Anda di halaman 1dari 25

INJEKSI AMOKSISILIN NATRIUM

I. Nama Sediaan
INJEKSI INIAMOXIN

II. Kekuatan Sediaan


Kalmoxicillin Injeksi
Mengandung Amoksisilin 1000 mg / 10 mL
(Ikatan Apoteker Indonesia, 2011 : 94)

Konversi Amoksisilin menjadi Amoksisilin Natrium


BM Amoksisilin Natrium × 1 g/10 mL = 387,4 × 1 g/10 mL = 1,06 gram
BM Amoksisilin 365,40
Jadi kekuatan sediaan pada Injeksi Amoksisilin Natrium yaitu mengandung 1060
mg / 10 mL

III. Preformulasi Zat Aktif


1. Amoxicillinum Natrium (Depkes RI, 1995 : 97)

Pemerian : Serbuk putih atau hampir putih; sangat higroskopik


Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam
etanol; sangat sukar larut dalam aseton; praktis tidak
larut dalam kloroform dan dalam eter
Polimorfisme : Kristal amorf
pH : 3,5 – 6,0
pKa : 2,4
Stabilitas : Penyimpanan dalam wadah terutup rapat, pada suhu
kamar terkendali. Amoksisilin mengalami degradasi
hidrolisis dan dalam kondisi basa asam penicilloic
terurai menjadi asam penilloic akibat dekarboksilasi.
Dalam kondisi asam, amoksisilin terhidrolisis menjadi
asam penisilin.
Inkompatibilitas : Attalpugite, veegum, methylselulosa 0,5 %, polisorbat
80 0,05 %
Kegunaan : Antibiotika

IV. Pengembangan Formula


- Amoksisilin Natrium merupakan zat aktif yang sangat mudah larut dalam air
sehingga sediaan injeksi dibuat larutan dalam bentuk serbuk rekonstitusi.
- Amoksisilin Natrium merupakan antibiotik yang memiliki cincin β-laktam dan
memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap air sehingga mudah terhidrolisis
oleh air. Oleh karena itu sediaan injeksi dibuat dalam bentuk serbuk kering
yang direkonstitusikan dengan aqua pro injection sehingga dapat
meningkatkan stabilitas amoksisilin karena kontak amoksisilin dan aqua pro
injection dipersingkat.
- Injeksi Amoksisilin Natrium merupakan sediaan multiple dose sehingga perlu
ditambahkan pengawet yaitu Benzalkonium Klorida untuk mencegah
terjadinya pertumbuhan mikroorganisme.
- Aqua pro injection digunakan sebagai pelarut pada Injeksi Amoksisilin
Natrium karena sudah terbebas dari pirogen dan bahan partikulat sehingga
dapat memenuhi persyaratan injeksi

V. Perhitungan Tonisitas/Osmolaritas
Amoksisilin 1 gram
Benzalkonium klorida 0,01%
Aquadest p.i ad 10 mL

Diketahui : Ekivalen amoksisilin = 0,082


Ptb amoksisilin = 0,48
Ekivalen benzalkonium klorida = 0,16
Ptb benzalkonium klorida = 0,09

Perhitungan nilai E Amoxicillin Natrium


E = 17 Liso = 17 x 2 = 0,087
BM 387,4
Perhitungan nilai ΔTf Amoxicillin Natrium
ΔTf = Liso x Berat x 1000 = 2 x 1 x 1000 = 0,516
BM x V 387,4 x 10

Jawab :
 Metode Ekivalensi
1,06 gram
Amoksisilin= ×100 mL
10 mL
¿ 10,6 %
Benzalkonium klorida=0,01 %

Nama Zat Kosentrasi Zat E Konsentrasi Zat (%) × E


(%)
Amoksisilin 10,6 % 0,087 10 % × 0,087 = 0,922 %
Benzalkonium 0,01 % 0,16 0,01 % × 0,16 = 0,001 %
klorida
Jumlah 0,923 %

Injeksi bersifat hipertonis sehingga tidak perlu ditambahkan NaCl


VI. Formula Akhir
Tiap vial Injeksi Amoksisilin mengandung:
Amoksisilin Natrium 10,6 %
Benzalkonium klorida 0,01 %
Aquadest pro injection ad 10 mL
VII. Preformulasi Eksipien
1. Benzalkonium klorida (Rowe, 2009 : 33-34)

Pemerian : Serbuk amorf berwarna putih atau putih kekuningan,


memiliki bau dan rasa khas
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam eter, sangat mudah larut
dalam
aseton, etanol (95%), methanol, propanol dan air
pH : 5-8
Berat jenis : 0,98 g/cm3
Titik lebur : 40o C
Stabilitas : Benzalkonium klorida bersifat higroskopis dan tidak
stabil terhadap cahaya, udara dan logam.
Benzalkonium
klorida dapat disterilkan dengan autoklaf tanpa
kehilangan efektivitas. Larutan dapat disimpan untuk
waktu yang lama pada suhu kamar. Larutan encer yang
disimpan dalam polivinil klorida atau busa
poliurethane
dapat kehilangan aktivitas antimikroba.
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan alumunium, surfaktan anionik,
sitrat, katun, hidrogen peroksida, hidroksipropil
metilselulosa, iodida, kaolin, nitrat, surfaktan nonionik
pada konsentrasi yang tinggi, permanganat, protein,
salisilat, garam perak, sabun, sulfonamida, tartrat, zink
oksida, zink sulfat, beberapa campuran karet dan
plastik.
Kegunaan : Pengawet
2. Aqua pro Injection (Rowe, 2009 : 769)
Aqua pro injection adalah air untuk injeksi yang disterilkan dan dikemas
dengan cara yang sesuai. Tidak mengandung bahan antimikroba atau
tambahan lainnya. Aqua pro injection bebas pirogen dengan pengujian
endotoksin bakteri, memenuhi syarat sterilitas dan memenuhi syarat bahan
partikulat pada injeksi volume kecil.
Struktur Kimia :

Warna : Jernih tidak berwarna


Rasa : Tidak berasa
Bau : Tidak berbau
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak berasa.
Titik Lebur/Didih : 00C/1000C
Bobot Jenis : 1 g/cm3
pKa/pKb : 8,4
pH : 7
Stabilitas : Penyimpanan dalam wadah tertutup baik. Air
secara kimiawi stabil dalam semua keadaan
fisik (es,cair,dan uap. Air yang meninggalkan
sistem pemurnian dan memasuki tangki
penyimpanan harus memenuhi persyaratan
tertentu. Air harus terbebas dari ion organik
dan kontaminasi yang akan menyebabkan
peningkatan konduktivitas dan jumlah karbon
organik.
Inkompatibilitas : Dalam formulasi farmasi, air dapat bereaksi
dengan obat dan eksipien lain yang rentan
terhadap hidrolisis (dekomposisi dengan
adanya air atau uap air) pada suhu kamar. Air
dapat bereaksi dengan logam alkali dan dengan
oksida seperti kalisum oksida dan magnesium
oksida. Air juga bereaksi dengan garam
anhidrat untuk membentuk hidrat dari berbagai
komposisi dan dengan bahan organik tertentu.
Kegunaan : Pelarut
VIII. Perhitungan dan Penimbangan Bahan
Perhitungan
1. Amoksisilin Natrium = 1,06 g × (10 mL + 0,50 mL) = 1,1 g/vial
10 mL
Untuk 5 vial = 1,1 × 5 = 5,5 gram = 5.500 mg
2. Benzalkonium klorida = 0,001 g x (10 mL + 0,50 mL) = 0,00105 g /ampul
10 mL
Untuk 5 vial = 0,00105 g x 5 = 0,0053 gram = 5,3 mg
3. Aqua pro Injection ad 10,5 mL
Untuk 5 vial = Aqua pro Injection ad 52,5 mL

Penimbangan

No Nama Bahan Berat


1. Amoksisilin Natrium 5,5 gram
2. Benzalkonium Klorida 0,0053 gram
3. Aqua pro injection ad 52,5 mL

IX. Penentuan Metode Sterilisasi


Metode Sterilisasi Injeksi Amoksisilin Natrium:
Injeksi Amoksisilin Natrium dibuat dengan cara aseptik dimana alat dan bahan
yang digunakan di sterilisasi di awal sebelum dilakukan proses pembuatan sediaan
berdasarkan sifat dari alat dan bahan yang digunakan yang dilanjutkan dengan
proses pembuatan dan pengemasan sediaan di dalam Laminar Air Flow. Sterilisasi
dengan cara aseptis ini dipilih karena Amoksisilin Natrium merupakan antibiotik
yang peka terhadap suhu tinggi sehingga jika dilakukan sterilisasi dengan metode
sterilisasi akhir maka dapat menyebabkan penguraian dan penurunan kerja
famakologi.

Metode Sterilisasi Awal:


Metode sterilisasi awal untuk semua alat yang digunakan adalah metode sterilisasi
panas lembab (autoclave). Hal ini disebabkan karena metode sterilisasi panas
lembab cocok digunakan untuk alat gelas yang presisi dan alat gelas yang tidak
presisi. Untuk bahan bahan yang digunakan dilakukan sterilisasi sesuai dengan
sifat dari bahan tersebut. Amoksisilin Natrium dilakukan sterilisasi awal dengan
metode radiasi sinar gamma. Hal ini disebabkan karena Amoksisilin Natrium
tidak stabil terhadap suhu tinggi dan tidak stabil dalam air (mudah terhidrolisis).
Benzalkonium Klorida disterilisasi awal dengan metode sterilisasi panas lembab.
Hal ini disebabkan karena Benzalkonium Klorida stabil terhadap suhu tinggi dan
tahan terhadap penembusan uap air.

Alat Metode Sterilisasi


Gelas ukur 10 mL Sterilisasi Panas Lembab
Gelas ukur 100 mL Sterilisasi Panas Lembab
Pipet volume 1 mL Sterilisasi Panas Lembab
Pipet volume 5 mL Sterilisasi Panas Lembab
Pipet volume 10 mL Sterilisasi Panas Lembab
Erlenmeyer 250 mL Sterilisasi Panas Lembab
Corong Sterilisasi Panas Lembab
Batang pengaduk Sterilisasi Panas Lembab
Kaca arloji Sterilisasi Panas Lembab
Vial Sterilisasi Panas Lembab

Bahan Metode Sterilisasi


Injeksi Amoksisilin Natrium
- Amoksisilin Natrium Sterilisasi Radiasi Sinar Gamma
- Benzalkonium Klorida Sterilisasi Panas Lembab

X. Prosedur Pembuatan
Cara Aseptis
Zat aktif (Amoksisilin Natrium) dan zat tambahan (Benzalkonium Klorida)
ditimbang dengan kaca arloji
Sterilisasi awal dilakukan terhadap zat aktif yaitu Amoksisilin Natrium dengan
metode sterilisasi radiasi sinar gamma dan bahan tambahan yaitu Benzalkonium
Klorida dengan metode sterilisasi panas lembab. Proses pembuatan dan
pengemasan dilakukan dalam Laminar Air Flow.

Setelah semua zat dilakukan sterilisasi awal secara aseptik kemudian dilakukan
pencampuran untuk semua zat dengan metode pencampuran serbuk

Campuran serbuk diisikan ke dalam wadah vial

Tutup vial dengan metode yang sesuai

Dilakukan rekonstitusi dengan aqua sampai volume sediaan yang akan dibuat.
Dilakukan evaluasi sediaan

Prosedur Evaluasi Sediaan


a. Penetapan pH
Indikator universal dicelupkan ke dalam sediaan injeksi

Indikator universal didiamkan beberapa saat

Untuk menentukan pH sediaan injeksi, dicocokkan perubahan warna pada


kertas indikator denga tabel warna indikator yang ada.

b. Uji Kejernihan
Sediaan injeksi diamati kejernihannya dengan latar belakang hitam dan putih
menggunakan lampu

c. Volume Terpindahkan
Sediaan injeksi dituangkan ke dalam gelas ukur kering
Volume diukur

d. Uji Kebocoran
Sediaan injeksi dibalikkan dengan arah 900 dan diamati adanya kebocoran
pada sediaan injeksi
XI. Evaluasi Sediaan
- Penetapan pH
Alat : pH meter
Tujuan : Mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyarata yang
telah ditentukan
Prinsip : Pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter
yang
telah di kalibrasi
Prosedur: Digunakan alat potensiometer (pH meter) yang terkalibrasi.
Pengukuran dilakukan pada suhu 25o + 2o, kecuali dinyatakan lain dalam
masing-masing monografi. Skala pH ditetapkan dengan persamaan sebagai
berikut:
pH = pHs + (E – Es)1
k
Penafsiran hasil: Harga pH dilihat dari yang tertera pada potensiometer
(Depkes RI, 1995 : 1039-1040)

- Bahan partikulat dalam injeksi


Tujuan : Memastikan larutan injeksi, termasuk larutan yang
dikonstitusi dari zat padat steril untuk penggunaan parenteral, bebas dari
partikel yang dapat diamati pada pemeriksaan secara visual.
Prinsip :
Sejumlah tertentu sediaan uji di filtrasi menggunakan membran, lalu
membran tersebut diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100 x.
Jumlah partikel dengan dimensi linier selektif 10 µm atau lebih dan sama atau
lebih besar dari 25 µm dihitung.
Prosedur :
Larutan disaring dengan penyaring membrane lalu amati dibawah
mikroskop micrometer dan hitung partikel pada penyaring untuk melihat
jumlah partikel dengan ukuran lebih dari 10000/wadah.
(Depkes RI, 1995 : 981-985)
- Uji keseragaman bobot dan keseragaman volume (Depkes RI,1995: 1044)
Tujuan : Untuk mengetahui volume larutan injeksi, apakah tetap atau
berubah antara sebelum dan sesudah proses sterilisasi dan apakah ada
penyusutan
Prinsip : Mengevaluasi keseragaman sediaan yang meliputi keseragaman
bobot dan keseragaman volume.
Prosedur : Sediaan diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu
dilihat keseragaman bobot dan volume secara visual.

- Uji Kejernihan Larutan (Depkes RI, 1995 : 998)


Tujuan : Untuk mengetahui kejernihan dari sediaan injeksi yang dibuat
Prinsip : Mengevaluasi kejernihan dari sedian
Prosedur : Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh
seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan
cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke dalam matanya, dan berlatar
belakang hitam dan putih, dengan rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi
memutar, harus benar-benar bebas dari partikel kecil yang dapat dilihat
dengan mata.
Penafsiran hasil: Suatu cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya sama
dengan air atau pelarut yang digunakan

- Uji Kebocoran (Depkes RI, 1995 : 1055)


Tujuan : Memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume
serta kestabilan sediaan
Prosedur: Pada pembuatan secara kecil-kecilan hal ini dapat dilakukan
dengan mata tetapi dalam jumlah besar hal ini tidak mungkin bisa dikerjakan.
Wadah-wadah takaran tunggal yang masih panas, setelah selesai disterilkan
dimasukkan ke dalam larutan biru metilena 0,1 %. Jika ada wadah-wadah
yang bocor maka larutan metilena akan masuk ke dalamnya karena perbedaan
tekanan di luar dan di dalam. Sehingga cara ini tidak digunakan/dipakai untuk
larutan-larutan yang sudah berwarna.
Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik yaitu dengan cara ujungnya
di bawah. Ini digunakan pada pembuatan dalam skala kecil. Jika terjadi
kebocoran maka larutan ini akan keluar dari dalam wadah dan wadah
menjadi kosong.
Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus diperiksa
dengan memasukkan wadah-wadah tersebut ke eksikator yang kemudian
divakumkan. Jika terjadi kebocoran larutan akan diserap keluar. Oleh karena
itu, harus dijaga agar jangan sampai larutan yang keluar diisap kembali jika di
vakum dihilangkan

- Volume Terpindahkan
Uji berikut dirancang sebagai jaminan bahwa larutan oral dan suspensi
yang dikemas dalam wadah dosis ganda, dengan volume yang tertera pada
etiket tidak lebih dari 250 mL, yang tersedia dalam bentuk sediaan cair yang
dikonstitusi dari bentuk padat dengan penambahan bahan pembawa tertentu
dengan volume yang ditentukkan, jika dipindahkan dari wadah asli, akan
memberikan volume sediaan seperti yang tertera pada etiket (Depkes RI, 1995
: 1089)
Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30
wadah, dan selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk sediaan tersebut (Depkes
RI, 1995 : 1089)
Larutan oral, Suspensi oral, dan Sirup dalam Wadah dosis ganda,
kocok isi 10 wadah satu persatu (Depkes RI, 1995 : 1089)
Serbuk dalam wadah dosis ganda yang mencantumkan penandaan volume
untuk Larutan oral atau Suspensi oral yang dihasilkan bila serbuk
dikonstitusi dengan sejumlah pembawa seperti tertera pada etiket, konstitusi
10 wadah dengan volume pembawa seperti tertera pada etiket diukur secara
saksama, dan campur (Depkes RI, 1995 : 1089)
Prinsip: Uji berikut dirancang sebagai jaminan bahwa sampel yang dikemas
dalam wadah dosis ganda dengan volume yang tertera pada etiket tidak lebih
dari 250 mL
Tujuan: Untuk menguji volume sampel
Prosedur Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur
kering terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak boleh lebih dari dua
setengah kali volume yang diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk
menghindarkan pembentukkan gelembung udara pada waktu penuangan dan
diamkan selama tidak lebih dari 30 menit. Jika telah bebas dari gelembung
udara, ukur volume dari tiap campuran; volume rata-rata larutan, suspensi,
atau sirup yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100 %, dan tidak
satupun volume wadah yang kurang dari 95 % dari volume yang dinyatakan
pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100 % dari yang
tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu wadah pun volumenya kurang
dari 95 % dari volume yang tertera pada etiket, atau B tidak lebih dari dari
satu wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90 % dari
volume yang tertera pada etiket, lakukan pengujian terhadap 20 wadah
tambahan. Volume rata-rata larutan, suspensi, atau sirup yang diperoleh dari
30 wadah tidak kurang dari 100 % dari volume yang tertera pada etiket, dan
tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak
kurang dari 90 % seperti yang tertera pada etiket (Depkes RI, 1995 : 1089)

- Uji Sterilitas (Depkes RI, 1995 : 855)


Tujuan : Untuk menetapkan apakah bahan Farmakope yang harus steril
memenuhi persyaratan yang berhubungan dengan uji sterilisasi yang tertera
pada masing-masing monografi.
Prosedur :
 Uji fertilitas. Tetapkan sterilitas setiap lot media dengan menginkubasi
sejumlah wadah yang mewakili, pada suhu dan selama waktu yang tertera
pada uji.
 Uji sterilitas. Prosedur pengujian terdiri dari inokulasi langsung ke dalam
media uji dan teknik penyaringan membran.
XII. Hasil Evaluasi Sediaan

Nama Penetapan Uji Volume Uji Gambar


Injeksi pH Kejerniha Terpindahkan Kebocoran
n
Amoksisilin 6 Jernih 5 mL Tidak
Natrium Bocor
Vial 1
XIII. Pembahasan
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikan dengan cara merobek jaringan
ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa
larutan, emulsi, suspensi atau serbuk steril yang harus dilarutkan atau
disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan. Syarat – syarat obat suntik yaitu,
aman, harus jernih, tidak berwarna, sedapat mungkin isohidris dan isotonis, harus
steril, dan bebas pirogen (Anief, 2006). Sediaan injeksi/obat suntik harus dibuat
steril karena berhubungan langsung dengan darah atau cairan tubuh dan jaringan
tubuh yang lain dimana pertahanan terhadap zat asing tidak selektif seperti
pertahanan pada saluran cerna/gastrointestinal. Diharapkan jika sediaan injeksi
steril maka dapat menghindari adanya infeksi sekunder.
Sediaan Injeksi Amoksisilin Natrium termasuk ke dalam injeksi volume
kecil karena dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Suatu sediaan injeksi
banyak dipilih dalam suatu pengobatan karena memiliki keuntungan yaitu bekerja
cepat sehingga dapat diperoleh efek fisiologi yang segera (misalnya untuk
penderita penyakit jantung), dapat diberikan untuk sediaan yang tidak efektif
diberikan secara oral atau obat yang dirusak oleh sekresi asam lambung, baik
untuk penderita yang tidak memungkinkan mengkonsumsi obat secara oral (sakit
jiwa atau tidak sadar), pemberian parenteral memberikan kemungkinan bagi
dokter untuk mengontrol obat, sediaan parenteral dapat menimbulkan efek lokal
seperti pada kedokteran gigi/anastesiologi, pengobatan parenteral merupakan
salah satu cara untuk mengoreksi gangguan serius cairan dan keseimbangan
elektrolit. Sediaan injeksi juga memiliki beberapa kerugian yaitu tidak dapat
dilakukan dengan segera tindakan pencegahan apabila terjadi kekeliruan karena
obat bekerja dengan cepat, pemakaiannya memerlukan keahlian khusus, pada saat
penyuntikkan sering terasa sakit dan pada bekas penyuntikkan dapat terjadi
infeksi, apabila pada sediaan masih terdapat pirogen atau mikroorganisme dapat
menyebabkan terjadinya demam, dan harga dari sediaan injeksi relatif mahal.
Pada percobaan ini dibuat sediaan Injeksi Amoksisilin Natrium dalam
bentuk serbuk rekonstitusi. Injeksi dibuat dalam bentuk serbuk rekonstitusi karena
Amoksisilin Natrium merupakan antibiotik derivat penicillin yang memiliki
cincin β-lactam yang memiliki kestabilan sangat rendah terhadap air. Amoksisilin
memiliki sifat mudah terhidrolisis oleh air atau dalam kata lain amoksisilin akan
sangat mudah mengalami kerusakan jika dibuat dalam bentuk injeksi langsung.
Oleh karena itu Injeksi Amoksisilin Natrium dibuat serbuk rekonstitusi untuk
mempertahankan efek farmakologi yang dimiliki oleh amoksisilin sehingga tidak
mengalami pengurangan efek atau menimbulkan efek racun yang tidak
diinginkan.
Amoksisilin Natrium merupakan antibiotika turunan ampisilin yang
bekerja menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau lebih
pada ikatan penisilin-protein (PBPs – Protein binding penisilin’s) sehingga
menyebabkan penghambatan pada tahapan akhir transpeptidase sintesis
peptidoglikan dalam dinding sel bakteri sehingga biosintesis dinding sel terhambat
dan sel bakteri menjadi pecah (lisis) (Tjay, 2002 : 67)
Formulasi sediaan Injeksi Amoksisilin Natrium terdiri dari zat aktif,
pembawa dan zat tambahan. Amoksisilin Natrium merupakan Amoksisilin dalam
bentuk garamnya sehingga akan lebih mudah larut dalam pembawanya saat di
rekonstitusikan, Pembawa yang digunakan pada Injeksi Propanolol HCl ini
adalah aquadest pro injeksi. Aquadest pro injeksi adalah air untuk injeksi yang
disterilkan dan dikemas dengan cara sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba
atau bahan tambahan lainnya. Aqua pro injeksi dibuat dengan menyuling kembali
air suling segar dengan alat gelas netral atau wadah logam yang cocok dengan
labu percik. (Anief, 2006). Aquadest pro Injeksi ini digunakan untuk mendapatkan
suatu injeksi yang steril, terbebas dari pirogen, dan bahan partikulat sehingga
dapat memenuhi persyaratan injeksi.
Zat tambahan yang digunakan pada Injeksi Amoksisilin Natrium adalah
Benzalkonium Klorida. Benzalkonium Klorida berfungsi sebagai pengawet.
Tujuan penambahan pengawet pada sediaan Injeksi Amoksisilin Natrium ini yaitu
untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme karena sediaan Injeksi dibuat
dengan cara aseptik dan digunakan secara multiple dose (dosis berulang).
Penambahan pengawet pada Injeksi Amoksisilin Natrium ini sangat penting
karena sediaan Injeksi Amoksisilin Natrium di suntikkan lewat rute intravena dan
intra muscular yang akan bekerja secara sistemik di dalam tubuh sehingga sedapat
mungkin terbebas dari pirogen ataupun bakteri yang dapat menyebabkan demam
ataupun gangguan kesehatan lainnya pada tubuh.
Sebelum dilakukan pembuatan sediaan injeksi steril, dilakukan
perhitungan tonisitas sediaan injeksi terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui apakah sediaan injeksi yang dibuat memenuhi persyaratan isotonis
dimana sediaan injeksi memiliki tonisitas yang sama dengan cairan tubuh. Pada
perhitungan dengan metode ekivalensi dan metode PTB dapat diketahui bahwa
injeksi bersifat hipertonis. Hipertonis adalah keadaan dimana tekanan osmosis
laruitan obat lebih besar daripada tekanan osmosis cairan tubuh. Jika larutan
injeksi hipertonis disuntikkan, air dalam sel akan ditarik luar dari sel sehingga sel
akan mengerut, tetapi keadaan ini bersifat sementara dan tidak akan menyebabkan
kerusakan sel tersebut. Injeksi bersifat hipertonis ini menyebabkan rasa sakit pada
saat penyuntikkan. Oleh karena itu, dapat ditambahkan suatu zat penganastesi
yang dapat menghilangkan rasa sakit pada saat penyuntikkan. Injeksi hipertonis
lebih ditolerir dibandingkan injeksi hipotonis karena injeksi hipotonis dapat
menyebabkan pecahnya sel-sel darah.
Pada proses pembuatan sediaan injeksi harus dilakukan proses sterilisasi.
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang / benda menjadi steril atau
suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada, sehingga jika
ditumbuhkan di dalam suatu medium tidak ada lagi jasad renik yang dapat
berkembang biak. Sterilisasi harus dapat membunuh jasad renik yang paling tahan
panas yaitu spora bakteri. Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari
mikroba hidup, baik yang patogen (menimbulkan penyakit) maupun apatogen /
non patogen (tidak menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegetatif (siap
untuk berkembang biak) maupun dalam bentuk spora (dalam keadaan statis, tidak
dapat berkembang biak, tetapi melindungi diri dengan la pisan pelindung yang kuat)
(Anief, 2006)
Injeksi Amoksisilin Natrium disterilkan dengan cara aseptik. Cara aseptik
merupakan cara kerja untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah
kontaminasi jasad renik dalam sediaan dimana semua alat dan bahan yang
digunakan pada proses pembuatan sediaan injeksi steril disterilkan di awal
sebelum proses pembuatan dan pengemasan dengan cara yang sesuai dengan
stabilitas dan sifat dari alat dan bahan tersebut. Pemilihan cara aseptik ini
dikarenakan Amoksisilin Natrium merupakan antibiotik yang yang peka terhadap
suhu tinggi sehingga apabila disterilkan dengan menggunakan panas dapat
menyebabkan terjadinya penguraian dan penurunan kerja farmakologinya.
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini disterilisasi terlebih dahulu
sebelum digunakan dengan menggunakan metode sterilisasi panas lembab
menggunakan autoklaf pada suhu 121o C selama 15 menit. Pemilihan metode ini
dikarenakan metode sterilisasi panas lembab cocok digunakan untuk alat gelas
yang presisi dan alat gelas yang tidak presisi. Tujuan dari sterilisasi alat-alat ini
yaitu untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi dari mikroorganisme sehingga
didapatkan suatu sediaan yang steril. Mekanisme dari sterilisasi dengan metode
panas lembab ini yaitu penghancuran bakteri oleh uap air dengan terjadinya
denaturasi dan koagulasi beberapa protein essensial dari organisme.
Amoksisilin Natrium disterilisasi awal dengan menggunakan metode
sterisisasi radiasi sinar gamma. Radiasi sinar gamma ini memiliki energi yang
cukup tinggi sehingga dapat berpenetrasi menembus Amoksisilin Natrium yang
berbentuk padatan. Mekanisme sterilisasi dengan radiasi sinar gamma ini yaitu
sinar gamma menghasilkan ion dan spesies molekul reaktif lain (akibat kontak
dengan partikel) yang akan merusak DNA dari mikroorganisme. Pemilihan
metode sterilisasi radiasi sinar gamma ini didasarkan sifat Amoksisilin Natrium
yang tidak stabil terhadap pemanasan sehingga tidak bisa dilakukan sterilisasi
panas lembab atau sterilisasi panas kering dan Amoksisilin Natrium mudah
terhidrolisis dalam air sehingga tidak dapat dilakukan sterilisasi dengan metode
filtrasi dimana zat aktif harus dilarutkan dalam pembawa (air).
Sedangkan zat tambahan (Benzalkonium Klorida) disterilisasi awal dengan
menggunakan metode sterilisasi panas lembab dengan autoklaf pada suhu 121 o C
selama 15 menit. Pemilihan metode sterilisasi ini didasarkan pada sifat dari
Benzalkonium Klorida yang stabil terhadap suhu tinggi dan tahan terhadap
penembusan uap air. Proses pembuatan dan pengemasan secara aseptik ini
dilakukan dibawah LAF (Laminar Air Flow) untuk menjamin kesterilan dan
mencegah kontaminan bakteri pada saat proses pembuatan dan pengemasan.
Laminar Air Flow merupakan suatu meja kerja steril yang dapat mencegah
kontaminasi karena dapat meniupkan udara steril secara kontinyu melewati tempat
kerja sehingga tempat kerja bebas dari debu dan spora-spora yang mungkin jatuh
ke dalam sediaan injeksi pada saat produksi dan pengemasan. Aliran udara berasal
dari udara ruangan yang ditarik ke dalam alat melalui filter pertama (pre-filter),
yang kemudian ditiupkan keluar melalui filter yang sangat halus yang disebut
HEPA (High efficiency Particulate Air FilterI), dengan menggunakan blower.
Serbuk rekonstitusi Amoksisilin Natrium ini dibuat dengan metode
pencampuran serbuk dengan cara menggerus Amoksisilin Natrium dalam mortar
yang telah disterilkan. Kemudian ditambahkan dengan Benzalkonium Klorida
digerus sampai homogen. Serbuk yang telah di campurkan tersebut kemudian
dimasukkan kedalam vial yang akan di rekonstitusi pada saat akan digunakan
menggunakan pembawa nya yaitu air.
Serbuk rekonstitusi Amoksisilin Natrium ini kemudian direkonstitusikan
dengan menggunakan aqua pro injectio dan dilakukan evaluasi terhadap sediaan
tersebut. Evaluasi sediaan injeksi ini bertujuan untuk menjamin bahwa sediaan
injeksi yang dibuat aman, steril, tidak mengandung kontaminasi mikroba, isotonis
yaitu memiliki tonisitas yang sama dengan cairan tubuh, pH nya sesuai yaitu tidak
boleh terlalu menyimpang dari pH darah, larutan injeksi jernih bebas dari partikel
padat, dan volume nya sesuai dengan takaran yang dibuat. Evaluasi yang
dilakukan meliputi penetapan pH, uji kejernihan, volume terpindahkan, dan uji
kebocoran.
Pengujian pH pada percobaan ini dilakukan dengan menggunakan
indikator universal. Indikator universal dapat membedakan larutan asam atau basa
dengan mengetahui harga pH dari larutan tersebut. Indikator universal dapat
dalam bentuk kertas dan cairan. Prinsip dari pengujian pH ini yaitu mencocokkan
perubahan warna pada kertas indikator dengan tabel warna indikator yang ada.
Tujuan dari dilakukannya pengujian pH ini yaitu untuk mengetahui apakah larutan
injeksi bersuasana asam, basa, atau netral yang akan berpengaruh pada stabilitas
sediaan parenteral. pH dari sediaan Injeksi Amoksisilin Natrium yaitu 6. pH dari
sediaan Injeksi Amoksisilin Natrium ini masih mendekati pH dari darah yaitu 7
sehingga sediaan masih dapat diterima oleh tubuh. Injeksi Amoksisilin Natrium
ini diberikan dengan rute intravena yang harus memiliki rentang pH 3-10,5.
Apabila pH > 9 dapat menyebabkan nekrosis jaringan sedangkan apabila pH < 3
akan menyebabkan rasa sakit pada saat penyuntikkan. Sediaan Injeksi Amoksisilin
Natrium ini memenuhi persyaratan suatu sediaan injeksi karena memiliki pH 6
yang masih berada pada rentang pH syarat suatu sediaan injeksi yang disuntikkan
dengan rute intravena.
Uji kejernihan dilakukan dengan cara melihat sediaan injeksi dengan latar
belakang hitam/putih menggunakan bantuan sinar lampu. Tujuan dari
dilakukannya uji kejernihan ini yaitu untuk mengetahui partikel zat aktif dan zat
tambahan yang belum terlarut. Suatu cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya
sama dengan air atau pelarut yang digunakan. Pada percobaan ini semua sediaan
Injeksi Amoksisilin Natrium berwarna jernih. Hal ini menunjukkan bahwa partikel
zat aktif yaitu Amoksisilin Natrium dan zat tambahan yaitu Benzalkonium Klorida
sudah terlarut dalam campuran pelarut yang digunakan.
Volume terpindahkan merupakan uji yang dirancang dengan tujuan untuk
menjamin bahwa volume sediaan injeksi yang dikemas jika dipindahkan dari
wadah asli akan memberikan volume sediaan seperti yang tertera pada etiket.
Pengujian ini dilakukan dengan cara menuangkan sediaan injeksi ke dalam gelas
ukur kering dan kemudian dilihat berapa volume yang terukur pada gelas ukur.
Lalu dibandingkan apakah volume yang terdapat pada gelas ukur sama dengan
jumlah sediaan yang dibuat. Pada sediaan Injeksi Amoksisilin Natrium volume
terpindahkan nya yaitu 5 mL. Volume terpindahkan Injeksi Amoksisilin Natrium
ini sesuai dengan volume yang dibuat yaitu 5 mL. Volume terpindahkan dari suatu
sediaan sedapat mungkin harus sama seperti yang tertera pada etiket. Hal ini
disebabkan jika volume suatu sediaan berkurang maka dapat mengurangi dosis
dari sediaan tersebut. Pada uji volume terpindahkan ini seharusnya dilakukan
minimal pengukuran pada 10 wadah dengan penafsiran hasil yaitu 10 wadah tidak
kurang dari 100 % dan tidak satupun yang kurang dari 95 % dari volume sediaan
(Depkes RI, 1995)
Evaluasi uji kebocoran dilakukan dengan cara membalik vial sehingga
tutup vial berada di bagian bawah kemudian dilakukan pengamatan secara visual.
Tujuan dilakukan uji kebocoran adalah untuk mengetahui apakah ada kebocoran
atau tidak pada vial. Uji kebocoran ini berkaitan dengan sterlilitas sediaan dan
volume sediaan. Jika terdapat kebocoran, maka dapat berbahaya karena lewat
lubang atau celah tersebut dapat menyebabkan masuknya mikroorganisme atau
kontaminan lain yang berbahaya. Selain itu, sediaan injeksi juga dapat bocor
keluar dan merusak penampilan. Pada pengamatan ini vial Injeksi Amoksisilin
Natrium tidak mengalami kebocoran.

a.
XIV. Kesimpulan
- Injeksi Amoksisilin Natrium memenuhi persyaratan sediaan steril injeksi
yaitu memiliki pH 6, jernih, volume terpindahkan sesuai dengan volume
sediaan yang tertera pada etiket, dan injeksi tidak mengalami kebocoran.
XV. Daftar Pustaka
- Anief, Moh.(2006). Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
- Departemen Kesehatan RI. (1979). Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Dirjen
POM RI, Jakarta.
- Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia Edisi Keempat.
Dirjen POM RI, Jakarta.
- Ikatan Apoteker Indonesia. 2011. Informasi Spesialite Obat Volume 46.
Jakarta : PT ISFI
- Rowe, Raymond, et all. (2009). Handbook of Pharmaceutical Exipien Sixth
Edition. Pharmaceutical Press, London.
- Tjay T.K dan K.Rahardjo.2002. Obat-Obat Penting Khasiat Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya. Edisi kelima. Penerbit PT Elex Media Komputindo
Kelompok Gramedia, Jakarta
XVI. Wadah dan Kemasan
Wadah : Vial
Kemasan : (Terlampir)

Anda mungkin juga menyukai