Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

(Viskositas dan Rheologi)

DISUSUN OLEH KELOMPOK A-5


10060313028 Sartika Dewi
10060313030 Vindia Dwi Safitri
10060313031 Vitananda Tiara Maharani
10060313032 Fairuz Rifdah N
10060313033 Yufi Fatihi Muthahar
10060313034 Firda Wiranti

Tanggal Praktikum : 21 Oktober 2014

Tanggal laporan : 28 Oktober 2014

Asisten : Filza Halwa Warman , S.Farm

LABORATORIUM FARMASI FISIKA


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
I. Tujuan
- Menerangkan arti viskositas dan rheologi
- Membedakan cairan Newton dan cairan Non-Newton
- Menggunakan alat-alat penentuan viskositas dan rheologi
- Menentukan viskositas dan rheologi cairan Newton dan non-Newton
- Menerangkan pengaruh BJ terhadap viskositas larutan

II. Teori Dasar

Viskositas adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan atau fluida.
Kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan untuk
mengalir. Beberapa cairan ada yang dapat mengalir cepat, sedangkan lainnya mengalir
secara lambat. Cairan yang mengalir cepat seperti air, alkohol dan bensin mempunyai
viskositas kecil. Sedangkan cairan yang mengalir lambat seperti gliserin, minyak castor
dan madu mempunyai viskositas besar ( Sutiah, 2008 : 200).

Istilah reologi berasal dari bahasa Yunani rheo (mengalir) dan logos (ilmu),
diusulkan oleh Bingham dan Crawford (seperti dialporkan oleh Fischer) untuk
menggambarkan aliran-aliran cairan dan deformasi dari padatan. Viskositas adalah suatu
pernyataan tentang tahanan dari suatu cairan untuk mengalir; semakin tinggi viskositas,
semakin besar tahanan tersebut. Prinsip dasar reologi telah digunakan untuk meneliti cat,
tinta, berbagai adonan, bahan-bahan untuk pembangunan jalan, kosmetik, produk hasil
perternakan, serta bahan-bahan lain (Sinko, 2011 : 707).

Rheologi meliputi pencampuran dan aliran dari bahan, pemasukan kedalam


wadah, pemindahan sebelum digunakan, apakah dicapai dengan penuangan dari botol,
pengeluaran dari tube atau pelewatan dari suatu jarum suntik. Reologi dari suatu produk
tertentu yang dapat berkisar dalam konsistensi dari bentuk cair ke semisolid sampai
kepadatan, dapat mempengaruhi penerimaan bagi si pasien, stabiltas fisika, dan bahkan
availabilitas biologis. Jadi viskositas telah terbukti mempengaruhi laju absorbs obat dari
saluran cerna (Martin, 1990 : 456).
Sifat reologi sistem farmasetik dapat memengaruhi pemilihan peralatan
pemrosesan yang digunakan dalam pembuatan produk tersebut. Peralatan yang tidak
sesuai, bila dipandang dari sifat reologi ini, akan menyebabkan terbentuknya hasil yang
tidak diinginkan, paling tidak dalam karakteristik alirannya. Dalam menggolongkan
bahan menurut tipe aliran dan deformasi, bahan-bahan lazimnya dimasukkan dalam salah
satu dari dua kategori: Sistem Newton atau Sistem non-Newton. Pilihan bergantung pada
apakah sifat-sifat aliran bahan sesuai dengan hukum aliran Newton atau tidak. (Sinko,
2011 : 707)

1. Sistem Newton

Hukum aliran dari Newton. Perbedaan kecepatan (dv) antara dua bidang cairan
dipisahkan oleh suatu jarak yang kecil sekali (dr) adalah “perbedaan kecepatan” atau
rate of shear, dv atau dr. gaya per satuan luas F’/A diperlukan untuk menyebabkan
aliran, ini disebut shearing stress. Newton adalah orang pertama yang mempelajari
sifat-sifat aliran dari cairan secara kuantitatif. Dia menemukan bahwa makin besar
viskositas suatu cairan, akan makin besar pula gaya per satuan luas ( shearing
stress ) yang diperlukan untuk menghasilkan suatu rate of shear tertentu. Oleh
karena itu, rate of shear harus berbanding langsung dengan shearing stress atau

F’ = ɳ dv
A dr (1)
Di mana ɳ adalah koefisien viskositas, biasanya dinyatakan hanya sebagai viskositas
saja. (Martin, 1990 : 457)

2. Sistem Non-Newton
Pada cairan non-Newton, shearing rate dan shearing stress tidak memiliki hubungan
linear, viskositasnya berubah-ubah tergantung dari besarnya tekanan yang diberikan.
Tipe aliran non-Newton terjadi pada dispersi heterogen antara cairan dengan
padatan seperti pada koloid, emulsi, dan suspense cair, salep. (Sinko, 2011 : 707)
Cairan yang sifat alirnya tidak dipengaruhi oleh waktu (Martin, 1990 : 457):

1. Aliran Plastis

Dalam gambar kurva memperlihatkan suatu badan yang membentuk aliran plastis, bahan
demikian dikenal sebagai Bingham Bodies yang diambil dari nama pencetus rheologi modern
(Bingham) dan juga penemu pertama zat-zat plastis dan menyusunnya secara sistematis.(Martin,
1990 : 458)
Kurva aliran plastis tidak melalui titik (0,0) tapi memotong sumbu shearing stress (atau
akan memotong, jika bagian lurus dari kurva tersebut di ekstrapolasikan ke sumbu) pada suatu
titik tertentu yang dikenal sebagai harga yield. Bingham Bodies tidak akan mengalir sampai
shearing stress dicapai sebesar yield value tersebut. Pada harga stress di bawah harga yield value,
zat bertindak sebagai bahan elastis. Ahli rheologi menggolongkan Bingham Bodies sebagai suatu
bahan yang mempunyai garis miring memperlihatkan yield value, seperti halnya zat padat.
Sedang zat-zat yang mulai mengalir pada shearing stress terkecil didefinisikan sebagai cairan.
Yield value adalah suatu sifat yang penting dari dispersi terntentu.(Martin, 1990 : 458)
Kemiringan rheogram dalam gambar disebut mobilitas (mobility), analog dengan
fluiditas dalam sistem newton dan kebalikannya dikenal sebagai viskositas plastis, U. persamaan
yang menggambarkan aliran plastis adalah

U = ( F-f)
G
Dimana f adalah yield value, atau intersept pada sumbu shear stress dalam dyne/cm² , dan F serta
G adalah seperti yang telah didefinisikan sebelumnya. (Martin, 1990 : 458)
Aliran plastis berhubungan dengan dengan adanya partikel-partikel yang terflokulasi
dalam suspensi pekat akibatnya, terbentuk struktur continu diseluruh sistem. Adanya yield value
disebabkan oleh adanya kontak antara partikel-partikel yang berdekatan (disebabkan oleh gaya
van der waals), yang harus dipecah sebelum aliran dapat terjadi. Akibatnya, yield value
merupakan idikasi dari kekuatan flokulasi. Makin banyak suspensi yang terflokulasi, makin
tinggi yield valuenya. Kekuatan friksi antara partikel-partikel yang bergerak dapat juga memberi
andil pada yield value tersebut. Sekali yield value terlampaui, tiap kenaikan shearing stress
selanjutnya (yakni, F-f) mengakibatkan kenaikkan yang berbanding langsung pada G, rate of
shear. Pada hakikatnya suatu sistem plastis menyerupai sistem newton pada shear stress diatas
yield value. (Martin, 1990 : 458)

2. Aliran Pseudoplastis

Sejumlah besar produk farmasi termasuk gom alam dan sintetis, misalnya: dispersi cair
dari tragacanth, natrium alginat, metil selulosa, dan natrium karboksimetil selulosa,
menunjukkan aliran pseudoplastis. Sebagai aturan umum aliran pseudoplastis diperlihatkan oleh
polimer-polimer dalam larutan, yang merupakkan kebalikan dari sistem plastis, yang tersusun
dari partikel-partikel yang terflokulasi dalam suspensi. Seperti terlihat pada gambar, kurva
konsistensi untuk bahan pseudoplastis mulai pada titik (0,0), atau paling tidak mendekatinnya
pada rate of shear rendah. Akibatnya, berlawannan dengan Bingham Bodies, tidak ada yield
value. Tapi karena tidak ada bagian kurva yang linier, maka tidak dapat menyatakkan viskositas
dari suatu bahan pseudoplastis dengan suatu harga tunggal. (Martin, 1990 : 459)
Viskositas zat pseudoplastis berkurang dengan meningkatnya rate of shear. Viskositas
nyata bisa diperoleh pada setiap harga rate of shear dari kemiringan tangen (garis singgung) pada
kurva pada titik yang tertentu (khas). Tetapi penggambaran terbaik untuk bahan pseudoplastis
pada saat ini adalah plot dari kurva konsistensi secara keseluruhan. (Martin, 1990 : 459)
Rheogram lengkung untuk bahan-bahan pseudoplastis disebabkan karena kerja (aksi) shearing
terhadap molekul-molekul bahan yang berantaai seperti polimer-polimer linear. Dengan
meningkatnya shearing stress, molekul-molekul yang secara normal tidak beraturan mulai
menyusun sumbu yang panjang dalam arah aliran. Pengarahan ini mengurangi tahanan dalam
dari bahan tersebut dan mengakibatkan rate of shear yang lebih besar pada tiap shearing stress
berikutnya. Tambahan pula, beberapa dari pelarut yang berikatan dengan molekul dapat lepas,
sehingga menyebabkan penurunan konsentrasi efektiif dan penurunan ukuran molekul-molekul
yang terdispers. Ini juga akan berakibat pada penurunan dari viskositas apparent. (Martin, 1990 :
459)
Jelaslah, bahwa perbandingan objektif antara sistem-sistem pseudoplastis yang berbeda
adalah lebih sulit daripada pada sistem plastis maupun pada sistem Newton. Jadi, suatu sistem
Newton dilukiskan secara lengkap dengan viskositas ɳ. Suatu sistem yang memperlihatkan aliran
plastis cukup digambarkan dengan yield value dan viskositas plastis. Jadi, beberapa pendekatan
telah dibuat untuk mendapatkan parameter yang berarti yang dapat digunakan untuk
membandingkan bahan-bahan pseudoplastis yang berbeda. Antara lain hal itu telah dibicarakan
oleh Martin dengan rumus eksponensial:
Fᴺ = ɳ' G
Telah digunakan. Eksponen N = 1, persamaan (6) akan menjadi persamaan (2) dan aliran tesebut
merupakan newton. Simbol ɳ’ adalah suatu koefisien viskositas. Sesudah disusun kembali,
persamaan (6) bisa ditulus dalam bentuk logaritmis.

Log G = N log F – log ɳ'

Ini merupakan suatu persamaan untuk garis lurus. Banyak sistem pseudoplastis sesuai dengan
persamaan ini jika log G diplot sebagai fungsi dari log F. Tetepi beberapa dari zat pensuspansi
pseudoplastis yang lebih penting yang digunakan dalam farmasi tidak memenuhi persamaan
(7)5. Persamaan modifikasi telah dikemukakan telah dikemukakan oleh Shangraw et al. , dan
oleh Casson Patton. Suatu komputer analog telah digunakan untuk mengkarakterisasi sistem-
sistem pseudoplastis, berdasarkan anggapan bahwa tipikal rheogram dari suatu zat pseudoplastis
tersusun dari suatu segemen orde-pertama dan suatu segmen order nol (Martin, 1990 : 459)

3. Aliran Dilatan

Viskositas cairan dilatan meningkat dengan meningginya kecepatan geser, karena


terjadi peningkatan volume antar partikel sehingga pembawa tidak lagi mencukupi (Bird, 1993 :
559).
Pada cairan yang sifat alirannya tidak dipengaruhi waktu, apabila tekanan geser dihilangkan,
sistem akan segera kembali ke kondisi semula. Oleh karena itu, kurva menaik dan menurun akan
berhimpit. Pada cairan yang sifat alirannya dipengaruhi waktu, apabila tekanan geser diturunkan,
cairan tidak mengikuti kecepatan geser semula sehingga kurva menaik dan menurun tidak
berhimpit. Akibatnya terbentuk suatu celah yang dinamakan hyteresis loop (Bird, 1993 : 559).

Cairan yang sifat alirnya dipengaruhi waktu (kurva naik tidak berhimpit dengan kurva turun).
Kurva ini terbagi atas tiga jenis (Bird, 1993 : 600).

1. Aliran tiksotropik
Tiksotropik adalah suatu pemulihan yang isoterm dan lambat pada pendiaman suatu bahan yang
kehilangan konsistensinya karena sharing. Inimenunjukan struktur yang tidak berbentuk kembali
dengan segera jika stress tersebut dihilangkan atau dikurangi. Tiksotropi adalah suatu sifat yang
diinginkan dalam suatu farmasetis cair yang idealnya harus mempunyai konsistensi tinggi dalam
wadah, namun dapat di tuang tersebar mudah (Bird, 1993 : 600).

2. Aliran rheopeksi

Pada aliran rheopeksi kurva menurun berada disebelah kanan kurva naik. Hal ini terjadi
karena pengocokan perlahan dan teratur akan mempercepat pemadatan suatu sistem
dilatan (Bird, 1993 : 600).
3. Aliran antitiksotropik
Bila dilakukan pengukuran dengan penambahan dan penurunan tekanan geser secara
berulang-ulang pada sistem ini akan diperoleh suatu viskositas yang terus bertambah
hingga akhirnya konstan. (Bird, 1993 : 600).

Pemilihan metode dan alat yang tepat untuk menentukan viskositas dan rheologi sangat
penting.
Metode Penentu Viskositas dan Rheologi
Berhasil tidaknya penentuan dan evaluasi sifat-sifat rheologi dari suatu sistem tertentu
bergantung pada pemilihan metode peralatan yang tepat, ada dua jenis viskometer, yaitu:
a. Viskometer satu titik
Alat ini bekerja pada rate of shear tunggal, sehingga dapat digunakan untuk cairan
Newton yang rate of shear-nya berbanding langsung dengan shearing stress. Yang
termasuk kedalam jenis ini misalnya viskometer kapiler, bola jatuh, penetrometer,
plateplastometer, dll.
b. Viskometer titik ganda
Alat ini bekerja pada berbagai rate of shear, sehingga tepat untuk digunakan pada
cairan non-Newton. Dengan menggunakan alat ini dapat diperoleh rheogram lengkap
untuk menentukan karakteristik sifat aliran suatu sistem. Yang termasuk kedalam jenis
viskometer ini adalah viskometer rotasi tipe Stromer, Brookfield, Rotovisco, dll.
(Bird, 1993 : 602-603).
Cara menentukan viskositas suatu zat menggunakan alat yang dinamakan viskometer. Ada
beberapa tipe viskometer yang biasa digunakan antara lain :

1. Viskometer kapiler / Ostwald

Viskositas dari cairan yang ditentukan dengan mengukur waktu yang dibutuhkan
bagi cairan tersebut untuk lewat antara 2 tanda ketika mengalir karena gravitasi melalui
viskometer Ostwald. Waktu alir dari cairan yang diuji dibandingkan dengan waktu yang
dibutuhkan bagi suatu zat yang viskositasnya sudah diketahui (biasanya air) untuk lewat
2 tanda tersebut (Bird, 1993 : 603).

2. Viskometer Hoppler

Berdasarkan hukum Stokes pada kecepatan bola maksimum, terjadi


keseimbangan sehingga gaya gesek = gaya berat – gaya archimides. Prinsip kerjanya
adalah menggelindingkanz bola ( yang terbuat dari kaca ) melalui tabung gelas yang
berisi zat cair yang diselidiki. Kecepatan jatuhnya bola merupakan fungsi dari harga
resiprok sampel. Prinsip alat adalah suatu bola gelas atau bola besi jatuh kebawah
dalam suatu tabung gelas yang hampir vertikal, mengandung cairan yang diuji pada
temperatur konstan. Laju jatuhnya bola yang mempunyai kerapatan dan diameter
tertentu adalah kebalikan fungsi viskositas sampel tersebut dapat dihitung dengan
rumus:

N = t (Sb – Sf). B
Dimana, masing-masing adalah:
N = Viskositas (poise)
t = Waktu interval dalam detik (lamanya bola jatuh antara dua titik)
Sb = Gravitasi jenis dari bola
Sf = gravitasi jenis dari cairan
B = Konstanta untuk bola tertentu (besarnya sudah ada pada pedoman penggunaan
alat tersebut)
(Bird, 1993 : 603).
3. Viskometer Cup dan Bob

Prinsip kerjanya sample digeser dalam ruangan antaradinding luar dari bob dan
dinding dalam dari cup dimana bob masuk persis ditengah-tengah. Kelemahan viscometer
ini adalah terjadinya aliran sumbat yang disebabkan geseran yang tinggi di
sepanjangkeliling bagian tube sehingga menyebabkan penurunan konsentrasi. Penurunan
konsentras ini menyebabkab bagian tengah zat yang ditekan keluar memadat. Hal ini
disebut aliran sumbat (Bird, 1993 : 602-603)..

4. Viskometer Cone dan Plate

Cara pemakaiannya adalah sampel ditempatkan ditengah-tengah papan, kemudian


dinaikkan hingga posisi di bawah kerucut. Kerucut digerakkan oleh motor dengan
bermacam kecepatan dan sampelnya digeser di dalam ruang semitransparan yang diam dan
kemudian kerucut yang berputar (Bird, 1993 : 602-603).

5. Viskometer Brookfield
Pada viscometer ini nilai viskositas didapatkan dengan mengukur gaya puntir
sebuah rotor silinder (spindle) yang dicelupkan ke dalam sample. Viskometer Brookfield
memungkinkan untuk mengukur viskositas dengan menggunakan teknik dalam
viscometry. Alat ukur kekentalan (yang juga dapat disebut viscosimeters) dapat
mengukur viskositas melalui kondisi aliran berbagai bahan sampel yang diuji. Untuk
dapat mengukur viskositas sampel dalam viskometer Brookfield, bahan harus diam
didalam wadah sementara poros bergerak sambil direndam dalam cairan.Pada metode ini
sebuah spindle dicelupkan ke dalam cairan yang akan diukur viskositasnya. Gaya gesek
antara permukaan spindle dengan cairan akan menentukan tingkat viskositas cairan (Bird,
1993 : 602-603).
MONOGRAFI
Zat aktif yang digunakan adalah Gliserin, Carboxy Methyl Celulosa Natrium, Pulvis
Gumi Arabicum, Propilenglikol, Sirupus Simplex dengan monografi sebagai berikut:
1. Gliserin/Gliserol/Glycerolum (C3H8O3)
Pemerian Cairan seperti sirop; jernih, tidak berwarna; tidak berbau; manis diikuti rasa
hangat. Higroskopik, jika disimpan lama pada suhu rendah dapat memadat membentuk
massa hablur tidak berwarna yang tidak melebur hingga suhu mencapai kurang lebih 20˚.
Kelarutan Dapat campur dengan air, dan dengan etanol (95%) P; praktis tidak larut
dalam kloroform P dan dalam eter P; dan dalam minyak lemak.
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat dan penggunaan zat tambahan
Identifikasi
Panaskan dengan kalium bisulfate P; terjadi uap merangsang.
Jika dibakar dengan sedikit natrium karbonat P diatas nyala api, terjadi nyala hijau.
Bobot per ml 1,255 sampai 1,260, sesuai dengan kadar 98,0 % sampai 100,0% C3H8O3
Indeks Bias Antara 1,471 dam 1,474
(Direktorat Jendral Kesehatan, 1979 : 271)
2. Carboxy Methyl Celulosa Natrium (CMC-Na)
Garam natrium dari polikarboksimetil eter selulosa, mengandung tidak kurang dari 6,5%
dan tidak lebih dari 9,5% natrium dihitung dari zat yang telah dikeringkan.
Pemerian Serbuk atau granul, putih sampai krem, higroskopik.
Kelarutan Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloidal, tidak larut dalam
etanol, dalam eter dan dalam pelarut organic.
Wadah dan penyimpanan Dalam wadah yang tertutup rapat
( Direktorat Jendral Kesehatan, 1995 : 323)
3. Pulvis Gumi Arabicum (PGA)
Pemerian Serbuk, putih atau putih kekuningan, tidak berbau.
Kelarutan Larut hamper sempuran dalam air, tetapi sangat lambat, meninggalkan sisa
bagian tanaman dalam jumlah sangat sedikit, dan memberikan cairan seperti musilago,
tidak berwarna atau kekuningan, kental, lengket, transparan, bersifat asam lemah
terhadap kertas lakmus biru, praktis tidak larut dalam etanol dan dalam eter.
Identifikasi Agar dan gom sterkulia, agar dan tragakan, pati dan dekstrin, sakarosa dan
fruktosa, tannin, zat tidak larut, susut pengeringan.
Batas mikroba Tidak bioleh mengandung Escherichia coli, dilakukan penetapan
menggunakan 1,0 g.
Wadah dan penyimpanan Dalam wadah yang tertutup baik.
(Direktorat Jendral Kesehatan , 1995 : 781)

4. Propilenglikol (C3H8O2)
Pemerian Cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis,
higroskopik.
Kelarutan Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) dan dengan kloroform; larut
dalam 6 bagian eter; tidak dapat campur dengan eter minyak tanah dan dengan minyak
lemak.
Bobot per ml : 1,035 gr sampai 1,037 gr.
Jarak Didih Pada suhi 1850 sampai 1890 tersuling tidak kurang dari 95,0% v/v
Indeks bias : 1,035 sampai 1,433
(Direktorat Jendral Kesehatan, 1979 :271)
5. Sirupus Simplex
Pembuatan Gula pasir ditambahkan Aqua dest, 65 gram glukosa dilarutkan dalam air
panas ;hingga diperoleh 100 ml larutan.
Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna.
Penetapan Kadar Memenuhi syarat penetapan Sakarosa yang tertera pada sirupi.
Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat, ditempat sejuk
(Direktorat Jendral Kesehatan, 1979 : 678)
III. Alat dan Bahan

ALAT BAHAN
Viskometer Hoppler Aquadest
Bola gelas CMC Na 1 %
Bola besi PGA 1 %
Piknometer Gliserin

Mortar dan stamper Sirupus Simplex

Viskometer Brookfield Propilenglikol

Beaker glass

Sendok tanduk

Gelas Ukur

Spatula

Cawan penguap

Neraca analitik

Stopwatch

Kertas perkamen

Penangas air

Corong

Gelas kimia

Pipet tetes
IV. Prosedur Percobaan

A. Viskometer hoppler (Bola Jatuh)


Dengan menggunakan viskometer hoppler, ditentukan viskositas mutlak dari
bermacam-macam cairan Newton : gliserin , propilenglikol dan sirupus simpleks.

Dibuat larutan sirupus simpleks dengan menimbang gula 65 gram lalu


dicampurkan dengan aquadest panas 35 mL didalam beaker glass aduk hingga
larut.

Kemudian tabung yang ada di dalam alat diisi dengan cairan yang akan di ukur
viskositasnya sampai hampir penuh. Yang pertama cairan gliserin, yang kedua
propilenglikol dan yang terakhir sirupus simpleks.

Dimasukkan bola gelas atau bola besi yang sesuai dari bola yang nomer 6, 5, 4, 3,
2 dan 1.

Ditambahkan cairan sampai tabung penuh dan tutuplah sedemikian rupa, sehingga
tidak terdapat gelembung udara di dalam tabung.

Apabila bola sudah turun melampaui garis awal, kembalikan bola ke posisi
semula dengan cara membalikan tabung.

Dicatat waktu tempuh bola melalui tabung mulai dari garis M1 sampai M3 dalam
detik.

Ditentukan bobot jenis (BJ) cairan dengan piknometer dengan cara ditimbang
piknometer kosong lalu dicatat hasilnya untuk mendapatkan W1, kemudian
menimbang piknometer yang berisi aquadest lalu catat hasilnya untuk
mendapatkan W2 dan timbanglah piknometer yang berisi cairan tersebut
kemudian catat hasilnya dan didapatkan nilai W3.

Dihitung viskositas cairan dengan menggunakan rumus yang sesuai.


Dijelaskan pengaruh BJ terhadap viskositas larutan.

Waktu pengukuran yang terbaik adalah minimum 30 detik dan maksimum 500
detik. Oleh karena itu perlu dilakukan bola yang cocok terlebih dahulu

B. Viskometer Brookfield.
Tentukan sifat aliran dari : Gliserin, CMC Na 1% dan PGA 1%

Dibuat larutan CMC Na 1%, membuat larutan CMC Na dengan cara menimbang
CMC Na 1% 5 gram kemudian dilarutkan dengan aquadest panas sebanyak 100
mL digerus dalam mortar hingga terbentuk mucilago kemudian di ad kan dengan
aquadest 500Ml.

Kemudian dibuat larutan PGA 10% dengan cara menimbang PGA sebanyak 50
gram kemudian dilarutkan dengan aquadest sebanyak 350 mL didalam mortar
gerus ad homogen kemudian kalibrasi ad 500 ml.

Dimasukan cairan kedalam beaker glass kemudian simpan di bawah alat


brookfield.

Dipasang spindel pada gantungan spindel.

Diturunkan sedemikian rupa, sehingga batas spindel tercelup kedalam cairan yang
akan diukur viskositasnya.

Dipasang stop kontak.

Dihidupkan motor sambil menekan tombol.

Dibiarkan spindel berputar dan dicatat angka vikositas yang tertera pada alat.

Dengan mengubah-ubah rpm, akan diperoleh viskositas cairan pada berbagai rpm.

Dibuat grafik antara rpm dan viskositas, kemudian tentukan tipe aliran dari
masing-masing zat.

Dijelaskan pengaruh BJ terhadap pengaruh larutan.


V. Hasil dan Pengolahan Data

A. Viskometer Hoppler (Bola jatuh)

Bol Gliserin Propilenglikol Sirupus


a simplex

6 01,91 s <1 s <1 s


 Bola dimulai dari bola
5 08,81 s 01,10 s 00,84 s yang terkecil
 Bola yang memenuhi
4 105 s 11,10 s 07,27 s
syarat adalah bola
3 513 s 58,07 s 38,57 s minimum falling time
 Dibuat Sirupus simplex
2 - 315 s 263 s 65% b/v dalam 100 mL
1 - - - 65 × 100 = 65 gram
100
gula (ditimbang),dilarutkan dengan air panas di ad 100 mL

Perhitungan BJ viskometer Hoppler (Bola jatuh)

W1 = Piknometer kosong

W3 - W1 W2 = Piknometer isi air

W2 - W1 W3 = Piknometer isi larutan

W1 = 15,73 gram

W2 = 24,91 gram

Wgliserin = 26,96 gram


Wpropilenglikol = 25,13 gram

Wsirupus simplex = 27,14 gram

W 3−W 1 26,95−15,73 11,22


 BJ gliserin = = = = 1,22
W 2−W 1 24,91−15,73 9,18

W 3−W 1 25,13−15,73 9,4


 BJ propilen = = = = 1,023
W 2−W 1 24,91−15,73 9,18
Glikol

W 3−W 1 27,14−15,73 11,41


 BJ sirupus = = = = 1,243
W 2−W 1 24,91−15,73 9,18
Simplex
Perhitungan Viskositas

1. Gliserin (Bola 4)
ɳ = t ( Sb - Sf ) × B
= 105 ( 8,1270 – 1,22 ) × 0,497
= 105 ( 6,907 ) × 0,497
= 360,44 Poise

2. Gliserin (Bola 3)
ɳ = t ( Sb - Sf ) × B
= 513 ( 8,1279 – 1,22 ) × 0,0932
= 513 ( 7,1049 ) × 0,0932
= 339,69 Poise

3. Propilenglikol (Bola 3)
ɳ = t ( Sb - Sf ) × B
= 58,07 ( 8,1279 – 1,023 ) × 0,0932
= 58,07 ( 7,1049 ) × 0,0932
= 38,43 Poise

4. Propilenglikol (Bola 2)
ɳ = t ( Sb - Sf ) × B
= 315 ( 2,2194 – 1,023 ) × 0,10367
= 315 ( 1,1964 ) × 0,10367
= 39,06 Poise

5. Sirupus simplex (Bola 3)


ɳ = t ( Sb - Sf ) × B
= 38,57 ( 8,1279 – 1,243 ) × 0,0932
= 38,57 ( 6,8849 ) × 0,0932
= 24,74 Poise

6. Sirupus simplex (Bola 2)


ɳ = t ( Sb - Sf ) × B
= 263 ( 2,2194 – 1,243 ) × 0,10367
= 263 ( 0,9764 ) × 0,10367
= 26,62 Poise

B. Viskometer Brookfield

1
o CMC Na 1% = × 500 = 5 gram , air panas = 100 mL di ad 500 mL
100
o Gliserin = 500 mL
10
o PGA 10% = × 500 gram , 1 gram larut dalam 7 mL
100

Rpm titik normal : 10 , 20 , 50 , 100

Rpm titik balik : 100 , 50 , 20 , 10

Spindel Titik normal Titik balik


Rpm Rpm
cp % cp %

10 448,0 7,1 100 389,8 61,1

20 428,8 13,3 50 400,6 29,9


61
50 395,8 32,6 20 44,1 13,2

100 409,6 63,0 10 307,2 5,3

62 10 64,0 1,2 100 428,8 13,4

20 384,0 2,4 50 428,8 6,7


G 50 384,0 6,0 20 432,0 2,7
li
se 100 422,4 13,2 10 416,0 1,3
ri 10 512,0 0,4 100 435,2 3,4
n
20 384,0 0,6 50 460,8 1,8
63
50 409,6 1,6 20 448,0 0,7

100 409,6 3,2 10 384,0 0,3

10 640 0,2 100 256,0 0,4

20 320,0 0,1 50 256,0 0,2


64
50 384,0 0,3 20 320,0 0,1

100 320,0 0,5 10 1280,0 0,2

10 83,2 1,3 100 4,48 0,7

20 57,6 1,8 50 15,4 1,8


61
50 32,0 2,5 20 44,8 1,2

100 28,8 4,5 10 76,8 1,2


PGA

62 10 96,0 0,3 100 64,0 0,2

20 160,0 1,0 50 128,0 2,0

50 64,0 1,3 20 144,0 0,9


100 9,60 0,3 10 192,0 0,6

10 108,0 0,3 100 230,4 1,8

20 64,0 0,4 50 51,2 0,2


63
50 307,4 1,2 20 192,0 0,3

100 192,0 1,5 10 256,0 0,2

10 64,0 0,1 100 320,6 0,5

20 320,0 0,4 50 256,0 0,2


64
50 128,0 1,0 20 320,0 0,1

100 147,2 2,3 10 640,0 0,2

10 1126 17,6 100 606,1 95,1

20 1063 33,2 50 764,4 60,3


61
50 794,5 62,1 20 928,4 31,3

100 614,4 96,2 10 1050 16,4

10 1120 3,5 100 608,0 19

20 192,0 1,2 50 780,8 12,2


62
50 768,0 12,1 20 1008 6,3

100 604,8 19,0 10 1152 3,6

10 1152 0,9 100 652,8 5,1

20 1088 1,7 50 189,2 3,2


63
50 844,8 3,3 20 1088 1,7

100 652,8 5,1 10 1024 0,8

64 10 640,0 0,1 100 704,0 1,0

20 960,0 0,3 50 768,0 0,6

50 896,0 0,7 20 960,0 0,3


C 100 704,0 1,1 10 640,0 0,1
M
C

Perhitungan BJ Brookfield

W1 = Piknometer kosong

W3 - W1 W2 = Piknometer isi air

W2 - W1 W3 = Piknometer isi larutan

W1 = 15,73 gram W1 = 15,55 gram W1 = 15,55 gram

W2 = 24,91 gram W2 = 24,89 gram W2 = 24,89 gram

Wgliserin = 26,95 gram WPGA = 24,87 gram WCMC = 24,98 gram

W 3−W 1 26,95−15,73 11,22


 BJ Gliserin = = = = 1,22
W 2−W 1 24,91−15,73 9,18

W 3−W 1 24,87−15,55 9,32


 BJ PGA = = = = 0,997
W 2−W 1 24,89−15,55 9,34

W 3−W 1 24,98−15,55 9,43


 BJ CMC = = = = 1,0096
W 2−W 1 24,89−15,55 9,34
Grafik

GRAFIK ANTARA RPM DAN VISKOSITAS (GLISERIN)

500
444.1
450 448
400.6
400 428.8 409.6
389.8
395.8
350
300 307.2
Viskositas (cp)

Titik Normal
250
Titik Balik
200
150
100
50
0
10 20 50 100
Kecepatan Geser (rpm)

Grafik Gliserin termasuk grafik Aliran Newton


GRAFIK ANTARA RPM DAN VISKOSITAS (PGA)
90
83.2
80
76.8
70

60 57.6
Viskositas (cp)

50
44.8
40 Titik Normal
32 Titik Balik
30 28.8
20
15.4
10
4.48
0
10 20 50 100
Kecepatan geser (rpm)

Grafik PGA 1 % termasuk grafik aliran tiksotropik (cairan sifat alirannya dipengaruhi
waktu)
GRAFIK ANTARA RPM DAN VISKOSITAS (CMC)

1200
1126
1050 1063
1000
928.4

800 794.5
Viskositas (cp)

764.4 Titik Normal


600 614.4
Titik Balik
606.1

400

200

0
10 20 50 100
Kecepatan geser (rpm)

Grafik CMC Na 1 % termasuk grafik aliran tiksotropik (cairan sifat alirannya dipengaruhi
waktu)
VI. Pembahasan

Viskositas adalah suatu pernyataan tentang tahanan dari suatu cairan untuk
mengalir. Semakin tinggi viskositas, semakin tinggi tahanan tersebut. (Sinko, 2011 :
706). Pada percobaan ini dilakukan viskometer satu titik dengan metode Viskometer Bola
Jatuh. Pada tipe viskometer ini, suatu bola gelas atau bola baja bergulir turun dalam suatu
tabung gelas berbentuk hampir vertikal yang mengandung cairan yang diuji pada
temperatur konstan yang diketahui. Sampel dan bola diletakkan di dalam tabung gelas-
dalam dan dibiarkan mencapai kesetimbangan temperatur dengan air yang berada dalam
jaket bersuhu konstan yang mengelilingi tabung tersebut. Tabung dan jaket air tersebut
dibalik, yang akan menyebabkan bola berada pada puncak tabung gelas dalam (Sinko,
2011 : 720). Dengan menggunakan viskometer Hoppler (viskometer bola jatuh),
ditentukan viskositas cairan newton, yaitu Gliserin, Propilenglikol, dan Sirupus Simplex.
Pada percobaan ini, dihitung waktu jatuh bola (falling time) mulai dari garis m 1 sampai
m3 agar diketahui jenis bola yang akan digunakan pada perhitungan viskositas. Jenis bola
yang digunakan dalam perhitungan viskositas adalah bola yang waktu jatuhnya melebihi
falling time. Pada cairan gliserin tidak dapat diujikan pada bola 1 dan bola 2, pada cairan
propilenglikol dan sirupus simplex tidak dapat diujikan pada bola 2. Hal ini disebabkan
karena diameter bola yang besar dan pada dinding permukaannya terjadi gesekan antara
bola dan dinding tabung sehingga pada bola 1 dan bola 2 sulit untuk turun. Semakin besar
diameter bola maka akan semakin sulit untuk turun ke bawah (semakin lama falling time
nya) karena terjadinya gesekan antara bola dan dinding tabung akan semakin besar
sehingga menyulitkan bola untuk turun ke bawah.

Waktu jatuhnya bola antara m1 dan m3 cairan gliserin pada bola 6 adalah 01.91
detik; pada bola 5 adalah 08.81 detik; pada bola 4 adalah 105 detik; pada bola 3 adalah
513 s; pada bola 1 dan 2 tidak dapat ditentukan karena diameter bola yang semakin besar
sehingga terjadi gesekan antara bola dan dinding tabung. Bola yang dapat dihitung
viskositasnya adalah bola 4 dan bola 3 karena melebihi falling time nya. Kemudian
dilakukan perhitungan viskositas gliserin (η) dengan menggunakan rumus η = t (Sb – Sf)
B (Sinko, 2011 : 733). η gliserin bola 4 adalah 360,44 Poise dan η gliserin bola 3 adalah
329,90 Poise. Dapat dilihat dari hasil viskositasnya bahwa gliserin merupakan cairan
Newton karena viskositasnya relatif stabil, tetap pada suhu dan tekanan tertentu, tidak
tergantung kepada kecepatan geser, sehingga viskositasnya cukup ditentukan pada satu
kecepatan geser (Sinko, 2011 : 733)

Waktu jatuhnya bola antara m1 dan m3 cairan propilenglikol pada bola 6 adalah
kurang dari 1 detik ; pada bola 5 adalah 01.10 detik; pada bola 4 adalah 11.10 detik; pada
bola 3 adalah 58.07 detik; pada bola 2 adalah 315 detik; pada bola 1 tidak dapat
ditentukan karena diameter bola nya semakin besar sehingga terjadi gesekan antara bola
dan dinding tabung. Bola yang dapat dihitung viskositasnya adalah bola 3 dan bola 2
karena melebihi falling time nya. Kemudian dilakukan perhitungan viskositas
propilenglikol (η) dengan menggunakan rumus η = t (Sb – Sf) B (Sinko, 2011 : 733). η
propilenglikol bola 3 adalah 38,45 Poise dan η propilenglikol bola 2 adalah 39,06 Poise.
Dapat dilihat dari hasil viskositasnya bahwa propilenglikol merupakan cairan Newton
karena viskositasnya relatif stabil, tetap pada suhu dan tekanan tertentu, tidak tergantung
kepada kecepatan geser, sehingga viskositasnya cukup ditentukan pada satu kecepatan
geser (Sinko, 2011 : 733)

Waktu jatuhnya bola antara m1 dan m3 cairan sirupus simplex pada bola 6 adalah
kurang dari 1 detik ; pada bola 5 adalah 00.84 detik; pada bola 4 adalah 07.27 detik; pada
bola 3 adalah 38.57 detik; pada bola 2 adalah 263 detik; pada bola 1 tidak dapat
ditentukan karena diameter bola nya semakin besar sehingga terjadi gesekan antara bola
dan dinding tabung. Bola yang dapat dihitung viskositasnya adalah bola 3 dan bola 2
karena melebihi falling time nya. Kemudian dilakukan perhitungan viskositas
propilenglikol (η) dengan menggunakan rumus η = t (Sb – Sf) B (Sinko, 2011 : 733). η
sirupus simplex bola 3 adalah 24,74 Poise dan η propilenglikol bola 2 adalah 26,62 Poise.
Dapat dilihat dari hasil viskositasnya bahwa sirupus simplex merupakan cairan Newton
karena viskositasnya relatif stabil, tetap pada suhu dan tekanan tertentu, tidak tergantung
kepada kecepatan geser, sehingga viskositasnya cukup ditentukan pada satu kecepatan
geser (Sinko, 2011 : 733)

Pada percobaan ini ditentukan Bobot jenis (BJ) dari cairan gliserin,
propilenglikol, dan sirupus simplex. Bobot jenis gliserin adalah 1,22 ; bobot jenis
propilenglikol adalah 1,023 ; dan bobot jenis sirupus simplex adalah 1,243. Seharusnya
bobot jenis (BJ) sirupus simplex lebih kecil daripada bobot jenis (BJ) gliserin dan
propilenglikol, karena semakin besar viskositasnya maka BJ nya juga akan semakin besar
(Bird, 1993 : 600) Ketidaksesuaian antara literatur dan hasil praktikum ini disebabkan
karena pada saat pembuatan sirupus simplex air yang digunakan kurang panas dan
kecepatan pengadukan yang kurang cepat sehingga menyebabkan gula tidak semuanya
larut dalam air panas.

Rheologi adalah ilmu yang mempelajari sifat aliran zat cair atau deformasi zat
padat. (Sinko, 2011 : 707). Cairan non newton memiliki viskositas yang berbeda pada
variasi kecepatan geser, sehingga untuk mengukur viskositasnya dilakukan dengan
mengukur pada beberapa kecepatan geser. Pada percobaan viskometer titik ganda ini
digunakan Viskometer Brookfield. Prinsip Viskometer Brookfield adalah semakin kuat
putaran semakin tinggi viskositasnya sehingga hambatannya semakin besar. Pada
viscometer ini nilai viskositas didapatkan dengan mengukur gaya puntir sebuah rotor
silinder (spindle) yang dicelupkan ke dalam sample. Viskometer Brookfield
memungkinkan untuk mengukur viskositas dengan menggunakan teknik dalam
viscometry. Alat ukur kekentalan (yang juga dapat disebut viscosimeters) dapat
mengukur viskositas melalui kondisi aliran berbagai bahan sampel yang diuji. Untuk
dapat mengukur viskositas sampel dalam viskometer Brookfield, bahan harus diam
didalam wadah sementara poros bergerak sambil direndam dalam cairan . Pada metode ini
sebuah spindle dicelupkan ke dalam cairan yang akan diukur viskositasnya. Gaya gesek
antara permukaan spindle dengan cairan akan menentukan tingkat viskositas cairan.
(Bird, 1993 : 604)

Pada percobaan Viskometer Brookfield ini akan ditentukan sifat aliran dari cairan
gliserin, cairan CMC Na 1 %, dan cairan PGA 1 %. Gliserin merupakan cairan Newton,
yaitu cairan yang viskositasnya tetap pada suhu dan tekanan tertentu, tidak tegantung
pada kecepatan geser (Sinko, 2011 : 733). Cairan gliserin dilakukan pengujian dengan
menggunakan Viskometer Brookfield menggunakan spindel tipe 61, 62, 63, dan 64
dengan kecepatan rpm 10, 20, 50, dan 100. Berdasarkan hasil pengamatan, yang
mempunyai persen keakuratan di atas 10 % adalah tipe spindel 61. Hal ini menunjukkan
bahwa cairan gliserin cocok menggunakan spindel tipe 61 pada Viskometer Brookfield.
Jadi yang digunakan untuk menentukkan sifat alir cairan gliserin adalah rpm dan cp dari
spindel tipe 61.

CMC (Carboxy Metil Celulosa) merupakan cairan non Newton. Cairan CMC Na
1 % dilakukan pengujian dengan menggunakan Viskometer Brookfield menggunakan
spindel tipe 61, 62, 63, dan 64 dengan kecepatan rpm 10, 20, 50, dan 100. Berdasarkan
hasil pengamatan, yang mempunyai persen keakuratan di atas 10 % adalah tipe spindel
61. Hal ini menunjukkan bahwa cairan CMC Na 1 % cocok menggunakan spindel tipe 61
pada Viskometer Brookfield. Jadi yang digunakan untuk menentukkan sifat alir cairan
gliserin adalah rpm dan cp dari spindel tipe 61.

PGA (Pulvis Gummi ArabicumI merupakan cairan non Newton. Cairan PGA 1 %
dilakukan pengujian dengan menggunakan Viskometer Brookfield menggunakan spindel
tipe 61, 62, 63, dan 64 dengan kecepatan rpm 10, 20, 50, dan 100. Berdasarkan hasil
pengamatan, yang mempunyai persen keakuratan di atas 10 % adalah tipe spindel 61. Hal
ini menunjukkan bahwa cairan PGA 1 % cocok menggunakan spindel tipe 61 pada
Viskometer Brookfield. Jadi yang digunakan untuk menentukkan sifat alir cairan gliserin
adalah rpm dan cp dari spindel tipe 61.

Grafik gliserin menunjukkan bahwa gliserin termasuk ke dalam kurva aliran


newton. Aliran newton adalah jenis aliran yang ideal. Pada umumnya cairan yang bersifat
ideal adalah pelarut, campuran pelarut, dan larutan sejati. Shearing stress atau gaya yang
diperlukan persatuan luas berbanding lurus dengan kecepatan aliran yang dihasilkan atau
Rate of Shear (Sinko, 2011 : 717)

Grafik CMC Na 1 % dan PGA 1 % termasuk ke dalam kurva tiksotropik karena


seiring dengan penambahan kecepatan geser semakin menurun juga viskositasnya. Selain
itu TN dan TB nya tidak berhimpit sehingga termasuk ke cairan yang sifat alirannya
dipengaruhi waktu (Sinko, 2011 : 707). Sediaan farmasi yang baik umumnya memiliki
sifat aliran tiksotropik, sebab pada saat bergerak viskositasnya kecil sehingga adanya
homogenitas dari dosis sediaan, sedangkan pada saat diam viskositas dari sediaan
kembali meningkat. (Bird, 1993 : 600)
VII. Kesimpulan
- Viskositas adalah ukuran tahanan (resistensi) dari suatu cairan untuk mengalir.
Rheologi adalah ilmu yang mempelajari sifat aliran zat cair atau deformasi zat padat.
- Cairan Newton adalah tipe cairan yang mengikuti hukum Newton dimana nilai
shearing stress sebanding dengan nilai rate of share (kecepatan geser). Cairan non
Newton adalah tipe cairan yang tidak mengikuti hukum Newton, bervariasi pada
kecepatan geser sehingga untuk mengetahui sifat alirannya dilakukan pengukuran
pada beberapa kecepatan geser.
- Pada percobaan ini digunakan Viskometer Hoppler (Bola Jatuh) dan Viskometer
Brookfield
- Semakin besar bobt jenis (bj) semakin besar viskositas larutan.
- BJ Gliserin adalah 1,22; BJ Propilenglikol adalah 1,023; BJ Sirupus Simplex adalah
1,243; BJ PGA 1% adalah 0,997; dan BJ CMC Na 1% adalah 1,0096
- Viskositas Gliserin (bola 4) adalah 360,44 Poise (bola 3) adalah 329,90 Poise;
Viskositas Propilenglikol (bola 3) adalah 38,45 Poise (bola 2) adalah 39,06 Poise;
Viskositas Sirupus Simplex (bola 3) adalah 24,74 Poise (bola 2) adalah 26,62 Poise
- BJ PGA 1% adalah 0,997; dan BJ CMC Na 1% adalah 1,0096
VIII. Daftar Pustaka

- Bird, Tony. 1993. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta : Gramedia


- Direktorat Jenderal Kesehatan. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
- Direktorat Jenderal Kesehatan. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
- Martin, Alfred. 1990. Farmasi Fisika, Jakarta : UI Press
- Sinko, Patrick. 2011. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. Jakarta :
EGC
- Sutiah., K., et al. 2007. Studi Kualitas Minyak Goreng Dengan Parameter
Viskositas dan Indeks Bias.  Vol 11 ,No.2, Semarang : Universitas Diponogoro

Anda mungkin juga menyukai