1440H/
2018
MODUL 2
STABILITA OBAT
I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu, untuk:
1. Menentukan tingkat reaksi pengurapan suatu zat
2. Menentukan energi aktivasi dari reaksi penguraian suatu zat
3. Menentukan waktu kadaluarsa suatu zat
4. Menggunakan data kinetika kimia untuk memperkirakan kestabilan suatu
zat
5. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat
Stabilitas sediaan farmasi dipengaruhi oleh profil sifat kimia dan fisika pada
sediaan yang dibuat (termasuk eksipiendan sistem kemasan yang digunakan untuk
formulasi sediaan) dan fraksi lingkungan seperti suhu, kelembapan, dan cahaya
(Joshita, 2008: 5).
Parameter stabilitas obat ada 5 parameter yang perlu diperhatikan yaitu (Siregar,
2008: 610):
1. Stabilitas kimia mengacu pada kestabilan dilihat dari sifat kimianya dimana
tidak terjadinya penguraian zat aktif secara kimia.
2. Stabilitas fisik berupa sifat fisik seperti kelarutan, bentuk, homogenitas dan
lainnya tidak berubah seperti semula.
3. Stabilitas mikrobiologi bahwa tidak ditemukan adanya mikroba atau bahan
pengawet yang mengganggu atau jumlahnya masih dalam batas
diperbolehkan.
4. Stabilitas terapeutis/farmakologi bahwa zat aktif masih berkhasiat
memberikan efek terapi.
5. Stabilitas toksikologis tidak menunjukkan peningkatan toksisitas yang
mencolok
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain:
panas, cahaya, kelembapan, oksigen, pH, mikroorganisme, dan bahan-bahan
tambahan yang dipergunakan dalam formula sediaan obat (Engel, 2013: 25).
Dalam memenetukan stabilitas obat, terdapat beberapa metode yang
diantaranya adalah (Roman, 2008: 18):
1. Uji stabilitas secara panjang / jangka panjangProsedur uji yang panjang bisa
sampai bertahun-tahun, memakan waktu yang lama karena dilakukan pada
suhu normal, dimana pada umumnya bila disimpan pada suhu normal obat
terdegradasinya sangat lambat. Lama uji tergantung sifat obat itu sendiri,
semakin lama maka akan semakin stabil. Data dikumpulkan dan di analisis
lalu di monitor kembali dipakai untuk memonitoring obat yang sudah beredar
dipasaran. Digunakan untuk menguji bahan tambahan.
2. Uji stabilitas dipercepat mengunakan suhu yang tinggi dinaikan diatas suhu
normal, sehingga waktunya akan lebih cepat, karna degradasi cepat, untuk
pengembangan produk obat untuk memprediksi umur simpan, t ½, nilai uji
aktifasi. t ½ atau waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan obat sehingga
tersisa separuh dari jumlah awalnya.
3. Uji stabilitas yang dilakukan pada sampel dilakukan pada contoh sampel
tertinggal. Metode konvesional kaarena untuk mengetahui stabilitas diisi dari
sisi fisik. Dilakukan untuk produk baru atau produk yang sudah rilis,
tujuannya untuk memonitoring obat.
4. Uji yang dilakukan pada dua temperatur berbeda yang dilakukan secara
bergantian. Untuk mengetahui stabilitas saat disimpan pada step tinggi dan
pada step rendah selama 24 jam.
Stabilita obat dalam sediaan farmasi memiliki manfaat untuk membangun
keamanan obat, khasiat obat, dan biofabilitas obat. Pengujian stabilitas penting
untuk memastikan bahwa obat akan tetap efektif dan aman selama penyimpanan
maupun penggunaannya. Pengujian stabilitas dirancang untuk mendapatkan
informasi mengenai stabilitas farmasi dalam rangka menetapkan masa edar dan
periode penggunaan dalam kondisi penyimpanan tertentu sehingga tidak terjadi
efek-efek yang tidak diinginkan berupa hilangnya zat aktif, naiknya konsentrasi
zat aktif, bahan obat berubah, hilangnya keseragaman kandungan, menurunnya
status mikrobiologi, hilangnya kekedapan kemasan, modifikasi faktor hubungan
fungsional (Joshita, 2008: 8).
Dalam penentuan kestabilan suatu zat secara kintika kimia terdapat hal-hal
penting, yaitu (Joshita, 2008: 9):
a. Laju (kecepatan) reaksi
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi
c. Tingkat reaksi (orde reaksi) dan cara penentuan
Kestabilan suatu zat dapat dilakukan dengan cara kinetika kimia karena
tidak memerlukan waktu lama. Laju reaksi adalah besarnya perubahan konsentrasi
zat pereaksi dan hasil reaksi per satuan waktu. Menurut Hukum Aksi Massa,
kecepatan reaksi adalah sebanding dengan hasil kali konsentrasi molar reaktannya
yang masing-masing dipangkatkan dengan jumlah molekulnya (Fitrah, 2012: 13).
Umumnya laju reaksi meningkat dengan meningkatnya konsentrasi dan dapat
dinyatakan sebagai
aA + bB → Produk
V = K [A]a + [B]b
Di mana k adalah konstanta laju, juga disebut konstanta laju spesifik atau
konstanta kecepatan. Laju reaksi kimia terlihat dari perubahan konsentrasi
molekul reaktan atau konsentrasi molekul produk terhadap waktu. Laju reaksi
tidak tetap melainkan berubah terus-menerus seiring dengan perubahan
konsentrasi (Fitrah, 2012 :20).
Berdasarkan rumus yang disebutkan di awal, kadar obat dalam waktu tertentu
dapat ditentukan dengan rumus:
[A]0 adalah kadar obat di waktu awal. Kecepatan degradasi terlihat konstan dan
plot kadar terhadap waktu akan menghasilkan garis yang linear.
Plot orde nol antara kadar dan waktu (Loftsson, 2014: 24)
Waktu paruh (t1/2) dan waktu simpan dapat ditentukan dengan rumus:
Berdasarkan rumus tersebut, jelas terlihat bahwa waktu paruh dan waktu simpan
produk tergantung pada kadar awal obat.
Reaksi orde nol murni sangat jarang ditemui di bidang farmasi. Indometasin
dilaporkan mengalami peruraian karena cahaya melalui reaksi berseri yang
masing-masing mengikuti orde nol (Helrich, 2009; 32).
2. Reaksi orde pertama
Kecepatan reaksi orde pertama secara langsung proporsional terhadap
kadar satu reaktan. Penurunan kadar reaktan tersebut akan disertai dengan
peningkatan kadar produk hasil urainya.
Jika dibuat grafik antara ln[A] terhadap waktu akan dihasilkan garis yang linear.
Saat di t1/2 kadar reaktan sama dengan kadar produk hasil urai.
Plot [A] dan [P] terhadap waktu, pada reaksi orde pertama (Loftsson, 2014: 32).
3. Reaksi orde kedua
Kecepatan reaksi orde kedua proporsional terhadap kadar kedua reaktan, atau,
misalnya dalam reaksi dimerisasi, bisa juga kadar pangkat dua dari satu reaktan:
Bentuk paling sederhana dari reaksi orde kedua bisa diperoleh jika [A]=[B]
Contoh kinetika orde kedua yang mengikuti bentuk sederhana ini adalah peruraian
NO2 yang disebabkan suhu:
kinetika reaksi tersebut bukan termasuk orde kedua, melainkan orde pertama
(Rogers, 2011: 42).
Hal yang sama terjadi pada kasus peruraian hidrogen peroksida (Sinko dan Singh,
2011):
Cara lain yang menggambarkan proses reaksi orde kedua yang melibatkan dua
reaktan berbeda adalah dengan menggunakan kadar dari tiap reaktan setelah
mengalami reaksi selama waktu t tertentu. Jika dalam reaksi kesetimbangan,
jumlah A dan B yang bereaksi tiap waktu adalah sama, maka kecepatan reaksinya
dapat dinyatakan:
dengan a dan b berturut-turut adalah [A]0 dan [B]0, sedangkan x adalah jumlah
yang bereaksi dalam waktu t. Dengan demikian, (a – x) dan (b – x) masing-
masing adalah kadar A dan B yang tersisa dalam waktu t tersebut, [A] dan [B].
Hasil integrasi dari persamaan kecepatan reaksi tersebut menjadi:
Grafik ln [(a – x)/(b – x)] terhadap waktu akan memberikan garis lurus dengan
slope k(a – b) dan intersep ln(a/b).
4. Reaksi orde ke-n
Jika reaksi hanya melibatkan satu reaktan, perhitungan kecepatan reaksi
secara umum dapat ditulis sebagai:
Jika reaksi tidak mengikuti orde pertama, sehingga n tidak sama dengan 1,
integrasi dari persamaan tersebut menjadi:
Dalam persamaan tersebut, n bisa berupa nilai fraksi ataupun nilai integer (House,
2007: 68).
Orde reaksi dapat ditentukan dengan beberapa metode (Helrich, 2009: 24),
berupa:
1. Metode substansi. Data yang terkumpul dari hasil pengamatan jalannya
suatu reaksi disubtitusikan ke dalam bentuk integral dari persamaan berbagai
1
akan memberikan garis lurus bila diplot terhadap t (jika konsentrasi
( a−x )
1
mula-mula sama). Jika plot terhadap t menghasilkan garis lurus
(a−x) 2
dengan seluruh reaktan sama konsentrasi mula-mulanya, reaksi adalah orde-
ketiga.
3. Metode waktu-paruh. Dal reaksi orde, waktu paruh sebanding dengan
konsentrasi awal a, waktu paruh reaksi orde-pertama tidak bergantung pada a,
1
waktu paruh untuk reaksi orde-kedua, dimana a=b sebanding dengan dari
a
1
dalam reaksi orde-ketiga, dimana a=b=c, sebanding dengan .
a2
4. Metode uji stabilitas dipercepat. Uji stabilitas dipercepat dilakukan dengan
mengamati perubahan konsentrasi suatu zat pada suhu tinggi. Dengan
membandingkan dua harga k pada suhu yang berbeda dapat dihitung energi
aktivasinya, sehingga k pada suhu kamar dapat dihitung. Dengan demikian
batas kadaluarsa suatu sediaan farmasi dapat diketahui secara cepat.
Persamaan Arrhenius:
k = A.eEa/RT
keterangan: Ea = energi aktivasi
T = suhu mutlak
A = frekuensi tumbukan
Spektofotometer UV-Vis
Struktur kimia
Alat Bahan
Gelas kimia Air suling
Kuvet Etanol
Lemari es Indometasin
Spektrometer UV-VIS
Vial
V. PROSEDUR KERJA
V.1. Persiapan Awal Pengujian Stabilitas Larutan Indometasin
V.1.1. Penyiapan larutan dapar
Dapar yang digunakan dalam percobaan ini adalah dapar fosfat yang dibuat
dengan 50 mL Kalium dihidrogen fosfat 0,2 M dicampurkan 46,1 ml NaOH
0,2 N. Kemudian ditambahkan air suling sampai 200 ml, sehingga diperoleh
dapar dengan pH = 8
penyimpanan (Co). Selanjutnya pada waktu 30, 60, 90 dan 120 menit setelah
pengambilan awal diambil 2 vial dari setiap suhu. Kemudian ditentukan
konsentrasi Indometasin yang tersisa setelah waktu 10 30, 60, 90 dan 120
menit tersebut.
V.3. Penentuan Waktu Kadaluarsa Larutan Indometasin
Orde reaksi ditentukan dengan metode substitusi dan metode grafik.
Kemudian dihitung energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan
Arrhenius. Lalu ditentukan K pada suhu kamar (25 oC). Dan hitung kadaluarsa
larutan Indometasin pada suhu kamar apabila larutan tersebut dianggap sudah
tidak dapat digunakan lagi bila telah teruirai sebanyak 10%
VI.1.Data Pengamatan
Suhu 25˚ C
T Rata-rata
Absorbansi Konsentrasi Ct Ln Ct I/Ct
(menit) absorbansi
10 0,264 0,292 0,278 0,0139 0,0139 -4,2578 71,9424
Suhu 60˚ C
t Rata-rata Konsentras
Absorbansi Ct Ln Ct I/Ct
(menit) absorbansi i
10 0,254 0,250 0,0126 0,0126 0,0126 -4,3740 79,3650
Suhu 70˚ C
t Rata-rata Konsentras
Absorbansi Ct Ln Ct I/Ct
(menit) absorbansi i
10 0,257 0,247 0,252 0,0126 0,0126 -4,3740 79,3650
Suhu 80˚ C
t
Rata-rata
(menit Absorbansi Konsentrasi Ct Ln Ct I/Ct
absorbansi
)
10 0,262 0,252 0,257 0,0128 0,0128 -4.3583 78,125
Penentuan orde
Suhu r
Energi aktifasi
Suhu 1/T(+273) K Ln K
60˚ 3,003 x 10−3 −1,2944 x 10−5 -11,2549
70˚ 2,915 x 10−3 −2,8477 x 10−5 -10,4664
80˚ 2,832 x 10−3 −3,2792 x 10−5 -10,3253
VI.2. Perhitungan
V1 = 2 mL
Suhu 60º
(t = 10 menit) (t = 30 menit) (t = 60 menit)
y = 19,7x + 0,0037 y = 19,7x + 0,0037 y = 19,7x +0,0037
0,252 = 19,7x + 0,0037 0,2475 = 19,7x + 0,0037 0,2245 = 19,7x + 0,0037
0,2483 = 19,7x 0,2438 = 19,7x 0,2208 = 19,7x
x = 0,0126 x = 0,0123 x = 0,0112
Suhu 70º
(t = 10 menit) (t = 30 menit) (t = 60 menit)
y = 19,7x + 0,0037 y = 19,7x + 0,0037 y = 19,7x + 0,0037
0,252 = 19,7x + 0,0037 0,259 = 19,7x + 0,0037 0,2435 = 19,7x + 0,0037
0,2483 = 19,7x 0,2553 = 19,7x 0,2398 = 19,7x
x = 0,0126 x = 0,0129 x = 0,0121
Suhu 80º
(t = 10 menit) (t = 30 menit) (t = 60 menit)
y = 19,7x + 0,0037 y = 19,7x + 0,0037 y = 19,7x + 0,0037
0,257 = 19,7x + 0,0037 0,243 = 19,7x + 0,0037 0,235 = 19,7x + 0,0037
0,2533 = 19,7x 0,2393 = 19,7x 0,2313 = 19,7x
x = 1,116 x 10-3 x = 0,0121 x = 0,0114
VI.2.4. Perhitungan Ct
90
C 90% = Co
100
90
Ct = 0,0139 x
100
Ct = 0,01251 mg/mL
VI.3. Grafik
Grafik antara waktu dan konsentrasi
Suhu 60
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
10 30 60 90 120
Suhu 70
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0
10 30 60 90 120
Suhu 80
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0
10 30 60 90 120
VII. PEMBAHASAN
Stabilitas adalah pertahanan suatu zat terhadap pengaruh zat lain, atau
keadaan suatu zat yang tidak mengalami perubahan. Stabilita obat adalah
kemampuan suatu obat untuk mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar
sama dengan apa yang dimilikinya pada saat dibuat (identitas, kekuatan,
kemurnian dan kualitas) dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode
penyimpanan dan penggunaan sehingga mampu memberikan efek terapi yang
baik dan menghindari efek toksik. Manfaat dari uji stabilita antara lain adalah
untuk mengetahui waktu kadaluarsa obat, masa simpan obat, dan kualitas obat.
Pengujian stabilitas dianggap penting mengingat suatu sediaan biasanya
diproduksi dalam jumlah besar dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai
ke tangan pasien yang membutuhkan. Obat yang disimpan dalam jangka waktu
lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan dosis yang diterima pasien
berkurang. Adakalanya hasil uraian zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat
membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih kondisi pembuatan
sedian yang tepat sehingga kestabilan obat terjaga. Faktor-faktor yang
mempengaruhi obat, faktor kimia, faktor fisika, faktor biologi. Stabilitas kimia
faktor penguraian obat secara kimia terjadi beberapa tahap yaitu hidrolisis,
oksidasi, isomerisasi, dekomposisi faktor kimia, polimerisasi.
Percobaan stabilita ini dilakukan bertujuan untuk dapat menentukan
tingkat reaksi penguraian suatu zat, menentukan energi aktivasi dari reaksi
penguraian suatu zat, menentukan waktu kadaluarsa suatu zat, dengan
menggunakan data kinetika kimia untuk memperkirakan kestabilan suatu zat dan
dapat mengetahui faktor-faktor yang dekomposisi faktor kimia, polimerisasi.
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan pengujian stabilitas pada
indometasin yaitu pengaruh suhu terhadap stabilitas indometasin dan penentuan
waktu kadaluarsa larutan indometasin. Indometasin adalah obat yang digunakan
untuk meringankan nyeri, bengkak, dan kaku sendi yang disebabkan oleh arthritis,
gout (asam urat), bursitis, dan tendonitis. Indometasin ini termasuk golongan anti
inflamasi non-steroid. Semakin besar temperatur dalam jangka waktu yang lama
saat penyimpanan larutan indometasin, maka akan menentukan hasil absorbansi
yang semakin kecil karena partikel-partikel semakin bereaksi ketika temperatur
meningkat dan banyaknya cahaya atau energi yang diserap oleh partikel-partikel
dalam larutan semakin kecil. Absorbansi adalah suatu ukuran dimana suatu
larutan dapat menyerap cahaya yang dilewatkan dengan panjang gelombang
tertentu. Menurut literatur nilai absorbansi yang didapat dari pengujian dengan
alat spektrofotometri ini akan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi
suatu zat. Praktikum penentuan waktu kadaluarsa larutan indometasin adalah
untuk mengetahui kerja obat pada tingkat molekular yang dapat dibuat dalam
bentuk yang tepat dengan menganggap timbulnya respon dari obat merupakan
proses laju.
Stabilitas suatu sediaan farmasi adalah kapasitas sediaan tersebut untuk
mempertahankan spesifikasi yang telah ditentukan untuk menjamin identitas,
kekuatan, kualitas, dan kemurniannya. Kestabilan suatu zat merupakan faktor
yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini
penting mengingat suatu obat atau sediaan farmasi biasanya diproduksi dalam
jumlah yang besar dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke tangan
pasien yang membutuhkan. Jika obat tidak stabil maka potensinya akan menurun.
pada kuvet dengan larutan yang akan diukur dan pastikan bagian kuvet yang
berwarna bening dibersihkan dengan tisu kering dan jangan sampai tersentuh
dengan tangan karena hal tersebut dapat mempengaruhi absorbansi. Penyebab
kesalahan sistematik yang sering terjadi dalam analisis menggunakan
spektrofotometer adalah serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan
penggunaan blangko. Larutan blangko adalah larutan yang tidak mengandung
analit untuk dianalisis. Tujuan larutan blangko biasanya digunakan untuk kalibrasi
sebagai larutan pembanding dalam analisis fotometri. Larutan blangko dapat
dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
1. Kalibrasi blangko
Larutan yang digunakan untuk membuat titik nol konsentrasi dari grafik
kalibrasi larutan ini hanya berisi pengencer digunakan untuk membuat larutan
standar.
2. Reagen blangko
Larutan berisi reagen yang digunakan untuk melarutkan sampel, pembacaan
absorbansi untuk larutan ini biasanya dikurangi dari pembacaan sampel.
3. Metode blangko
Larutan yang diperlakukan sama dengan sampel, ditambah dengan reagen
yang sama mengalami kontak dengan alat yang sama dan diperlakukan dengan
prosedur yang sama.
Slope positif atau negatif, bergantung pada apakah garis miring ke kanan atas atau
ke kanan bawah.
Untuk menentukan orde reaksi yang akan dilakukan makan dipilih harga r
yang paling mendekati 1 atau -1 dari seluruh harga r orde reaksi yang telah di
regresikan. Tujuan dari perbedaan waktu pemanasan ini adalah untuk mengetahui
seberapa besar energi aktivasi yang diperlukan.
Dari hasil data pengamatan, dapat dilihat bahwa grafik tidak konstan atau
berubah-ubah. Seharusnya grafik konstan meningkat dengan adanya peningkatan
suhu. Hal ini dapat terjadi karena kesalahan dalam memipet, kelebihan kalibrasi
larutan Indometasin, dan pada saat vial dipanaskan dalam inkubasi tutup vial
terbuka sehingga larutan terkontaminasi dengan udara yang ada di dalam inkubasi.
Seluruh data konsentrasi pada berbagai orde reaksi telah di dapatkan.
Selanjutnya, data tersebut di regresikan dengan memasukan nilai t sebagai sumbu
y dan nilai konsentrasi pada berbagai suhu sebagai sumbu x agar didapat nilai a, b,
dan r untuk setiap suhu dan orde reaksi.
Metode pengujian stabilitas obat dengan kenaikan temperatur tidak dapat
diterapkan untuk semua jenis sediaan terutama untuk produk yang mengandung
bahan pensuspensi seperti metilselulosa yang menggumpal pada pemanasan,
protein yang mungkin didenaturasi, salep dan suppositoria yang yang meleleh
pada kondisi temperatur yang sedikit dinaikkan. Selain temperatur, stabilitas obat
dapat dipengaruhi juga oleh efek pengemasan dan penyimpanan. Sediaan berupa
larutan masa simpannya relatif lebih singkat dibandingkan dengan bentuk sediaan
padat, karena sediaan larutan mudah terurai dan bereaksi dengan keadaan
sekitarnya atau lingkungannya (suhu dan cahaya).
VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa stabilitas obat
dapat dipengaruhi oleh faktor kestabilan suatu zat yaitu faktor utama lingkungan
diantaranya temperatur, cahaya, kelembaban, oksigen dan faktor lain yang
mempengaruhi stabilitas adalah ukuran partikel, pH, kelarutan, mikroorganisme
dan bahan tambahan. Dari uji pembuatan spektrum absorbansi dan kurva kalibrasi
diketahui bahwa absorbansi semakin tinggi maka konsentrasi yang di hasilkan
tinggi, dan apabila absorbansi semakin rendah maka konsentrasi yang di hasilkan
rendah.
Energi aktivasi (EA) dapat di tentukan dengan cara mengamati perubahan
konsentrasi pada suhu tinggi dengan membandingkan dua harga konstanta
pengurai zat pada temperatur yang berbeda sehingga dapat ditentukkan energi
aktifasinya. Dengan demikian batas kadar kadaluarsa suatu sediaan farmasi dapat
di ketahui dengan tepat. Hasil dari percobaan yang di peroleh untuk waktu
kadaluarsa adalah 8 jam 27 menit. Dalam perhitungan ketetapan laju reaksi pada
suhu kamar, orde yang di pilih adalah orde 0. Setelah melakukan perhitungan
didapat nilai Energi Aktivasinya adalah 9235,576 kal/mol.