Anda di halaman 1dari 19

Laporan Praktikum Farmasi Fisika

1438H/20
16

Modul 1
KELARUTAN

1. PRINSIP PERCOBAAN
Penentuan kelarutan asam salisilat berdasarkan penambahan kosolven dan surfaktan dalam
beberapa konsentrasi serta pengaruh Ph terhadap kelarutan dengan menggunakan metode titrasi
asam basa yang didasarkan pada reaksi netralisasi.

2. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu, untuk :
1) Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat aktif
2) Menentukan usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kelarutan suatu zat

3. LANDASAN TEORI
Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut di dalam
larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter
pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500
mL air. Kelarutan juga dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen.
Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika
zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsinya obat baru dapat di absorpsi setelah zat aktifnya
terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk mempertinggi efek Farmakologi dari
sediaaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya (Samsyuni,2005).
Suatu obat harus mempunyai kelarutan dalam air agar manjur secara terapi sehingga obat
masuk ke sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek terapeutik. Senyawa-senyawa yang tidak
larut seringkali menunjukkan absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu (Ansel, 1985).
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute),
untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat
terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh.
Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah
etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible. Pelarut
umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang
terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol
dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering
diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus
yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan
kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh
(supersaturated) yang metastabil (Woedepss) (Martin, 1990).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah pengadukan, suhu, luas
permukaan, fikositas, ukuran partikel, pH larutan, dan polimerfisme (Ditjen POM, 1979).
Selain faktor di atas penambah surfaktan juga akan mempengaruhi kelarutan. Makin panjang
rantai gugus non polar suatu zat makin zat tersebut larut dalam air. Selain itu, penambahan surfaktan
dapat juga ditambahkan zat-zat pembentuk kompleks untuk menaikkan kelarutan suatu zat,
misalnya penambahan uretan dalam pembuatan injeksi khinin.Surfaktan adalah suatu zat yang

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 1 dari 18
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16

digunakan untuk menakkan kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu
polar dan non polar. (Ditjen POM, 1979).
Jenis-jenis pelarut yang biasanya digunakan untuk melarutkan antara lain (Martin dkk, 1993):
a. Pelarut Polar
Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu momen dipolnya.
Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lain. Sesuai dengan itu, air bercampur
dengan alkohol dalam segala perbandingan dan melarutkan gula dan senyawa polihidroksi lain. Air
melarutkan fenol, alkohol, aldehid, keton amina dan senyawalain yang mengandung oksigen dan
nitrogen yang dapat membentuk ikatan hidrogen dalam air.
b. Pelarut non polar
Aksi pelarut dari cairan non polar seperti hidrokarbon berbeda dengan zat polar. Pelarut non
polar tidak dapat mengurangi gaya tarik menarik antara ion elektrolit kuat dan lemah,karena tetapan
dielektrik pelarut yang rendah. Pelarut juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit
dan berionisasi lemah karena pelarut non polar tidak dapat membentuk jembatan hidrogen dengan
non elektrolit. Oleh karena itu, zat terlarut ionik dan polar tidak dapat larut atau hanya dapat larut
sedikit dalam pelarut non polar. Tetapi senyawa non polar dapat melarutkan zat terlarut non polar
dengan tekanan yang sama melalui interaksi dipol induksi. Molekul zat terlarut tetap berada dalam
larutan dengan adanya sejenis gaya van der waals – London lemah. Maka, minyak dan lemak larut
dalam karbon tetraklorida, benzena dan minyak mineral. Alkaloida basa dan asam lemak larut dalam
pelarut non polar(Martin,1993)
c. Pelarut Semipolar
Pelarut semipolar seperti keton dan alkohol dapat menginduksi suatu derajat polaritas
tertentu dalam molekul pelarut non polar, sehingga menjadi dapat larut dalam alkohol, contoh :
benzenayang mudah dapat dipolarisasikan kenyataannya senyawa semipolar dapat bertindak
sebagai pelarut perantara yang dapat menyebabkan bercampurnya cairan polar dan non polar
(Martin,1993)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat padat dalam cairan antara lain
(Martin,1993):
a. Intensitas Pengadukan
Pada pengadukan yang rendah aliran bersifat pasif. Zat padat tidak bergerak dan kecepatan
pelarutan bergantung pada bagimana karakter zat padat tersebut menghambur dari dasar wadah.
Zat padat dan larutannya tidak berpindah ke atas sistem sehingga mempunyai perbedaan
konsentrasi. Pada pengadukan yang tinggi sistem menjadi turbulent. Gaya sentrifugal dari putaran
cairan mendorong partikel ke arah luar dan atas.
b. pH (keasaman atau kebasaan)
Kebanyakan obat adalah elektrolit lemah. Obat-obat ini bereaksi dengan kelompok asam dan
basa kuat serta dalam jarak pH tertentu berada pada bentuk ion yang biasanya larut dalam air,
sehingga jelaslah bahwa kelarutan elektrolit lemah sangat dipengaruhi oleh pH larutan.
c. Suhu
Perubahan kelarutan suatu zat terlarut karena pengaruh suhu erat hubungannya dengan
panas pelarutan dari zat tersebut. Panas pelarutan didefinisikan sebagai banyaknya panas yang
dibebaskan atau diperlukan apabila satu mol zat terlarut dilarutkan dalam dalam suatu pelarut
untuk menghasilkan satu larutan jenuh. Kenaikan temperatur menaikkan kelarutan zat padat yang
mengabsorpsi panas (prosesendotermik) apabila dilarutkan. Pengaruh ini sesuai dengan asas Le
Chatelier, yang mengatakan bahwa sistem cenderung menyesuaikan diri sendiri dengancara yang
sedemikian rupa sehingga akan melawan suatu tantangan misalnya kenaikan temperatur. Sebaliknya

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 2 dari 18
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16

jika proses pelarutan eksoterm yaitu jika panas dilepaskan, temperatur larutan dan wadah terasa
hangat bila disentuh. Kelarutan dalam hal ini akan turun dengan naiknya temperatur. Zat padat
umumnya termasuk dalam kelompok senyawa yang menyerap panas apabila dilarutkan.
d. Komposisi cairan pelarut
Seringkali zat pelarut lebih larut dalam campuran pelarut daripada dalam satu pelarut saja.
Gejala ini dikenal dengan melarut bersama (kosolvensi) dan kombinas pelarut menaikkan kelarutan
dari zat terlarut disebut kosolven.
e. Ukuran partikel
Ukuran dan bentuk partikel juga berpengaruh terhadap ukuran partikel. Semakin kecil
ukuran partikel semakin besar kelarutan suatu bahan obat.
Surfaktan
Surfaktan adalah substansi yang dalam kadar rendah suatu sistem dapat teradsorpsi pada
permukaan dan dapat menurunkan tegangan muka atau energi bebas permukaan. Bentuk antarmuka
ditunjukkan suatu batas antar dua fase yang tidak saling campur, sedang permukaan biasanya
menunjukkan antar muka dimana salah satu fase adalah fase gas atau udara. Surfaktan sering
digunakan sebagai bahan tambahan karena kemampuannya mengemulsi, mensuspensi, dan
melarutkan obat serta kecenderungan menambah adsorpsi obat. Sifat dari surfaktan adalah
menambah kelarutan senyawa organik dalam sistem berair. Sifat ini tampak hanya pada cairan dan
di atas konsentrasi misel kritis. Ini menunjukkan bahwa misel adalah bersangkutan dengan fenomena
ini. Berbagai bahan tambahan dalam produk obat juga dapat mempengaruhi kinetika kelarutan obat
itu sendiri (Lachman, 1986).
Critical Micelles Concentration (CMC) merupakan kemampuan surfaktan dalam melarutkan
suatu zat berdasarkan atas suatu pembentukan agregat molekul yang disebut sebagai misel (mica-
micell= bola 13partikel). Misel terbentuk dalam larutan zat aktif permukaan di atas konsentrasi
tertentu yang disebut CMC ( KMK = konsentrasi misel kritis). Pada saat terjadinya CMC akan terjadi
perubahan tajam sifat fisika yang dapat dideteksi dalam larutan air (daya hantar, tekanan osmotik,
penurunan titik beku, tegangan permukaan, viskositas, indeks bias dan lain-lain), yang dapat dapat
digunakan untuk menentukan CMC (Voigt, 1984).
Fenomena terbentuknya misel dapat diterangkan sebagai berikut : di bawah konsentrasi CMC
amfifil yang mengalami adsorpsi pada antar muka udara atau air meningkat pada waktu konsentrasi
amfifil dinaikkan. Akhirnya dapat dicapai suatu titik dimana antar muka dan fase bulk keduanya
menjadi jenuh dengan monomer. Kondisi ini adalah CMC. Tiap penambahan amfifil selanjutnya
melebihi konsentrasi akan mengagregasi membentuk misel dan energi bebas sistem dikurangi
dengan cara ini. Di atas CMC, tegangan permukaan pada pokoknya tetap konstan, yang
menunjukkan permukaan antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel (Martin,1993).
Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom ataupun ion dari dua
zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau komposisinya dapat berubah. Disebut
homogen karena susunanya begitu seragam sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-bagian
yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis sekalipun (Martin, 1990).
Larutan jenuh adalah suatu larutan yang zat terlarutnya berada dalam kesetimbangan dengan
fase padat (zat terlarut) (Sinko, 2011). Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan
yang mengandung zat trlarut dalam konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada
temperature tertentu (Martin, 1990). Larutan lewat jenuh adalah suatu laruta yang mengandung zat
terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada seharusnya pada temperature tertentu dan terdapat
juga zat terlarut yang tidak larut (Sinko, 2011).

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 3 dari 18
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16

Fase larutan dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas misalnya udara. Larutan
padat misalnya perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain. Larutan cair misalnya air laut,
larutan gula dalam air, dan lain-lain. Komponen larutan terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut
(solute). Pada bagian ini dibahas larutan cair. Pelarut cair umumnya adalah air. Pelarut cair yang lain
misalnya bensena, kloroform, eter, dan alkohol. Jika pelarutnya bukan air, maka nama pelarutnya
disebutkan. Misalnya larutan garam dalam alkohol disebut larutan garam dalam alkohol (alkohol
disebutkan), tetapi larutan garam dalam air disebut larutan garam (air tidak
disebutkan) (Samsyuni,2005).
Menurut metode kelarutan, sejumlah besar obat ditempatkan dalam wadah yang tertutup baik,
bersama-sama dengan larutan zat pengomplek dalam berbagai konsentrasi dan botol dikocok dalam
bak pada temperature konstan sampai tercapai kesetimbangan. Cairan supernatant dalam porsi yang
cukup diambil dan dianalisis (Martin, 1990).
Titrasi asam basa adalah suatu prosedur untuk menentukan kadar (pH) suatu larutan
asam/basa berdasarkan reaksi asam basa. Kadar larutan asam dapat ditentukan dengan
menggunakan larutan basa yang sudah diketahui kadarnya, dan sebaliknya kadar larutan basa dapat
ditentukan dengan menggunakan larutan asam yang sudah diketahui kadarnya. Titrasi yang
menyandarkan pada jumlah volum larutan disebut titrasi volumetri. Pengukuran volum diusahakan
setepat mungkin dengan menggunakan alat-alat, seperti buret dan pipet volumetric.
Larutan yang akan dicari kadarnya dimasukkan ke dalam labu erlemeyer, sementara larutan
yang sudah diketahui kadarnya dimasukkan ke dalam buret. Sebelum memulai titrasi, larutan yang
akan dititrasi ditetesi larutan indikator. Jenis indikator yang digunakan disesuaikan dengan titrasi
yang dilakukan, misalnya Fenolftalein untuk titrasi asam kuat oleh basa kuat. (Sutresna, 2007)
Secara teknis, titrasi dilakukan dengan cara mereaksikan sedikit demi sedikit larutan penitrasi
melalui buret, ke dalam larutan yang akan dititrasi dalam labu erlemeyer. Penambahan dilakukan
terus menerus sampai kedua larutan tepat habis bereaksi yang ditandai dengan berubahnya warna
indikator. Kondisi pada saat terjadi perubahan warna indikator disebut titik akhir titrasi. Titik akhir
titrasi diharapkan mendekati titik ekuivalen titrasi, yaitu kondisi pada saat larutan asam habis
bereaksi dengan larutan basa. Pendekatan antara titik akhir titrasi dan titik ekuivalen titrasi
bergantung pada pH perubahan warna dari larutan indikator. Jika perubahan warna indikator
terletak pada pH titik ekuivalen, maka titik akhir titrasi sama dengan titik ekuivalen. Akan tetapi, jika
perubahan warna terjadi setelah penambahan larutan penitrasi yang berlebih, maka titik akhir titrasi
berbeda dengan titik ekuivalen. Perbedaan antara titik akhir titrasi dengan titik ekuivalen disebut
kesalahan titrasi. Besar kecilnya kesalahan titrasi ditentukan oleh pemilihan indikator. Jika indikator
yang digunakan tepat, maka kesalahan titrasinya kecil.
Dalam titrasi, ada saat dimana terjadi perubahan pH secara drastis. Kondisi ini terjadi saat
titrasi mendekati titik ekuivalen. Perubahan ini akan tetap terjadi meskipun larutan penitrasi yang
ditambahkan sangat sedikit. Titik ekuivalen dalam titrasi berbeda-beda tergantung jenis titrasinya.
Titrasi asam kuat oleh basa kuat dan sebaliknya mempunyai titik ekuivalen pada pH 7. Titik
ekuivalen titrasi asam lemah oleh basa kuat terjadi pada pH basa, antara 8 dan 9. Sementara titik
ekuivalen titrasi basa lemah oleh asam kuat berada pada pH asam. (Sutresna, 2007)
Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5%. Pemerian hablur ringan tidak berwarna
atau serbuk berwarna putih; hampir tidak berbau; rasa agak manis dan tajam. Kelarutan Larut dalam
550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95%) P; mudah larut dalam kloroform P dan eter P; larut
dalam amonium asetat P, dinatrium hidrogenfosfat P, kalium sitrat P dan natrium sitrat P.
Identifikasi : A. Menunjukkan reaksi Salisilat yang tertera pada reaksi identifikasi.B. Larutkan

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 4 dari 18
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16

bereaksiasam terhadap larutan merah metil P. Suhu lebur antara dan . Penyimpanan dalam wadah
tertutup baik, khasiat dan penggunaan keratolitikum, anti fungi (FIII, 1979).
Berdasarkan pemeriksaan organoleptis, asam salisilat berasa asam, tidak berbau,
berwarna putih, dan berbentuk serbuk halus. Larut dalam alcohol 96% dan tidak larut dalam aqua
dan kloroform, menurut kelompok kami tidak larut dalam air karena kadar air yang diberikan hanya
sedikit dan kloroform yang diberikan tidak pekat. Dan rasanya berbeda mungkin karena
penyimpanan bahan sudah tercampur dengan bahan lain. (FIII, 1979)
Prinsip alat yang digunakan seperti lab sheaker adalah motor berputar untuk menggerakan
tuas dan tuas tersebut dihubungkan dengan poros yang terhubung dengan sebuah plat. Ketika motor
berputar, secara otomatis mekanik sheaker bisa menggerakan plat tersebut dengan gerakan jungkat
jungkit. Dengan demikian sheaker dapat menghasilkan gerakan pencampuran terhadap suatu
gerakan terhadap suatu larutan yang mana larutan tersebut ditempatkan diatas plat. (FV, 2012)
Pipet tetes memiliki prinsip kerja pengambilan larutan berdasarkan pompa karet atau pengatur
skala pada bagian atas. (FV, 2012)
Timbangan analitik memiliki prinsip kerja yaitu dengan penggunaan sumber tegangan listrik
yaitu stavolt dan dilakukan peneraan terlebih dahulu sebelum digunakan kemudian bahan
diletakkan pada timbangan lalu dilihat angka yang tertera pada layar, angka tersebut merupakan
berat dari bahan yang ditimbang. (FV, 2012).
Berat Ekuivalen adalah berat atom dibagi dengan jumakag ekuivalen poemberat atom (valensi).
Jumlah ekuivalen perberat atom, yaitu 1 untuk fluorin dan 2 untuk oksigen, merupakan valensi
umum untuk unsur-unsur ini. Konsep berat ekuivalen tidak hanya berlaku untuk atom, namun dapat
juga dipakai untuk molekul. Berat ekuivalen nartium hidroksida sama dengan bobot molekulnya (40
g/Eq) karena valensi natrium adalah 1 (Martin,1990).

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 5 dari 18
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16

4. ALAT DAN BAHAN


Alat: Bahan:
- Beaker glass - Asam salisilat
- Neraca analitik - NaOH 0,1 N
- Buret - Tween 80
- Statif - Larutan dapar fosfat pH 5,6,7,8,9
- Erlenmeyer - Kertas saring
- Labu ukur 500 mL - Fenolftalein
- Gelas ukur 25 mL - Etanol
- Gelas ukur 100 mL - Propilen glikol
- Corong - Aquadest
- Pipet tetes - Kertas perkamen
- Batang pengaduk
- Lab sheaker
- Spatel
- Sendok tanduk

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 6 dari 18
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16

5. PROSEDUR KERJA
A. Pengaruh Pelarut Campur (Kosolven) Terhadap Kelarutan Suatu Zat

Dibuat 50 mL Pelarut Campur dengan komposisi seperti pada tabel:


Solvent (%) Cosolvent (% v/v)
No
Air (mL) Etanol (mL) Propilen Glikol (mL)
1 50 0 0
2 30 5 15
3 30 10 10
4 30 15 5
5 30 20 0
6 30 0 20

Dilarutkan 1 gram asam salisilat ke dalam campuran pelarut

Larutan dikocok menggunakan lab sheaker selama 1 jam. Jika ada


endapan yang terlarut selama pengocokan ditambahkan asam

Larutan disaring, 20 mL filtrat ditentukan kadar Asam Salisilat terlarutnya dengan


titrasi asam basa menggunakan fenolftalein dengan peniter NaOH 0,1 N.

Dibuat kurva antara kelarutan asam salisilat dengan konstanta dielektrik campuran
pelarut.

Dibuat kurva antara kelarutan asam salisilat dengan konstanta


dielektrik campuran pelarut.

B. Pengaruh Penambahan Surfaktan terhadap Kelarutan Suatu Zat

Larutan seri dibuat mengandung tween 80 dengan konsentrasi:


( 0|0,6|0,8|2,0| 4,0|6,0|8,0 )
Ad .100 mL air
Ditambahkan 1 gram asam salisilat kedalam setiap komposisi

Larutan dikocok menggunakan lab sheaker selama 1 jam. Jika ada endapan
yang terlarut selama pengocokan ditambahkan asam salisilat

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 7 dari 18
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16

Larutan disaring, 20 mL filtrat ditentukan kadar Asam Salisilat terlarutnya


dengan titrasi asam basa menggunakan fenolftalein dengan peniter NaOH 0,1
N.

Dibuat kurva antara kelarutan Asam Salisilat dengan konsentrasi surfaktan serta
tentukan KMK (Konsentrasi Misel Krisis) Tween 80.

C. Pengaruh pH terhadap Kelarutan Suatu Zat


Larutan dapat fosfat dibuat 100 mL dengan pH 5,6,7,8, dan 9

Diambil 25 mL dari setiap larutan lalu ditambahkan 0,5 g Asam


Salisilat

Larutan dikocok menggunakan lab sheaker selama 1 jam. Jika ada


endapan yang terlarut selama pengocokan ditambahkan asam

Larutan disaring, 20 mL filtrat ditentukan kadar Asam Salisilat


terlarutnya dengan titrasi asam basa menggunakan fenolftalein
dengan peniter NaOH 0,1 N.

Dibuat kurva hubungan antara konsentrasi zat yang diperoleh


dengan pH larutan.

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 8 dari 18
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16

6. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


1. Konsentrasi Asam Oksalat Akibat Pengaruh Kosolven

Konsentrasi asam Oksalat


No NaoH (mL) KD
(N0rmalitas)
1 3,7 0,0185 N 80
2 15,7 0,0185 N 73
3 21,3 0,109 N 68
4 12,3 0,6615 N 68
5 31,3 0,1565 N 68
6 18 0,09 N 68

PENGARUH KOSOLVEN
0.18
0.16
0.14
0.12
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
66 68 70 72 74 76 78 80 82

2. Konsentrasi Asam Oksalat Akibat Pengaruh Surfaktan

Konsentrasi Asam Oksalat


No NaoH (mL)
(Normalitas)
1 3,6 0,018 N
2 3,6 0,018 N
3 6 0,03 N
4 9,9 0,0495 N
5 10,1 0,0505 N
6 11,5 0,0575 N
7 12,6 0,063 N

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 9 dari 18
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16

Pengaruh
PENGARUH
PH SURFAKTAN
10 9
9 8
8 7
7 6
6
5
5
4
4
3 3
2 2
1 1
0 0
1 21 2 3 3 44 5 5 6 7

3. Konsentrasi Asam Oksalat Akibat Pengaruh PH

Konsentrasi Asam Oksalat


PH NaoH (m)
(Normalitas)
5 11,9 0,059 N
6 15,2 0,076 N
7 9 0,045 N
8 12,9 0,0645 N
9 9,7 0,0485 N

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 10 dari 18
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 11 dari 18
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16

Perhitungan
 Perhitungan NaCl

gr 1000
N= ×
BE v
gr 1000
0,1= ×
40 500
gr=2 gram

 Perhitungan Asam Oksalat Terhadap Pengaruh Kosolven

1. V1xN1 = V2xN2
20×N1 = 3,7×0,1
N1 = 0,0185

KD = (% air × KD air) + (% etanol × KD etanol) + (%ppg × KD ppg)


KD = (100 % × 80) + (0 % × 50) + (% × 50)
KD = 80

2. V1xN1 = V2xN2
20× N1= 15,7×0,1
N1 = 0,0785 N

KD = (% air × KD air) + (% etanol × KD etanol) + (%ppg × KD ppg)


KD = (60 % × 80) + (10 % × 50) + (30 % × 50)
KD = 73

3. V1xN1 = V2xN2
20× N1 = 21,8×0,1
N1 = 0,109 N

KD = (% air × KD air) + (% etanol × KD etanol) + (%ppg × KD ppg)


KD = (60 % × 80) + (20 % × 50) + (20 % × 50)
KD = 68

4. V1xN1 = V2xN2
20× N1 = 12,5×0,1
N1 = 0,0615 N

KD = (% air × KD air) + (% etanol × KD etanol) + (%ppg × KD ppg)


KD = (60 % × 80) + (30 % × 50) + (10 % × 50)
KD = 68

5. V1xN1 = V2xN2
20 × N1 = 21,3 × 0,1
N1= 0,1565 N

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 12 dari 18
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16

KD = (% air × KD air) + (% etanol × KD etanol) + (%ppg × KD ppg)


KD = (60 % × 80) + (40 % × 50) + (0 % × 50)
KD = 68

6. V1xN1 = V2xN2
20 × N1 = 18 × 0,1
N1 = 0,09 N

KD = (% air × KD air) + (% etanol × KD etanol) + (%ppg × KD ppg)


KD = (60 % × 80) + (0 % × 50) + (40 % × 50)
KD = 68

 Perhitungan Konsentrasi Asam Oksalat Akibat Pengaruh Surfaktan

1. V1xN1 = V2xN2
20 × N1 = 3,6 × 0,1
N1= 0,018 N

2. V1xN1 = V2xN2
20 × N1 = 3,6×0,1
N1= 0,018 N

3. V1xN1 = V2xN2
20 × N1 =6×0,1
N1=0,03 N

4. V1xN1 = V2xN2
20 × N1 =9,9×0,1
N1=0,0405 N

5. V1xN1 = V2xN2
20 × N1 =10,1×0,1
N1=0,050 N

6. V1xN1 = V2xN2
20 × N1 = 11,5 × 0,1
N1= 0,0575 N

7. V1xN1 = V2xN2
20 × N1 = 12,6 × 0,1
N1 = 0,063 N

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 13 dari 18
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16

 Perhitungan Konsentrasi Asam Oksalat Akibat Pengaruh konsentrasi PH

1. pH 5:
V1xN1 = V2xN2
20 × N1 = 11,2 × 0,1
N1 = 0,059 N

2. PH 6:
V1xN1 = V2xN2
20 × N1 = 15,2 × 0,1
N1 = 0,076 N

3. PH 7:
V1xN1 = V2xN2
20 N1 = 9 × 0,1
N1= 0,045 N

4. PH 8:
V1xN1 = V2xN2
20 × N1 = 12,9 × 0,1
N1= 0,0645 N

5. PH 9:
V1xN1 = V2xN2
20 × N1 = 9,7 × 0,1
N1 = 0,0435 N

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 14 dari 18
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16

7. PEMBAHASAN
Tujuan dilakukan percobaan ini adalah mampu menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi
kelarutan suatu zat aktif dan mampu menentukan usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kelarutan suatu zat. Kelarutan ialah banyaknya zat terlarut (solute) yang dapat dilarutkan oleh zat
pelarut tertentu (solvent) pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan ini dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu pH, suhu, jenis pelarut dan konstanta dielektrik, ukuran partikel zat terlarut,
penambahan surfaktan dan ion sejenis. Kelarutan ini sangat dibutuhkan dalam formulasi sediaan-
sediaan farmasi. Misalnya, untuk membuat sediaan cair/liquid membutuhkan sediaan air sebagai
pelarut maka data kelarutan sangat dibutuhkan. Selain itu untuk membuat sediaan padat, seperti
tablet dan kapsul data kelarutan ini dibutuhkan untuk menghitung kecepatan sediaan ini diserap
oleh saluran cerna dan data kelarutan ini digunakan juga untuk meningkatkan bioavailbilitas.
Pada percobaan yang telah dilakukan, faktor-faktor yang dijadikan prinsip percobaan adalah
pH, penambahan surfaktan, dan pH. Dari ketiga faktor ini akan diketahui faktor mana yang lebih
meningkatkan kelarutan zat aktif.
Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat. Kelarutan zat yang dimaksud dalam
percobaan ini adalah asam salsilat pada pelarut campuran air, etanol, prepilen glikol. Masing-masing
pelarut campuran sudah diketahui konsentrasinya. Kemudian dilarutkan 1 gr asam salsilat kedalam
masing-masing tabung yang berisi campuran, kenapa asam salsilat yang dilarutkan, karena dalam
percobaan ini yang akan ditentukan adalah kadar asam salsilat yang akan dititrasi dengan titrasi
asam basa dengan menggunakan indikator fenolftalein, pentiter NaOH 0,1 N.
Kemudian dikocok dengan menggunakan lab. Sheaker selama 1 jam, selama pengocokan asam
salsilat masih banyak yang tidak larut. Pengocokan menggunakan lab sheaker ini bertujuan untuk
untuk mempermudah pengocokan dan untuk mempercepat terjadinya reaksi, sehingga larutan
dapat larut dengan sempurna. Setelah 1 jam pengocokan dilakukan penyaringan dengan
menggunakan kertas saring dan filtrate diambil sebanyak 20 mL. Untuk menentukan konsentrasi
asam salisilat dilakukan titrasi asam basa antara asam salisilat dengan larutan peniter NaOH 0,1 N
yang sebelumnya telah dibuat. Prinsip titrasi ini adalah reaksi netralisasi, antara asam lemah asam
oksalat dengan basa kuat NaOH yang menghasilkan garam kuat. Indicator yang digunakan berupa
fenolftalein. Indicator ini berfungsi memunculkan warna yang berbeda ketika analit habis bereaksi.
Setiap erlemeyer ditambahkan 3 tetes indicator fenolftalein. Kemudian tirtasi dilakukan pada setiap
Erlenmeyer dari Erlenmeyer A hingga Erlenmeyer F. Titrasi ini dihentikan ketika warna sampel
berubah menjadi merah muda. Kemudian volume NaOH yang digunakan dicatat untuk
mementukan berapa konsentrasi asam oksalat. Setelah semua selesai dititrasi konsentrasi asam
oksalat ditentukan dengan persamaan N1xV1=N2xV2. N1.V1 untuk asam oksalat dan N2xV2 untuk
NaOH. Dan setelah dilakukan titrasi mengguakan indikator, maka diperoleh konsentrasi konsolven
pada campuran pelarut A konsentrasinya sebesar 0,0815; pada campuran pelarut B sebesar 0,0785N;
pada campuran pelarut C sebesar 0,109N; pada campuran D sebesar 0,0615N; pada campuran pelarut
E 0,1565 N; pada campuran pelarut F sebesar 0,09 N.
Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan asam salisilat dilakukan dengan
menggunakan surfaktan Tween 80 dengan zat aktif berupa asam salisilat. Surfaktan merupakan
molekul yang mempunyai dua sisi penyusun yaitu sisi polar yang bersifat hidrofilik dan sisi lainnya
nonpolar yang bersifat hidrofob, surfaktan ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan.
Larutan seri yang mengandung Tween 80 dibuat dengan konsentrasi 0 g Tween 80/100 mL air, 0,4 g
Tween 80/100 mL air, 0,8 g Tween 80/100 mL air, 2,0 g Tween 80/100 mL air, 4,0 g Tween 80/100 mL
air, 6,0 g Tween 80/100 mL air, 8,0 g Tween 80/100 mL air. Pembuatan larutan seri ini dilakukan

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 15 dari 18
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16

dengan bahan berupa Tween 80 dan akuades. Pada Erlenmeyer 1 tidak dimasukkan Tween 80 hanya
ditambahkan akuades sebanyak 100 mL. lalu Tween 80 ditimbang pada neraca analitik sebanyak 0,4
gram, 0,8 gram, 2,0 gram 4,0 gram, dan 8,0 gram. Setelah ditimbang, masing-masing Tween 80
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang berbeda. Pada masing-masing Erlenmeyer ditambahkan
akuades sebanyak 100 mL. Kemudian dilakukan pengadukan hingga Tween 80 larut di dalam
akuades. Lalu 1 gram asam salisilat ditimbang di neraca analitik kemudian 1 gram asam salisilat
dimasukkan ke setiap komposisi pelarut yang ada di dalam Erlenmeyer. Sehingga pada setiap
Erlenmeyer terdapat 1 gram asam salisilat. Larutan ini dikocok dengan menggunakan lab. Shaker
selama 1 jam. Pengocokan menggunakan lab sheaker ini bertujuan untuk untuk mempermudah
pengocokan dan untuk mempercepat terjadinya reaksi, sehingga larutan dapat larut dengan
sempurna. Setelah 1 jam pengocokan, lab. Shaker dimatikan dan ketujuh Erlenmeyer diangkat. Lalu
setiap larutan ini disaring dengan kertas saring dan corong. Tujuan penyaringan ini agar didapatkan
filtrat yang bebas dari endapan. Setelah semua penyaringan selesai, 20 mL filtrat dari setiap
Erlenmeyer 1-7 diukur dengan gelas ukur kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer untuk
dititrasi. Untuk menentukan konsentrasi asam salisilat dilakukan titrasi asam basa antara asam
salisilat dengan larutan peniter NaOH 0,1 N yang sebelumnya telah dibuat. Prinsip titrasi ini adalah
reaksi netralisasi, antara asam lemah asam oksalat dengan basa kuat NaOH yang menghasilkan
garam kuat. Indicator yang digunakan berupa fenolftalein. Indicator ini berfungsi memunculkan
warna yang berbeda ketika analit habis bereaksi. Setiap erlemeyer ditambahkan 3 tetes indicator
fenolftalein. Kemudian tirtasi dilakukan pada setiap Erlenmeyer dari Erlenmeyer 1 hingga
Erlenmeyer 7. Titrasi ini dihentikan ketika warna sampel berubah menjadi merah muda. Kemudian
volume NaOH yang digunakan dicatat untuk mementukan berapa konsentrasi asam oksalat. Setelah
semua selesai dititrasi konsentrasi asam oksalat ditentukan dengan persamaan N 1xV1=N2xV2. N1.V1
untuk asam oksalat dan N2xV2 untuk NaOH. Setelah dilakukan perhitungan konsentrasi asam oksalat
dalam Tween 80 0 gram sebesar 0,018N, konsentrasi asam oksalat dalam Tween 80 0,4 gram sebesar
0,018N, konsentrasi asam oksalat dalam Tween 80 0,8 gram sebesar 0,03N, konsentrasi asam oksalat
dalam Tween 80 2,0 gram sebesar 0,0495N, konsentrasi asam oksalat dalam Tween 80 4,0 gram
sebesar 0,0505N, konsentrasi asam oksalat dalam Tween 80 6,0 gram sebesar 0,0595N, konsentrasi
asam oksalat dalam Tween 80 8,0 gram sebesar 0,063N. Dari konsentrasi asam oksalat yang didapat
dari titrasi ini semakin besar konsentrasi surfaktan maka semakin besar konsentrasi asam oksalat.
Cara kerja surfaktan pada percobaan ini adalah surfaktan dengan sisi polar akan mengikat air yang
bersifat polar juga. Setelah berikatan dan saling terlarut akan bereaksi dengan asam oksalat. Setelah
bereaksi akan terbentuk misel. Setelah misel terbentuk titik KMK akan tercapai, titik KMK
(Konsentrasi Misel Kritis) merupakan misel (agregat koloidal) yang berperan dalam proses
solubilisasi miselar. Proses solubilisasi miselar merupakan proses pelarutan yang terjadi secara
spontan antara molekul yang sulit larut dalam air dengan misel yang terbentuk dari surfaktan dalam
larutan sampel dan membentuk larutan ang lebih stabil. Dengan tercapainya KMK ini maka kerja
surfaktan Tween 80 dalam menurunkan tegangan permukaan akan terhenti dan surfaktan ini akan
meningkatkan kelarutan zat aktif asam salisilat. Semakin besar konsentrasi surfaktan yang digunakan
maka semakin meningkatkan kelarutan zat aktif tersebut karena akan semakin banyak misel yang
terbentuk dan KMK akan tercapai dengan cepat, serta surfaktan akan meningkatkan kelarutan
dengan cepat.
Pada percobaan selanjutnya dilakukan uji pengaruh pH terhadap kelarutan asam salisilat
dengan menggunakan larutan dapar fosfat dengan pH 5,6,7,8 dan 9.Penggunaan larutan dapar fosfat
ini dilakukan karena larutan dapar merupakan larutan yang tidak mengalami perubahan pH
walaupun ditambahkan sedikit asam maupun sedikit basa sehingga dapat digunakan sebagai pelarut

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 16 dari 18
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16

untuk melarutkan asam salisilat yang bersifat asam lemah. Sedangkan penggunaan pH yang dibuat
bervariasi bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan pH terhadap kelarutan asam
salisilat, sehingga variabel bebas dalam hal ini larutan dapar fosfat harus dibuat bervariasi. Dalam
hal ini larutan dapar dapat mempertahankan nilai pH tertentu. Larutan dapar merupakan suatu
larutan yang dapat menahan perubahan pH yang besar ketika ion – ion hidrogen atau hidroksida
ditambahkan, atau ketika larutan itu diencerkan. Secara umum, larutan dapar mengandung
pasangan asam – basa konjugat atau terdiri dari campuran asam lemah dengan garam yang
mengandung anion yang sama dengan asam lemahnya, atau basa lemah dengan garam yang
mengandung kation yang sama dengan basa lemahnya. Dapar fosfat adalah buffer netral dengan
kisaran pH 7. Dapar fosfat dapat dibuat dengan menggunakan monosodium fosfat (NaH2PO4)
dan basa konjugatnya yaitu disodium fosfat (Na2HPO4).
Pada percobaan ini, 25 mL dari larutan dapar fosfat dalam berbagai pH ditambahkan 0,5 g
asam salisilat kedalamnya dan kemudian larutan tersebut dikocok menggunakan lab sheaker selama
1 jam. Metode sederhana untuk menentukan kelarutan sebagian besar senyawa atau bahan campuran
adalah mengocok dengan lama zat bubuk halus dengan zat terlarut pada temperatur yang
diperlukan hingga tercapai keseimbangan. Pengocokan menggunakan lab sheaker ini bertujuan
untuk untuk mempermudah pengocokan dan untuk mempercepat terjadinya reaksi, sehingga
larutan dapat larut dengan sempurna. Dalam menggunakan lab sheaker harus hati-hati
karena apabila tidak dikhawatirkan antara labu Erlenmeyer akan saling bertabrakan dan
menyebabkan zat tumpah dan prosedur harus diulangi lagi dari awal selama 1 jam. Setelah
pengocokan selama 1 jam, akan tampak bagian asam salisilat yang tidak larut dalam larutan dapar
fosfat. Hal tersebut menunjukkan bahwa asam salisilat memiliki kelarutan. Jika pada larutan ada
endapan asam salisilat yang terlarut selama pengocokan maka asam salisilat ditambahkan
agar larutan asam salisilat menjadi jenuh kembali. Larutan Jenuh merupakan suatu larutan di
mana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padatSetelah dilakukan pengocokan
menggunakan lab sheaker kemudian, larutan tersebut disaring menggunakan kertas
saring.Penyaringan ini dilakukan untuk memisahkan sisa asam salisilat yang belum terlarut supaya
larutan bebas dari asam salisilat yang tak larut.
Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode volumetri dengan cara titrasi
asam basa yang didasarkan pada reaksi netralisasi dimana 20 mL larutan yang telah disaring dititrasi
menggunakan NaOH sebagai pentiter dan fenolftalein sebagai indikator.Titrasi ini dilakukan untuk
menentukan konsenterasi dari asam salisilat yang terlarut dalam larutan.Penggunaan NaOH
dilakukan karena NaOH merupakan salah satu asam kuat yang sering digunakan sebagai pentiter
dalam titrasi asam basa karena sifat dari NaOH yang stabil.Sedangkan penggunaan indikator
fenolftalein dilakukan untuk mempermudah dalam menentukan titik akhir titrasi yang ditandai
dengan perubahan warna menjadi merah muda.Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan
didapatkan konsenterasi asam salisilat yang terlarut dalam larutan yaitu ph 5=11,8 ; ph 6=15,2 ; ph
7=9 ; ph 8=12,9 ; ph 9=9,7 .Dari percobaan yang telah dilakukan, data yang di dapat terlihat tidak
stabil,seharusnya konsenterasi terus naik dengan meningkatnya pH larutan.Hal ini bisa terjadi
karena beberapa faktor seperti kurang teliti dalam menentukan konsenterasi sampel, kesalahan
dalam pembuatan larutan, atau masih terdapat zat tidak larut yang tidak ikut tersaring.
Secara teori, perubahan pH berbanding lurus dengan kelarutannya.Maksudnya ialah,
semakin meningkat nilai pH suatu larutan, maka semakin besar juga kelarutan zat tersebut
sehingga semakin sedikit endapan yang terbentuk. Jika pH dinaikkan, maka kelarutannya pun

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 17 dari 18
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16

akan meningkat karena selain terbentuk larutan jenuh dalam bentuk molekul yang tidak terionkan
juga terlarut yang berbentuk ion.

8. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kelarutan suatu zat dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti campuran pelarut (konsolven), penambahan surfaktan dan
pengaruh pH. Asam salsilat sebagai zat terlarut pada dasarnya sukar dalam air sehingga
penambahan pelarut campuran (air,atanol,propilen glikol) dapat membuat kelarutan asam salsilat
menjadi meningkat sama halnya dengan penambahan surfaktan dan juga pengaruh pH yang
banding lurus dengan kenaikan suatu zat. Pada percobaan ini faktor yang mempengaruhi kelarutan
yang lebih baik dan efektif adalah pengaruh pH. Grafik pengaruh pH menunjukan bahwa semakin
tinggi pH maka kelarutan semakin besar artinya semakin baik asam salisilat terlarut dalam pelarut
dapar.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kelarutan suatu zat dapat dilakukan
dengan cara memperlakukan serangkaian percobaan dengan cara seperti, mengubah suasana pH
yang optimum untuk zat tersebut, memberikan surfaktan yang cocok agar menurunkan tegangan
permukaan dan setelah KMK tercapai maka kelarutan akan semakin meningkat, menggunakan
pelarut campur, meningkatkan suhu, dan memilih jenis pelarut yang cocok.

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 18 dari 18
Laporan Praktikum Farmasi Fisika
1438H/20
16

9. DAFTAR PUSTAKA
Ansel, C. Howard. 1985. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.
Ditjen POM (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Ditjen POM (2014). Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L.,. 1986. Teori dan Praktek Farmas iIndustri. Edisi ketiga,
diterjemahkan oleh: Suyatmi, S. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Martin, A dkk. 1990. Farmasi Fisik. Jakarta: UI-Press.
Martin, A dkk. 1993. Farmasi Fisik I. Jakarta: UI-Press.
Sinko, P. J. 2011. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika edisi 5, diterjemahkan oleh Tim Alih
Bahasa Sekolah Farmasi ITB, 706. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Sutresna, Nana. 2007. Cerdas Belajar Kimia. Bandung: Grafindo Media Pratama.
Syamsuni, H. 2005. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Voigt, R.1984. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Soewandhi, S.N. Yogyakarta:
UGM Press.

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba 19 dari 18

Anda mungkin juga menyukai