Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

METODE ANALISIS INSTRUMEN


ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF TABLET ASPIRIN
DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV- SINAR TAMPAK

Disusun Oleh :
Kelompok 3 / Shift C
Ega Utami (10060316155)
Panji Nurhadiansyah (10060316156)
Syifa Moraliesky (10060316157)
Dina Kurniawati (10060316158)
Berliana Angelina (10060316159)
Lina Lathifah (10060316163)

Tanggal Praktikum : 12 Maret 2019


Tanggal Pengumpulan : 20 Maret 2019
Asisten :., S. Farm.

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT E


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1440 H / 2019 M
PERCOBAAN 2

ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF TABLET ASPIRIN


DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV- SINAR TAMPAK

I. Tujuan
1.1. Tujuan Praktikum
Dapat memahami dan melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif
sediaan farmasi dengan metode Spektrofotometri UV-sinar tampak.
1.2. Tujuan Percobaan
1. Melakukan analisis kualitatif zat aktif dalam sediaan farmasi dengan
metode spektrofotometri UV-sinar tampak.
2. Melakukan analisis kuantitatif zat aktif dalam sediaan farmasi dengan
metode spektrofotometri UV-sinar tampak.
3. Menyimpulkan mutu sediaan farmasi dengan data spektrum UV-sinar
tampak dan hasil penetapan kadar zat aktif.

II. Teori Dasar

Dalam percobaan ini digunakan obat asetosal dan asam salisilat. Aspirin (ASP)
yang secara kimia disebut asam 2-asetoksibenzoat dan digunakan sebagai analgetik,
antipiretik, antiinflamasi, dan zat anti-trombosit (D. Vijay, dkk, 2012). Asetosal atau
aspirin (USAN), juga dikenal sebagai asam asetilsalisilat merupakan obat golongan
salisilat, sering digunakan sebagai analgetik untuk menghilangkan rasa sakit, sebagai
antipiretik untuk mengurangi demam, dan sebagai pengobatan antiinflamasi. Aspirin
juga dapat mengecilkan pembuluh darah sehingga meningkatkan tekanan darah (R. S.
Murthy, dkk, 2012).

Aspirin merupakan nama lain dari asam asetil salisilat yang memiliki peranan
sangat besar dalam bidang farmasi yaitu sebagai obat yang berkhasiat anti piretik dan
analgenik. Senyawa aspirin ini tidak terdapat dalam keadaan bebas di alam, jadi untuk
memperolehnya perlu sintesa. Sintesa adalah reaksi kimia antara dua zat atau lebih
untuk membentuk suatu senyawa baru. Sintesis senyawa organik adalah sintesis teknik
preparasi senyawa yang dapat dianggap sebagai seni, salah satu senyawa organik yang
dapat disentesis adalah aspirin. Aspirin atau asetosal atau asam asetilsalisilat adalah
turunan dari senyawa asam salisilat yang diperoleh dari simplisia tumbuhan Cortex
salicis (Baysinger, 2004).

Gambar 1. Struktur Kimia Aspirin

Aspirin adalah salah satu jenis obat yang paling dikenal. Aspirin adalah obat
pertama yang dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat diperdagangkan dalam
bentuk bubuk(puyer). Obat anti radang bukan steroid atau yang lazim dinamakan non
streroidal anti inflammatory drugs (NSAIDs) atau anti inflamasi non steroid (OAINS)
adalah golongan obat yang bekerja terutama di perifer yang berfungsi sebagai analgesik
(pereda nyeri), antipirektik (penurun panas) dan antiinflamasi (anti radang). Obat asam
asetil salisilat (aspirin) ini mulai digunakan pertama kalinya untuk pengobatan
simptomatis penyakit-penyakit rematik pada tahun 1899 sebagai obat anti radang
bukan steroid sintetik dengan kerja antiradang yang kuat. (Dannhardt dan Laufer,
2000).

3.2. Spektrofotometri

Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari


spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spectrum
dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk
mengukur energi relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau
diemisikan sebagai fungsi panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dengan
fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih di deteksi dan cara ini
diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating atau celah optis. Pada fotometer
filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek pada
panjang gelombang tertentu (Gandjar,2007).

Cara kerja spektrofotometer dimulai dengan dihasilkannya cahaya monokromatik


dari sumber sinar. Cahaya tersebut kemudian menuju ke kuvet (tempat sampel/sel).
Banyaknya cahaya yang diteruskan maupun yang diserap oleh larutan akan dibaca oleh
detektor yang kemudian menyampaikan ke layar pembaca (Sastrohamidjojo, 1992).

Gambar 2. Spektrofotometer UV-Vis

Prinsip spektrofotometer adalah larutan sampel dikenai radiasi elektromagnetik,


sehingga larutan tersebut menyerap energi/radiasi yang menyebabkan terjadinya
interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan materi (atom/molekul). Jumlah
intensitas radiasi yang diserap oleh larutan sampel terukur dalam bentuk transmitansi
dan absorbansi dikonversi menjadi konsentrasi analat yang kemudian menjadi data
kuantitatif (Yulianti 2008).

Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang


tertentu yang digunakan untuk mengukur energi secara relatif jikaenergi tersebut
ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang (Khopkar, 2010).

Pengkonversian data absorbansi dan transmitansi menggunakan hukum Lambert-


Beer. Hukum Lambert menyatakan bahwa cahaya monokromatik melewati medium
tembus cahaya, laju berkurangnya intensitas oleh bertambahnya ketebalan berbanding
lurus dengan intensitas cahaya (Siregar 2010). Hukum Beer menyatakan bahwa
intensitas cahaya berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi zat
penyerap secara linier (Basset 1994).
Persamaan Lambert-Beer yang mengamati antara intensitas sinar (monokromatis)
mula-mula dengan intensitas sinar (monokromatis) setelah melalui media: A = Log
I0/It = Log 1/T =  b c.

Dimana, A = absorbansi; I0=Intensitas awal; It= Intensitas setelah melalui media;


T = transmitansi; = absorbtivitas molar; b = tebal media; c = konsentrasi larutan.
Hukum Lambert- Beer mengindikasikan bahwa absorbtivitas adalah konsentrasi yang
konstan, panjang gelombang yang kecil dan intensitas radiasi. Faktor yang
memengaruhi hukum Lambert-Beer adalah konsentrasi, zat pengabsobsi, cahaya dan
kejernihan (Huda, 2001).

Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan olehlarutan


zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan. Dalam hukum
Lambert-Beer tersebut ada bebeapa pembatasan, yaitu sinar yang digunakan dianggap
monokromatis, penyerapan terjadi dalam suatu volume yangmempunyai penampang
luas yang sama, senyawa yang menyerap dalam larutantersebut tidak tergantung
terhadap yanglain dalam larutan tersebut, dan tidak terjadi fluororesensi atau
fosforinses, serta indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan. Analisis
kuantiatif dengan metode spektrofotometri UV-Vis dapat digolongkan atas tiga macam
pelaksanaan pekerjaan, yaitu : (1) analisis zattunggal atau analisis satu komponen; (2)
analisis kuantitatif campuran dua macamzat atau analisis dua komponen; dan (3)
analisis kuantitatif campuran tiga macamzat atau lebih (analisis multi komponen)
(Gandjar dan Rohman, 2007)

3.2.1. Jenis -jenis Spektrofotometer

a. Spektrofotometer Visible

Pada spektrofotometer ini yang digunakan sebagai sumber sinar/energi adalah


cahaya tampak (visible). Cahaya visible termasuk spektrum elektromagnetik yang
dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang sinar tampak adalah 380 – 750
nm. Sehingga semua sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia, maka sinar tersebut
termasuk kedalam sinar tampak (visible).

b. Spektrofotometer UV

Spektrofotometri UV berdasarkan interaksi sampel dengan sinar UV. Sinar UV


memiliki panjang gelombang 190-380 nm. Sebagai sumber sinar dapat digunakan
lampu deuterium. Deuterium disebut juga heavy hidrogen yang merupakan isotop
hidrogen yang stabil yang terdapat berlimpah di laut dan di daratan. Inti atom
deuterium mempunyai satu proton dan satu neutron, sementara hydrogen hanya
memiliki satu proton dan tidak memiliki neutron. Nama deuterium diambil dari bahasa
Yunani, deuteros, yang berarti “dua”, mengacu pada intinya yang menjadi dua partikel.
Karena sinar UV tidak dapat dideteksi oleh mata manusia maka senyawa yang dapat
menyerap sinar ini merupakan senyawa yang tidak memiliki warna bening dan
transparan.

c. Spektrofometer IR

Spektrofotometer ini berdasarkan kepada penyerapan panjang gelombang


Inframerah. Cahaya inframerah, terbagi menjadi inframerah dekat, pertengahan dan
jauh. Inframerah pada spektrofotometri adalah inframerah jauh dan pertengahanya
yang mempunyai panjang gelombang 2,5-1000 mikrometer. Hasil analisa biasanya
berupa signalkromatogram hubungan intensitas IR terhadap panjang gelombang. Untuk
identifikasi, signal sampel akan dibandingkan dengan signal standard. Pada spektro
Infra Red (IR) meskipun bisa digunakan untuk analisa kuantitatif, namun biasanya
lebih kepada analisa kualitatif. Umumnya spektro IR digunakan untuk mengidentifikasi
gugus fungsi pada suatu senyawa, terutama senyawa organik. Setiap serapan pada
panjang gelombang menggambarkan adanya suatu gugus fungsi spesifik.

d. Spektrofotometri UV-Visible

Spektrofotometri ini merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan


Visible yang menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan
sumber cahaya Visible. Meskipun untuk alat yang lebih canggih sudah menggunakan
hanya satu sumber sinar sebagai sumber UV dan Vis, yaitu photodiode yang dilengkapi
dengan monokromator. Spektrum absorpsi dalam daerah-daerah ultraviolet dan sinar
tampak terdiri dari satu atau beberapa pita absorpsi. Untuk sistem spektrofotometri,
UV-Vis paling banyak tersedia dan paling popular digunakan. Kemudahan metode ini
adalah dapat digunakan baik untuk sampel berwarna juga untuk sampel tak berwarna
seperti senyawa organik yang berdasarkan transisi atau dan karena itu memerlukan
kromofor di dalam molekulnya. Transisi ini terjadi dalam daerah spektrum kira – kira
200-700 nm (Ratih, Utari. 2013).
3.2.2. Tipe Instrumen Spektrofotometer

Pada umumnya terdapat dua tipe instrumen spektrofotometer, yaitu single-


beam dandouble-beam, gambar Single-beam instrument dan Double-beam instrument.

1. Single-beam instrument

Single-beam instrument dapat digunakan untuk kuantitatif dengan mengukur


absorbansi pada panjang gelombang tunggal. Single-beam instrument mempunyai
beberapa keuntungan yaitu sederhana, harganya murah, dan mengurangi biaya yang
ada merupakan keuntungan yang nyata. Beberapa instrumen menghasilkan single-beam
instrument untuk pengukuran sinar ultra violet dan sinar tampak. Panjang gelombang
paling rendah adalah 190 sampai 210 nm dan paling tinggi adalah 800 sampai 1000 nm
(Skoog, DA, 1996).

2. Double-beam instrument

Double-beam dibuat untuk digunakan pada panjang gelombang 190 sampai 750
nm.Double-beam instrument dimana mempunyai dua sinar yang dibentuk oleh
potongan cermin yang berbentuk V yang disebut pemecah sinar. Sinar pertama
melewati larutan blangko dan sinar kedua secara serentak melewati sampel,
mencocokkan foto detektor yang keluar menjelaskan perbandingan yang ditetapkan
secara elektronik dan ditunjukkan oleh alat pembaca (Skoog, DA, 1996).

3.2.3 Komponen Spektrofotometer

Gambar 3. Komponen Spektrofotometri UV-Vis

Komponen-komponen peralatan spektrofotometer UV-Vis dijelaskan secara garis


besar sebagai berikut:
a. Sumber Cahaya
Sebagai sumber radiasi UV digunakan lampu Hidrogen (H) atau lampu
Deutirium (D). Sedangkan sumber radiasi tampak yang juga menghasilkan sinar
Infra Merah (IR) dekat menggunakan lampu filament tungsten yang dapat
menghasilkan tenaga radiasi 350-3500 nm.
b. Monokromator
Radiasi yang diperoleh dari berbagai sumber radiasi adalah sinar polikromatis
(banyak panjang gelombang). Monokromator berfungsi untuk mengurai sinar
tersebut menjadi monokromatis sesuai yang diinginkan. Monokromator terbuat
dari bahan optic yang berbentuk prisma.
c. Tempat Sampel
Dalam bahasa sehari-hari tempat sampel (sel penyerap) dikenal dengan istilah
kuvet. Kuvet ada yang berbentuk tabung (silinder) tapi ada juga yang berbentuk
kotak. Syarat bahan yang dapat dijadikan kuvet adalah tidak menyerap sinar
yang dilewatkan sebagai sumber radiasi dan tidak bereaksi dengan sampel dan
pelarut.
d. Detektor
Detektor berfungsi untuk mengubah tenaga radiasi menjadi arus listrik atau
peubah panas lainnya dan biasanya terintegrasi dengan pencatat (printer).
Tenaga cahaya yang diubah menjadi tenaga listrik akan mencatat secara
kuantitatif tenaga cahaya tersebut. (Sitorus, 2009)

Berikut adalah tahapan-tahapan yang harus diperhatikan:

1. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis


Hal ini perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada
daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi senyawa
lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu.
2. Waktu operasional (operating time)
Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan
warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil.
3. Pemilihan panjang gelombang
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang
gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih panjang
gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara
absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi
tertentu.
4. Pembuatan kurva baku
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai
konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi
diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi (y)
dengan konsentrasi (X).
5. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
6. Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8
atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitans. Anjuran ini berdasarkan
anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5%
(kesalahan fotometrik). (Gandjar & Rohman, 2007).

III. MSDS
3.1 NaOH

- Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping, kering, rapuh
dan mudah meleleh basah. Sangat alkalis dan korosif. Segera menyerap CO2.
- Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan etanol (95%).
- BM : 40,00 G/MOL
- TL/ TD : 318oC/ 1390oC
(Dirjen POM, 2014: 912)

3.2 Aspirin (Asam acetylsalisilat)


- BM : 180,16 g/ mol
- Pemerian : Hablur tidak berwarna, atau serbuk hablur putih, tidak berbau
dan rasa asam.
- Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, dan larut
dalam kloroform.
(Dirjen POM, 2014)

3.3 Asam salisilat


- Titik Lebur : 158o-161oC
- Bobot Jenis : 1,44
- Pemerian : Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna putih;
hampir tidak berbau; rasa agak manis dan tajam.
- Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95%) P;
mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P; larut dalam ammonium
asetat P, dinatrium hidrogenfosfat P, kalium sitrat P dan natrium sitrat P.
(Dirjen POM, 2014; 163)
3.4 FeCl3
- BM : 162,5 g/ mol
- Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, hitam kehijauan, bebas warna jingga
dari garam hidrat yang telah berpengaruh oleh kelembapan.
- Kelarutan : Larut dalam air, lautan berpotensi berwarna jingga.
(Dirjen POM, 1979; 659)
3.5 Aquadest
- Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
- Kelarutan : Tidak larut dalam minyak
- BM : 18,02 g/mol
(Dirjen POM, 1995; 82, dan Rowe et al, 2009; 766)

IV. Alat dan Bahan

Alat: Bahan:
1. Batang pengaduk 1. Aquadest
2. Gelas kimia 2. Baku pembanding asam salisilat
3. Hot plate dan aspirin dari industri Farmasi
4. Labu ukur 3. FeCl3 0,02 M
5. Pipet 4. NaOH 1 M
6. Pipet volume 5. Sediaan farmasi yang
7. Spatel mengandung aspirin
8. Timbangan analitik
9. Spektrofotometer Shimadzu UV
Mini-1240/Thermo Genesys 10
UV.
V. Prosedur Percobaan

Pembuatan Larutan Standar Fe-salisilat dan Kurva Kalibrasi

1. Larutan standar
Ditimbang dengan seksama 160 mg baku pembanding asam salisilat
kemudian dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Lalu dicatat jumlah asam
salisilat yang ditimbang. Selanjutnya ditambahkan 5 mL NaOH 1,0 N.
Selanjutnya labu tersebut ditempatkan di atas hot plate. Campuran tersebut
dipanaskan selama 5 menit secara perlahan sambil diaduk dengan batang
pengaduk, hingga padatan larut sempurna. Setelah itu, larutan tersebut
didinginkan terlebih dahulu. Larutan kemudian dipindahkan ke dalam labu takar
100 ml. larutan kemudian diencerkan dengan aquadest hingga tanda batas.
Larutan yang diperoleh adalah larutan stok baku pembanding. Kemudian dipipet
masing-masing 0.5; 0,4; 0,3; 0,2; dam 0,1 mL larutan stok baku pembanding ke
dalam labu takar 10 mL. lalu diencerkan dengan larutan FeCl3 0,02 M.
selanjutnya diukur absorbansi masing-masing larutan standar pada panjang
gelombang 530 nm. Pengukuran dimulai dari larutan yang paling encer.
Sebelumnya kuvet dibilas sebelum diisi dengan larutan standar sebelumnya.
Digunakan FeCl3 sebagai blanko.
2. Larutan Uji
Diserbukkan 5 tablet aspirin yang dijual di pasaran. Lalu ditimbang serbuk
tersebut setara dengan 160 mg aspirin. Kemudian dibuat pengenceran larutan stok
ASA, dengan memipet 0,3 mL larutan stok ASA ke dalam labu takar 10 mL.
Kemudian diencerkan dengan menggunakan larutan FeCl3 0,02 M hingga tanda
batas. (adanya pengikat dan penghancur pada formula tablet akan membuat
larutan awal menjadi keruh. Namun, hal ini akan hilang pada saat pengenceran
dengan larutan FeCl3). Selanjutnya diukur dan dicatat absorbansi dari larutan
tersebut dengan panjang gelombang 530 nm. Setelah itu, ditentukan kadar aspirin
dalam tablet aspirin dengan menggunakan persamaan regresi linear yang didapat
dari kurva kalibrasi (dengan memperhatikan pengencerannya).
VI. Hasil Pengamatan
6.1 Data Pengamatan
6.1.1 Tabel Pengamatan
Tabel 1. Nilai Absorbansi Maksimum Larutan Standar
Larutan Standar
Konsentrasi
Absorbansi
(ppm)
16,01 0,158
32,02 0,335
48,03 0,516
64,04 0,644
80,05 0,840

Tabel 2. Nilai Absorbansi Maksimum Larutan Uji

Larutan Uji
Konsentrasi
Absorbansi
(ppm)
70,646 0,735
6.1.2 Grafik

Gambar 1. Kurva Konsentrasi 48,03 ppm


Gambar 2. Kurva Standar

6.2 Perhitungan
6.2.1 Larutan Standar
a) Penetapan Konsentrasi
Diketahui:
Berat baku standar asam salisilat yang ditimbang = 160,1 mg
Volume = 100 mL = 0,1 L
30 𝑚𝑔
Konsentrasi Larutan = = 1601 𝑝𝑝𝑚
0,1 𝐿

b) Seri Pengenceran
 V1 x M1 = V2 x M2
0,1 mL x 1601 ppm = 10 mL x M2
160,1
M2 = 10

M2 = 16,01 ppm

 V1 x M1 = V2 x M2
0,2 mL x 1601 ppm = 10 mL x M2
320,2
M2 = 10

M2 = 32,02 ppm

 V1 x M1 = V2 x M2
0,3 mL x 1601 ppm = 10 mL x M2
480,3
M2 = 10
M2 = 48,03 ppm

 V1 x M1 = V2 x M2
0,4 mL x 1601 ppm = 10 mL x M2
640,4
M2 = 10

M2 = 64,04 ppm

 V1 x M1 = V2 x M2
0,5 mL x 1601 ppm = 10 mL x M2
800,5
M2 = 10

M2 = 80,05 ppm
6.2.2 Larutan Uji
a) Penimbangan aspirin
Berat 5 tablet aspirin = 1127,1 mg
160 𝑚𝑔
Aspirin yang ditimbang = 400 𝑚𝑔 x 1127,1 mg = 450,84 mg

b) Konsentrasi Larutan uji 100 mL


450,84 𝑚𝑔
Konsentrasi Larutan = = 4508,4 𝑝𝑝𝑚
0,1 𝐿

c) Konsentrasi Pengenceran Larutan Uji


V1 x M1 = V2 x M2
1 mL x 4508,4 ppm = 10 mL x M2
4508,4
M2 =
10

M2 = 450,84 ppm
6.2.3 % Kadar Aspirin dengan Metode Kurva Kalibrasi
a) Kadar Larutan Uji
Diketahui hasil regresi linier konsentrasi dan absorbansi:
a = −0,0033
b = 0,0104
r = 0,9984
y = absorbansi larutan uji = 0,735
y = bx + a
0,735 = 0,0104x + (-0,0033)
0,735 + 0,0033 = 0,0104x
0,0104x = 0,7383
0,0104
x= 0,7383

x = 70,9904 ppm

Kadar Larutan Uji = x = 70,9904 ppm


b) Kadar Larutan Sebenarnya
Kadar Larutan Sebenarnya = Kadar Larutan Uji x Faktor Pengenceran
10 10
= 70,9904 ppm x 0,3 x 1

= 23663,4667 ppm = 236,6347 mg/ 10 mL


c) Kadar tiap Tablet Uji
1127,1 𝑚𝑔
Bobot rata-rata tiap tablet = = 225,42 mg/tablet
5 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡

Sample yang ditimbang = 450,9 mg


𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡
Kadar/tablet Uji = x Kadar larutan
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔

sebenarnya
225,42 𝑚𝑔
= x 236,6347 mg
450,9 𝑚𝑔

= 118,3016 mg/tablet
d) % Kadar
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 𝑢𝑗𝑖
% kadar = x 100%
𝑘𝑙𝑒𝑚 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡
118,3016 𝑚𝑔
= x 100%
80 𝑚𝑔

= 147,877%

6.2.4 Kadar Aspirin dengan One Point Method


a) Konsentrasi Larutan Uji
Diketahui
Au = Absorbansi Uji = 0,735
As = Absorbansi Standar yang Mendekati Nilai Absorbansi Uji = 0,644
Cs = Konsentrasi Larutan Standar = 64,04 ppm
𝐴𝑢
Cu = 𝐴𝑠 x Cs
0,735
Cu = 0,644 x 64,04 ppm

= 73,0891 ppm
b) Kadar Larutan Sebenarnya
Kadar Larutan Sebenarnya = Kadar Larutan Uji x Faktor Pengenceran
10 10
= 73,0891 ppm x 0,3 x 1

= 24363,0333 ppm = 243,6403 mg/ 10 mL


c) Kadar tiap Tablet Uji
1127,1 𝑚𝑔
Bobot rata-rata tiap tablet = = 225,42 mg/tablet
5 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡

Sample yang ditimbang = 450,9 mg


𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡
Kadar/tablet Uji = x Kadar larutan
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔

sebenarnya
225,42 𝑚𝑔
= x 243,6403 mg
450,9 𝑚𝑔

= 121,8039 mg/tablet
d) % Kadar
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 𝑢𝑗𝑖
% kadar = x 100%
𝑘𝑙𝑒𝑚 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡
121,8039 𝑚𝑔
= x 100%
80 𝑚𝑔

= 152,2549%
VII. Pembahasan

Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara radiasi


elektromagnetik dan materi. Radiasi elektormagnetik merupakan suatu bentuk
energi yang terpancarkan melalui ruang dengan kecepatan yang sangat tinggi,
meliputi sinar gamma, sinar X, sinar ultraviolet, sinar tampak, sinar infra merah,
microwave dan gelombang radio. Radiasi elektormagnetik memilki sifat dualistik
antara sifat gelombang (seperti panjang gelombang, frekuensi, kecepatan dan
amplitudo) dan sifat partikel (seperti absorbsi dan emisi energi radiasi).
Gelombang radiasi elektromagnetik terdiri atas komponen magnetik yang saling
tegak lurus dan partikel radiasi elektromagnetik dipandang sebagai pancaran
foton, membawa kuantum energi tertentu (Al Anshori, 2005).
Spektrofotometri UV-Visible dapat digunakan untuk penentuan terhadap
sampel yang berupa larutan, gas, atau uap. Pada umumnya sampel harus diubah
menjadi suatu larutan yang jernih Untuk sampel yang berupa larutan perlu
diperhatikan beberapa persyaratan pelarut yang dipakai yaitu harus melarutkan
sampel dengan sempurna, pelarut yang dipakai tidak mengandung ikatan rangkap
terkonjugasi pada struktur molekulnya dan tidak berwarna (tidak boleh
mengabsorpsi sinar yang dipakai oleh sampel), tidak terjadi interaksi dengan
molekul senyawa yang dianalisis, dan kemurniannya harus tinggi (Suhartati,
2013).
Pada percobaan kali ini dilakukan pengukuran kadar asam salisilat di
dalam tablet aspirin secara kuantitatif. Penetapan kadar ini menggunakan metode
spektrofotometri UV-Vis, dimana prinsip kerjanya yaitu apabila cahaya
monokromatik melalui suati media maka sebagian cahaya tersebut akan diserap
sebagian, dipantulkan, dan aka nada yang dipancarkan. Detektor menerima cahaya
dari sampel secara bergantian dan berulang, sinyal listrik dari detektor diproses
sehingga di dapatkan nilai absorbansi. Insturmen spektrofotometri UV-Vis ini
dapat digunakan baik untuk sampel yang berwarna ataupun yang tidak berarna.
Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur
absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum
Lambert-Beer (Sitorus, 2009).
Dalam penggunaan intrumen spektrofotometri UV-Vis ini diperlukan
suatu sneyawa yang memiliki gugus kromofor atau auksokrom. Karena gugus
kromofor yang dapat menyerap atau mengabsorbsi radiasi ultraviolet dan daerah
sinar tampak yang dipancarkan oleh intrumen spektrofotometri UV-Vis.
Senyawa-senyawa yang memiliki gugus kromofor dapat melakukan transisi
elektronik karena hamper semua senyawa yang memiliki gugus kromofor dalam
strukturnya memiliki ikatan yang tidak jenuh. Sedangkan gugus auksokrom
merupakan gugus yang tidak memiliki kemampuan untuk mengabsorpsi atau
menyerap cahaya, akan tetapi berpengaruh dalam peningkatan intensitas cahaya.
Jika gugus ausokrom terikat dengan gugus kromofor, maka panjang
gelombangnya akan beregeser ke panjang gelombang yang lebih panjang
sehingga terjadi efek hiperkromik.
Pada percobaan ini menggunakan tablet aspirin sebagai sampel untuk
mengukur kadar asam salisilat yang terkandung di dalamnya. Aspirin merupakan
asam organik lemah yang mengandung gugus kromofor yaitu karboksil (asam
karboksilat) dan benzene. Gugus kromofor pada aspirin merupakan gugus yang
dapat menghasilkan warna. Karena aspirin mengandung gugus kromofor maka
dapat menyerap cahaya radiasi yang diberikan oleh spektrofotometri UV-Vis dan
dapat diukur nilai absorbansinya.
Sebelum diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometri
UV-Vis, mula-mula dibuat terlebih dahulu larutan standar Fe-salisilat. Fe- salisilat
standar yang telah ditimbang dilarutkan dengan menggunakan NaOH 1N.
Penggunaan NaOH pada pembuatan larutan standar yaitu untuk sebagai senyawa
penghidrolisis yang dapat menghidrolisis aspirin menjadi salisilat dan astetat
tanpa tergantung pada konsentrasi ion OH.
Berikut adalah reaksi hidrolisis aspirin terjadi :

Kemudian sesuai dengan data kelarutannya yang sukar larut dalam air
yang sedikit, namun karena sudah beraksi terlebih dahulu dengan NaOH maka
saat dicairkan dnegan aquadest hingga 100 ml aspirin dapat terlarut seluruhnya.
Setelah itu sebelum dilakukan pengujian dengan menggunakan
spektrofotometri UV-Vis masih terdapat proses persiapan larutan standar yaitu
pengenceran dengan menggunakan larutan FeCl3. Dilakukan beberapa
pengenceran sehingga didapatkan konsentrasi yang berbeda-beda dengan
menggunakan larutan FeCl3. Pengenceran diambil dari larutan Fe-salisilat yang
telah dilarutkan di dalam NaOH dan aquadest. Saat pengenceran dengan
menggunakan FeCl3, senyawa baku pembanding aspirin yang sebelumnya
terhidrolisis menghasilkan asam salisilat akan bereaksi dengan FeCl3 sehingga
atom H terlepas dan menjadikan asam salisilat mengandung fenol. Dengan
terbentuknya fenol pada asam salisilat maka akan terbentuk kompleks/bereaksi
dengan FeCl3 dan memberikan warna ungu pada larutan. Warna ungu ini
menunjukkan bahwa telah terbentuk senyawa kompleks dari Fe3+ dengan fenol.
Fenol merupakan senyawa yang mengandung gugus hidroksil yang terikat pada
karbon tak jenuh, sehingga dapat bereaksi dengan besi (III) klorida menghasilkan
larutan berwarna

Sehingga fungsi dari FeCl3 ini adalah sebagai kromotag yang dapat
memunculkan warna, dimana FeCl3 sebagai kromotag ini, dapat menambah
ikatan rangkap terkonjugasi sehingga elektron semakin mudah tereksitasi,
akibatnya panjang gelombang akan mengalami pergeseran (batokromik) dari
daerah UV (yaitu asam salisilat) ke daerah Visible.
Kemudian dilakukan pengenceran sebanyak lima kali dengan
menggunakan FeCl3. Ketika semua larutan baku standar telah diencerkan
dilakukan analisa absorbansi dengan menggunakan instrument spektrofotometri
UV-Vis. Pada percobaan ini digunakan instrument spektrofotometer UV-Vis
double beam, dimana pada instrument ini dapat secara sekaligus menggunakan
dua kuvet yaitu sebagai larutan uji dan sebagai larutan blanko. Larutan blanko
yang digunakan pada analisa ini adalah pelarut yang sama dengan pelarut yang
digunakan untuk melarutkan larutan baku aspirin, yaitu FeCl3. Pemilihan pelarut
ini didasarkan karena FeCl3 diketahui memiliki nilai serapan pada panjang
gelombang di bawah 490 nm, sehingga FeCl3 akan meneruskan atau tidak akan
menyerap sinar dengan panjang gelombang diatas 490nm. Akibatnya FeCl3 tidak
akan mengganggu spectrum serapan dari aspirin yang akan diuji, karena metanol
tidak memberikan serapan pada panjang gelombang di atas 490 nm.
Dilakukan pengujian pertama pada larutan baku pengenceran ke-tiga. Hal
ini dilakukan untuk melihat apakah pada konsentrasi tersebut panjang gelombang
maksimumnya telah terlihat atau belum. Larutan baku nomor 3 ini dimasukkan
kedalam kuvet, pada bagian bening kuvet tidak boleh tersentuh oleh tangan
praktikan. Hal ini bertujuan agar sumber radiasi yang akan ddipancarkan oleh
instrument tidak terganggu serapannya dan dikhawatirkan akan mempengaruhi
nilai absorbansi yang didapatkan.
Panjang gelombang yang digunakan dalam analisa larutan uji kali ini
digunakan 400-600 nm. Sinar radiasi akan diserap oleh sarutan baku aspirin pada
kuvet karena memiliki gugus kromofor pada strukturnya yang dapat menyerap
sinar UV dan sinar tampak. Saat terjadi penyerapan atau absorbansi elektron yang
terdapat didalam larutan baku aspirin akan tereksitasi ke tingkat yang lebih tinggi.
Panjang gelombang maksimum yang didapatkan pada larutan baku aspirin no 3
ini adalah sebesar 530,5. Hasil yang didapatkan telah mendekati nilai panjang
gelombang aspirin dalam literature yaitu sebesar 530 nm. hal ini menunjukkan
bahwa larutan baku no 3 secara kualitatif benar mengandung asam salisilat.
Pengukuran pada panjang gelombang maximum ini bertujuan untuk mncari
panjang gelombang yang absorabnsi yang maximum, dimana fungsi dari
pengukuran pada panjang gelombang maximum ini yaitu agar menghindari
kesalahan pembacaan , dimana pada panjang gelombang maximum ini yang
terbaca hanya analit aspirin yang dituju, bukan semua analit seperti matriks.
Selanjutnya dilakukan kembali pengujian dengan menggunakan larutan
baku aspirin lainnya. Dengan menggunakan metode dan prinsip yang sama yaitu
dengan spektrofotometri UV-Vis untuk mendapatkan nilai absorbansinya masing-
msing. Didapatkan pada larutan baku aspirin yang telah diencerkan sebanyak lima
kali masing-masing memiliki nilai absorbansi, yaitu 0,158; 0,335; 0,516; 0,644;
dan 0,840. Nilai absorbansi yang didapatkan selanjutnya menjadi data yang
digunakan untuk perhitungan menghitung konsentrasi asam salisilat didalam
larutan baku standar yang telah diencerkan tersebut. Konsentrasi dari masing-
masing hasil pengenceran, yaitu 16,01 ppm, 32,02 ppm, 48,03 ppm, 64,04 ppm,
dan 80,05 ppm. Dari nilai absorbansi dan nilai konsentrasi ini dapat membantu
perhitungan untuk pengujian analisa kuantitatif kadar asam salisilat yang
terkandung pada tablet aspirin (larutan uji aspirin) pada tahap selanjutnya.
Selanjutnya yaitu melakukan pengujian terhadap larutan uji. Larutan uji
yang digunakan yaitu aspirin, 5 tablet aspirin yang sudah digerus kemudian
ditimbang dan didapat bobot kelimanya yaitu 1127,1 mg. Pada kemasan
tercantum tiap 1 tablet mengandung 80 mg asetosal, sedangkan pada pengujian
dibutuhkan aspirin yang setara dengan 160 mg. Sehingga berdasarkan hasil
perhitungan, didapatkan bobot aspirin yang ditimbang yaitu 450,84 mg dengan
konsentrasi 4508,4 ppm. Pada pembuatan larutan uji aspirin digunakan pelarut
yang sama dengan larutan baku, selain itu cara dan prinsip yang digunakan pun
sama dengan pembuatan larutan baku. Perbedaam hanya pada proses
pengencerannya saja, dimana pada pengenceran larutan uji aspirin dilakukan 2
kali pengenceran. Pengenceran ini bertujuan agar larutan yang di uji berada pada
rentang nilai absorbansi 0,2-0,8 dan sesuai dengan hukum Lambert Beer yang
merupakan prinsip dari alat yang akan digunakan.
Tujuan dari pengujian ini sendiri yaitu untuk menghitung kadar asetil
salisilat yang terdapat dalam tablet aspirin yang diuji. Selanjutnya yaitu
perhitungan nilai absorbansi dengan menggunaan alat spektrofotometer UV-Vis
pada larutan standard dan larutan uji. Prinsip kerja dari spektrofotometri UV-
Visible adalah penyerapan cahaya oleh molekul-molekul. Semua molekul dapat
menyerap radiasi dalam daerah UV-Visible (tampak) karena mereka mengandung
elektron, baik berpasangan maupun sendiri yang dapat dieksitasi ke tingkat energi
yang lebih tinggi, panjang gelombang bila mana absorpsi itu terjadi, bergantung
pada kekuatan elektron itu terikat dalam molekul. Apabila suatu radiasi
elektromagnetik dikenakan pada suatu larutan denganintensitas radiasi semula,
maka sebagian radiasi tersebut akan diteruskan, dipantulkan dan diabsorpsi.
Dari penggunaan alat spektrofotometer UV-Vis dapat dilakukan pengujian
kualitatif dan kuantitatif. Adapun 2 metode yang biasa digunakan dalam
menganalia kuantitatif suatu senyawa termasuk untuk menghitung kadar aspirin
dari suatu sediaan diantaranya yaitu metode kurva kalibrasi dan one point method.
Metode kurva kalibrasi ini dilakukan dengan cara mengukur nilai Absorban (A)
pada sampel dengan beberapa nilai konsnetrasi (C). selanjutnya yaitu dibuat kurva
kalibrasi standar yang menunjukkan hubungan antara konsentrasi larutan (sumbu
x) terhadap absorbansi larutan (sumbu y). Spektrum absorpsi yang akan diperoleh
dari hasil analisis dengan alat spektrofotometer ini akan memberikan informasi
berupa nilai panjang gelombang dengan nilai absorbansi maksimum dari suatu
senyawa atau unsur. Panjang gelombang dan absorbansi ini kemudian digunakan
untuk membuat suatu kurva standar, dimana konsentrasi dari suatu senyawa uji
dapat dihitung dari kurva standar yang telah diukur pada panjang gelombang
dengan absorbansi maksimum. Dari kurva standar ini dihasilkan suatu persamaan
garis y=ax+b , dimana y itu sendiri merupakan nilai absorbansi dan x merupakan
konsentrasi suat senyawa. Dari kurva kalibrasi tersebut kemudian didapatkan nilai
a sebesar -0,0033, sementara untuk nilai b sebesar 0,0104 , dan nilai r sebesar
0,9984. Dari persamaan garis ini kemudian dapat ditentukan konsentrasi dari
sampel uji, sehingga didapatkan hasil konsentrasi kadar uji yaitu 70,9904 ppm.
Setelah didapatkan nilai konsentrasi kadar uji selanjutnya dilakukan
perhitungan untuk menentukan nilai kadar uji sebenarnya, dari perhitungan
tersebut kemudian didapatkan nilai kadar uji sebenarnya sebesar 236,6347 mg/10
mL. Dari nilai ini maka dapat dihitung kadar aspirin per tabletnya dan dipatkan
kadar aspirin sebesar 118,3016 mg/tablet. Sedangkan kadar asetil salisilat yang
tertulis di kemasan sejumlah 80 mg, dari data ini selanjutnya dapat dihitung %
kadar aspirin yang terkandung pada tablet dan didapat % kadar aspirin yaitu
147,877%.
Selain menggunakan metode kurva kalibrasi, perhitungan kadar dapat
dihitung dengan one point method. Pada metode ini larutan uji dibandingkan
terhadapt larutan standar yang telah diketahui kadar dan kemurniannya. Pada
metode one point konsentrasi larutan standar yang digunakan hanyalah satu
tingkat. Maka dari itu perhitungan hanya menggunakan salah satu nilai absorbansi
yang mendekati nilai absorbansi uji dengan menggunakan rumus Cu =
(Au/As).Cs. Nilai absorbansi uji yang didapatkan yaitu 0,735 maka nilai yang
absorbansi standar yang mendekati nilai tersebut yaitu 0,644 yang merupakan
absorbansi dari konsentrasi 64,04 ppm. Dari data tersebut kemudian didapatkan
angka konsentrasi uji yaitu sebesar 73,0891 ppm. Selanjutnya dapat dilakukan
perhitungan nilai kadar uji sebenarnya dan diperoleh angka kadar uji sebesar
243,6303 mg/10 mL. Setelah menghitung kadar uji sebenarnya maka dilakukan
perhitungan kadar aspirin pertablet. Dari perhitungan ini didapatkan angka kadar
aspirin yaitu sebesar 121,8039 mg/tablet dengan hasil perhitungan persen kadar
yaitu 152,2549%. Berdasarkan pengujian dengan menggunakan kedua metode ini
didapatkan perbedaan kadar aspirin pertablet dengan nilai kadar aspirin yang
diklaim dalam kemasan, dimana hasil kadar aspirin pertablet yang didapatkan
lebih besar baik yang menggunakan analisis kuantitatif metode kurva kalibrasi
maupun metode one point.
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, hal.32 Tablet asam asetilsalisilat
mengandung asam asetilsalisilat tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari
110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Hal ini menunjukan adanya
perbedaan dengan hasil pengujian ini, dimana persentase kadar aspirin yang
didapatkan setelah dihitung menggunakan metode kurva kalibrasi adalah
147,877% dan menggunakan cara one point method adalah 152,2549%.
Perbedaan tersebut dapat dimungkinkan karena adanya ketidaktelitian dalam
pengerjaan sehingga sampel yang diuji terlalu pekat, dan menyebabkan
persentase sampel uji menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan yang tercantum
dalam monografi.
VIII. Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat disimpulkan dengan adanya analisis kualitatif
dapat dinyatakan bahwa larutan standar dengan 5 konsentrasi yang berbeda
memiliki nilai absorbansi yang berbeda pula yang sesuai dengan literatur, dimana
larutan standar tersebut memiliki nilai absorbansi yang baik pada rentang 0,2-0,8.
Namun ketika dilakukan analisis kuantitatif dengan perhitungan kadar aspirin
menggunakan metode kurva kalibrasi memperoleh sebesar 147,877% . Sedangkan
hasil perhitungan kadar aspirin dengan metode one point method yang
memperoleh hasil tidak jauh berbeda dengan hasil metode kurva kalibrasi yaitu
sebesar 152,2549%. Hal tersebut tidak sesuai dengan Farmakope Indonesia edisi
IV, dimana persyaratan kadar untuk tablet yang mengandung aspirin adalah
mengandung tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0%
DAFTAR PUSTAKA

Baysinger, Grace.Et all. (2004). CRC Handbook Of Chemistry and Physics.


85th ed.

D. Vijay, Godavariya., B. Prajapati, Pintu., P. Bhavin, Marolia., dan A.


Sailesh,Shah.. (2012). Development Rovustatin Calcium and Aspirin in
Marketed Formulation. International ResearchJournal of Pharmacy ,Vol.3,
No.8.

Dannhardt, G., dan Laufer, S. (2000). Structural approach to explain the


selectivity of COX-2 inhibitors: Is there a common pharmacophore?. Curr.
Med. Chem 7: 1101–1112.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. (1979). Farmakope Indonesia


edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Dirjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. (2014). Farmakope Indonesia


Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar

Khopkar.S.M. (2010). Konsep dasar Kimia Analitik. Jakarta: UIP.

R. S. Murthy., Kumar, Maram Ravi., Mallu, Useni Reddy., dan Bapatu, Hanimi
Reddy. (2012). A Simple RP- HPLC Method Simultaneous Analysis
of Aspirin, Atenolol, Hydrochlorothiazide, Ramipriland, and Simvastatin
in Pharmaceutical Solid Dosage Form. International Journal of
ScienceInnovations and Discoveries ,Vol. 2, No.1.

Ratih Utari,2013 .Pengendapan.written by Chemical Analyst. Jakarta.


Rowe, R.C. et Al. (2009). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6thEd.
London: The Pharmaceutical Press.

Sastrohamidjojo, H. (1992). Spektroskopi Infra Merah, Edisi I Cetakan I.


Yogyakarta: Liberty.

Sitorus, Marham. (2009). Spektroskopi Elusidasi Struktur Molekul Organik..


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Skoog, D.A., D.M. West, dan F.J. Holler. (1996). Fundamental of Analytical
chemistry. 7th ed. Sauders College Publish.

Anda mungkin juga menyukai