Anda di halaman 1dari 30

Laporan Praktikum Farmasi Fisika

1440H/
2018

MODUL 2
STABILITA OBAT

I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu, untuk:
1. Menentukan tingkat reaksi pengurapan suatu zat
2. Menentukan energi aktivasi dari reaksi penguraian suatu zat
3. Menentukan waktu kadaluarsa suatu zat
4. Menggunakan data kinetika kimia untuk memperkirakan kestabilan suatu
zat
5. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat

II. PRINSIP PERCOBAAN


Penentuan stabilitas larutan Indometasin dengan menggunakan metode
grafik berdasarkan nilai konstanta kecepatan laju reaksi yang ditetapkan dengan
menggunakan metode substitusi untuk penentuan orde reaksi dan larutan diuji
dengan metode uji stabilitas dipercepat menggunakan instrumen spektrofotometer
pada berbagai suhu yaitu: 60oC, 70 oC dan 80 oC.

III. TEORI DASAR


Stabilitas diartikan bahwa obat (bahan obat, sediaan obat) disimpan dalam
kondisi penyimpanan dan pengangkutannya tidak menunjukkan perubahan sama
sekali atau berubah dalam batas-batas yang diperoleh (Siregar, 2008: 607).
Stabilitas obat adalah kemampuan obat atau produk untuk mempertahankan sifat
dan karakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat atau
diproduksi. Identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurnian dalam batasan yang
ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan (Joshita, 2008: 4).
Skala perubahan yang diizinkan ditetapkan untuk obat yang terdaftar dalam
farmakope. Kandungan bahan aktif yang bersangkutan secara internasional
ditolerir sebanyak 10% dari kandungan sebenarnya (Joshita, 2008: 5).

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 1 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

Stabilitas sediaan farmasi dipengaruhi oleh profil sifat kimia dan fisika pada
sediaan yang dibuat (termasuk eksipiendan sistem kemasan yang digunakan untuk
formulasi sediaan) dan fraksi lingkungan seperti suhu, kelembapan, dan cahaya
(Joshita, 2008: 5).
Parameter stabilitas obat ada 5 parameter yang perlu diperhatikan yaitu (Siregar,
2008: 610):
1. Stabilitas kimia mengacu pada kestabilan dilihat dari sifat kimianya dimana
tidak terjadinya penguraian zat aktif secara kimia.
2. Stabilitas fisik berupa sifat fisik seperti kelarutan, bentuk, homogenitas dan
lainnya tidak berubah seperti semula.
3. Stabilitas mikrobiologi bahwa tidak ditemukan adanya mikroba atau bahan
pengawet yang mengganggu atau jumlahnya masih dalam batas
diperbolehkan.
4. Stabilitas terapeutis/farmakologi bahwa zat aktif masih berkhasiat
memberikan efek terapi.
5. Stabilitas toksikologis tidak menunjukkan peningkatan toksisitas yang
mencolok

Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain:
panas, cahaya, kelembapan, oksigen, pH, mikroorganisme, dan bahan-bahan
tambahan yang dipergunakan dalam formula sediaan obat (Engel, 2013: 25).
Dalam memenetukan stabilitas obat, terdapat beberapa metode yang
diantaranya adalah (Roman, 2008: 18):
1. Uji stabilitas secara panjang / jangka panjangProsedur uji yang panjang bisa
sampai bertahun-tahun, memakan waktu yang lama karena dilakukan pada
suhu normal, dimana pada umumnya bila disimpan pada suhu normal obat
terdegradasinya sangat lambat. Lama uji tergantung sifat obat itu sendiri,
semakin lama maka akan semakin stabil. Data dikumpulkan dan di analisis
lalu di monitor kembali dipakai untuk memonitoring obat yang sudah beredar
dipasaran. Digunakan untuk menguji bahan tambahan.

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 2 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

2. Uji stabilitas dipercepat mengunakan suhu yang tinggi dinaikan diatas suhu
normal, sehingga waktunya akan lebih cepat, karna degradasi cepat, untuk
pengembangan produk obat untuk memprediksi umur simpan, t ½, nilai uji
aktifasi. t ½ atau waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan obat sehingga
tersisa separuh dari jumlah awalnya.
3. Uji stabilitas yang dilakukan pada sampel dilakukan pada contoh sampel
tertinggal. Metode konvesional kaarena untuk mengetahui stabilitas diisi dari
sisi fisik. Dilakukan untuk produk baru atau produk yang sudah rilis,
tujuannya untuk memonitoring obat.
4. Uji yang dilakukan pada dua temperatur berbeda yang dilakukan secara
bergantian. Untuk mengetahui stabilitas saat disimpan pada step tinggi dan
pada step rendah selama 24 jam.
Stabilita obat dalam sediaan farmasi memiliki manfaat untuk membangun
keamanan obat, khasiat obat, dan biofabilitas obat. Pengujian stabilitas penting
untuk memastikan bahwa obat akan tetap efektif dan aman selama penyimpanan
maupun penggunaannya. Pengujian stabilitas dirancang untuk mendapatkan
informasi mengenai stabilitas farmasi dalam rangka menetapkan masa edar dan
periode penggunaan dalam kondisi penyimpanan tertentu sehingga tidak terjadi
efek-efek yang tidak diinginkan berupa hilangnya zat aktif, naiknya konsentrasi
zat aktif, bahan obat berubah, hilangnya keseragaman kandungan, menurunnya
status mikrobiologi, hilangnya kekedapan kemasan, modifikasi faktor hubungan
fungsional (Joshita, 2008: 8).
Dalam penentuan kestabilan suatu zat secara kintika kimia terdapat hal-hal
penting, yaitu (Joshita, 2008: 9):
a. Laju (kecepatan) reaksi
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi
c. Tingkat reaksi (orde reaksi) dan cara penentuan
Kestabilan suatu zat dapat dilakukan dengan cara kinetika kimia karena
tidak memerlukan waktu lama. Laju reaksi adalah besarnya perubahan konsentrasi
zat pereaksi dan hasil reaksi per satuan waktu. Menurut Hukum Aksi Massa,

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 3 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

kecepatan reaksi adalah sebanding dengan hasil kali konsentrasi molar reaktannya
yang masing-masing dipangkatkan dengan jumlah molekulnya (Fitrah, 2012: 13).
Umumnya laju reaksi meningkat dengan meningkatnya konsentrasi dan dapat
dinyatakan sebagai
aA + bB → Produk
V = K [A]a + [B]b
Di mana k adalah konstanta laju, juga disebut konstanta laju spesifik atau
konstanta kecepatan. Laju reaksi kimia terlihat dari perubahan konsentrasi
molekul reaktan atau konsentrasi molekul produk terhadap waktu. Laju reaksi
tidak tetap melainkan berubah terus-menerus seiring dengan perubahan
konsentrasi (Fitrah, 2012 :20).

Tingkat reaksi dan cara penentuannya


1. Reaksi orde nol
Reaksi orde nol adalah reaksi yang kecepatan tidak tergantung pada kadar reaktan:

Berdasarkan rumus yang disebutkan di awal, kadar obat dalam waktu tertentu
dapat ditentukan dengan rumus:

[A]0 adalah kadar obat di waktu awal. Kecepatan degradasi terlihat konstan dan
plot kadar terhadap waktu akan menghasilkan garis yang linear.

Plot orde nol antara kadar dan waktu (Loftsson, 2014: 24)
Waktu paruh (t1/2) dan waktu simpan dapat ditentukan dengan rumus:

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 4 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

Berdasarkan rumus tersebut, jelas terlihat bahwa waktu paruh dan waktu simpan
produk tergantung pada kadar awal obat.
Reaksi orde nol murni sangat jarang ditemui di bidang farmasi. Indometasin
dilaporkan mengalami peruraian karena cahaya melalui reaksi berseri yang
masing-masing mengikuti orde nol (Helrich, 2009; 32).
2. Reaksi orde pertama
Kecepatan reaksi orde pertama secara langsung proporsional terhadap
kadar satu reaktan. Penurunan kadar reaktan tersebut akan disertai dengan
peningkatan kadar produk hasil urainya.

Untuk menentukan [A] setelah waktu tertentu:

Jika dibuat grafik antara ln[A] terhadap waktu akan dihasilkan garis yang linear.

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 5 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

Plot orde pertama antara ln[A] terhadap waktu (Loftsson, 2014)


Waktu paruh (t1/2) dan masa simpan (t90) dapat ditentukan dengan rumus:

Saat di t1/2 kadar reaktan sama dengan kadar produk hasil urai.

Plot [A] dan [P] terhadap waktu, pada reaksi orde pertama (Loftsson, 2014: 32).
3. Reaksi orde kedua
Kecepatan reaksi orde kedua proporsional terhadap kadar kedua reaktan, atau,
misalnya dalam reaksi dimerisasi, bisa juga kadar pangkat dua dari satu reaktan:

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 6 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

Bentuk paling sederhana dari reaksi orde kedua bisa diperoleh jika [A]=[B]

Berdasarkan rumus tersebut dapat diperoleh t1/2:

Contoh kinetika orde kedua yang mengikuti bentuk sederhana ini adalah peruraian
NO2 yang disebabkan suhu:

Meski memiliki koefisien stoikiometri sama, peruraian N2O5 karena suhu:

kinetika reaksi tersebut bukan termasuk orde kedua, melainkan orde pertama
(Rogers, 2011: 42).
Hal yang sama terjadi pada kasus peruraian hidrogen peroksida (Sinko dan Singh,
2011):

Cara lain yang menggambarkan proses reaksi orde kedua yang melibatkan dua
reaktan berbeda adalah dengan menggunakan kadar dari tiap reaktan setelah
mengalami reaksi selama waktu t tertentu. Jika dalam reaksi kesetimbangan,
jumlah A dan B yang bereaksi tiap waktu adalah sama, maka kecepatan reaksinya
dapat dinyatakan:

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 7 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

dengan a dan b berturut-turut adalah [A]0 dan [B]0, sedangkan x adalah jumlah
yang bereaksi dalam waktu t. Dengan demikian, (a – x) dan (b – x) masing-
masing adalah kadar A dan B yang tersisa dalam waktu t tersebut, [A] dan [B].
Hasil integrasi dari persamaan kecepatan reaksi tersebut menjadi:

Pengaturan ulang persamaan tersebut dengan mengubah tanda numerator dan


denominator menghasilkan persamaan:

Grafik ln [(a – x)/(b – x)] terhadap waktu akan memberikan garis lurus dengan
slope k(a – b) dan intersep ln(a/b).
4. Reaksi orde ke-n
Jika reaksi hanya melibatkan satu reaktan, perhitungan kecepatan reaksi
secara umum dapat ditulis sebagai:

Jika reaksi tidak mengikuti orde pertama, sehingga n tidak sama dengan 1,
integrasi dari persamaan tersebut menjadi:

Waktu paruh ditentukan dengan persamaan:

Dalam persamaan tersebut, n bisa berupa nilai fraksi ataupun nilai integer (House,
2007: 68).
Orde reaksi dapat ditentukan dengan beberapa metode (Helrich, 2009: 24),
berupa:
1. Metode substansi. Data yang terkumpul dari hasil pengamatan jalannya
suatu reaksi disubtitusikan ke dalam bentuk integral dari persamaan berbagai

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 8 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

orde reaksi. Jika persamaan itu menghasilkan menghasilkan harga K yang


tetap konstan dalam batas-batas variasi percobaan, maka reaksi dianggap
berjalan sesuai dengan orde tersebut.
2. Metode grafik. Plot data dalam bentuk grafik dapat digunakan untuk
mengetahui orde reaksi tersebut. Jika konsentrasi diplot terhadap t dan
didapatkan garis lurus, reaksi adalah orde nol. Reaksi dikatakan orde pertama
bila log (a-x) terhadap t menghasilkan garis lurus. Suatu reaksi orde-kedua

1
akan memberikan garis lurus bila diplot terhadap t (jika konsentrasi
( a−x )

1
mula-mula sama). Jika plot terhadap t menghasilkan garis lurus
(a−x) 2
dengan seluruh reaktan sama konsentrasi mula-mulanya, reaksi adalah orde-
ketiga.
3. Metode waktu-paruh. Dal reaksi orde, waktu paruh sebanding dengan
konsentrasi awal a, waktu paruh reaksi orde-pertama tidak bergantung pada a,

1
waktu paruh untuk reaksi orde-kedua, dimana a=b sebanding dengan dari
a

1
dalam reaksi orde-ketiga, dimana a=b=c, sebanding dengan .
a2
4. Metode uji stabilitas dipercepat. Uji stabilitas dipercepat dilakukan dengan
mengamati perubahan konsentrasi suatu zat pada suhu tinggi. Dengan
membandingkan dua harga k pada suhu yang berbeda dapat dihitung energi
aktivasinya, sehingga k pada suhu kamar dapat dihitung. Dengan demikian
batas kadaluarsa suatu sediaan farmasi dapat diketahui secara cepat.
Persamaan Arrhenius:
k = A.eEa/RT
keterangan: Ea = energi aktivasi
T = suhu mutlak
A = frekuensi tumbukan

Spektofotometer UV-Vis

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 9 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari


spektrometer dan fotometer, alat ini dapat digunakan dalam percobaan stabilita
obat. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dnegan panjang gelombang
tertentu dan fotometer dalah alat pengukur in tensitas cahaya yang ditransmisikan
dan diabsorbsi.
Pada umumnya ada beberapa jenis spektrofometri yang digunakan dalam analisis
kimiawi, antara lain:
1. Spektrofotometri Vis (Visible)
2. Spektrofotometri UV (Ultraviolet)
3. Spektrofotometer UV – VIS

Spektrofotometri UV – VIS adalah gabungan antara spektrofotometri antara


UV dan Visible, menggunakan sumber cahaya UV dan sumber cahaya Visible.
Spektroskofi UV – VIS melibatkan spektroskofi dari foton dalam daerah UV –
terlihat, menggunakan cahaya dekat UV dan inframerah (Fitrah, 2013: 50).
Penyerapan sinar UV dan sinar tampak oleh molekul melalui tiga proses yaitu:
1. Penyerapan oleh transisi elektron ikatan dan leektron anti ikatan
2. Penyerapan oleh transisi elektron D dan F dari molekul kompleks
3. Penyerapan oleh perpindahan muatan
Penyerapan sinar UV – VIS dibatasi pada sejumlah gugus fungsional/gugus
kromofor yang mengandung elektron valensi dengan tingkat eksitasi. Gugus
kromofor adalah suatu gugus fungsi yang tidak terhubung dengan gugus lain dan
menampakkan spektrum, absorbsi, karakteristik pada daerah sinar UV- sinar
tampak. Kromofor-kromofor organik seperti karbonil, alken, azo, nitrat, dan
karboksil mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak (Fitrah, 2013: 52).

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 10 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

Instrumen Utama pada UV-VIS

Spektroskofi UV-VIS memiliki instrumentasi yang trediri dari lima komponen


utama, yaitu:
1. Sumber radiasi
Sumber cahaya yang biasa adalah sebuah lampu pijar dengan kaawat rambut yang
terbuat dari wolfram. Pada kondisi operasi biasa, keluaran lampu wolfram ini
memadai sekitar 235 atau 350 nm ke sekitar 3 µm. Energi yang dipancarakan oleh
kawat yang dipanaskan itu beraneka ragam menurut panjang gelombangnya.
2. Wadah sampel (Cuvet)
Wadah sampel adalah sel untuk menaruh cairan kedalam berkas cahaya
spektrofotometer. Cuvet itu haruslah meneruskan energi cahaya dalam daerah
spektral yang diamati, jadi cuvet kaca melayani daerah tampak, cuvet kuarsa atau
kaca silica tinggi istimewa untuk daerah ultraviolet.
3. Monokromator
Monokromator ini adalah piranti optis untuk memencilkan suatu berkas radiasi
dari sumber berkesinambungan, berkas yang mempunyai kemurnian spektral yang
tinggi dengan panjang gelombang yang diinginkan.
4. Detektor
Detektor dapat memberikan respon terhadap radiasi pada berbagai panjang
gelombang.
5. Rekorder

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 11 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

Didalam rekorder, signal tersebut direkam sebagai spektrum yang berbentuk


puncak-puncak. Spektrum absorbsi merupakan plot antara absorbans sebagai
ordinat dan panjang gelombang sebagai absis.

Prinsip Kerja UV-VIS


Pada prinsipnya spektroskofi UV – VIS menggunakan cahaya sebagai
tenaga yang mempengaruhi substansi senyawa kimia sehingga menimbulkan
cahaya. Cahaya yang digunakan merupakan foton yangbergetar dan menjalar
secara lurus dan merupakan tenaga listrik dan magnet yang keduanya saling tegak
lurus.
Cara kerja alat Spektrofotometer UV-VIS yaitu sumber dari sinar radiasi
diteruskan menuju monokromator, cahaya dari monokromator diarahkan terpisah
melalui sampel dengan sebuah cermin berotasi, detektor menerima cahaya dari
sampel secara bergantian secara berulang-ulang, signal listrik dari detektor
diproses, diubah ke digital dan dilihat hasilnya, perhitungan dilakukan dengan
komputer yang sudah terprogram (Engel, 2013: 89).
Kami mengidentifikasi stabilitas dari larutan obat indometasin. Indometasin
memiliki struktur dan sifat fisika kimia sebagai berikut (Farmakope V, 2014: 566-
567).
Zat aktif Indometasin

Struktur kimia

Rumus molekul C19H10C1NO4


Titik lebur Melebur pada sekitar 219℃
Pemerian Serbuk hablur, polimorf, kuning pucat hingga
kuning kecoklatan, tidak berbau atau hamper
tidak berbau, peka terhadap cahaya, meleleh

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 12 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

pada suhu ± 162℃


Praktis tidak larut dalam air, larut 1:50 di
Kelarutan
alcohol, 1:30 di kloroform dan 1:40 di eter
Cahaya: indometasin tidak stabil terhadap
cahaya, baik dalam keadaan padat dan dalam
larutan air.
Stabilitas Air: praktis tidak larut dalam air
pH: indometasin tidak stabil dengan pH di
bawah 6
Panas: -
Indometasin mengandung tidak kurang dari 98%
Keterangan lain dan tidak lebih dari 101% C19H10C1NO4 dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan
Penyimpanan Dalam wadah tidak tembus cahaya
IV. ALAT DAN BAHAN

Alat Bahan
Gelas kimia Air suling

Kuvet Etanol

Lemari es Indometasin

Labu ukur Kalium dihidrogen fosfat 0,2 M

Oven Larutan dapar

Pipet NaOH 0,2 N

Spektrometer UV-VIS
Vial

V. PROSEDUR KERJA
V.1. Persiapan Awal Pengujian Stabilitas Larutan Indometasin
V.1.1. Penyiapan larutan dapar
Dapar yang digunakan dalam percobaan ini adalah dapar fosfat yang dibuat
dengan 50 mL Kalium dihidrogen fosfat 0,2 M dicampurkan 46,1 ml NaOH
0,2 N. Kemudian ditambahkan air suling sampai 200 ml, sehingga diperoleh
dapar dengan pH = 8

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 13 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

V.1.2. Pembuatan spektrum absorbsi dan kurva kalibrasi


Dibuat larutan Indometasin dengan cara melarutkan 100 mg
Indometasin dalam 20 ml etanol. Kemudian ditambahkan air suling bebas CO 2
sampai 50 ml (larutan stok). Dipipet 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; dan 3,0 ml larutan stok
dan dimasukan ke dalam labu ukur 100 ml. kemudian ditambahkan larutan
dapar pH 8 sampai tepat 100 ml, maka diperoleh larutan dengan konsentrasi
1,0; 2,0; 3,0; 4,0; 5,0; dan 6,0 mg/100 ml. diukur serapan pada rentang λ max =
200 – 350 nm, dimana λ max Indometasin = 320 nm. Kemudian dibuat kurva
kalibrasi antara konsentrasi Indometasin dengan absorbansi.

V.2. Penentuan Stabilitas Larutan Indometasin


Penentuan stabilitas larutan Indometasin dilakukan dengan cara uji
stabilitas dipercepat pada suhu 60oC, 70 oC dan 80 oC. Pengujian dilakukan
dengan cara mengukur konsentrasi Indometasin sisa dalam larutan pada
waktu-waktu tertentu. Larutan Indometasin yang diuji adalah larutan induk
dengan konsentrasi 4,0 mg/100 ml
V.2.1. Larutan induk Indometasin
Dibuat larutan induk Indometasin 4,0 mg/100 ml dalam dapar pH 8
dari larutan stok (100 mg/50 ml) dan diukur absorbansi pada rentan λ max = 200
– 350 nm, dimana λ max Indometasin = 320 nm.
V.2.2. Uji stabilitas dipercepat
Sebanyak 5 ml larutan induk Indometasin dimasukkan kedalam 32
vial. Selanjutnya vial-vial tersebut disimpan didalam oven bersuhu 60oC, 70 oC
dan 80 oC masing-masing 10 vial dan disimpan pada suhu kamar T=25 oC
sebanyak 2 vial. Setelah 10 menit diambil vial dari masing-masing suhu, lalu
didinginkan dalam lemari es untuk menghentikan reaksi penguraian. Larutan
kemudian disaring dan ditentukan absorbansinya dengan spektofotometri pada
λ = 320 nm. Kemudian konsentrasi ditentukan dengan menggunakan
persamaan regresi linier melalui pembuatan kurva kalibrasi. Konsentrasi ini
dianggap sebagai konsentrasi awal Indometasin untuk masing-masing suhu

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 14 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

penyimpanan (Co). Selanjutnya pada waktu 30, 60, 90 dan 120 menit setelah
pengambilan awal diambil 2 vial dari setiap suhu. Kemudian ditentukan
konsentrasi Indometasin yang tersisa setelah waktu 10 30, 60, 90 dan 120
menit tersebut.
V.3. Penentuan Waktu Kadaluarsa Larutan Indometasin
Orde reaksi ditentukan dengan metode substitusi dan metode grafik.
Kemudian dihitung energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan
Arrhenius. Lalu ditentukan K pada suhu kamar (25 oC). Dan hitung kadaluarsa
larutan Indometasin pada suhu kamar apabila larutan tersebut dianggap sudah
tidak dapat digunakan lagi bila telah teruirai sebanyak 10%

VI. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

VI.1.Data Pengamatan

Suhu 25˚ C
T Rata-rata
Absorbansi Konsentrasi Ct Ln Ct I/Ct
(menit) absorbansi
10 0,264 0,292 0,278 0,0139 0,0139 -4,2578 71,9424

Suhu 60˚ C
t Rata-rata Konsentras
Absorbansi Ct Ln Ct I/Ct
(menit) absorbansi i
10 0,254 0,250 0,0126 0,0126 0,0126 -4,3740 79,3650

30 0,248 0,2475 0,0123 0,0123 0,0123 -4,3981 81,3008

60 0,229 0,220 0,2245 0,0112 0,0112 -4,4918 89,2857

90 0,199 0,245 0,222 0,0110 0,0110 -4,5098 90,9090

120 0,203 0,254 0,2285 0,0114 0,0114 -4,471 87,7192

Suhu 70˚ C

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 15 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

t Rata-rata Konsentras
Absorbansi Ct Ln Ct I/Ct
(menit) absorbansi i
10 0,257 0,247 0,252 0,0126 0,0126 -4,3740 79,3650

30 0,244 0,274 0,259 0,0129 0,0129 -4,3505 77,5193

60 0,254 0,233 0,2345 0,0121 0,0121 -4,4145 82,6446

90 0,201 0,0238 0,2195 0,0109 0,0109 -4,5189 91,7431

120 0,197 0,193 0,195 0,00971 0,00971 -4,6345 102,9

Suhu 80˚ C
t
Rata-rata
(menit Absorbansi Konsentrasi Ct Ln Ct I/Ct
absorbansi
)
10 0,262 0,252 0,257 0,0128 0,0128 -4.3583 78,125

30 0,222 0,264 0,243 0,0121 0,0121 -4,4145 82,644

60 0,235 0,224 0,2295 0,0114 0,0114 -4,4741 87,7192

90 0,212 0,187 0,1995 0,0093 0.0093 -4,677 107,526

120 0,193 0,194 0,1935 0,0096 0,0096 -4,6424 103,7

Penentuan orde
Suhu r

Orde 0 Orde 1 Orde 2

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 16 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

a = 0,0125 a = -4,3818 a = 80,0062

60˚ b = −1,2944 x 10−5 b = −1,0915 x 10−3 b = 0,0920

r = -0,8125 r = -0,8082 r = 0,8032

a = 0,0134 a = -4,3021 a = 72,9048

70˚ b = -2,8477 b = −2,5255 x 10−3 b = 0,2252

r = -0,95327 r = -0,9494 r = 0,9442

a = 0,0130 a = 4,3285 a = 0,9323

80˚ b = −3,0659 x 10−5 b = −2,9942 x 10−3 b = 74,96

r = 0,9468 r = -0,9401 r = 0,2754

Energi aktifasi
Suhu 1/T(+273) K Ln K
60˚ 3,003 x 10−3 −1,2944 x 10−5 -11,2549
70˚ 2,915 x 10−3 −2,8477 x 10−5 -10,4664
80˚ 2,832 x 10−3 −3,2792 x 10−5 -10,3253

VI.2. Perhitungan

VI.2.1. Perhitungan larutan induk Indometasin


a. Larutan Stok = 100 mg/50 mL
= 2 mg/mL
b. Larutan Induk = 4 mg/100 mL
= 0,04 mg/mL
c. Pengenceran Larutan Indometasin
V1 x C1 = V 2 x C2
V1 x 2 mg/mL = 100 mL x 0,04 mg/mL

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 17 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

V1 = 2 mL

VI.2.2. Perhitungan Konsentrasi Uji Stabilitas Dipercepat


 Suhu 25º
(t = 10 menit)
y = 19,7x + 0,0037
0,278 = 19,7x + 0,0037
0,2743 = 19,7x
x = 0,0139

 Suhu 60º
(t = 10 menit) (t = 30 menit) (t = 60 menit)
y = 19,7x + 0,0037 y = 19,7x + 0,0037 y = 19,7x +0,0037
0,252 = 19,7x + 0,0037 0,2475 = 19,7x + 0,0037 0,2245 = 19,7x + 0,0037
0,2483 = 19,7x 0,2438 = 19,7x 0,2208 = 19,7x
x = 0,0126 x = 0,0123 x = 0,0112

(t = 90 menit) (t = 120 menit)


y = 19,7x + 0,0037 y = 19,7x + 0,0037
0,222 = 19,7x + 0,0037 0,2285 = 19,7x + 0,0037
0,2183 = 19,7x 0,2248 = 19,7x
x = 0,0110 x = 0,0114

 Suhu 70º
(t = 10 menit) (t = 30 menit) (t = 60 menit)
y = 19,7x + 0,0037 y = 19,7x + 0,0037 y = 19,7x + 0,0037
0,252 = 19,7x + 0,0037 0,259 = 19,7x + 0,0037 0,2435 = 19,7x + 0,0037
0,2483 = 19,7x 0,2553 = 19,7x 0,2398 = 19,7x
x = 0,0126 x = 0,0129 x = 0,0121

(t = 90 menit) (t = 120 menit)


y = 19,7x + 0,0037 y = 19,7x + 0,0037

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 18 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

0,2195 = 19,7x + 0,0037 0,195 = 19,7x + 0,0037


0,2158 = 19,7x 0,1913 = 19,7x
x = 0,0109 x = 0,0097

 Suhu 80º
(t = 10 menit) (t = 30 menit) (t = 60 menit)
y = 19,7x + 0,0037 y = 19,7x + 0,0037 y = 19,7x + 0,0037
0,257 = 19,7x + 0,0037 0,243 = 19,7x + 0,0037 0,235 = 19,7x + 0,0037
0,2533 = 19,7x 0,2393 = 19,7x 0,2313 = 19,7x
x = 1,116 x 10-3 x = 0,0121 x = 0,0114

(t = 90 menit) (t = 120 menit)


y = 19,7x + 0,0037 y = 19,7x + 0,0037
0,1995 = 19,7x + 0,0037 0,1935 = 19,7x + 0,0037
0,1958 = 19,7x 0,1898 = 19,7x
x = 0,0093 x = 0,0096

VI.2.3. Perhitungan nilai K pada suhu normal


a = 2,797
b = -4648
r = -0,9278
K25
y = a + bx
1
y = 2,797 – 4648 ( )
T
1
y = 2,797 – 4648 ( )
25+273
y = 2,797 – 15,5973
y = -12,8003
y = ln K25
ln K25 = -12,8003
K25 = anti ln -12,8003

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 19 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

K25 = 2,7599 x 10-6

VI.2.4. Perhitungan Ct
90
C 90% = Co
100
90
Ct = 0,0139 x
100
Ct = 0,01251 mg/mL

VI.2.5. Perhitungan Waktu Kadaluarsa


Orde 0
Ct = Co – K25.t
0,0125 = 0,0139 – 2,7599 x 10-6. t
2,7599 x 10-6. t = 0,0139 – 0,0125
t = 507,2566 menit
t = 8 jam 27 menit

VI.2.6. Energi Aktivasi (Ea)


Ea =bxR
Ea = 4648 x 1,987
Ea = 9235,576 kal/mol

VI.3. Grafik
Grafik antara waktu dan konsentrasi

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 20 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

Suhu 60
0.01

0.01

0.01

0.01

0.01

0.01

0.01
10 30 60 90 120

Suhu 70
0.01

0.01

0.01

0.01

0.01

0
10 30 60 90 120

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 21 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

Suhu 80
0.01

0.01

0.01

0.01

0.01

0
10 30 60 90 120

VII. PEMBAHASAN
Stabilitas adalah pertahanan suatu zat terhadap pengaruh zat lain, atau
keadaan suatu zat yang tidak mengalami perubahan. Stabilita obat adalah
kemampuan suatu obat untuk mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar
sama dengan apa yang dimilikinya pada saat dibuat (identitas, kekuatan,
kemurnian dan kualitas) dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode
penyimpanan dan penggunaan sehingga mampu memberikan efek terapi yang
baik dan menghindari efek toksik. Manfaat dari uji stabilita antara lain adalah
untuk mengetahui waktu kadaluarsa obat, masa simpan obat, dan kualitas obat.
Pengujian stabilitas dianggap penting mengingat suatu sediaan biasanya
diproduksi dalam jumlah besar dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai
ke tangan pasien yang membutuhkan. Obat yang disimpan dalam jangka waktu
lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan dosis yang diterima pasien
berkurang. Adakalanya hasil uraian zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat
membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih kondisi pembuatan
sedian yang tepat sehingga kestabilan obat terjaga. Faktor-faktor yang
mempengaruhi obat, faktor kimia, faktor fisika, faktor biologi. Stabilitas kimia

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 22 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

faktor penguraian obat secara kimia terjadi beberapa tahap yaitu hidrolisis,
oksidasi, isomerisasi, dekomposisi faktor kimia, polimerisasi.
Percobaan stabilita ini dilakukan bertujuan untuk dapat menentukan
tingkat reaksi penguraian suatu zat, menentukan energi aktivasi dari reaksi
penguraian suatu zat, menentukan waktu kadaluarsa suatu zat, dengan
menggunakan data kinetika kimia untuk memperkirakan kestabilan suatu zat dan
dapat mengetahui faktor-faktor yang dekomposisi faktor kimia, polimerisasi.
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan pengujian stabilitas pada
indometasin yaitu pengaruh suhu terhadap stabilitas indometasin dan penentuan
waktu kadaluarsa larutan indometasin. Indometasin adalah obat yang digunakan
untuk meringankan nyeri, bengkak, dan kaku sendi yang disebabkan oleh arthritis,
gout (asam urat), bursitis, dan tendonitis. Indometasin ini termasuk golongan anti
inflamasi non-steroid. Semakin besar temperatur dalam jangka waktu yang lama
saat penyimpanan larutan indometasin, maka akan menentukan hasil absorbansi
yang semakin kecil karena partikel-partikel semakin bereaksi ketika temperatur
meningkat dan banyaknya cahaya atau energi yang diserap oleh partikel-partikel
dalam larutan semakin kecil. Absorbansi adalah suatu ukuran dimana suatu
larutan dapat menyerap cahaya yang dilewatkan dengan panjang gelombang
tertentu. Menurut literatur nilai absorbansi yang didapat dari pengujian dengan
alat spektrofotometri ini akan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi
suatu zat. Praktikum penentuan waktu kadaluarsa larutan indometasin adalah
untuk mengetahui kerja obat pada tingkat molekular yang dapat dibuat dalam
bentuk yang tepat dengan menganggap timbulnya respon dari obat merupakan
proses laju.
Stabilitas suatu sediaan farmasi adalah kapasitas sediaan tersebut untuk
mempertahankan spesifikasi yang telah ditentukan untuk menjamin identitas,
kekuatan, kualitas, dan kemurniannya. Kestabilan suatu zat merupakan faktor
yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini
penting mengingat suatu obat atau sediaan farmasi biasanya diproduksi dalam
jumlah yang besar dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke tangan
pasien yang membutuhkan. Jika obat tidak stabil maka potensinya akan menurun.

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 23 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi


kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih kondisi pembuatan sediaan
yang tepat sehingga kestabilan obat terjaga. Seperti faktor panas, cahaya, pH,
oksigen, kelembaban, mikroorganisme, dan bahan-bahan tambahan yang
digunakan dalam formula sediaan obat. Dan juga untuk mengetahui profil fisika
kimia yang lengkap dari bahan yang tersedia, yaitu dengan diketahui stabilitas
suatu obat, maka dapat diketahui sifat fisika dan kimia dari obat tersebut.
Prosedur yang dilakukan pada pratikum kali ini antara lain, penyiapan
larutan dapar, pembuatan spektrum absorbsi dan kurva kalibrasi, membuat larutan
induk indometasin, pengujian stabilitas dengan metode uji stabilitas dipercepat
dan setelah itu baru dapat di tentukan waktu kadaluarsanya setelah menentukan
orde reaksi yang dipakai.

VII.1. Persiapan Awal Pengujian Stabilitas Larutan Indometasin


VII.1.1. Penyiapan Larutan Dapar
Pada saat penyiapan larutan dapar, dapar yang digunakan adalah dapar
fosfat yang dibuat dari campuran kalium dihidrogen fosfat dan larutan NaOH.
Larutan dapar (lebih tepatnya, dapar pH atau dapar ion hidrogen) adalah larutan
yang mengandung campuran asam lemah dan basa konjugatnya, atau sebaliknya.
Perubahan pH larutan ini sangat kecil, ketika (asam atau basa kuat ditambahkan
dalam jumlah sedikit atau sedang ke dalam larutan dapar. Oleh karena itu, larutan
ini berguna untuk mencegah perubahan pH larutan. Larutan dapar digunakan
untuk mempertahankan pH pada nilai tertentu dalam berbagai aplikasi kimia.
Kalium dihidrogen fosfat stabil jika dibawah kondisi ruangan standar
(suhu kamar), produk ini jika tercampur dengan oksidator kuat, basa atau asam
akan terjadi reaksi yang sangat hebat dan akan terurai dengan pemanasan kuat.
Natrium Hidroksida (NaOH) merupakan salah satu senyawa ion yang bersifat
basa kuat dan memiliki sifat korosif dan higroskopik (suka menyerap air) serta
tingkat kelarutan senyawa NaOH di dalam air cukup tinggi.

VII.1.2. Pembuatan Spektrum dan Kurva Kalibrasi

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 24 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

Dibuat larutan stok dengan cara melarutkan 100 mg Indometasin dalam 50


mL alkohol, karena Indometasin adalah senyawa non polar yang tidak larut air.
Larutan stok adalah larutan yang konsentrasinya dipekatkan atau ditinggikan.
Tujuan pembuatan larutan stok untuk menghindari penimbangan yang berulang-
ulang, larutan stok sebaiknya disimpan ditempat yang bersuhu rendah dan gelap.
Pada pembuatan larutan stok harus memperhatikan daya simpan larutan. Larutan
yang sudah mengalami pengendapan tidak dapat digunakan lagi, pengendapan
larutan stok umumnya terjadi bila kepekatan larutan terlalu tinggi. Oleh karena itu
pengendapan larutan dapat dihindari dengan membuat larutan yang tidak terlalu
pekat atau tidak menggunakan larutan campuran. Kemudian panjang gelombang
(λ) yang akan diukur adalah 320 nm yang mana adalah serapan maksimum
Indometasin. Rentang λ yang dimasukan pada spektrofotometer adalah 200-350
nm, karena apabila lebih dari atau kurang dari batas tersebut, pembacaan
absorbansinya akan lama.
Lalu ditentukan kurva kalibrasi. Pembuatan kurva kalibrasi atau kurva
standar bertujuan untuk mengetahui linieritas hubungan antara konsentrasi larutan
standar dengan absorbansinya, sehingga artinya konsentrasi semakin tinggi maka
absorbansi yang dihasilkan semakin tinggi, begitupun sebaliknya konsentrasi
semakin rendah absorbansi yang dihasilkan semakin rendah. Didalam pembuatan
kurva kalibrasi, digunakanlah hasil pengukuran absorbansi dari masing – masing
larutan standar yang telah dibuat dengan menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang maksimum, yaitu 320 nm. Spektrofotometer adalah suatu alat
untuk menganalisis suatu zat yang memiliki gugus kloroform (struktur senyawa
yang memiliki ikatan konjugasi). Spektrofotometer ini ada beberapa jenis, yang
digunakan pada praktikum ini adalah spektrofotometri UV-Vis, dimana
spektrofotometri UV-Vis menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber
cahaya UV dan sumber cahaya visible yaitu photodiode yang dilengkapi dengan
monokromator dan dapat digunakan baik untuk sampel berwarna juga untuk
sampel tak berwarna. Didalam pengukuran dengan menggunakan
spektrofotometer ini, digunakan kuvet yang terbuat dari kuarsa yang berbentuk
persegi panjang. Didalam pengukuran absorbansi ini, perlu dilakukan pembilasan

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 25 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

pada kuvet dengan larutan yang akan diukur dan pastikan bagian kuvet yang
berwarna bening dibersihkan dengan tisu kering dan jangan sampai tersentuh
dengan tangan karena hal tersebut dapat mempengaruhi absorbansi. Penyebab
kesalahan sistematik yang sering terjadi dalam analisis menggunakan
spektrofotometer adalah serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan
penggunaan blangko. Larutan blangko adalah larutan yang tidak mengandung
analit untuk dianalisis. Tujuan larutan blangko biasanya digunakan untuk kalibrasi
sebagai larutan pembanding dalam analisis fotometri. Larutan blangko dapat
dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
1. Kalibrasi blangko
Larutan yang digunakan untuk membuat titik nol konsentrasi dari grafik
kalibrasi larutan ini hanya berisi pengencer digunakan untuk membuat larutan
standar.
2. Reagen blangko
Larutan berisi reagen yang digunakan untuk melarutkan sampel, pembacaan
absorbansi untuk larutan ini biasanya dikurangi dari pembacaan sampel.
3. Metode blangko
Larutan yang diperlakukan sama dengan sampel, ditambah dengan reagen
yang sama mengalami kontak dengan alat yang sama dan diperlakukan dengan
prosedur yang sama.

VII.2. Penentuan stabilitas larutan Indometasin


Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui waktu kadaluarsa obat dengan
pengaruh suhu tinggi. Pengujian dilakukan dengan cara mengukur konsentrasi
Indometasin sisa dalam larutan pada waktu-waktu tertentu. Larutan Indometasin
yang diuji adalah larutan induk dengan konsentrasi 4,0 mg/ 100 mL.
Larutan induk Indometasin
Larutan induk adalah larutan baku kimia yang dibuat dengan kadar tinggi
dan akan digunakan untuk membuat larutan baku dengan kadar lebih rendah.
Larutan induk dibuat pada pH 8, karena pH optimum Indometasin adalah 8.
Uji stabilitas dipercepat

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 26 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

Uji stabilitas dipercepat bertujuan agar percobaan berlangsung cepat dan


untuk melihat kestabilan. Dimulai dengan larutan induk yang sudah dibuat
dimasukan kedalam 32 vial, dimasukan ke dalam oven dengan suhu 60 oC, 70oC,
dan 80oC tetapi dengan waktu pemanasan yang berbeda yaitu 10 menit, 30 menit,
60 menit, 90 menit, dan 120 menit dengan tujuan pemanasan, agar reaksi
penguraian berlangsung. Adapun tujuan dilakukan pada berbagai suhu 60 oC,
70oC, dan 80oC adalah dimaksudkan untuk membedakan atau mengetahui pada
suhu berapa obat dapat stabil dengan baik dan pada suhu berapa obat akan terurai
dengan cepat. Jika menggunakan suhu yang tinggi kita mampu mengetahui
penguraian obat dengan cepat. Sedangkan jika menggunakan suhu kamar dalam
pengujian maka butuh waktu yang lama untuk dapat terurai. Alasan menggunakan
suhu yang tinggi karena bila kita ingin mengetahui batas kestabilan suatu obat
(batas kadaluarsanya), maka obat harus disimpan pada jangka waktu yang lama
sampai obat tersebut berubah, hal ini tentu tidak bisa dilakukan karena
keterbatasan waktu, sehingga kita menggunakan suhu yang tinggi karena uji
kestabilan obat dapat dipercepat dengan menggunakan perubahan suhu atau
menggunakan suhu yang tinggi. Semakin tinggi suhunya maka akan semakin
cepat sediaan obat tersebut untuk terurai.
Kemudian setiap vial-vial yang sudah dilakukan pemanasan, diambil dan
ditempatkan dalam lemari es selama 5 menit dengan tujuan untuk menghentikan
reaksi penguraian. Vial-vial yang sudah di dinginkan di ukur serapannya
menggunakan spektrofotometer. Hasil rata-rata dari vial-vial yang sudah diukur
serapannya di hitung menggunakan nilai persamaan regreasi linier dari kurva
kalibrasi yaitu a 2,797; b -4648; r -0,9278
Hubungan paling sederhana antara dua variabel, yang keduanya tidak
memiliki ekspononen lain selain satu (persamaan pangkat satu), akan
menghasilkan garis lurus apabila diplot pada kertas grafik segi empat. Garis lurus
atau hubungan linear ini dinyatakan sebagai: y = a + bx. y adalah variabel terikat,
x adalah variabel bebas, dan a dan b adalah konstanta. Konstanta b adalah
kemiringan garis (slope); semakin besar harga b, semakin curam kemiringan garis.

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 27 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

Slope positif atau negatif, bergantung pada apakah garis miring ke kanan atas atau
ke kanan bawah.
Untuk menentukan orde reaksi yang akan dilakukan makan dipilih harga r
yang paling mendekati 1 atau -1 dari seluruh harga r orde reaksi yang telah di
regresikan. Tujuan dari perbedaan waktu pemanasan ini adalah untuk mengetahui
seberapa besar energi aktivasi yang diperlukan.
Dari hasil data pengamatan, dapat dilihat bahwa grafik tidak konstan atau
berubah-ubah. Seharusnya grafik konstan meningkat dengan adanya peningkatan
suhu. Hal ini dapat terjadi karena kesalahan dalam memipet, kelebihan kalibrasi
larutan Indometasin, dan pada saat vial dipanaskan dalam inkubasi tutup vial
terbuka sehingga larutan terkontaminasi dengan udara yang ada di dalam inkubasi.
Seluruh data konsentrasi pada berbagai orde reaksi telah di dapatkan.
Selanjutnya, data tersebut di regresikan dengan memasukan nilai t sebagai sumbu
y dan nilai konsentrasi pada berbagai suhu sebagai sumbu x agar didapat nilai a, b,
dan r untuk setiap suhu dan orde reaksi.
Metode pengujian stabilitas obat dengan kenaikan temperatur tidak dapat
diterapkan untuk semua jenis sediaan terutama untuk produk yang mengandung
bahan pensuspensi seperti metilselulosa yang menggumpal pada pemanasan,
protein yang mungkin didenaturasi, salep dan suppositoria yang yang meleleh
pada kondisi temperatur yang sedikit dinaikkan. Selain temperatur, stabilitas obat
dapat dipengaruhi juga oleh efek pengemasan dan penyimpanan. Sediaan berupa
larutan masa simpannya relatif lebih singkat dibandingkan dengan bentuk sediaan
padat, karena sediaan larutan mudah terurai dan bereaksi dengan keadaan
sekitarnya atau lingkungannya (suhu dan cahaya).

VII.3. Penentuan Waktu kadaluarsa Larutan Indometasin


Waktu kadaluarsa obat adalah waktu disaat obat tersebut hanya tinggal
90% yang terisa dan 10% nya sudah terurai. Pertama-tama untuk menentukan
orde reaksi penguraian adalah dengan melihat harga r, dan dipilih harga r yang
paling mendekati 1. Harga r yang memenuhi terdapat pada orde reaksi 0.

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 28 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

Setelah menentukan orde reaksi mana yang memenuhi ketentuan, dapat


dihitung Energi Aktivasi (Ea) nya. Energi Aktivasi adalah energi yang harus
dilampaui agar reaksi kimia dapat terjadi. Energi aktivasi bisa juga diartikan
sebagai energi minimum yang dibutuhkan agar reaksi kimia tertentu dapat terjadi,
dengan satuan kilo joule per mol. Energi Aktivasi dapat dihitung dengan
meregresikan nilai lnK sebagai sumbu y dan nilai (dalam kelvin) sebagai sumbu x.
Setelah di regresikan, didapat nilai a, b, dan r. Didapatkan hasil energi aktivasinya
sebesar 9235,576 kal/mol.
Setelah menghitung Energi Aktivasinya, ditentukan K pada suhu kamar
(25oC). Hasil K25 yang didapat adalah 2,7599 x 10-6. Nilai K25 ini dipakai dalam
perhitungan waktu kadaluarsa. Dalam perhitungan waktu kadaluarsa, C0 yang
digunakan adalah konsentrasi pada orde 0 suhu paling tinggi dan menit pertama.
Hal ini dikarenakan zat akan mudah bereaksi pada suhu tinggi. Ct yang didapat
adalah 0,01251 mg/mL. Setelah di dapatkan nilai Ct, waktu kadaluarsa dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan Arrhenius dan hasil yang didapat
adalah 8 jam 27 menit. Waktu tersebut adalah waktu dimana Indometasin
mengurai sebanyak 10% dan tersisa 90%. Jika suatu sediaan farmasi digunakan
ketika sudah terurai 10%, maka dapat menimbulkan efek toksik, dan juga efek
terapi yang tidak mengenai sasaran.

VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa stabilitas obat
dapat dipengaruhi oleh faktor kestabilan suatu zat yaitu faktor utama lingkungan
diantaranya temperatur, cahaya, kelembaban, oksigen dan faktor lain yang
mempengaruhi stabilitas adalah ukuran partikel, pH, kelarutan, mikroorganisme
dan bahan tambahan. Dari uji pembuatan spektrum absorbansi dan kurva kalibrasi
diketahui bahwa absorbansi semakin tinggi maka konsentrasi yang di hasilkan
tinggi, dan apabila absorbansi semakin rendah maka konsentrasi yang di hasilkan
rendah.
Energi aktivasi (EA) dapat di tentukan dengan cara mengamati perubahan
konsentrasi pada suhu tinggi dengan membandingkan dua harga konstanta

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 29 dari 30
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1440H/
2018

pengurai zat pada temperatur yang berbeda sehingga dapat ditentukkan energi
aktifasinya. Dengan demikian batas kadar kadaluarsa suatu sediaan farmasi dapat
di ketahui dengan tepat. Hasil dari percobaan yang di peroleh untuk waktu
kadaluarsa adalah 8 jam 27 menit. Dalam perhitungan ketetapan laju reaksi pada
suhu kamar, orde yang di pilih adalah orde 0. Setelah melakukan perhitungan
didapat nilai Energi Aktivasinya adalah 9235,576 kal/mol.

IX. DAFTAR PUSTAKA


Engel T, Reid P (2013) Physical Chemistry, 3rd Ed. Boston: Pearson
Fitrah, Muh., dkk (2012) Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Makasar: UIN
Alauddin Makasar
Joshita (2008) Obat – obat Untuk Paramedis. Jakarta: UI Press
House JE (2007) Principles of Chemical Kinetics, 2nd Edition. Burlington:
Elsevier
Helrich CS (2009) Modern Thermodynamics with Statistical Mechanics. Berlin:
Springer-Verlag
Kementrian Kesehata RI (2014) Farmakope Indonesia, edisi V. Jakarta:
Departemen Kesehatan
Loftsson T (2014) Drug Stability for Pharmaceutical Scientists.Amsterdam:
Elsevier
Rogers DW (2011) Concise Physical Chemistry. New Jersey: Wiley
Roman R (2008) Stability Kinetics. Dalam: Augsburger LL, Hoag SW (editor)
Pharmaceutical Dosage Forms: Tablets, 3rd Edition, Volume 1: Unit
Operations and Mechanical Properties. New York: Informa, pp. 485-517
Sinko PJ, Singh Y (2011) Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical
Science, 6th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi |


Fakultas MIPA – Unisba 30 dari 30

Anda mungkin juga menyukai