Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bidang farmasi merupakan suatu ilmu yang mempelajari cara mencampur
bahan dengan bahan lain dan atau dengan pelarut, meracik, memformulasi suatu
sediaan farmasi (baik berupa sediaan padat, sediaan cair, sediaan semi padat
maupun sediaan steril), melakukan pengujian pada bahan dasar obat dan
pengujian akhir sediaan, mengidentifikasi, menganalisis, serta menstandarkan
obat dan pengobatan juga sifat-sifat obat beserta pendistribusian dan
penggunaannya secara aman.
Dalam pembuatan suatu sediaan yang aman dan stabil sehingga sesuai
dengan waktu pertama kali dibuat maka bahan formulasi yang akan digunakan
harus baik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk membuat sediaan farmasi
adalah stabilitas dari obat tersebut agar pada saat sampai ke tangan masyarakat
masih dalam keadaan yang sesuai serta keamaanan dan kenyamanan masih terjaga
sesuai dengan standar.
Stabilitas sediaan farmasi merupakan salah satu kriteria yang sangat penting
untuk suatu hasil produksi yang baik. Stabilitas merupakan kemampuan suatu
produk untuk mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar sama dengan yang
dimilikinya saat dibuat dalam batasan yang ditetapkan sepanjang periode
penyimpanan dan penggunaan.
Ketidakstabilan produk obat dapat mengakibatkan terjadinya penurunan
sampai dengan hilangnya khasiat obat, obat dapat berubah menjadi toksik yang
akibatnya merugikan bagi si pemakai. Ketidakstabilan suatu sediaan farmasi dapat
dideteksi melalui perubahan sifat fisika, kimia serta penampilan dari suatu sediaan
farmasi. Besarnya perubahan kimia sediaan farmasi ditentukan dari laju
penguraian obat melalui hubungan antara kadar obat dengan waktu, atau
berdasarkan derajat degradasi dari suatu obat yang jika dipandang dari segi kimia,
stabilitas obat dapat diketahui dari ada atau tidaknya penurunan kadar selama
penyimpanan.

1
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam
membuat suatu sediaan obat. Hal ini penting mengingat suatu sediaan obat
biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan memerlukan waktu yang lama
untuk sampai ke tangan pasien yang membutuhkan. Oleh karena itu perlu
diketahui oleh seorang farmasis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
kestabilan suatu zat sehingga dapat disesuaikan suatu kondisi dimana kestabilan
obat yang tepat.
Berdasarkan penjelasan di atas betapa pentingnya kita mengetahui pada
keadaan yang bagaimana suatu obat tersebut aman dapat bertahan lama, sehingga
obat tersebut dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama tanapa menurunkan
khasiat dari obat tersebut.
Mengingat pentingnya stabilitas obat, maka dilakukanlah praktikum
farmasi fisika ini untuk melihat pengaruh suhu terhadap kestabilan obat
paracetamol.
1.1 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.1.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud dari praktikum ini agar mahasiswa dapat mengetahui dan
memahami tingkat reaksi penguraian suatu zat, mengetahui faktor suhu dan waktu
kestabilan obat, usia simpan suatu zat dan penggunaan data kinetika kimia untuk
memperkirakan stabilitas suatu obat.
1.1.2 Tujuan Percobaan
1. Mengetahui dan memahami tingkat reaksi penguraian suatu zat
2. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan obat
3. Menentukan usia simpan suatu zat
4. Menggunakan data kinetika kimia untuk memperkirakan stabilitas obat.
1.3 Prinsip Percobaan
Penentuan kestabilan paracetamol dengan menentukan waktu paruh, dan
lama penyimpanan, yang dipengaruhi oleh dua suhu yang berbeda yaitu 50oC dan
60oC, menggunakan spektofotometri Uv- Vis dengan panjang gelombang
paracetamol 247 µm.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian
Stabilitas obat adalah suatu pengertian yang mencakup masalah kadar
obatyang berkhasiat. Batas kadar obat yang masih tersisa 90 % tidak dapat lagi
ataudisebut sebagai sub standar waktu diperlukan hingga tinggal 90 % disebut
umurobat (Muhlisin, 2012).
Stabilitas kimia suatu obat adalah lamanya waktu suatu obat untuk
mempertahankan integritas kimia dan potensinya seperti yang tercantum pada
etiket, dalam batas batas yang ditentukan oleh united stated pharmacope (Imam,
2015).
Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan zat obat atau produk obat
untuk tetap di dalam spesifikasi yang dibentuk untuk menjaga identitas kekuatan
dan kualitas juga kemurnian melalui luar tes tes ulang atau berakhirnya masa
datang (Aulton,2003).
Stabilitas diartikan bahwa obat (bahan obat, sediaan obat) disimpan dalam
kondisi penyimpanan dan pengangkutannya tidak menunjukan perubahan sama
sekali atau berubah dalam batas-batas yang diperoleh (Voight,1995)
2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kestabilan Obat
Kestabilan dari suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam
membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal itu penting mengingat sediaannya
biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan juga memrlukan waktu yang
lama untuk sampai ketangan pasien yang membutuhkannya. Obat yang disimpan
dalam jangka waktu yang lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan
hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat membahayakan jiwa
pasien. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
kestabilan suatu zat hingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat
tersebut optimum (Depkes RI, 1979).

3
Faktor faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu obat menurut Imam
(2012), yaitu sebagai berikut:
1. Profil sifat fisika dan kimia pada sediaan yang dibuat (termasuk eksipien
dalam sistem kemasan yang digunakan untuk formulasi sediaan )
2. Faktor faktor lingkungan seperti suhu , kelembaban udara, cahaya yang
dapat menginduksi, atau mempercepat jalannya reaksi, oksigen yang
merupakan senyawa yang memegang peranan penting dalam reaksi
oksidasi, pH dapat mempengaruhi tingkat dekomposisi obat, Karbon
dioksida (turunan pH larutan), air (hidrolisa).
2.1.3 Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Penentuan Suatu Zat Secara
Kinetika Kimia
Menurut Muhlisin (2012), Hal-hal yang penting diperhatikan dalam
penentuan kestabilan suatu zat dengan cara kinetika kimia adalah:
a. Kecepatan reakasi
Banyaknya konsentrasi suatu zat yang dapat berubah menjadi zat lain
dalam setiap satuan waktu.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi
1. Sifat dan keadaan zat, pada umumnya reaksi senyawa ionik lebih cepat
daripada reaksi senyawa kovalen.
2. Konsentrasi zat yang bereaksi, makin besar konsentrasi zat-zat yang
bereaksi, maka reaksi berlangsung makin cepat.
3. Temperatur, pada umumnya bila suhu suatu reaksi dinaikan sebesar 100C,
laju reaksinya bertambah dua kali.
4. Katalisator, zat yang dapat mempercepat atau memperlambat jalannya
suatu reaksi tanpa mengubah hasil reaksi.
c. Tingkat reaksi dan cara penentuannya
Orde reaksi tidak dapat ditentukan dari bentuk persamaan reaksi, orde
reaksi hanya dapat ditentukan dari hasil eksperimen dengan cara
mengubah-ubah variabel tekanan atau molaritas.

4
2.1.4 Kestabilan Secara Fisika
Menurut Ansel (1985), kestabilan secara fisika terdiri dari terdiri dari
beberapa perubahan yaitu sebagai berikut:
a. Perubahan struktur kristal
Banyak bahan obat menunjukkan sifat polimorf artinya mereka
berkemampuan untuk muncul dalam modifikasi yang berlainan. Selama
penyimpanan dapat berlangsung perubahan polimorf, yang disebabkan perubhan
lingkungan dalam sediaan obat yang tidak dapat dilihat secara orgaleptik, tetapi
umumnya menyebabkan perubahan dalam sikap pelepasan dan sikap
rebsorbsinya.
b. Perubahan keadaan distribusi
Melalui efektivitas gravitasi pada cairan sistem berfase banyak
memungkinkan terjadi munculnya pemisahan, yang mula-mula terasakan hanya
sebagai pergeseran tingkat dispersitas yang dapat dilihat secara mikroskopis,
tetapi dalam stadium yang lebih maju dapat juga dilihat secara makroskopis
sebagai sedimentasi atau pengapungan.
c. Perubahan konsistensi dan agregat
Sediaan obat semi padat seperti salep dan pasta selama penyimpanannya
seringkali mengeras kemudian yang dalam kasus ekstrim mengarahnya pada suatu
kerugian daya penerapannya
d. Perubahan perbandingan kelarutan
Pada sistem dispersi monokuler misalnya larutan bahan obat dapat
menyebabkanterlampauinya produk kelarutan, dengan demikian terjadi pemisahan
(pengendapan) dari bahan terlarut melampaui perubahan konsentrasi yang
disebabkan oleh penguapan bahan pelarut atau melalui perubahan suhu.
e. Perubahan perbandingan hidratasi
Melalui pengambilan atau pelepasan dari cairan perbandingan hidratasi
senyawa dipengaruhi dan denggan demikian menentukan sifat. Contoh yang jelas
nyata adalah pencairan atau menjadi kotornya ekstrak disebabkan oleh
higroskopisitas yang besar dari sediaan ini.

5
2.1.5 Jenis-Jenis Stabilitas
Menurut Muhlisin (2015), Jenis-jenis kestabilan yang umum dikenal
meliputi:
a. Stabilitas fisika Meliputi penampilan, konsistensi, warna, aroma, rasa,
kekerasan, kerapuhan, kelarutan, pengendapan, perubahan berat, adanya
uap, bentuk dan ukuran partikel.
b. Stabilitas kimia Meliputi degradasi formulasi bentuk, kehilangan potensi
(bahan aktif), kehilangan bahan bahan tambahan (pengawet, antioksidan,
dll).
c. Stabilitas mikrobiologi Meliputi perkembangbiakan mikroorganisme pada
sediaan non steril, sterilisasi dan perubahan efektifitas pengawet.
d. Stabilitas terapi meliputi efek terapi tidak berubah
e. Stabilitas toksikologi.
2.1.6 Orde Reaksi
Untuk menetapkan stabilitas kimia suatu obat .laju reaksi dan orde reaksi
harus diteliti. Dalam suatu larutan,terkenal suatu istilah masa kadaluarsa atau
shelf life (waktu simpan). Shelf life adalah periode penggunaan dan penyimpanan
yaitu waktu dimana suatu produk tetap memenuhi spesifikasinya jika disimpan
dalam wadahnya yang sesuai dengan kondisi penjualan di pasar ( Joshita, 2008).
Pada pembuatan obat harus diketahui waktu paro suatu obat. Waktu paro
suatu obat dapat memberikan gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran kecepatan
terurainya obat atau kecepatan degradasi kimiawinya. Panas, asam-asam,
alkalialkali, oksigen, cahaya, kelembaban dan faktor-faktor lain dapat
menyebabkan rusaknya obat. Mekanisme degradasi dapat disebabkan oleh
pecahnya suatu ikatan, pergantian spesies, atau perpindahan atom-atom dan ion-
ion jika dua molekul bertabrakan dalam tabung reaksi (Iman, 2012).
Stabilitas obat perlu diuji untuk memberikan bukti tentang mutu suatu
bahan dan atau produk obta yang berubah seiring waktu di bawah pengaruh
faktor faktor lingkungan seperti suhu , kelembaban, dan cahaya. Selain itu, tujuan
uji tersebut adalah untuk menetapkan suatu periode uji ulang untuk bahan obat

6
tersebut atau masa edar untuk produk obat dan kondisi penyimpanan yang
direkomendasikan (Watsonm, 2009).
Stabilitas berkaitan erat dengan laju reaksi dan orde reaksi. Proses laju
merupakan hal dasar yang perlu bagi setiaporang dengan kaitan bidang
kefarmasian mulai dari pengusaha obat sampai pasien. Beberapa prinsip dan
proses laju yang berkaitan dimasukkan ke dalam rantai peristiwa ini menurut
Connors (1979):
1. Kestabilan dan tidak tercampurkan
2. Disolusi
3. Proses adsorpsi
Menurut Leon (1994), pada tingkat molekular Efek yang tidak diinginkan
dan ktidakstabilan produk farmasi adalah:
1. Hilangnya zat aktif
2. Naiknya konsentrasi zat aktif
3. BA berubah
4. Hilangnya keseragaman kandungan
5. Menurunnya status mikrobiologis
6. Hilangnya elegansi produk dan “Patient acceptability”
7. Pembentukan hasil urai yang toksik
8. Hilangnya kekedapan kemasan
9. Menurunnya kualitas label
10. Modifikasi faktor hubungan fungsional
2.1.7 Metode Penentuan Orde Reaksi
Orde reaksi dapat ditentukan dengan beberapa metode menurut Martin
(1983), diantaranya:
1. Metode substitusi
Data yang terkumpul dari hasil pengamatan jalannya suatu
reaksidisubstitusikan ke dalam bentuk integral dari persamaan berbagai orde
reaksi. Jikapersamaan itu menghasilkan harga K yang tetap konstan dalam batas-
batas variasipercobaan, maka reaksi dianggap berjalan sesuai dengan orde
tersebut.

7
2. Metode grafik
Plot data dalam bentuk grafik dapat digunakan untuk mengetahui orde
reaksitersebut. Jika konsentrasi di plot terhadap t dan didapat garis lurus, reaksi
adalahorde nol. Reaksi dikatakan orde pertama bila log (a-x) terhadap t
menghasilkangaris lurus. Suatu reaksi orde kedua akan memberikan garis lurus
bila 1/ (a-x)diplot terhadap t (jika konsentrasi mula-mula sama). Jika plot 1 /(a-x)²
terhadap tmenghasilkan garis lurus dengan seluruh reaktan sama
konsentrasi mula-mulanya,reaksi adalah orde ketiga.
3. Metode waktu paruh
Dalam reaksi orde nol, waktu paruh sebanding dengan konsentrasi awal,
Waktu paruh reaksi orde pertama tidak bergantung pada a; waktu paruh
untukreaksi orde kedua, dimana a = b sebanding dengan 1/a dari dalam reaksi
ordeketiga, dimana a = b = c, sebanding dengan 1/a². Umumnya berhubungan
antarhasil di atas memperlihatkan waktu paruh suatu reaksi dengan konsentrasi
seluruhreaktan sama.
2.1.8 Prinsip dan proses laju reaksi
Menurut Leon (1994), Beberapa prinsip dan proses laju yang berkaitan
dimaksudkan dalam rantai peristiwa ini :
1. Kestabilan dan tak tercakup proses laju umumnya adalah suatu yang
menyebabkan ketidak aktifan obat melalui penguraian obat, atau melalui
hilangnya khasiat obat karena perubahan bentuk fisik dan kimia yang
kurang diinginkan dari obat tersebut.
2. Disolusi, disini yang diperhatikan terutama kecepatan berubahnya obat
dalambentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan molekular.
3. Proses absorbsi, distribusi, dan eliminasi beberapa proses berkaitan dengan
laju absorbsi obat ke dalam tubuh, laju distribusi obat dalam tubuh dan laju
pengeluaran obat setelah proses distribusi dengan berbagai faktor, seperti
metabolisme, penyimpanan dalam organ tubuh lemak, dan melalui jalur-
jalurpenglepasan.
4. Kerja obat pada tingkat molekular obat dapat dibuat dalam bentuk yang
tepat dengan menganggap timbulnya respon dari obat merupakan suatu

8
proses laju.Konstanta K yang ada dalam hukum laju yang digabung
dengan reaksielementer, disebut konstanta laju spesifik untuk reaksi
itu.
2.2 Uraian Bahan
1. Alkohol (Dirjen POM, 1979; Rowe, 2009)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Alkohol, etanol, ethyl alkohol
Rumus Molekul : C2H5OH
Berat Molekul : 46.07 gr/mol
Rumus Struktur :
H H
H C C OH
H H

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan


mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah
terbakar dan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan
dalam eter P.
Khasiat : Antiseptik (menghambat pertumbuhan bakteri pada
jaringan hidup), desinfektan (membunuh atau
menghambat pertumbuhan bakteri pada jaringan
mati).
Kegunaan : Sebagai zat pelarut dan sebagai pensteril alat.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terhindar dari cahaya,
ditempat sejuk jauh dari nyala api.

9
2. Paracetamol ( Ditjen POM, 1979 )
Nama Resmi : Asetaminophenum
Nama lain : Parasetamol, asetaminofen
Rumus molekul : C8H9NO2
Berat molekul : 151,16
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa
pahit
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95
%)P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian
gliserol P dandalam 9 bagian propilenglikol P; larut
dalam larutan alkalihidroksida.
Rumus struktur : OH

NHCOCH3
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
Kegunaan : Sebagai sampel.

10
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Farmasi Fisika dengan judul percobaan “Stabilitas Obat”
dilaksanakan pada hari tanggal sabtu, 01 Desembar 2018, pukul 07.00-10.00 di
Laboratorium Tehnologi Farmasi, Jurusan Farmai, Fakultas Olahraga dan
Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Praktikum kali ini alat yang digunaka terdiri dari batang pengaduk, gelas
ukur 100 ml, gelas kimia, limpang dan alu, pipet, kuvet, vial kecil sebanyak 4, vial
besar sebanyak 4, oven, neraca analitik , sendok tanduk dan spektrofotometri UV-
VIS.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada saat praktikum adalah alkohol 70%,
aluminium foil, paracetamol dan tissue.
3.3 Prosedur Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat dengan alkohol 70%
3. Dibuat pengenceran alkohol sebanyak 1000 pp, 100 ppm, 1 ppm, 2 ppm, 3
ppm dan 4 ppm
4. Ditimbang paracetamol sebanyak 0,01 gr
5. Dilarutkan paracetamol 0,01 gr dalam alkohol sebanyak 10 ml
6. Diambil 1 ml dari pengenceran 1000 ppm larutan parecetamol untuk
pengenceran 100 ppm dengan alkohol sebanyak 10 ml
7. Diambil 0,2 ml dari pengenceran 100 ppm untuk dimasukkan kedalam vial 1
dengan alkohol 20 ml sebagai pengenceran 1 ppm
8. Diambil 0,4 ml dari pengenceran 100 ppm dan dimasukkan kedalam vial 2
dengan alkohol 20 ml sebagai pengenceran 2 ppm
9. Diambil 0,6 ml dari pengenceran 100 ppm dan dimasukkan kedalam vial 3
sebagai pengenceran 3 ppm

11
10. Diambil 0,8 ml dari pengenceran 100 ppm dan dimasukkan kedalam vial 4
sebagai pengenceran 4 ppm
11. Diukur nilai absorbansi menggunakan spektrofotometri uv-vis dari ke-4
sampel
12. Dicatat nilai absorbansinya yang mencapai 012-018 absorbansi
spektrofotometri UV-VIS
13. Didapatkan nilai absorbansi tertinggi pada 3 ppm
14. Dibagi larutan 3 ppm kedalam 4 botol vial
15. Dimasukkan sampel dalam botol vial kedalam oven bersuhu 50oC dan 60oC
masing-masing 2 botol vial selama 10 menit dan 20 menit
16. Dihitung kembali nila absorbansinya setelah dimasukkan dalam oven
17. Dicatat hasil yang diperoleh.

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
a. Pembuatan larutan standar
Diketahui : M1 : 1000.000 ppm
V1 : 10 mL
M2 : 10,000 ppm

10,000 ppm M1 x V1 = M2 x V2
1000.000 x X = 1000 x 10 mL
100000
X =
1000.000
X = 0,01 gr
x
` 100 ppm x 1000 = 100 ppm
10 ml
x = 1 ml
1ppm 100 ppm . x = 1 ppm x 20 ml
20
x =
100
x = 0,2 ml
2ppm 100 ppm . x = 2 ppm x 20 ml
40
x =
100
x = 0,4 ml
3ppm 100 ppm . x = 3 ppm x 20 ml
60
x =
100
x = 0,6 ml
4ppm 100 ppm . x = 4 ppm x 20 ml
80
x =
100
x = 0,8 ml

13
b. Kurva baku
Kadar Paracetamol
No Absorbansi
(ppm)
A = 0,127
1 1 0,128
b = -0,0023
2 2 0,107
r = -0, r = 183
3 3 0,141
4 4 0,109

0.16
0.14
0.12
Konsentrasi (M)

0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
1 2 3 4
Waktu (menit)

c. Data
Suhu
Waktu (Menit)
50oC 60oC
10 0,132 0,121
20 0,120 0,119
d. Perhitungan
1. Untuk Suhu 50oC
a. Menit 10
Y = a + bx
0,132 = 0,127 + (-0,0023)x
0,132-0,127 = -0,0023 x

14
0,005 = -0,0023x
0,005
X =
-0,0023
X = -2,1739
b. Menit 20
Y = a + bx
0,120 = 0,127 + (-0,0023)x
0,120-0,127 = -0,0023x
-0,007 = -0,0023x
X = 3,0435
2. Untuk Suhu 60oC
a. Menit 10
Y = a + bx
0,121 = 0,127 + (-0,0023)x
0,121-0,127 = -0,0023x
-0,006 = -0,0023x
X = 2,6087
b. Menit 20
Y = a + bx
0,119 = 0,127 + (-0,0023)x
0,119-0,127 = -0,0023x
-0,008 = -0,0023x
X = 3,4783
e. Perhitungan konsentrasi Paracetamol
Suhu
Waktu (Menit)
50oC 60oC

10 -2,1739 2,6097

20 3,0435 3,4783

15
f. Perhitungan koefisien korelasi
1. Untuk suhu 50oC
Waktu Konsentrasi
Log C 1/C
(menit) (C)

10 -2,1739 -0,3372 -0,4600

20 3,0435 0,4834 0,3286

2. Untuk suhu 60 oC
Waktu Konsentrasi
Log C 1/C
(menit) (C)

10 2,6087 0,4164 0,3833

20 3,4783 0,5414 0,2875

g. Perhitungan orde reaksi


1. Suhu 30oC
Orde Regresi Hasil
A -7,3913

0 B 0,52147

R 1

A -3,7179

1 B 0,33807

R 1

A -1,2486

2 B 0,07886

r 1

16
2. Suhu 60oC
Orde Regresi Hasil
A 1,7391

0 B 0,08696

r 1

A 0,2914

1 B 0,0125

r 1

A 0,4791

2 B -0,0096

R -1

h. Orde Koefisien Korelasi (r)


Suhu
Orde
50o 60o
0 1 1
1 1 1
2 1 -1
i. Penentuan nilai mutlak K
Suhu B K

50oC 0,33807 0,33807

60 oC 0,0125 0,0125

j. Penentuan Nilai K pada Suhu 25oC dan Usia Simpan


Keterangan:
Suhu (oK) = 273 + Suhu (oC)
a. Untuk suhu 25oC
= 273 + 25
= 298oK

17
b. Untuk suhu 50 o C
= 273 + 50
= 323oK
c. Untuk suhu 60oC
=273 +60
= 333oK
Untuk nilai 1/T (x)
d. Untuk suhu 25oC
1
=
298
= 0,003355
e. Untuk suhu 50oC
1
=
323
= 0,003095
f. Untuk suhu 60oC
1
=
333

= 0,003003
Suhu Suhu 0K 1/T (x) 10-3 K Log K
30 303 3300 0,00012 -3921
25 383 3350 1,862×10-55 2,69 x 10-56
60 339 3003 -0,007 1,155
Perhitungan untuk suhu 250C Pada orde 1 :
Log K = Log A – Ea (Regresikan x dan log K)
a = -10,6145
b = 3538,80
r =1
Y = a + bx
Y = -10,6145 + (3538,80 x 0,003355)

18
Y = -10,6145 +(11,8726)
Y = 1,2581
Y = Log K
K = Antilog Y
= 18,1175
g. Perhitungan paruh waktu
1) Orde Satu
0,693
t½ =
K
0,693
t½ =
18,1175
= 0,03825
= 38,25 x 10-2

Waktu lama penyimpanan :


0,105
t90 =
K
0,105
t90 =
18,1175
= 5,795 x 10-3
4.2 Pembahasan
Stabilitas obat menurut Connors (1986), dapat didefinisikan sebagai
derajat degradasi suatu obat dipandang dari segi kimia. Stabilitas obat sendiri
dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama proses penyimpanan.
Biasanya proses penurunan kadar ini terjadi karena adanya proses penguraian
yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan salah sayunya adlaah suhu.
Pada praktikum ini dilakukan percobaan stabilitas obat yang bertujuan untuk
menentukan tingkat reaksi penguraian suatu zat, menerangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kestabilan obat, menentukan usia simpan suatu zat, serta
menggunakan data kinetika kimia untuk memperkirakan kestabilan suatu zat.
Dilakukan pembersihan alat menggunakan alkohol 70%. Menurut Katzung
(2001), tujuan penggunaan alkohol ini sebagai antiseptik untuk menghilangkan

19
mikroorganisme pada alat. Pada praktikum ini digunakan sampel paracetamol
dengan menggunakan pelarut alkohol 70% karena menurut Dirjen POM (1979),
Parcetamol Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol, dalam 13 bagian
aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P; larut
dalam larutan alkali hidroksida. Dalam hal ini paracetamol lebih mudah larut
dalam alkohol.
Dilakukan pengenceran alkohol sebanyak 1000 ppm, 100 ppm,1 ppm, 2
ppm,3 ppm, 4 ppm karena alat yang akan digunakan adalah spektrofotometer UV-
VIS yang terbaca di alat ini sekitar 1 ppm -10 ppm. Menurut pecsok (1976),
konsentrasi larutan yang dapat terbaca oleh spektrofotometer UV-VIS adalah 1
ppm sampai 10 ppm.
Digerus paracetamol hingga halus. Ditimbang paracetamol sebanyak 0,01
gr. Menurut Depkes RI (1995), Paracetamol merupakan sediaan padat yang
diindikasikan sebagai anti nyeri. Dilartukan paracetamol sebanyak 0,01 gr dalam
alkohol 10 ml pada pengenceran 1000 ppm. Diambil 1 ml dari pengenceran 1000
ppm larutan paracetamol dan diencerkan dengan 10 ml aquadest dalam gelas
kimia sebagai pengenceran 100 ppm. Diambil 0,2 ml larutan 100 ppm ke dalam
botol vial besar dan dilarutkan dengan 20 ml alkohol sebagai 1 ppm. Diambil 0,4
ml larutan 100 ppm ke dalam botol vial besar dan dilarutkan dengan 20 ml
alkohol sebagai 2 ppm. Diambil 0,6 ml larutan 100 ppm ke dalam botol vial besar
dan dilarutkan dengan 20 ml alkohol sebagai 3 ppm. Diambil 0,8 ml larutan 100
ppm ke dalam botol vial besar dan dilarutkan dengan 20 ml alkohol sebagai 4
ppm.
Diukur nilai absorbansi menggunakan spektrofotometri UV-VIS dari ke 4
sampel. Menurut Harjadi, (1990), spektrofotometer adalah suatu alat yang
digunakan untuk menentukan suatu senyawa baik secara kuantitatif maupun
kualitatif dengan mengukur transmitan ataupun absorban dari suatu sampel
sebagai konsentrasi, atau definisi sederhananya spektrofotometer adalah alat
pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsrobsikan. Proses ini
disebut sebagai sprektrofotometri dimana spektrofotometri adalah suatu metode
analisis untuk mengukur konsentrasi suatu senyawa bedasarkan kemampuan

20
senyawa tersebut mengabsorbsi berkas cahaya atau sinar. Pengukuran dilakukan
pada panjang gelombang paracetamol yaitu 244 nm. Menurut Maffal (2011),
dikatakan bahwa panjang gelombang paracetamol adalah 244 nm.
Setelah diukur nilai absorban di ambil larutan dengan konsentrasi 3 ppm dan
dibagi dalam 4 botol vial kecil dan diletakkan pada suhu 50°C dan 60°C. Suhu
adalah faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu obat. Menurut Alifa
(2012), suhu yang tinggi dapat mempengaruhi semua reaksi kimia. Kenaikan suhu
akan menyebabkan stabilitas obat menjadi berkurang dan akhirnya menyebabkan
penurunan dari kadar suatu obat tersebut. Adapun tujuan dilakukan pada berbagai
suhu adalah dimaksudkan untuk membedakan atau mengetahui pada suhu berapa
obat dapat stabil dengan baik dan pada suhu berapa obat akan terurai dengan
cepat. Jika menggunakan suhu yang tinggi kita mampu mengetahui penguraian
obat dengan cepat. Sedangkan jika menggunakan suhu ruang dalam pengujian
maka butuh waktu yang lama untuk dapat terurai (Lacy, 2009).
Alasan menggunakan suhu yang tinggi karena bila kita ingin mengetahui
batas kestabilan suatu obat (batas kadaluarsanya), maka obat harus disimpan pada
jangka waktu yang lama sampai obat tersebut berubah, hal ini tentu tidak bisa
dilakukan karena keterbatasan waktu, sehingga kita menggunakan suhu yang
tinggi karena uji kestabilan obat dapat dipercepat dengan menggunakan perubahan
suhu atau menggunakan suhu yang tinggi. Semakin tinggi suhunya maka akan
semakin cepat bahan obat tersebut untuk terurai (Lund, 1994).
Menurut iskandar (2014), bahwa setiap peningkatan suhu maka nilai rata-
rata kadar semakin menurun dengan laju peruraian obat yang dapat meningkatkan
seiring dengan meningkatnya suhu. Dapat disimpulkan bahwa suhu dapat
mempengaruhi stabilitas obat paracetamol, hasil larutan paracetamol pada suhu
500C selama 10 menit adalah 0,132 nm dan waktu 20 menit 0,120 nm. Sedangkan
nilai absorbansi pada suhu 600C pada waktu 10 menit adalah 0,121 nm, dan dan
waktu 20 menit 0,119 nm.
Pada percoban kali ini, hubungan koefisien kolerasi dengan hasil yang
didapatkan yaitu, dari perhitungan koefisien kolerasi kita dapat menentukan orde
reaksi dengan cara meregresikan antara waktu dan konsentrasi (C) untuk mencari

21
orde reaksi 0, dan untuk mencari orde reaksi 1 yaitu meregresikan antara waktu
dan log C, pada orde reaksi 2 regresikan antara waktu dan I/C pada masing-
masing suhu. Dalam hal ini hasil yang didapatkan pada penentuan orde reaksi,
mengikuti orde reaksi ke 1 yang akan dipakai untuk penentun nilai mutlak K,
untuk mencari nilai B didapatkan dari peritungan orde reaksi 1, yang selanjutnya
dilanjutkan dengan penentuan nilai K pada suu 250C dan usia simpan.
Perhitungan waktu paruh didapatkan hasil Waktu paruh (T/2) adalah 38,25
x 10-2 menit dan T90 atau lama penyimpanan obat paraetamol adalah adalah
5,7905 × 10-3/ jam. Menurut Sinko dan Singh (2011), Waktu paruh (half life)
adalah waktu yang diperlukan untuk kehilangan setengah dari kadar awal suatu
reaktan, atau dengan kata lain waktu yang diperlukan [A] menjadi ½[A]. Masa
simpan (shelf life) adalah waktu yang diperlukan untuk kehilangan 10% bahan,
atau dengan kata lain waktu yang diperlukan untuk penurunan [A] menjadi 90%
dari kadar awalnya, 0,9[A]. Untuk sediaan farmasi, shelf life, yang juga disebut
masa daluarsa, adalah durasi waktu produk obat masih memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan, dalam kondisi penyimpanan sesuai yang disebutkan pada label wadah.
Adapun kemungkinan kesalahan pada parktikum ini yaitu kurang telitinya
praktikan saat mengambil sampel paracetamol yang akan di baca oleh
spektrofotometer. Dan saat pembacaan pada spektrofotometer penggunaan kuvet
yang kurang steril sehingga mengganggu pembacaan nilai absorbansi sampel pada
spektrofotometer.

22
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Panjang gelombang dari paracetamol pada suhu 500C selama 10 menit adala
h0,132 nm dan 0,120 nm selama 20 menit. Pada suhu 600C selama 10 menit
adalah 0,121 nm dan 0,119 nm selama 20 menit.
2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas obat adalah suhu,
pengaruh cahaya, kelembaban udara, pengaruh konsanta dielektrik,
pengaruh teknis, oksigen, dan PH.
3. Usia simpan dari paracetamol 5,795 x 10-3 jam.
4. Menggunakan data kinetika kimia dalam hal ini dengan menggunakan
spektrofotometer UV-VIS untuk menentukan kestabilan obat dari
paracetamol pada suhu 500C dan 600C pada waktu 10 menit dan 20 menit.
Hasil larutan paracetamol pada suhu 500C selama 10 menit adalah 0,132 µm
dan waktu 20 menit 0,120 µm. Sedangkan nilai absorbansi pada suhu 600C
pada waktu 10 menit adalah 0,121 µm, dan dan waktu 20 menit 0,119 µm.
5.2 Saran
5.2.1 Jurusan
Diharapkan untuk dapat menambah jumlah alat-alat lab agar praktikum
lebih aktif.
5.2.2 Laboratorium
Diharapkan adanya penambahan sarana dan prasarana laboratorium agar
lebih lengkap sehingga jalannya praktikum dapat terlaksana dengan baik dan
sesuai dengan yang diinginkan.
5.2.3 Asisten
Diharapkan agar kerjasama antara asisten dengan praktikan lebih
ditingkatkan dengan banyak memberi wawasan tentang praktikum ini.

23
24

Anda mungkin juga menyukai