Anda di halaman 1dari 3

Pada percobaan kali ini dilakukan penentuan kadar kreatinin plasma menggunakan

sampel plasma darah dengan tujuan melakukan pemeriksaan fungsi ginjal dengan
mengukur kadar kreatinin dalam serum dan menginterpretasikan hasil pemeriksaan
yang diperoleh. Prinsip pemeriksaan kreatinin dalam plasma ini menggunakan
metode Jaffe reaction. Dalam suasana alkalis, kreatinin bila ditambah asam pikrat
akan membentuk suatu kompleks kreatinin-asam pikrat yang berwarna merah –
orange. Intensitas warna sebanding dengan konsentrasi dan dapat diukur secara
fotometri serta terjadi perubahan absorbansi pada panjang gelombang 520 (500-546)
nm. Pengaturan panjang gelombang 520 nm karena kreatinin akan memberikan
serapan paling besar pada panjang gelombang maksimal tersebut. Berdasarkan
tinjauan pustaka, kreatinin adalah produk akhir metabolisme kreatin. Kreatin sebagian
besar dijumpai di otot rangka, tempat zat ini terlihat dalam penyimpanan energi
sebagai kreatin fosfat (cp ), dalam sintesis ATP dari ADP, kreatin fosfat diubah
menjadi kreatin dengan katalisasi enzim kreatin (Murray, 2009). Pada percobaan kali
ini juga digunakan sampel berupa serum karena penggunaan serum leih luas
dibangdingkan plasma atau urin, karena serum tidak mengandung bahan-bahan dari
luar seperti penambahan antikoagulan pada plasma sehingga komponen-komponen
yang terkandung di dalam serum tidak terganggu aktifitasnya atau reaksinya.

Prosedur percobaan kali ini peratama kali disiapkan terlebih dahulu 3 tabung
reaksi yaitu tabung blangko, standar, dan uji. Selain tabung reaksi pada percobaan
kali ini juga diganakan R1 yang berisi NaOH yang bertujuan untuk memberikan
suasana basa pada larutan karena jika tidak dalam suasana basa maka kreatinin tidak
akan membentuk komplekss dan hasil pengujiannya tidak dapat diuji menggunakan
spektrofotometer. Kemudian R2 yang berisi asam pikrat yang bertujuan untuk
mereaksikan kreatinin agar dapat membentuk kompeks berwana kuning-orange. Pada
ketiga tabung tersebut masing-masing diisi bahan-bahan sebagai berikut tabung
blangko berisi R1, R2, dan aquadest. Tabung standar berisi R1, R2 dan larutan
standar. Dan yang terakhir tabung uji berisi R1, R2, dan serum. Kemudian semuanya
dicampur dan didiamkan selama 5 menit, selanjutnya masing-masing tabung diukur
intensitasnya menggunakan spektrofotometri dengan panjang gelombang 520 nm.
Hasil absorbansi awal dicatat, lalu larutan blanko diuji kembali absorbansinya. Alasan
pengukuran dilakukan 2 kali untuk mengetahui selisih absorbansi pada konsentrasi
awal (pengukuran pertama) dengan absorbansi pada konsentrasi akhir (pengukuran
kedua), sebab kreatinin akan bereaksi, berbanding lurus dengan waktu, dengan
persamaan reaksi Sehingga ada selisih konsentrasi pada pengukuran pertama dan
kedua yang nanti digunakan untuk pengukuran kadar kreatinin.

Dari hasil pemeriksaan pada percobaan menggunakan metode jaffe, didapat kadar
kreatinin dalam serum sebesar 0,245 mg/dL dengan sampel darah (wanita). Kadar
kreatinin serum tersebut masuk dalam kategori disfungsi karena kadar yang didapat
dibawah kadar normal wanita yaitu : 0,6 – 1,1 mg/dL. (Sodeman, 1995 ), hal ini
disebabkan karena nilai dari kadar standarnya lebih besar dari nilai kadar kelima
sampel uji kemungkinan hal ini terjadi akibat pengkomplekasan yang leih lama pada
tabung standar yang menyebabkan nilainya lebih besar dan ada beberapa faktor juga
yang dapat mempengaruhi kadar kreatinin dalam darah, diantaranya adalah
perubahan massa otot, diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai
beberapa jam setelah makan, aktivitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan
kadar kreatinin darah, obat – obatan seperti (sefalosporin, aldacton, aspirin dan co –
trimexazole) yang dapat mengganggu sekresi kreatinin sehingga meninggikan kadar
kreatinin darah, kenaikan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin internal, dan usia
dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi daripada orang muda,
serta pada laki – laki kadar kreatinin lebih tinggi daripada wanita (Sukandar, 1997).
DAFTAR PUSTAKA

Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W. Biokimia harper (27 ed.). Jakarta:
Buku Kedokteran EGC; 2009
Sukandar, E. 1997.Nefrologi klinik.Edisi 2.ITB : Bandung.
Sodeman. 1995. Patofisiologi sodeman: mekanisme penyakit, editor, joko suyono,
hipocrates. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai