= 6,148 g
25,6121 𝑔
Rendemen ekstrak = 𝑥 100%
300 𝑔
= 8,54 %
PEMBAHASAN
Ekstraksi padat cair atau leaching merupakan metode pemisahan satu atau
beberapa komponen (solute) dari campurannya dalam padatan yang tidak dapat larut
(inert) dengan menggunakan pelarut (solvent) berupa cairan (Treybal, R. E., 1980)
Dikarenakan pada tahap awal tujuan ekstraksinya adalah menarik sebuah senyawa dari
simplisia maka ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi padat cair dimana pada
percobaan ini simplisia dilarutkan dengan pelarut sehingga senyawa dapat tertarik
keluar simplisia.
Ekstraksi cara dingin Pada metode ini tidak dilakukan pemanasan selama
proses ekstraksi berlangsung dengan tujuan agar senyawa yang diinginkan tidak
menjadi rusak. Beberapa jenis metode ekstraksi cara dingin yaitu: maserasi dan
perkolasi
Ekstraksi cara panas Pada metode ini melibatkan pemanasan selama proses
ekstraksi berlangsung. Adanya panas secara otomatis akan mempercepat proses
ekstraksi dibandingkan dengan cara dingin. Beberapa jenis metode ekstraksi
cara panas adalah refluks dan soxhlet (Sarker, S.D., et al, 2006).
Pada percobaan kali ini digunakan metode ekstraksi cara panas yaitu dengan
menggunakan soxhlet. Dilakukan cara panas ini dikarenakan senyawa yang diingikan
dalam simplisia temulawak ini termostabil (tahan terhadap pemanasan) sehingga
dengan adanya pemanasan ini dapat mempercepat penarikan senyawa karena pelarut
menjadi mudah masuk ke dalam sel dan menarik keluar sel. Suhu Secara umum akan
mempengaruhi ekstraksi yaitu suhu akan mempengaruhi kelarutan senyawa tahan
panas maka kelarutan senyawa akan meningkat sehingga semaki banyak senyawa yang
terekstraksi (Fellows, 2000: 98).
Soxhlet atau yang biasa disebut ekstraksi berkesinambungan. Pada soxhlet ini
pelarut secara konsisten menetes pada simplisia. Pertama-tama rimpang temulawak
dirajam terlebih dahulu sampai menjadi serbuk. Hal ini dilakukan untuk mempercepat
ekstraksi dimana jika ukuran partikel simplisia lebih kecil luas permukaan lebih besar
sehingga semakin banyak dan luas partikel yang kontak dengan pelarut. . Ukuran
partikel berpengaruh pada luas permukaan, semakin kecil ukuran partikel maka
semakin besar luas permukaan kontak antara padatan dan pelarut sehingga kecepatan
ekstraksi lebih besar. (Fellows, 2000:98). Setelah dirajam simplisia dimasukan
kedalam selongsong sedemikian rupa dan tinggi selongsong tidak boleh melebihi pipa
sifon karena dapat mempengaruhi kesetimbangan pergerakan eluen yang telah terelusi
keluar dari pipa sifon, dimana jika tinggi sampel melebihi kertas saring (pipa sifon),
maka eluen hasil elusi akan keluar melalui pipa aliran uap yang berada diatas sampel,
bukan keluar melalui pipa sifon. . Pipa vapor berfungsi sebagai perhitungan siklus, bila
pada sifon larutannya penuh kemudian jatuh ke labu alas bulat maka hal ini dinamakan
siklus 1.
Dalam memilih pelarut yang akan dipakai harus diperhatikan sifat kandungan
kimia (metabolit sekunder) yang akan diekstraksi. Senyawa polar lebih mudah larut
dalam pelarut polar, dan senyawa non polar akan lebih mudah larut dalam pelarut non
polar (Ditjen POM, 1995). Pelarut yang dipilih adalah etanol karena bersifat universal
sehingga senyawa dengan tingkat kepolaran yang berbeda (non polar, semi polar,
polar) dapat tertarik semua dengan etanol.
Pada soxhlet berbeda dengan refluks dimana alat soxhlet, letak pelarut dan
simplisia ini ditempat yang berbeda. Pelarut yaitu etanol berada pada labu bundar
sedangkan simplisia dibungkus dengan selonsong dan berada pada pipa sifon. Setelah
itu etanol ditambahkan batu didih yang digunakan untuk mencegah terjadinya letupan
pada proses pemanasan. Hal ini karena batu didih memiliki pori-pori yang besar
sehingga bisa menurunkan energi yang berasal dari molekul zat cair dan membantu
proses penangkapan udara pada larutan dan melepaskannya ke permukaan larutan yang
ditandai dengan timbulnya gelembung-gelembung kecil pada batu didih.
Aliran air dan pemanas dijalankan hingga terjadi proses ekstraksi dimana pada
saat pelarut telah mendidih, maka uapnya akan melalui pipa samping lalu naik ke
kondensor. Kondensor berfungsi sebagai pendingin dan juga untuk mempercepat
proses pengembunan sehingga uap akan didinginkan sehingga uap mengembun dan
menjadi tetesan- tetesan cairan yang akan menetes turun ke selongsong dan membasahi
simplisia. Tetesan – tetesan uap air cairan penyari ini akan ditampung di dalam
selongsong hingga suatu ketika ekstrak mencapai ketinggian ujung sifon sehingga
pelarut ini akan turun kembali ke dalam wadah pelarut secara cepat. Proses ini berulang
hingga penyarian yang dilakukan sempurna dalam hal ini, cairan penyari yang pada
awalnya berwarna, di dalam pipa sifon sudah tidak berwarna lagi atau jika cairan
penyari pada awalnya memang tidak berwarna (Ditjen POM, 1986).
Pada soxhletasi terjadi penyarian secara terus menerus sehingga penyarian lebih
sempurna dengan memakai pelarut yang relatif sedikit. Jika penyarian telah selesai
maka pelarutnya diuapkan dan sisanya adalah zat yang tersari. Biasanya pelarut yang
digunakan adalah pelarut yang mudah menguap atau mempunyai titik didih yang
rendah sehingga pemilihan etanol sesuai karena etanol memiliki volabilitas atau
kemudahan menguap/titik didihnya cukup rendah.
Setelah didapat ekstrak cair, ekstrak tersebut dipekatkan dengan cara evaporasi
dengan alat rotary vacuum evaporator. Tujuan pemekatan ini adalah untuk
menguapkan pelarut sehingga yang tersisa hanya senyawa hasil ekstraksi. Dimana
digunakan alat ini karena dapat menguapkan dengan cepat. Pada rotary vacuum
evaporator terdapat pompa vakum yang menyebabkan tekanan pada labu bundar
sangat rendah sehingga pelarut akan menguap lebih rendah daripada titik didihnya.
Selain itu terdapat rotary yang akan memutar labu bundar akibatnya seluruh bagian
labu bundar akan terkena panas merata sehingga pelarut akan menguap dengan
sempurna di seluruh bagian.
Hasil ekstrak hasil evaporator yang didapatkan adalah 25,6121 g dengan
rendemen sebanyak 8,54 %. Jumlah ekstrak yang dihasilkan sedikit dapat terjadi karena
suhu pemanasan yang kurang tinggi, waktu penggunaan soxhlet hanya sedikit, siklus
yang tercapai hanya 14 siklus sehingga memungkinkan belum senyawa belum tertarik
secara sempurna. Pada proses ekstraksi akan terjadi kejenuhan pada pelarut sehingga
pelarut tidak dapat menarik linarut, untuk itu diperlukan penggantian pelarut agar
linarut dapat terekstraksi sempurna. Semakin besar perbandingan pelarut dan linarut
maka akan semakin banyak linarut yang terekstraksi. (Fellows, 2000: 98).
Perbandingan pelarut dan linarut yang digunakan padapraktikum kali ini adalah 1:3
perbedaan perbandingan yang kecil sehingga semakin sedikit linarut yang terekstraksi.
Hasil dari proses rotary evaporator ini adalah padatan berwarna coklat dimana padatan
ini merupakan ekstrak temulawak yang telah mengring. Adapun alasan penggunaan
rotary evaporator ini adalah karena keamanannya, mengingat pelarut yang digunakan
adalah etanol yaitu pelarut yang jika menguap akan menghasilkan gas yang berbahaya.
Dengan rotary evaporator ini, gas berbahaya yang dihasilkan dari diklorometana tidak
akan dibebaskan keudara melainkan terperangkap didalam rotary evaporator itu
sendiri, sehigga penggunaan metode ini bisa lebih aman.
DAPUS
Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan
Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Treybal, Robert E. (1981). “Mass Transfer Operations”. 3th edition New York: Mc
Graw Hill Inc.
Sarker S.D., Latif Z., dan Gray A.I., 2006, Nat-ural products isolation. In: Sarker SD,
Latif Z, & Gray AI, editors. Natural Products Isolation. 2nd ed. Totowa (New Jersey).
Humana Press Inc. 18: 6-10.