Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh :
Kelompok 3 / Shift C
Ega Utami (10060316155)
Panji Nurhadiansyah (10060316156)
Syifa Moraliesky (10060316157)
Dina Kurniawati (10060316158)
Berliana Angelina (10060316159)
Lina Lathifah (10060316163)
I. Tujuan
1.1. Tujuan Praktikum
Dapat memahami dan melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif
sediaan farmasi dengan metode Spektrofotometri UV-sinar tampak.
1.2. Tujuan Percobaan
1. Melakukan analisis kualitatif zat aktif dalam sediaan farmasi dengan
metode spektrofotometri UV-sinar tampak.
2. Melakukan analisis kuantitatif zat aktif dalam sediaan farmasi dengan
metode spektrofotometri UV-sinar tampak.
3. Menyimpulkan mutu sediaan farmasi dengan data spektrum UV-sinar
tampak dan hasil penetapan kadar zat aktif.
Dalam percobaan ini digunakan obat asetosal dan asam salisilat. Aspirin (ASP)
yang secara kimia disebut asam 2-asetoksibenzoat dan digunakan sebagai analgetik,
antipiretik, antiinflamasi, dan zat anti-trombosit (D. Vijay, dkk, 2012). Asetosal atau
aspirin (USAN), juga dikenal sebagai asam asetilsalisilat merupakan obat golongan
salisilat, sering digunakan sebagai analgetik untuk menghilangkan rasa sakit, sebagai
antipiretik untuk mengurangi demam, dan sebagai pengobatan antiinflamasi. Aspirin
juga dapat mengecilkan pembuluh darah sehingga meningkatkan tekanan darah (R. S.
Murthy, dkk, 2012).
Aspirin merupakan nama lain dari asam asetil salisilat yang memiliki peranan
sangat besar dalam bidang farmasi yaitu sebagai obat yang berkhasiat anti piretik dan
analgenik. Senyawa aspirin ini tidak terdapat dalam keadaan bebas di alam, jadi untuk
memperolehnya perlu sintesa. Sintesa adalah reaksi kimia antara dua zat atau lebih
untuk membentuk suatu senyawa baru. Sintesis senyawa organik adalah sintesis teknik
preparasi senyawa yang dapat dianggap sebagai seni, salah satu senyawa organik yang
dapat disentesis adalah aspirin. Aspirin atau asetosal atau asam asetilsalisilat adalah
turunan dari senyawa asam salisilat yang diperoleh dari simplisia tumbuhan Cortex
salicis (Baysinger, 2004).
Aspirin adalah salah satu jenis obat yang paling dikenal. Aspirin adalah obat
pertama yang dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat diperdagangkan dalam
bentuk bubuk(puyer). Obat anti radang bukan steroid atau yang lazim dinamakan non
streroidal anti inflammatory drugs (NSAIDs) atau anti inflamasi non steroid (OAINS)
adalah golongan obat yang bekerja terutama di perifer yang berfungsi sebagai analgesik
(pereda nyeri), antipirektik (penurun panas) dan antiinflamasi (anti radang). Obat asam
asetil salisilat (aspirin) ini mulai digunakan pertama kalinya untuk pengobatan
simptomatis penyakit-penyakit rematik pada tahun 1899 sebagai obat anti radang
bukan steroid sintetik dengan kerja antiradang yang kuat. (Dannhardt dan Laufer,
2000).
3.2. Spektrofotometri
a. Spektrofotometer Visible
b. Spektrofotometer UV
c. Spektrofometer IR
d. Spektrofotometri UV-Visible
1. Single-beam instrument
2. Double-beam instrument
Double-beam dibuat untuk digunakan pada panjang gelombang 190 sampai 750
nm.Double-beam instrument dimana mempunyai dua sinar yang dibentuk oleh
potongan cermin yang berbentuk V yang disebut pemecah sinar. Sinar pertama
melewati larutan blangko dan sinar kedua secara serentak melewati sampel,
mencocokkan foto detektor yang keluar menjelaskan perbandingan yang ditetapkan
secara elektronik dan ditunjukkan oleh alat pembaca (Skoog, DA, 1996).
III. MSDS
3.1 NaOH
- Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping, kering, rapuh
dan mudah meleleh basah. Sangat alkalis dan korosif. Segera menyerap CO2.
- Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan etanol (95%).
- BM : 40,00 G/MOL
- TL/ TD : 318oC/ 1390oC
(Dirjen POM, 2014: 912)
Alat: Bahan:
1. Batang pengaduk 1. Aquadest
2. Gelas kimia 2. Baku pembanding asam salisilat
3. Hot plate dan aspirin dari industri Farmasi
4. Labu ukur 3. FeCl3 0,02 M
5. Pipet 4. NaOH 1 M
6. Pipet volume 5. Sediaan farmasi yang
7. Spatel mengandung aspirin
8. Timbangan analitik
9. Spektrofotometer Shimadzu UV
Mini-1240/Thermo Genesys 10
UV.
V. Prosedur Percobaan
1. Larutan standar
Ditimbang dengan seksama 160 mg baku pembanding asam salisilat
kemudian dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Lalu dicatat jumlah asam
salisilat yang ditimbang. Selanjutnya ditambahkan 5 mL NaOH 1,0 N.
Selanjutnya labu tersebut ditempatkan di atas hot plate. Campuran tersebut
dipanaskan selama 5 menit secara perlahan sambil diaduk dengan batang
pengaduk, hingga padatan larut sempurna. Setelah itu, larutan tersebut
didinginkan terlebih dahulu. Larutan kemudian dipindahkan ke dalam labu takar
100 ml. larutan kemudian diencerkan dengan aquadest hingga tanda batas.
Larutan yang diperoleh adalah larutan stok baku pembanding. Kemudian dipipet
masing-masing 0.5; 0,4; 0,3; 0,2; dam 0,1 mL larutan stok baku pembanding ke
dalam labu takar 10 mL. lalu diencerkan dengan larutan FeCl3 0,02 M.
selanjutnya diukur absorbansi masing-masing larutan standar pada panjang
gelombang 530 nm. Pengukuran dimulai dari larutan yang paling encer.
Sebelumnya kuvet dibilas sebelum diisi dengan larutan standar sebelumnya.
Digunakan FeCl3 sebagai blanko.
2. Larutan Uji
Diserbukkan 5 tablet aspirin yang dijual di pasaran. Lalu ditimbang serbuk
tersebut setara dengan 160 mg aspirin. Kemudian dibuat pengenceran larutan stok
ASA, dengan memipet 0,3 mL larutan stok ASA ke dalam labu takar 10 mL.
Kemudian diencerkan dengan menggunakan larutan FeCl3 0,02 M hingga tanda
batas. (adanya pengikat dan penghancur pada formula tablet akan membuat
larutan awal menjadi keruh. Namun, hal ini akan hilang pada saat pengenceran
dengan larutan FeCl3). Selanjutnya diukur dan dicatat absorbansi dari larutan
tersebut dengan panjang gelombang 530 nm. Setelah itu, ditentukan kadar aspirin
dalam tablet aspirin dengan menggunakan persamaan regresi linear yang didapat
dari kurva kalibrasi (dengan memperhatikan pengencerannya).
VI. Hasil Pengamatan
6.1 Data Pengamatan
6.1.1 Tabel Pengamatan
Tabel 1. Nilai Absorbansi Maksimum Larutan Standar
Larutan Standar
Konsentrasi
Absorbansi
(ppm)
16,01 0,158
32,02 0,335
48,03 0,516
64,04 0,644
80,05 0,840
Larutan Uji
Konsentrasi
Absorbansi
(ppm)
70,646 0,735
6.1.2 Grafik
6.2 Perhitungan
6.2.1 Larutan Standar
a) Penetapan Konsentrasi
Diketahui:
Berat baku standar asam salisilat yang ditimbang = 160,1 mg
Volume = 100 mL = 0,1 L
30 𝑚𝑔
Konsentrasi Larutan = = 1601 𝑝𝑝𝑚
0,1 𝐿
b) Seri Pengenceran
V1 x M1 = V2 x M2
0,1 mL x 1601 ppm = 10 mL x M2
160,1
M2 = 10
M2 = 16,01 ppm
V1 x M1 = V2 x M2
0,2 mL x 1601 ppm = 10 mL x M2
320,2
M2 = 10
M2 = 32,02 ppm
V1 x M1 = V2 x M2
0,3 mL x 1601 ppm = 10 mL x M2
480,3
M2 = 10
M2 = 48,03 ppm
V1 x M1 = V2 x M2
0,4 mL x 1601 ppm = 10 mL x M2
640,4
M2 = 10
M2 = 64,04 ppm
V1 x M1 = V2 x M2
0,5 mL x 1601 ppm = 10 mL x M2
800,5
M2 = 10
M2 = 80,05 ppm
6.2.2 Larutan Uji
a) Penimbangan aspirin
Berat 5 tablet aspirin = 1127,1 mg
160 𝑚𝑔
Aspirin yang ditimbang = 400 𝑚𝑔 x 1127,1 mg = 450,84 mg
M2 = 450,84 ppm
6.2.3 % Kadar Aspirin dengan Metode Kurva Kalibrasi
a) Kadar Larutan Uji
Diketahui hasil regresi linier konsentrasi dan absorbansi:
a = −0,0033
b = 0,0104
r = 0,9984
y = absorbansi larutan uji = 0,735
y = bx + a
0,735 = 0,0104x + (-0,0033)
0,735 + 0,0033 = 0,0104x
0,0104x = 0,7383
0,0104
x= 0,7383
x = 70,9904 ppm
sebenarnya
225,42 𝑚𝑔
= x 236,6347 mg
450,9 𝑚𝑔
= 118,3016 mg/tablet
d) % Kadar
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 𝑢𝑗𝑖
% kadar = x 100%
𝑘𝑙𝑒𝑚 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡
118,3016 𝑚𝑔
= x 100%
80 𝑚𝑔
= 147,877%
= 73,0891 ppm
b) Kadar Larutan Sebenarnya
Kadar Larutan Sebenarnya = Kadar Larutan Uji x Faktor Pengenceran
10 10
= 73,0891 ppm x 0,3 x 1
sebenarnya
225,42 𝑚𝑔
= x 243,6403 mg
450,9 𝑚𝑔
= 121,8039 mg/tablet
d) % Kadar
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 𝑢𝑗𝑖
% kadar = x 100%
𝑘𝑙𝑒𝑚 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡
121,8039 𝑚𝑔
= x 100%
80 𝑚𝑔
= 152,2549%
VII. Pembahasan
Kemudian sesuai dengan data kelarutannya yang sukar larut dalam air
yang sedikit, namun karena sudah beraksi terlebih dahulu dengan NaOH maka
saat dicairkan dnegan aquadest hingga 100 ml aspirin dapat terlarut seluruhnya.
Setelah itu sebelum dilakukan pengujian dengan menggunakan
spektrofotometri UV-Vis masih terdapat proses persiapan larutan standar yaitu
pengenceran dengan menggunakan larutan FeCl3. Dilakukan beberapa
pengenceran sehingga didapatkan konsentrasi yang berbeda-beda dengan
menggunakan larutan FeCl3. Pengenceran diambil dari larutan Fe-salisilat yang
telah dilarutkan di dalam NaOH dan aquadest. Saat pengenceran dengan
menggunakan FeCl3, senyawa baku pembanding aspirin yang sebelumnya
terhidrolisis menghasilkan asam salisilat akan bereaksi dengan FeCl3 sehingga
atom H terlepas dan menjadikan asam salisilat mengandung fenol. Dengan
terbentuknya fenol pada asam salisilat maka akan terbentuk kompleks/bereaksi
dengan FeCl3 dan memberikan warna ungu pada larutan. Warna ungu ini
menunjukkan bahwa telah terbentuk senyawa kompleks dari Fe3+ dengan fenol.
Fenol merupakan senyawa yang mengandung gugus hidroksil yang terikat pada
karbon tak jenuh, sehingga dapat bereaksi dengan besi (III) klorida menghasilkan
larutan berwarna
Sehingga fungsi dari FeCl3 ini adalah sebagai kromotag yang dapat
memunculkan warna, dimana FeCl3 sebagai kromotag ini, dapat menambah
ikatan rangkap terkonjugasi sehingga elektron semakin mudah tereksitasi,
akibatnya panjang gelombang akan mengalami pergeseran (batokromik) dari
daerah UV (yaitu asam salisilat) ke daerah Visible.
Kemudian dilakukan pengenceran sebanyak lima kali dengan
menggunakan FeCl3. Ketika semua larutan baku standar telah diencerkan
dilakukan analisa absorbansi dengan menggunakan instrument spektrofotometri
UV-Vis. Pada percobaan ini digunakan instrument spektrofotometer UV-Vis
double beam, dimana pada instrument ini dapat secara sekaligus menggunakan
dua kuvet yaitu sebagai larutan uji dan sebagai larutan blanko. Larutan blanko
yang digunakan pada analisa ini adalah pelarut yang sama dengan pelarut yang
digunakan untuk melarutkan larutan baku aspirin, yaitu FeCl3. Pemilihan pelarut
ini didasarkan karena FeCl3 diketahui memiliki nilai serapan pada panjang
gelombang di bawah 490 nm, sehingga FeCl3 akan meneruskan atau tidak akan
menyerap sinar dengan panjang gelombang diatas 490nm. Akibatnya FeCl3 tidak
akan mengganggu spectrum serapan dari aspirin yang akan diuji, karena metanol
tidak memberikan serapan pada panjang gelombang di atas 490 nm.
Dilakukan pengujian pertama pada larutan baku pengenceran ke-tiga. Hal
ini dilakukan untuk melihat apakah pada konsentrasi tersebut panjang gelombang
maksimumnya telah terlihat atau belum. Larutan baku nomor 3 ini dimasukkan
kedalam kuvet, pada bagian bening kuvet tidak boleh tersentuh oleh tangan
praktikan. Hal ini bertujuan agar sumber radiasi yang akan ddipancarkan oleh
instrument tidak terganggu serapannya dan dikhawatirkan akan mempengaruhi
nilai absorbansi yang didapatkan.
Panjang gelombang yang digunakan dalam analisa larutan uji kali ini
digunakan 400-600 nm. Sinar radiasi akan diserap oleh sarutan baku aspirin pada
kuvet karena memiliki gugus kromofor pada strukturnya yang dapat menyerap
sinar UV dan sinar tampak. Saat terjadi penyerapan atau absorbansi elektron yang
terdapat didalam larutan baku aspirin akan tereksitasi ke tingkat yang lebih tinggi.
Panjang gelombang maksimum yang didapatkan pada larutan baku aspirin no 3
ini adalah sebesar 530,5. Hasil yang didapatkan telah mendekati nilai panjang
gelombang aspirin dalam literature yaitu sebesar 530 nm. hal ini menunjukkan
bahwa larutan baku no 3 secara kualitatif benar mengandung asam salisilat.
Pengukuran pada panjang gelombang maximum ini bertujuan untuk mncari
panjang gelombang yang absorabnsi yang maximum, dimana fungsi dari
pengukuran pada panjang gelombang maximum ini yaitu agar menghindari
kesalahan pembacaan , dimana pada panjang gelombang maximum ini yang
terbaca hanya analit aspirin yang dituju, bukan semua analit seperti matriks.
Selanjutnya dilakukan kembali pengujian dengan menggunakan larutan
baku aspirin lainnya. Dengan menggunakan metode dan prinsip yang sama yaitu
dengan spektrofotometri UV-Vis untuk mendapatkan nilai absorbansinya masing-
msing. Didapatkan pada larutan baku aspirin yang telah diencerkan sebanyak lima
kali masing-masing memiliki nilai absorbansi, yaitu 0,158; 0,335; 0,516; 0,644;
dan 0,840. Nilai absorbansi yang didapatkan selanjutnya menjadi data yang
digunakan untuk perhitungan menghitung konsentrasi asam salisilat didalam
larutan baku standar yang telah diencerkan tersebut. Konsentrasi dari masing-
masing hasil pengenceran, yaitu 16,01 ppm, 32,02 ppm, 48,03 ppm, 64,04 ppm,
dan 80,05 ppm. Dari nilai absorbansi dan nilai konsentrasi ini dapat membantu
perhitungan untuk pengujian analisa kuantitatif kadar asam salisilat yang
terkandung pada tablet aspirin (larutan uji aspirin) pada tahap selanjutnya.
Selanjutnya yaitu melakukan pengujian terhadap larutan uji. Larutan uji
yang digunakan yaitu aspirin, 5 tablet aspirin yang sudah digerus kemudian
ditimbang dan didapat bobot kelimanya yaitu 1127,1 mg. Pada kemasan
tercantum tiap 1 tablet mengandung 80 mg asetosal, sedangkan pada pengujian
dibutuhkan aspirin yang setara dengan 160 mg. Sehingga berdasarkan hasil
perhitungan, didapatkan bobot aspirin yang ditimbang yaitu 450,84 mg dengan
konsentrasi 4508,4 ppm. Pada pembuatan larutan uji aspirin digunakan pelarut
yang sama dengan larutan baku, selain itu cara dan prinsip yang digunakan pun
sama dengan pembuatan larutan baku. Perbedaam hanya pada proses
pengencerannya saja, dimana pada pengenceran larutan uji aspirin dilakukan 2
kali pengenceran. Pengenceran ini bertujuan agar larutan yang di uji berada pada
rentang nilai absorbansi 0,2-0,8 dan sesuai dengan hukum Lambert Beer yang
merupakan prinsip dari alat yang akan digunakan.
Tujuan dari pengujian ini sendiri yaitu untuk menghitung kadar asetil
salisilat yang terdapat dalam tablet aspirin yang diuji. Selanjutnya yaitu
perhitungan nilai absorbansi dengan menggunaan alat spektrofotometer UV-Vis
pada larutan standard dan larutan uji. Prinsip kerja dari spektrofotometri UV-
Visible adalah penyerapan cahaya oleh molekul-molekul. Semua molekul dapat
menyerap radiasi dalam daerah UV-Visible (tampak) karena mereka mengandung
elektron, baik berpasangan maupun sendiri yang dapat dieksitasi ke tingkat energi
yang lebih tinggi, panjang gelombang bila mana absorpsi itu terjadi, bergantung
pada kekuatan elektron itu terikat dalam molekul. Apabila suatu radiasi
elektromagnetik dikenakan pada suatu larutan denganintensitas radiasi semula,
maka sebagian radiasi tersebut akan diteruskan, dipantulkan dan diabsorpsi.
Dari penggunaan alat spektrofotometer UV-Vis dapat dilakukan pengujian
kualitatif dan kuantitatif. Adapun 2 metode yang biasa digunakan dalam
menganalia kuantitatif suatu senyawa termasuk untuk menghitung kadar aspirin
dari suatu sediaan diantaranya yaitu metode kurva kalibrasi dan one point method.
Metode kurva kalibrasi ini dilakukan dengan cara mengukur nilai Absorban (A)
pada sampel dengan beberapa nilai konsnetrasi (C). selanjutnya yaitu dibuat kurva
kalibrasi standar yang menunjukkan hubungan antara konsentrasi larutan (sumbu
x) terhadap absorbansi larutan (sumbu y). Spektrum absorpsi yang akan diperoleh
dari hasil analisis dengan alat spektrofotometer ini akan memberikan informasi
berupa nilai panjang gelombang dengan nilai absorbansi maksimum dari suatu
senyawa atau unsur. Panjang gelombang dan absorbansi ini kemudian digunakan
untuk membuat suatu kurva standar, dimana konsentrasi dari suatu senyawa uji
dapat dihitung dari kurva standar yang telah diukur pada panjang gelombang
dengan absorbansi maksimum. Dari kurva standar ini dihasilkan suatu persamaan
garis y=ax+b , dimana y itu sendiri merupakan nilai absorbansi dan x merupakan
konsentrasi suat senyawa. Dari kurva kalibrasi tersebut kemudian didapatkan nilai
a sebesar -0,0033, sementara untuk nilai b sebesar 0,0104 , dan nilai r sebesar
0,9984. Dari persamaan garis ini kemudian dapat ditentukan konsentrasi dari
sampel uji, sehingga didapatkan hasil konsentrasi kadar uji yaitu 70,9904 ppm.
Setelah didapatkan nilai konsentrasi kadar uji selanjutnya dilakukan
perhitungan untuk menentukan nilai kadar uji sebenarnya, dari perhitungan
tersebut kemudian didapatkan nilai kadar uji sebenarnya sebesar 236,6347 mg/10
mL. Dari nilai ini maka dapat dihitung kadar aspirin per tabletnya dan dipatkan
kadar aspirin sebesar 118,3016 mg/tablet. Sedangkan kadar asetil salisilat yang
tertulis di kemasan sejumlah 80 mg, dari data ini selanjutnya dapat dihitung %
kadar aspirin yang terkandung pada tablet dan didapat % kadar aspirin yaitu
147,877%.
Selain menggunakan metode kurva kalibrasi, perhitungan kadar dapat
dihitung dengan one point method. Pada metode ini larutan uji dibandingkan
terhadapt larutan standar yang telah diketahui kadar dan kemurniannya. Pada
metode one point konsentrasi larutan standar yang digunakan hanyalah satu
tingkat. Maka dari itu perhitungan hanya menggunakan salah satu nilai absorbansi
yang mendekati nilai absorbansi uji dengan menggunakan rumus Cu =
(Au/As).Cs. Nilai absorbansi uji yang didapatkan yaitu 0,735 maka nilai yang
absorbansi standar yang mendekati nilai tersebut yaitu 0,644 yang merupakan
absorbansi dari konsentrasi 64,04 ppm. Dari data tersebut kemudian didapatkan
angka konsentrasi uji yaitu sebesar 73,0891 ppm. Selanjutnya dapat dilakukan
perhitungan nilai kadar uji sebenarnya dan diperoleh angka kadar uji sebesar
243,6303 mg/10 mL. Setelah menghitung kadar uji sebenarnya maka dilakukan
perhitungan kadar aspirin pertablet. Dari perhitungan ini didapatkan angka kadar
aspirin yaitu sebesar 121,8039 mg/tablet dengan hasil perhitungan persen kadar
yaitu 152,2549%. Berdasarkan pengujian dengan menggunakan kedua metode ini
didapatkan perbedaan kadar aspirin pertablet dengan nilai kadar aspirin yang
diklaim dalam kemasan, dimana hasil kadar aspirin pertablet yang didapatkan
lebih besar baik yang menggunakan analisis kuantitatif metode kurva kalibrasi
maupun metode one point.
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, hal.32 Tablet asam asetilsalisilat
mengandung asam asetilsalisilat tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari
110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Hal ini menunjukan adanya
perbedaan dengan hasil pengujian ini, dimana persentase kadar aspirin yang
didapatkan setelah dihitung menggunakan metode kurva kalibrasi adalah
147,877% dan menggunakan cara one point method adalah 152,2549%.
Perbedaan tersebut dapat dimungkinkan karena adanya ketidaktelitian dalam
pengerjaan sehingga sampel yang diuji terlalu pekat, dan menyebabkan
persentase sampel uji menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan yang tercantum
dalam monografi.
VIII. Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat disimpulkan dengan adanya analisis kualitatif
dapat dinyatakan bahwa larutan standar dengan 5 konsentrasi yang berbeda
memiliki nilai absorbansi yang berbeda pula yang sesuai dengan literatur, dimana
larutan standar tersebut memiliki nilai absorbansi yang baik pada rentang 0,2-0,8.
Namun ketika dilakukan analisis kuantitatif dengan perhitungan kadar aspirin
menggunakan metode kurva kalibrasi memperoleh sebesar 147,877% . Sedangkan
hasil perhitungan kadar aspirin dengan metode one point method yang
memperoleh hasil tidak jauh berbeda dengan hasil metode kurva kalibrasi yaitu
sebesar 152,2549%. Hal tersebut tidak sesuai dengan Farmakope Indonesia edisi
IV, dimana persyaratan kadar untuk tablet yang mengandung aspirin adalah
mengandung tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0%
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.
R. S. Murthy., Kumar, Maram Ravi., Mallu, Useni Reddy., dan Bapatu, Hanimi
Reddy. (2012). A Simple RP- HPLC Method Simultaneous Analysis
of Aspirin, Atenolol, Hydrochlorothiazide, Ramipriland, and Simvastatin
in Pharmaceutical Solid Dosage Form. International Journal of
ScienceInnovations and Discoveries ,Vol. 2, No.1.
Skoog, D.A., D.M. West, dan F.J. Holler. (1996). Fundamental of Analytical
chemistry. 7th ed. Sauders College Publish.