Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN

LIKUID DAN SEMISOLID (NON STERIL)


PERCOBAAN V
SALEP DAN GEL

Disusun Oleh:
Zahra Zerlina (10060317043)
Ghina Zulia R (10060317044)
Bella Khofila A (10060317045)
Gina Aulia (10060317046)
Silvi Adella M (10060317047)
Wildan Khaidir (10060317048)
Shift/Kelompok : B/I
Tanggal Praktikum : 14 Oktober 2019
Tanggal Laporan : 21 Oktober 2019
Asisten : Lia Octaviani D, S.Farm.

LABORATORIUM FARMASI UNIT E


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2019 M / 1441 H
PERCOBAAN V
SALEP DAN GEL

I. Teori Dasar
1.1 Salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep
yang cocok (F.I.ed III). Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain
kadar bahan obat dalm salep yang mengandung obat keras atau obat narkotik
adalah 10%. Salep dibuat dengan substansi berlemak seperti: Adeps lanae,
Vaselinum (Petrolatum) dan minyak mineral. Menurut pemikiran modern salep
adalah sediaan semi padat untuk pemakaiaan pada kulit dengan atau tanpa
penggosokkan. Oleh karena itu salep dapat terdiri dari substansi berminyak atau
terdiri dari emulsi lemak atau lilin yang mengandung air dalam proporsi yang
relative tinggi (Hydrophilic ointment). (Anief,1993)
Menurut Farmakope Indonesia Edisi 3, Salep adalah sediaan setengah
padat yang mudah dioleskan dan digunkan sebagai obat luar. Bahan obat harus
larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok.
Pemerian : tidak boleh berbau tengik
Kadar : kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat
keras atau obat narkotik, kadar bahan obat adalah 10%
Dasar salep : kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep digunakan
vaselin putih. Tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan pemakaian, dapat
dipilih salah satu bahan dasar salep berikut;
Dasar salep hidrokarbon vaselin putih, vaselin kuning atau campurannya
dengan malam putij, dengan malam kuning atau dengan senyawa karbon lain yang
cocok.
Dasar salep serap Lemak bulu domba campuran 3 bagian kolesterol. 3
bagian stearil alkohol, 8 bagian malam putih dan 8 bagian vaselin putih, campuran
30 bagian malam kuning dan 70 bagian minyak wijen
Homogenitas: jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan
lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.
Penandaan pada etiket harus juga tertera: “obat luar”
Salem kloramfenicol mengandung kloramfenicol C11H12Cl12N2O5 tidak
kurang dari 85% dan tidak lebih dari 105% dari jumlah yang tertera pada etiket.
(Depkes RI, 1979)
1.2 Gel
Gel merupakan sistem semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh
suatu cairan. Gel kadang – kadang disebut jeli. Jika massa gel terdiri dari jaringan
kecil yang terpisah, gel digolongkan sebagai sistem dua fase (misalnya Gel
Aluminium Hidroksida). Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase
terdispersi relatif besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma
(misalnya Magma Bentonit). Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik,
membentuk semi padat jika dibiarkan dan akan menjadi cair pada pengocokan, gel
fase tunggal dapat dibuat dari makro molekul sintetik (misalnya Karbomer) atau
dari gom alam (misalnya Tragakan). Sediaan tragakan disebut juga mucilago. Gel
dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal atau dimasukan ke
dalam lubang tubuh.
Ada 2 macam basis gel yaitu gel hidrofobik dan gel hidrofilik :
1. Gel hidrofobik (oleogel) adalah sediaan dengan basis yang biasanya
mengadung parafin cair dengan polietilen atau minyak lemak membentuk gel dan
silika koloidal atau aluminium atau sabung seng.
2. Gel hidrofilik (hidrogel) adalah sediaan dengan basis yang biasanya
mengandung air, gliserol atau propilen glikol membentuk gel dengan gelling agent
(pembentuk gel) yang sesuai seperti tragakan, pati, derivat selulosa, polimer
karboksivinil, dan magnesium-aluminium silikat.
Sifat / Karakteristik Gel (Lachman, 496 – 499):
Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah
inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain. Pemilihan bahan
pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang baik selama
penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan diberikan kekuatan atau daya
yang disebabkan oleh pengocokan dalam botol, pemerasan tube, atau selama
penggunaan topikal. Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan
penggunaan sediaan yang diharapkan.
Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau
BM besar dapat menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau digunakan).
Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga pembentukan
gel terjadi satelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh polimer seperti MC,
HPMC dapat terlarut hanya pada air yang dingin yang akan membentuk larutan
yang kental dan pada peningkatan suhu larutan tersebut akan membentuk gel.
Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh
pemanasan disebut thermogelation.
Gel merupakan sistem semipadat yang terdiri dari suspensi yang dibuat
dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi
oleh suatu cairan (Departemen Kesehatan RI, 1995).
Gel pada umumnya memiliki karakteristik yaitu strukturnya yang kaku.
Gel dapat berupa sediaan yang jernih atau buram, polar, atau non polar, dan
hidroalkoholik tergantung konstituennya. Gel biasanya terdiri dari gom alami
(tragacanth, guar, atau xanthan), bahan semisintetis (misal : methylcellulose,
carboxymethylcellulose, atau hydroxyethylcellulose), bahan sintetis (misal :
carbomer), atau clay (misal : silikat). Viskositas gel pada umumnya sebanding
dengan jumlah dan berat molekul bahan pengental yang ditambahkan.
Gel dapat dikelompokkan menjadi : lipophilic gels dan hydrophilic gels.
Lipophilic gels(oleogel) merupakan gel dengan basis yang terdiri dari parafin cair,
polietilen atau minyak lemak yang ditambah dengan silika koloid atau sabun-
sabun aluminium atau seng. Sedangkan hydrophylic gels, basisnya terbuat dari
air, gliserol atau propilen glikol, yang ditambah gelling agent seperti amilum,
turunan selulosa, carbomer dan magnesium-aluminum silikat (Gaur et al, 2008).
II. Data Preformulasi
2.1 Salep
2.1.1 Data Preformulasi Zat
2.1.1 Vaselin album (Vaselin putih)
Warna : putih kuning pucat
Bau : tidak berbau
Rasa : tidak berasa
Pemerian : masa lunak, lengket, sifat ini tetap setelah zat ini
dileburkan hingga dingin tanpa diaduk, berflorosensi
lemah.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol, larut
Dalam kloroform, dalam eter P, dan dalam eter minyak
tanah P, larutan kadang – kadang berfloresensi lemah.
Stabilitas :
 petrolatum stabil dengan bahan alam seperti komponen hidroskarbon.
 Mudah teroksidasi sehingga distabilkan denganantioksidan seperti
butilated hidroksianisole, butilated hidroksi toluene, atau alpha
tokoperol.
Inkompatibilitas : inkompatibilitas dengan bahan – bahan inert/ netral.
Sumber : Farmakope Indonesia IV hal 823
Handbook Of Pharmaceutical Exipient hal 421
2.1.2 Adeps lanae (lanolin)
Warna : kuning
Bau : khas
Rasa : tidak berasa
Pemerian : masa seperti lemak, lengket
Kelarutan : tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air kurang
lebih 2 kali beratnya, agak sukar larut dalam etanol dingin,
lebih larut dalam etanol panas, mudah larut dalam eter dan
dalam kloroform.
Bobot jenis : 0,932 – 0,945 g/cm3
Titik leleh : 238o C
Titik lebur : 45 – 55o C
Stabilitas : stabil dalam ruangan tertutup terhadap cahaya, dingin,
tempat kering, normal disimpan selama 2 tahun.
Inkompatibilitas : lanolin mungkin tertutup prooxidan, yang mana stabil
terhadap zat aktif.
Sumber : Farmakope Indonesia IV hal 57
Handbook Of pharmaceutical Exipient hal 333
2.1.3 Setil alcohol
Warna : putih
Bau : khas
Rasa : rasa lemah
Pemerian : granul
Kelarutan : larut dalam etanol (95%) dan eter, kelarutan meningkat
dengan meningkatnya suhu, praktis tidak larut dalam air
Bobot jenis : ≈0,81 g/cm3 at 500C
Stabilitas :
 Stabil dengan adnya asam, alkali, cahaya dan air
 Tidak tengik
 Baik di simpan dalam wadah tertutup rapat dan dalam tempat kering
Inkompatibilitas : Tidak bercampur dengan zat pengoksidasi kuat
Sumber : Handbook Of pharmaceutical Exipient hal 130-131
2.1.4 Propilen glikol
Warna :jernih, tidak berwarna
Rasa : Khas
Bau : Tidak berbau
Pemerian : Cairan kental, jernih tidak berwarna; rasa khas; praktis
tidak berbau; menyerap air pada udara lembab
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan
kloroform larut dalam eter dan dalam beberapa minyak
esensial; tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak
lemak
Titik leleh : 990oC
Titik didih : 1850-1890
Bobot jenis : antara 1,035 dan 1,037
Stabilitas :
 stabil pada suhu dingin dan tempat tertutup
 Higroskopis, harus di simpan dalam ruangan terlindung dari cahaya, di
simpan dalam tempat dingin, tertutup dan kering
Inkompatibilitas :Inkompatibel dengan reagen pengoksidasi seperti
potassium permangan
Sumber : Farmakope Indonesia IV hal 712
Handbook Of pharmaceutical Exipient hal 521-522
2.2 Gel
2.2.1 HPMC/Hydromellose
Pemerian : Serbuk granul berwarna putih atau putih cream, tidak
berasa dan tidak berbau
Kelarutan : Larut dalam air dingin, larut dalam bentuk koloidal
viskositas, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol (95%) P
dan eter tetapi larut dalam campuran etanol dan
diklorometan, metanol dan diklorometol.
Titik lebur : 190 - 200 oC
Bobot Jenis : 2208, 2906, dan 2910
pH larutan : 5,5 – 8,0
Stabilitas : merupakan material yang stabil walaupun higroskopis
sebelum dikeringkan. Stabil pada pH 5-11. Peningkatan
temperatur menurunkan kekentalan larutan, mengalami
perubahan dan padat menjadi gel pada pemanasan dan
pendinginan berturut-turut.
Inkompatibilitas : HPMC inkompatibel dengan beberapa agen pengoksidasi
karena HPMC bersifat nonionik, maka HPMC tidak akan
kompleks dengan garam-garam metal atau ion organik
dapat memperlambat kecepatan melarut.
Sumber : Handbook of pharmaceutical exipient hal : 297.

2.2.2 TEA
Pemerian : Serbuk halus, putih, sedikit berbau khas, higroskopis
Kelarutan : Sukar larut dalam air, dapat bercampur dengan
etanoldengan eter dan dengan air dingin
Inkompabilitas : Trietanolamina akan bereaksi dengan asam mineral untuk
membentuk kristal garam dan ester. Dengan asam lemak
lebih tinggi, trietanolamina membentuk garam yang larut
dalam air dan memiliki karakteristik sabun. Trietanolamina
juga akan bereaksi dengan tembaga untuk membentuk garam
kompleks. Trietanolamina dapat bereaksi dengan reagen seperti
tionil klorida untuk menggantikan gugus hidroksi
dengan halogen. Produk dari reaksi-reaksi ini sangat beracun,
menyerupai mustard nitrogen lainnya.
Titik didih : 335°C
Titik lebur : 208°C
Sumber : Farmakope Indonesia IV hal 1203
Handbook Of pharmaceutical Exipient hal 754

2.2.3 Karbopol
Pemerian : Serbuk halus, putih, sedikit berbau khas, higroskopis
Kelarutan : Setelah netralisasi dengan alkali hidroksida, atau amina
larut dalam air, dalam etanol, dan dalam gliserol
Fungsi : Gelling Base
Konsentrasi : 0,5- 2%
pH : 2,5 – 4,0 untuk 0,2% w/v system disperse
Sumber : Handbook Of pharmaceutical Exipient hal 111
2.2.4 Natrium Alginat
Pemerian : Serbuk warna putih/kuning kecoklatan
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol, kloroform.
Stabilitas : higroskopis meskipun dapat stabil pada kondisi
kelembapan relative dan suhu rendah, larutan sangat
stabil pada ph 4-10
Inkompatibilitas : Larutan aksidin, kristal violet, garam kalsium, logam
berat, dan etanol dalam konsentrasi besar.
Sumber : Handbook Of pharmaceutical Exipient hal 348

2.2.5 Aquadest
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa
Titik didih : 100oC
Titik lebur : 0 oC
pH : Pada 10 ml tambahkan 2 tetes larutan merah metil P, tidak
terjadi warna merah, pada 10 ml tambahkan 5 tetes larutan
biru bromotimol tidak terjadi warna biru
Stabilitas : Secara kimiawi, air stabil terhadap semua bentuk fisik
(es,cair,uap) dalam penyimpanannya, air dilindungi
terhadap kontaminasi ion dan organic dan juga dilindungi
terhadap masuknya fisik partikel asing dan mikroorganisme
Inkompatibilitas : Air dapat bereaksi dengan obat dan eksipient lain yang
rentan terhadap hidrolisis pada suhu kamar. Air dapat
bereaksi dengan logam alkali dan juga garam anhidrat dan
kalsium karbida.
Sumber : Dirjen POM, 1979 : 96
III. Alat dan Bahan
Alat Bahan

Botol 100 mL Aquadest

Batang pengaduk HPMC

Gelas kimia Karbopol 940

Gelas ukur Trietanolamin

Spatel Natrium Alginat

Erlenmeyer Vaselin album

Viskometer Kertas perkamen

matkan Propilenglikol

Corong Adeps lanae

Timbangan Setil alcohol

Cawan

Stirrer

IV. Prosedur
4.1.Salep
 Formula 1 (vaselin + Adeps lanae)
Semua bahan ditimbang lalu dimasukan sedikit vaselin untuk melapisi pori-
pori mortar, kemudian adeps lanae dimasukan kedalam mortar, digrtus sampai
homogen. Dan ditambahkan sisa vaselin album, digerus sampai homogeny
kemudian timbang sebanyak 20 g dan dimasukan kedalam pot salep.

 Formula 2 (vaselin + Propilenglikol)


Semua bahan ditimbang lalu dimasukan 19,8g vaselin dan 2,2 g PPG kedalam
mortar, kemudian adeps lanae dimasukan kedalam mortar, digrtus sampai
homogen. Dan digerus sampai homogen kemudian dimasukan kedalam pot
salep.

 Formula 3 (vaselin + Setil alcohol)


Semua bahan ditimbang lalu dimasukan 20,9g vaselin dan 1,1 g setil alcohol
kedalam cawan penguap dan dipanaskan sampai homogeny dalam penangas
air. Kemudian cawan penguap diangkat dari penangas air, dan dimasukan
kedalam mortir yang sebelumnya telah dipanasakan, lalu digerus sampai
homogeny. Dan digerus sampai homogen kemudian ditimbang dan dimasukan
kedalam pot salep
4.2.Gel
 Formula 1 (karbopol)
Karbopol ditimbang kemudian dikembangkan dengan air panas (21,34 mL)
dalam matkan kemudian distirer lalu ditambahkan TEA dan distirer sampai
terbentuk gel
 Formula 2 (HPMC)
HPMC dikembangkan dengan air didalam matkan kemudian distirer sampai
terbentuk gel lalu kemas
 Formula 3 (Na. Alginat)
Na. Alginat dikembangkan dengan air panas didalam matkan lalu distirer dan
kemudian dimasukan kedalam kemasan

5. Evaluasi Sediaan
 Organoleptis
Setelah dimasukan ke tabung sedimentasi, diamati warna,rasa, bau dari sediaan
 Homogenitas
Sediaan dioleskan tipis pada kaca objek atau bahan transparan lain yang cocok
lalu diamati, lapisan yang terbentuk harus menunjukan susunan yang homogen.
 Stabilitas
Dilakukan uji percepatan dengan :
a Sentrifugasi (Mekanik)
Cara pengujian : sediaan disentrifuga dengan kecepatan tinggi (+30000
RPM), lalu diamati adanya pemisahan atau tidak
b Manipulasi suhu (Termmik)
Cara pengujian : krim dioleskan pada kaca objek dan dipanaskan pada
suhu 30, 40,50, 60, dan 70oC. diamati dengan bantuan indikator, mulai
suhu berapa terjadi pemisahan. Makin tinggi suhu, krim makin stabil.
 Viskositas dan Rheologi
Uji viskositas dilakukan dengan cara rotor dipasang pada alat uji, diatur hingga
rotor tercelup dalam gel. Alat diaktifkan, skala yang ditunjukkan dibaca hingga
menunjukan angka yang stabil. ditentukan tipe aliran.

V. Perhitungan dan Penimbangan


5.1 Perhitungan
1. Salep
a. Formula 1
5
Adeps lanae 5 % = 100 𝑥 20𝑔 = 1𝑔
Vaselin album = 20 g – 1 g = 19 g

b. Formula 2
10
Propilenglikol 10% = 100 𝑥 20𝑔 = 2 𝑔
Vaselin album = 20 g – 2 g = 18 g

c. Formula 3
5
Setil alcohol 5% = 100 𝑥 20 𝑔 = 1 𝑔
Vaselin album = 20 g – 1g = 19 g

2. Gel
a. Formula 1
1,5
Carbopol 1,5 % = 100 𝑥 20𝑔 = 0,3𝑔
Aquadest = 20 g – 0,3 g = 19,7 mL
b. Formula 2
3
HPMC 3% = 100 𝑥 20𝑔 = 0,6 𝑔
Aquadest = 20 g – 0,6g = 19,4 mL

c. Formula 3
3
Na alginat 3% = 100 𝑥 20 𝑔 = 0,6 𝑔
Vaselin album = 20 g – 0,6g = 19,4 mL

5.2 Penimbangan
5.2.1. Salep

Nama zat Konsentrasi Untuk 20 gram


Adeps lanae 5% 1 gram
Vaselin formula 1 19 gram
Propilenglikol 10 % 2 gram
Vaselin formula 2 18 gram
Setil alkohol 5% 1 gram
Vaselin formula 3 19 ram

5.2.2. Gel
Nama zat Konsentrasi Untuk 20 gram
Carbopol 940 1,5 % 0,3 gram
Aquadest 19,7 mL
HPMC 3% 0,6 gram
Aquadest 19,4 mL
Na Alginat 3% 0,6 gram
Aquadest 19,4 mL
VI. Hasil pengamatan dan evaluasi
1. Salep
a. Hari ke 1
Formula Parameter yang diamati Gambar

Organoleptis

warna Bau Tekst Konsi sine


ur stensi resi
s
1 Kuning Ber +++ ++ _
( Adeps gading bau
lanae +
vaselin
album)

2 putih Tidak +++ ++ -


(propilen berba
gikol+ u
vaselin
album)

3 putih Tidak +++ +++ -


berba
( Setil
u
alkohol +
vaselin
album)
b. Hari ke 2
Formula Parameter yang diamati Gambar
Organoleptis
warna Bau Tek konsi siner
stur stensi esis
1 Kuning Ber +++ ++ _
( Adeps gading bau
lanae +
vaselin
album)

2 putih Tidak +++ ++ -


(propile berbau
ngikol+
vaselin
album)

3 putih Tidak +++ +++ -


berbau
( Setil
alkohol
+
vaselin
album)
a. Hari ke 3
Formula Parameter yang diamati Gambar

Organoleptis

warna Bau Teks Konsi siner


tur stensi esis

1 Kunin Ber +++ ++ _


g
( Adeps bau
lanae + gading
vaselin
album)

2 putih Tidak +++ ++ -


(propile berbau
ngikol+
vaselin
album)

3 putih Tidak +++ +++ -


berbau
( Setil
alkohol
+
vaselin
album)
Gel
a. Hari ke 1
Formula Parameter yang diamati Gambar
Organoleptis
warna Bau Tek Konsi siner
stur stensi esis
1 Tidak Tidak ++ +++ _
(carbopo berwar berbau
l + TEA na
)

2 Tidak Tidak ++ + -
(HPMC) berwar berbau
na

3 Putih berbau ++ ++ -
gading
( Na-
Alginat)
b. Hari ke 2
Formula Parameter yang diamati Gambar
Organoleptis
warna Bau Tek Konsi siner
stur stensi esis
1 Tidak Tidak ++ +++ _
(carbopo berwar berbau
l + TEA na
)

2 Tidak Tidak ++ + -
(HPMC) berwar berbau
na

3 Putih berbau ++ ++ -
gading
( Na-
Alginat)
c. Hari ke 3
Formula Parameter yang diamati Gambar
Organoleptis
warna Bau Tek Konsi siner
stur stensi esis
1 Tidak Tidak ++ +++ _
(carbopo berwar berbau
l + TEA na
)

2 Tidak Tidak ++ + -
(HPMC) berwar berbau
na

3 Putih berbau ++ ++ -
gading
( Na-
Alginat)
VII. Pembahasan

Salep

Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar
salep yang cocok (Depkes, 1979). Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali
dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau
obat narkotik adalah 10% (Moh Anief, 1997).

Pada praktikum salep ini, dibuat 3 sediaan salep. Dengan formula 1 yaitu
vaselin dan adeps lanae 5%, formula 2 yaitu vaselin dan PPG 10%, serta formula
3 yaitu vaselin dan setil alkohol 5%. Pada praktikum kali ini tidak digunakan
suatu zat aktif melainkan hanya basis salep. Tetapi setiap formula memiliki fungsi
pengabungannya masing-masing. Setelah itu dilakukan evaluasi sediaan pada
setiap formula. Pada pengamatan evaluasi ini, bertujuan untuk menguji bahwa
sediaan yang telah dibuat sudah memenuhi persyaratan serta untuk mengetahui
karakteristik dan sifat dari sediaan salep tersebut. Beberapa tahap evaluasi seperti
organoleptik (warna, bau, tekstur), konsistensi, dan homogenitas.

Evaluasi yang pertama yaitu organoleptik dimana evaluasi ini meliputi


warna, bau dan konsistensi. Prinsip dari pengamatan organoleptik ini yaitu
menggunakan pancaindera yaitu mata dimana untuk melihat perubahan warna
sediaan yang dibuat dan melihat konsistensi sediaan dan hidung untuk membaui
sediaan agar diketahui sediaan mempunyai bau khas atau tidak berbau. Kemudian
konsistensi sediaan diperhatikan sediaan agak semisolid (+), semisolid (++), dan
padat (+++). Pengamatan evaluasi selanjutnya yaitu homogenitas. Tujuan
dilakukannya evaluasi homogenitas adalah untuk menjamin distribusi zat aktif
maupun zat tambahan yang homogen pada suatu sediaan. Hal yang dilakukan
untuk mengamatinya yaitu dengan mengoleskan sedikit sediaan yang dibuat ke
dalam kaca arloji dan mengoleskannya di tangan.
Pada formula 1 setelah masing masing bahan ditimbang kemudian kedua
bahan yaitu vaselin dan adeps lanae di gabungkan dalam satu mortar tanpa adanya
pemanasan, hal tersebut disebabkan karena vaselin dan adeps lanae sudah dalam
satu fasa yang sama yaitu fasa minyak. Fungsi pengabungan vaselin dana deps
lanae ini yaitu Vaseline yang merupakan dasar salep hidrokarbon dengan
kemampuan menyerap air sebanyak 5% dan dapat digunakan sebagai emollient
atau melembapkan kulit yang dapat bertahan pada kulit dalam waktu yang lama.
Sedangkan adeps lanae merupakan basis salep absorpsi dengan kandungan air
sebanyak 25%, basis salep ini juga dapat digunakan sebagai emollient atau
melembapkan kulit dan dapat juga digunakan untuk pencampuran larutan berair
ke dalam larutan berlemak, dimana larutan berair mula-mula dapat diabsorpsi ke
dalam dasar salep absorpsi, kemudian campuran ini dengan mudah dicampurkan
ke dalam dasar salep berlemak (Ansel, 2005), sehingga dengan kombinasi dasar
basis salep dengan jenis yang berbeda akan menghasilkan suatu sediaan salep
yang baik. Dapat disimpulkan pengabungan vasline dan adeps lanae ini berfungsi
sebagai emollient atau melembapkan kulit. Kemudian dilakukan evaluasi sediaan
yang terdiri dari organoleptis (warna, bau, dan tekstur), konsistensi, dan
homogenitas. Formula 1 mendapatkan hasil yaitu sediaan berwarna putih gading
dikarenakan warna dari adeps lanae merupakan warna kuning, kemudian bau dari
sediaan berbau hal tersebut karena adeps lanae memiliki bau yang khas seperti
pada data preformulasi. Kemudian tekstur dari sediaan selama 3 hari bertekstur
sangat halus karena vaselin dan adeps tidak ada yang berfasa padat. Kemudian
sediaan salep dengan formula 1 ini memiliki konsistensi semisolid selama 3 hari
berturut turut, dan ketika diamati 3 hari secara berturut turut sediaan masih sangat
homogen. Karena sediaan dengan formula 1 ini masih stabil dalam 3 hari berturut
turut maka sediaan sudah baik untuk menjadi basis salep.

Kemudian, pada formula 2 yaitu vaselin dengan PPG 10%. Pada formula 2
ini, kedua bahan langsung dimasukan ke dalam mortar dan digerus hingga
homogen. Hal tersebut dikarenakan propilenglikol (PPG) memiliki stabilitas yang
tidak tahan terhadap pemanasan, jika dilakukan pemanasan akan teroksidasi dan
dapat menghasilkan produk seperti propanolaldehid, asam laktat, dan asam
piruvat. Penggabungan vaselin dan PPG ini memiliki fungsi yaitu vaselin
memiliki fungsi sebagai emo emollient atau melembapkan kulit yang dapat
bertahan pada kulit dalam waktu yang lama seperti yang sudah dijelaskan pada
formula 1, sedangkan PPG termasuk ke dalam golongan dasar salep dapat dicuci
dengan air dan propilenglikol merupakan komposisi dasar salep dari emulsi tipe
M/A yaitu vanishing cream (Anief, 1997). Salep dapat dicuci dengan air
digolongkan berdasarkan efek terapetiknya, salep ini tergolong ke dalam salep
yang mempunya efek permukaan yaitu yang akan membentuk lapisan film di
permukaan kulit yang memiliki fungsi diantaranya yaitu untuk menutup kulit dan
sebagai proteksi. Dasar salep yang digunakan pada efek permukaan ini adalah
dasar salep senyawa hidrokarbon yaitu Vaseline (Syamsuni, 2006). Kemudian
dilakukan evaluasi sediaan yang terdiri dari organoleptis (warna, bau, dan tekstur),
konsistensi, dan homogenitas. Formula 2 mendapatkan hasil yaitu sediaan tidak
berbau dan juga berwarna putih, terjadi karena vaselin berwarna putih dan tidak
berbau, sedangkan PPG tidak memiliki warna dan juga tidak memiliki bau khas,
itu sebabnya sediaan ini berwarna putih dan juga tidak memiliki bau khas. Sediaan
ini memiliki konsistensi yang sangat halus terjadi karena kedua bahan sebelumnya
sudah satu fasa sehingga tidak akan terbentuk serbuk-serbuk. Sedangkan untuk
sediaan ini memiliki konsistensi semisolid, dan sediaan yang dihasilkan setelah 3
hari berturut-turut tidak ada perubahan yaitu tetap sangat homogen. Hal tersebut
menandakan bahwa sediaan sudah baik untuk menjadi basis salep.

Dan pada formula 3 yaitu pada vaselin dan setil alkohol 5%. Setelah
masing masing bahan ditimbang kemudian masing-masing bahan dilebur hingga
70o. Setelah terlebur bahan baru dimasukan kedalam mortar yang sebelumnya
telah diteteskan beberapa tetes alkohol dan dipanaskan dengan api. Hal ini
bertujuan agar saat hasil peleburan dimasukkan ke dalam mortar, setil alkohol
tidak terjadi perubahan bentuk menjadi padat kembali. Jika mortar yang
digunakan tidak panas maka terjadi perubahan suhu yang sangat drastis dan dapat
menyebabkan setil alkohol kembali memadat. Mortar tidak boleh terlalu panas
karena akan membutuhkan waktu terbentuknya massa salep. Peleburan dilakukan
karena kedua bahan tidak dalam satu fasa yang sama yaitu vaselin memiliki fasa
semisolid sedangkan setil alkohol memiliki fasa yang padat sehingga peleburan
bertujuan untuk membuat bahan menjadi satu fasa yang sama. Setelah bahan
dalam satu fasa yang sama kemudian di gerus dalam mortar seingga terbentuk
massa salep. Setelah terbentuk salep kemudian dimasukan ke dalam pot salep
yang kemudian di evaluasi sediaan tersebut. Fungsi setil alkohol pada formula ini
bertujuan sebagai meningkatkan viskositas sediaan dan untuk memperbaiki
konsistensi sediaan. Evaluasi sediaan salep dengan formula 3 mendapatkan hasil
yaitu sediaan tidak berbau dan berwarna putih. Hal tersebut dikarenakan vaselin
dan setil alkohol berwarna putih juga dan tidak memiliki bau khas. Sediaan ini
selama 3 hari berturut-turut menghasilkan tekstur yang sangat halus. Hal tersebut
terjadi karena senyawa sudah bercampur secara homogen. Konsistensi dari
sediaan ini sangat padat hal ini terjadi karena formula ini ditambahkan setil
alkohol yang memiliki fungsi memperbaiki konsistensi sediaan sehingga sediaan
memiliki konsistensi yang padat. Sehingga setelah 3 hari pengamatan sediaan ini
masih berkonsistensi padat dan juga sangat homogen. Oleh karena itu pada
sediaan sudah baik untuk menjadi basis salep.

Formula umum salep yaitu terdiri dari zat aktif, basis, dan zat tambahan.
Zat aktif dapat ditambahkan ataupun tidak sesuai dengan khasiat salep yang akan
dibuat. Sehingga usulan formula sebagai berikut:

R/ Vaseline Album 20,9

Setil Alkohol 1,1

Asam sitrat 0,3%

Untuk salep 20 gr

Usulan formula diatas tidak mengunakan zat aktif melainkan hanya basis salep.
Vaseline ditambahkan sebagai basis dari salep, sedangkan setil alkohol
ditambahkan sebagai bahan untuk memperbaiki konsistensi sediaan, dan
ditambahkan asam sitrat sebagai antioksidan yang berfungsi agar salep tidak
tengik dikarenakan komponen minyak pada sediaan salep mudah teroksidasi. Jika
basis formula yang ditambahan yaitu basis air maka ditambahkan pengawet
sebagai antimikroba. Dan juga jika formula terdapat zat aktif sebaiknya
menggunakan peningkat penetrasi untuk meningkatkan absorpsi bahan aktif
melalui kulit contohnya propilenglikol, etanol, tween, dan lain-lain.

Berikut merupakan keuntungan dan kekurangan dari sediaan salep (Ansel,


2005):

Keuntungan:

1. Dapat diatur daya penetrasu dengan modifikasi basisnya


2. Kontak sediaan dengan kulit lebih lama
3. Lebih sedikit mengandung air sehingga sullit ditumbuhi bakteri
4. Lebih mudah digunakan tanpa alat bantu

Kekurangan:
1. Terjadi tengik terutama untuk sediaan dengan basis lemak tak jenuh
2. Terbentuk kristal atau keluarnya fase padat dari basisnya
3. Terjadi perubahan warna
4. Lengket
7.1 Gel
VIII. Kesimpulan
IX. DAFTAR PUSTAKA
Anief, Muhammad. (1997). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : UGM Press.
Ansel, Howard C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta :
UI Press.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(1995). Formularium Nasional


Edisi. Kedua. Jakarta: Depkes RI.

Direktoran Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. (1979). Farmakope Indonesia


Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Direktoran Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. (1995). Farmakope Indonesia


Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Lahman. L, dkk. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi III. Jakarta :
UI Press.

Rowe, R.C., Sheckes, D.J and Quinn, M.C., (2009). Handbook of


Pharmaceutical Exipient 6th Edition. Pharmaceutical Press Pharmacist
Associatio, London.

Anda mungkin juga menyukai