Anda di halaman 1dari 13

INFUS GLUKOSA

I. Nama Sediaan
Nama Generic : Infus Glukosa
Nama Sediaan: Infokus
II. Kekuatan Sediaan
Injeksi glukosa natrium klorida I
Tiap 500 mL mengandung 25 gram glukosa
(Formularium Nasional III, 1978:138)
III. Preformulasi Zat Aktif
1. Glukosa

Pemerian : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau butiran,


putih, tidak berbau dan manis
BM : 198,17
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam
air mendidih, agak sukar larut dalam etanol (95%) P
mendidih; sukar larut dalam etanol (95%) P.
Susust Pengeringan : antara 7,5% sampai 9,5%
Wadah Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Kalorigenikum
Stabilitas : Glukosa cair harus disimpan dalam wadah tertutup
baik di tempat yang sejuk,tempat yang kering. Suhu
tinggi akan menyebabkan perubahan warna.
Inkompatibilitas : Kompatibel dengan oksidator kuat. (Depkes
RI.1979:268)
IV. Pengembangan Formula
Pada sediaan infus glukosa perlu ditambahkan zat tambahan (eksipien)
agar sediaan menjadi baik (stabil, aman dan efektif). Zat tambahan yang perlu
ditambahkan antara lain :
 Air : Air yang digunakan untuk pembuatan infusa biasanya digunakan
Aqua Pro Injeksi. Dalam sediaan infus glukosa digunakan air pro injeksi
karena glukosa larut dalam air. Aqua Pro Injeksi dibuat dengan cara
menyuling kembali air suling segar dengan menggunakan alat gelas netral
atau wadah logam yang cocok dengan label. Hasil sulingan pertama
dibuang dan sulingan selanjutnya ditampung dan segera digunakan. Bila
segera digunakan harus disterilkan dengan cara sterilisasi A dan C setelah
ditampung.
 NaCl : Sediaan infus harus memenuhi persyaratan isotonis yang artinya
memiliki tonisitas yang sama dengan cairan tubuh. Kondisi isotonis
digambarkan dengan memiliki tonisitas yang sama dengan larutan NaCl
0,9%. Pengatur tonisitas digunakan pada saat sediaan bersifat hipotonis.
 Karbon adsorben : Pada sediaan infus harus bebas pirogen sehingga
ditambahkan zat karbon adsorben agar terjadi proses depirogenisasi.
Semua zat berkhasiat dilebihkan sebanyak 5% pada saat
penimbangan, untuk mengatasi berkurangnya konsentrasi zat aktif akibat
adsorpsi oleh karbon (saat depirogenisasi).

V. Formula Akhir
R/ Glukosa 25 g
NaCl q.s
Karbon adsorben 0,1%
Aqua bidest bebas pirogen ad 500 mL
VI. Preformulasi Eksipien
1. Natrium Klorida
Pemerian : Hablur heksahedral atau serbuk hablur, tidak
berwarna, tidak berbau dan rasa asin
BM : 58,44
Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air
mendidih, dan dalam lebih kurang 10 bagian
gliserol P, sukar larut dalam etanol (95%) P.
Wadah Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat : Sumber ion klorida dan ion natrium
Stabilitas : Stabil dalam bentuk larutan. Larutan stabil dapat
menyebabkan pengguratan partikel dari tipe gelas.
(Depkes RI, 1979:403)

2. Karbo Adsorbens
Pemerian : Serbuk halus, bebas dari butiran, hitam, tidak
berbau dan berasa
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol
Kegunaan : Adsorbsi pirogen
Konsentrasi : 0,1%
Stabilitas : Dapat mengadsorbsi air.
Wadah Penyimpanan : Sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup kedap,
ditempat sejuk dan kering.
Inkompatibilitas : Dapat menurunkan ketersediaan hayati beberapa
obat seperti loperamid dan riboflavin. Reaksi
hidrolisis dan oksedasi dapat dinaikkan. (Rowe,
R.C.,2009:40)
3. Aqua bidest bebas pirogen
Merupakan bahan pembawa air yang dibebaskan dari pirogen
dengan menggunakan beberapa cara, salah satunya yaitu
dengan menggunakan karbon aktif (karbo adsorbens) 0,1% dari volume
total, dipanaskan pada suhu 60-70% selama 10-15 menit sambil diaduk-
aduk. (Benny logawa, 1985)

VII. Perhitungan dan Penimbangan


 Perhitungan
Kekuatan sediaan infus glukosa 25 g/ 500 mL
25 g x
Glukosa = 500 𝑚𝐿 x 100 𝑚𝐿
g
2500
𝑚𝐿
= 500 mL

= 5 g/ 100 mL
=5%
a. Peritungan bahan
Glukosa
2𝑔
Penambahan 2% = 100 𝑚𝑙 x 500 ml = 10 ml

Volume sediaan = 500 ml + 10 ml = 510 ml


25 𝑔𝑟𝑎𝑚
Glukosa = x 510 ml = 25,5 gram + 5% = 26,775 gram
500 𝑚𝑙

Untuk 2 sediaan = 26,775 gram x 2 = 53,55 gram

Karbo adsorbens
0,1 𝑔𝑟𝑎𝑚
= x 510 ml = 0,51 gram + 5 % = 0,5355 gram
100 𝑚𝑙

Untuk 2 sediaan = 2 x 0,5355 gram = 1,071 gram

Aqua p.i
2 𝑔𝑟𝑎𝑚
= x 1000 ml = 20 ml
100 𝑚𝑙

Total sediaan = 1000 ml + 20 ml = 1020 ml


Aqua pro injec ad 1020 ml
b. Perhitungan Tonisitas
Zat % E ΔTf (% x E) (% x ΔTf)
Glukosa 5 0,16 0,045 0,8 0,225
Jumlah 0,8 0,225

Sediaan bersifat hipotonis sehingga perlu penambahan pengatur


tonisitas yaitu NaCl.
Jumlah NaCl yang ditambahkan agar isotonis :
= 0,9 – 0,8
= 0,1 g/ 100 mL ~ 1 mg/ mL
Untuk sediaan infus glukosa 500 mL = 500 mg/ 500 mL

c. Perhitungan Osmolaritas
g
zat terlarut
L
M osmole/ L = 𝐵𝑀 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 x 1000 x jumlah ion

Zat Osmolaritas
25 g
Glukosa 0,5 L
= 198,17 x 1000 x 1

= 252, 3 M osmole/ L
Nacl 1 𝑔/𝐿
= 58,44 x 1000 x 2

= 34, 22 M osmole/ L
Jumlah 252,3 + 34,22 = 286, 52 M
osmole/ L

Jika dilihat dari tabel isotonis, maka 286,52 M osmole/ L termasuk ke


dalam keadaan ISOTONIS.
Osmolarita (M osmole/Liter) Tonisitas
Lebih dari 350 Hipertonis
329- 350 Sedikit hipertonis
270- 328 Isotonis
250- 269 Sedikit hipotonis
0-249 Hipotonis

 Penimbangan
Sediaan infus glukosa dibuat sebanyak 2 botol infus
Penimbangan bahan dilebihkan sebanyak 5%
Volume total sediaan infus dilebihkan sebanyak 2%

Zat Jumlah tiap 500 ml Jumlah tiap 1000 ml


(gram) (gram)
Glukosa 26,775 53,55

NaCl 0,525 1,05


Karbon adsorben 0,1% 0,5355 1,071

Aqua bidest bebas ad 510 mL ad 1020 ml


pirogen

VIII. Prosedur Pembuatan

Zat aktif ditimbang menggunakan kaca arlogi

Zat aktif dimasukkan kedalam beaker glass steril yang sudah di kalibrasi

Aquadest bebas pirogen ditambahkan ke dalam beaker glass, lalu 0.1% b/v carbon

halus ditambahkan

Aquadest bebas pirogen ditambahkan hingga tanda kalibrasi

Beaker glass ditutup dengan kaca arlogi yang disisipi batang pengaduk
Dipanaskan di atas api bunsen 60-70˚C selama 15 menit sambil diaduk, dicek

suhu menggunakan termometer

Disaring hangat-hangat ke dalam erlenmayer (kertas saring rangkap 2 dan sudah

di basahi air bebas pirogen)

Larutan dipindahkan ke dalam gelas ukur. (jika volume kurang tambahkan

aquadest bebas pirogen)

Larutan dituang ke dalam kolom dengan saringan G3 dan bantuan vacum

Filtrat di tampung dalam botol infus steril yang telah ditara

Botol ditutup dengan flakon steril, diikat dengan simpul champagne

Disterilisasi dengan autoklaf 121˚C selama 15 menit

Beri etiket

Hal hal yang perlu diperhatikan


 Aquabidest bebas pirogen untuk menggenapkan kekurangan volume,
selama proses dibuat dengan menambahkan karbon adsorben 0.1%, pada
aqubidest dapat dipanaskan di atas api bunsen 60-70˚C selama 15 menit
sambil sesekali diaduk.
 Untuk mencegah kekurangan zat aktif karena adsorbsi oleh carbon maka
penimbangannya dilebihkan 5%
IX. Penentuan Metode Sterilisasi
 Sterilisasi Bahan
Stabilitas glukosa : Stabil dalam bentuk larutan, dekstrosa stabil dalam
keadaan penyimpanan yang kering, dengan pemanasan tinggi dapat
menyebabkan reduksi pH dan karamelisasi dalam larutan. Maka metode
sterilisasi yang tepat untuk glukosa yaitu menggunakan autoklaf selama
15 menit dengan suhu 121o C.
 Sterilisasi Alat

No Nama alat Cara sterilisasi


1 Gelas kimia 500 ml Oven 170 0C selama 1 jam

2 Gelas kimia 50 ml Oven 170 0C selama 1 jam

3 Gelas ukur100 ml Autoklaf 1210C selama15menit

4 Gelas ukur 25 ml Autoklaf 1210C selama15menit

6 Kaca arloji Oven 170 0C selama 1 jam

7 Pipet tetes Autoklaf 1210C selama15menit

8 Karet pipet tetes Autoklaf 1210C selama 15menit

9 Batang pengaduk Oven 170 0C selama 1 jam

10 Spatel Autoklaf 1210C selama 15 menit

11 Penyaring Autoklaf 1210C selama 15menit

12 Corong Oven 170 0C selama 1 jam

13 Erlenmeyer Oven 170 0C selama 1 jam


 Sterilisasi Wadah

Wadah yang digunakan dalam sediaan infus pada percobaan ini adalah
botol kaca infus. Cara sterilisasi botol kaca infus adalah dengan
menggunakan Autoklaf 1210C selama 15 menit.

X. Evaluasi Sediaan
1. Penetapan pH
Alat : pH meter
Tujuan :Mengetahui pH sediaan dengan persyaratan yang
telah ditentukan
Prinsip :Pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter
yang telah di kalibrasi
Prosedur :Digunakan alat potensiometer (pH meter) yang
dikalibrasi
Pengukuran : Dilakukan pada suhu 25o ± 2o, kecuali dinyatakan
lain dalam masing-masing monografi.
Penafsiran :Harga pH dilihat dari yang tertera pada
potensiometer
(Dirjen POM,1995:1039-1040)

2. Uji Kejernihan Larutan


Tujuan : Untuk mengetahui kejernihan dari sediaan injeksi
yang dibuat
Prinsip : Mengevaluasi kejernihan dari sediaan
Prosedur
Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan
oleh seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar dibawah
penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke dalam
matanya, dan berlatar belakang hitam dan putih, dengan rangkaian
isi dijalankan dengan suatu aksi memutar, harus benar-benar bebas
dari partikel kecil yang dapat dilihat dengan mata.
Penafsiran :
Suatu cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya sama dengan air
atau pelarut yang digunakan.
(Dirjen POM, 1995:998)
3. Penetapan Volume Injeksi Wadah
Tujuan : Untuk menentukan volume injeksi dalam wadah
Prinsip
Sediaan injeksi yang sudah dalam wadah diukur kembali
volumenya dengan menggunakan gelas ukur kering.
Prosedur
Dipilih salah satu wadah diambil isi tiap wadah dengan
jarum suntik hipodermik kering. Dipindahkan dalam gelas ukur
kering tanpa mengosongkan bagian jarum.
(Dirjen POM, 1995:1044)
4. Uji Kebocoran
Tujuan : Memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga
sterilisasi dan volume serta kestabilan sediaan
Prosedur :
Pada pembuatan secara kecilkecilan hal ini dapat dilakukan
dengan mata tetapi dalam jumlah besar hal ini tidak mungkin bisa
dikerjakan. Wadah-wadah takaran tunggal yang masih panas,
setelah selesai disterilkan dimasukan kedalam larutan biru metilena
0.1%. jika ada wadah-wadah yang bocor maka larutan metilena
akan masuk ke dalamnya karena perbedaan tekanan di luar dan di
dalam. Sehingga cara ini tidak digunakan/dipakai untuk larutan-
larutan yang sudah berwarna. Wadah-wadah takaran tunggal
disterilkan terbalik yaitu dengan cara ujungnya dibawah. Ini
digunakan pada pembuatan dalam skala kecil. Jika terjadi
kebocoran maka larutan ini akan keluar dari dalam wadah dan
wadah menjadi kosong. Wadah-wadah yang tidak disterilkan,
kebocorannya harus diperiksa dengan memasukan wadah-wadah
tersebut ke eksikator yang kemudian divakumkan. Jika terjadi
kebocoran larutan akan diserap keluar. Oleh karena itu, harus
dijaga agar jangan sampai larutan yang keluar diisap kembali jika
divakum dihilangkan.
(Dirjen POM,1995:1055)
5. Uji Pirogenitas
Uji pirogen menggunakan kelinci sehat yang telah dijaga
dalam keadaan lingkunagan dan makanan yang tepat sebelum
dilakukan uji. Temperature normal atau temperature control diukur
untuk tiap hewan yang akan digunakan. Temperatur ini digunakan
sebagai dasar penentuan setiap kenaikan temperature yang
ditimbulakan akibat dari penyuntikan larutan yang akan diuji.
Kelinci-kelinci yang digunakan temperaturnya tidak boleh berbeda
lebih dari 1o, satu dengan yang lainnya, dan temperature tubuh
tersebut diperkirakan tidak akan meningkat. Ringkasan prosedur
uji tersebut adalah sebagai berikut. Jadikanlah alat suntik, jarum
dan alat gelas bebas pirogen dengan cara memanaskan pada
temperature 250oC selama tidak kurang dari 30 menit atau dengan
cara lain yang sesuai. Hangatkan produk yang akan diuji sampai
temperature 37oC ± 2oC (Ansel, 1989)

6. Keseragaman Sediaan
Diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu
dilihat keseragaman volume secara visual. (DepKes RI, 1995:
1044)

7. Uji Strilitas
Asas : Larutan uji + media perbenihan, inkubasi pada 20o – 25oC
Kekeruhan / pertumbuhan mikroorganisme (tidak steril).
Metode uji :
Teknik penyaringan dengan filter membran ( dibagi menjadi 2
bagian ) lalu diinkubasi
Prosedur uji:
Inokulasi langsung ke dalam media perbenihan. Volume
tertentu spesimen ditambah volume tertentu media uji, inkubasi
selama tidak kurang dari 14 hari, kemudian amati pertumbuhan
secara visual sesering mungkin sekurang-kurangnya pada hari ke-3
atau ke-4 atau ke-5, pada hari ke-7 atau hari ke-8 dan pada hari
terakhir dari masa uji. (DepKes RI, 1995: 855)

XI. Wadah dan Kemasan


Kemasan Primer : Botol infus@ 500 mL sebanyak 2 buah
Kemasan Sekunder : Dus botol infus
XII. Daftar Pustaka
 Ansel HC. 1998. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat.
Diterjemahkan oleh Farida Ibrahim. Jakarta: UI-Press.
 Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Depkes RI.
 Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RI.
 Depkes RI. 1978. Formularium Nasional II. Jakarta: Depkes RI.
 Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1994. Teori dan Praktek Farma
si Indrustri. Edisi Ketiga. Vol III. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jak
arta: UI Press.
 Logawa, benny dan Noerono, soendani.s.1986. Teknologi farmasi
sediaan steril. ITB: Bandung.
 Rowe, Raymond C et all. 2009. Handbook of Pharmaceutival Excipien
ts. Washington DC: The Pharmaceutical Press.

Anda mungkin juga menyukai