat tersebut termasuk ke dalam fase air. Adeps lanae
dan asam stearat berfungsi sebagai basis pada formula ini. Gliserin dapat
meningkatkan viskosistas. Natrium tetraborat dapat mencegah terjadinya
oksidasi. Trietanolamin berfungsi sebagai zat aktif permukaan yang dapat
membantu terjadinya emulsi. Nipagin atau metilparaben berfungsi sebagai
pengawet. Dan aquades berfungsi sebagai pelarut.
Prinsip pembuatan krim adalah pelarutan zat pada masing-masing
fase. Gliserin, Natrium tetraborat, TEA dilarutkan dalam aquades panas
sedangkan fase minyaknya mengandung adeps lanae dan asam stearat
dilebur pada suhu yang sesuai. Titik kritis pembuatan krim adalah pada saat
pencampuran kedua fase tersebut, dimana suhu antara kedua fase harus
sama dan pengadukan yang dilakukan harus stabil. Kestabilan krim akan
terganggu atau rusak jika sistem campurannya terganggu yang salah satunya
disebabkan karena perbedaan suhu antar fase dan perubahan komposisi
salah satu fase secara berlebihan.
Pada dasarnya krim yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut, yang pertama adalah stabil selama dalam pemakaian pada suhu
kamar dan kelembaban ruangan. Kedua, sediaan memiliki tekstur yang
halus saat diaplikasikan. Ketiga, mudah dan nyaman untuk digunakan.
Syarat-syarat tersebut kemudian dijadikan sebagai acuan dalam evaluasi
sediaan yang dibuat.
Evaluasi pada suatu sediaan diperlukan untuk melihat mutu dan
kualitas sediaan dengan membandingkan hasil dengan syarat yang
disebutkan dalam literatur. Pertama, dilakukan evaluasi organoleptik
meliputi warna, bau, dan tekstur. Tekstur sediaan yang dibuat digolongkan
memenuhi syarat yang telah disebutkan karena saat diaplikasikan tidak ada
partikel-partikel kasar yang terasa pada kulit. Selanjutnya dilakukan
evaluasi pH dimana pH yang dikehendaki adalah yang mendekati pH kulit
yang berkisar antara 4 – 5,5 untuk kulit wajah dan 4,2 – 6,2 untuk kulit
dibagian tubuh lainnya. Setelah dilakukan pengecekan dengan
menggunakan indikator universal didapatkan pH sediaan sebesar 6. Hal ini
menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat dapat digunakan dan tidak akan
mengakibatkan iritasi pada kulit normal. Ketiga, dilakukan uji homogenitas
dengan diamatinya ukuran partikel sediaan di bawah mikroskop. Ukuran
partikel yang hampir seukuran menandakan sediaan sudah homogen.
Sediaan yang sudah diolah setelah diamati, menunjukkan partikel-partikel
yang berukuran seragam dan homogen. Keempat, dilakukan evaluasi
dengan viskometer Rion. Rotor yang dipakai yaitu rotor 2. Hasil yang
diperoleh, yaitu sediaan dengan viskositas 170.000 cP. Spindle adalah salah
satu komponenviskometer yang digunakan untuk mengukur kekentalan
suatu sampel. Semakinkecil ukuran spindel kekentalan suatu sampel
semakin besar (kental). Sebaliknya,semakin besar ukuran spindel yang
digunakan, kekentalan suatu sampel semakinkecil. Ukuran spindel dari
terkecil sampai terbesar yaitu spindel no. 3, 2,1. Kecepatan spindel dalam
mengukur sampel dinyatakan dalam TOR (%).Pada viskometer ini
dilengkapi oleh 3 spindel yang memiliki ukuran yang berbeda-beda ada
yang kecil, sedang, dan besar. Selain ukurannya berbeda ternyata fungsi dari
tiap spindel juga berbeda pula. Jika sediaan yang akan diuji memiliki
karakteristik aliran Newton (encer atau memiliki viskositas yang rendah),
maka digunakan spindel 3 atau 1 untuk mengukur viskositasnya. Sedangkan
jika sediaan yang akan diuji memiliki karakteristik aliran non-Newton
(kental atau viskositasnya tinggi), maka digunakan spindel 2 untuk
mengukur viskositasnya. Hasil yang diperoleh, yaitu 170.000 cP.
Dalam proses produksi, kegiatan dokumentasi perlu diperhatikan.
Penulisan batch oleh supervisor perlu diperhatikan dan dapat
menggambarkan kondisi nyata yang terjadi selama produksi. Seperti
penimbangan teoritis dan kenyataannya, waktu setiap kali dilakukan tahapan
proses produksi yang pada akhirnya dapat dihitung man hour dari proses
produksi dan dapat diukur efektivitas dan efisiensi proses produksi, evaluasi
dan hasil yang diperoleh dapat lulus dari karantina atau tidak, proses
pembersihan dan produksi perlu steril dan perlu dicatat dalam bentuk label
pembersihan dan ketika sedang memproduksi, dan bagaimana rekonsialisasi
hasil antara teoritisnya dan kenyataan yang didapat. Aspek-aspek tersebut
perlu di record dalam batch produksi agar ketika adanya suatu komplain dari
QA atau pihak luar produksi, batch dapat dijadikan suatu acuan tentang
bagaimana produksi sediaan tersbut dilakukan.
Daftar Pustaka

Anief, M. 1994. Farmasetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.


Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan
RI.
Goskonda S. R., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition,
Rowe R. C., Sheskey, P. J., Queen, M. E. (Editor), London,
Pharmaceutical Press and American Pharmacists Assosiation.
Lachman, L dkk. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi III. Jakarta : UI
Press.
Sweetman, S.C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference 36. London
Chicago: Pharmaceutical Press.
Widodo, U dkk. 2003. Kumpulan Data Klinik Farmakologi. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press.
LAMPIRAN
1. Lampiran Desain
2. Lampiran Batch Sheet
a. Penimbangan

b. Pengolahan
c. IPC

d. Pengisian

e. Awal Pengisian
f. Selama Pengisian

g. Rekonsiliasi
h. Evaluasi

i. Label Bersih dan Sedang Proses


j. Man Hour

Anda mungkin juga menyukai