Nisa Armila
31120135
Nurul Fitriyanti
31120138
Siska Nurgifani
31120140
Neng Dewi Karmila S
31120150
PRODI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2023
I. TANGGAL PRAKTIKUM : Kamis, 9 November 2023
II. TUJUAN PRAKTIKUM
a. Membuat sediaan infus intravena yang mengandung zat aktif glucosum 5% secara
steril.
b. Melakukan evaluasi karakteristik sediaan infus intravena dengan zat aktif glucosum
5%.
III. DASAR TEORI
Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini antara lain sediaan
parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan parental
merupakan jenis sediaan yang unik di antara bentuk sediaan obat terbagi - bagi, karena
sediaan ini disuntikan melalui kulit atau membran mukosa ke bagian tubuh yang paling
efesien, yaitu membran kulit dan mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi
mikroba dan dari bahan bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang
tinggi. Semua bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan
dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia
atau mikrobiologis (Priyambodo, B. 2007).
Ada tiga cara utama yang umum dipakai dalam sterilisasi yaitu penggunaan panas,
penggunaan bahan kimia, dan penyaringan (filtrasi). Bila panas digunakan bersama-sama
dengan uap air maka disebut sterilisasi panas lembab atau sterilisasi basah, bila tanpa
kelembaban maka disebut sterilisasi panas kering atau sterilisasi kering. Sedangkan sterilisasi
kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan gas atau radiasi. Pemilihan metode
didasdarkan pada sifat bahan yang akan disterilkan (Hadioetomo, R. S. 1985).
Keuntungan pemberian infus intravena adalah menghasilkan kerja obat yang cepat
dibandingkan cara-cara pemberian lain dan tidak menyebabkan masalah terhadap absorbsi
obat. Sedangkan kerugiannya yaitu obat yang diberikan sekali lewat intravena maka obat
tidak dapat dikeluarkan dari sirkulasi seperti dapat dilakukan untuk obat bila diberikan per
oral, misalnya dengan cara dimuntahkan.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam
wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan
secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kapiler (Depkes. 1995).
Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 100 ml yang diberikan
melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. Asupan air dan
elektrolit dapat terjadi melalui makanan dan minuman dan dikeluarkan dalam jumlah yang
relatif sama, rasionya dalam tubuh adalah air 57%; lemak 20,8%; protein 17,0%; serta
mineral dan glikogen 6%. Ketika terjadi gangguan hemostatif, maka tubuh harus segera
mendapatkan terapi untuk mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit larutan untuk
infus intravenous harus jernih dan praktis bebas partikel (Lukas, Syamsuni H A. 2006).
Tujuan penggunaan infus:
- Apabila tubuh kekurangan air, elektrolit, dan karbohidrat maka kebutuhan tersebut harus
diganti.
- Pemberian infus memeberikan keuntungan karena tidak harus menyuntik pasien berulang
kali.
- Mudah mengatur keasaman dan kebasaan obat dalam darah.
- Sebagai penambah nutrisi bagi pasien yang tidak dapat makan secara oral.
- Larutan penambah zat parenteral volume besar berfungsi sebagai dialisa pada pasien
gagal ginjal
Tonisitas
= 0,113%
W = 0,9 – ( E Nacl . C)
= 0,9 – (0,16 . C)
= 0,9 – 0,8
= 0,1% Hipotonis
Atau
5 0 ,16
=
1 x
5
X= x 0,16 = 0,8 gram Nacl
1
Perhitungan Bahan
5
- Glukosa = x 250 ml = 12,5 gram
100
0,113
- NaCl = x 250 ml = 0,2825 gram
100
100
- Karbon = x 250 ml = 250 gram
100
VI. Sterilisasi
VIII. Pengolahan
XI. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sediaan parenteral volume besar. Zat
aktif yang digunakan adalah glukosa, dengan metode sterilisasi yang digunakan adalah
sterilisai akhir menggunakan autoklaf pada suhu 121 ºC selama 15 menit. Sediaan infus
dibuat sebanyak 2 botol dengan masing-masing volume 100 mL, akan tetapi sediaan dibuat
lebih sebagai antisipasi kekurangan yaitu ditambah 50 mL, sehingga total sediaan yang dibuat
adalah 250 mL.
Berdasarkan pada literatur glukosa sangat mudah larut dalam air, sehingga pada
pembuatan sediaan infus glukosa dibuat dengan menggunakan pelarut air, yaitu Aqua Pro
Injection (A.P.I). Kemudian untuk membuat larutan infus isotonis ditambahkan juga NaCl,
dengan hasil perhitungan dibutukan 0,1 % NaCl untuk mencapai keadaan isotonis.
Selanjutnya pada formulasi juga ditambahkan karbon aktif, tujuannya adalah untuk
menghilangkan pirogen yang terdapat salam sediaan, sehingga sediaan yang dibuat lebih
steril. Setelah semua bahan dicampurkan dan dilarutkan sediaan kemudian disaring untuk
menghilangkan partikel, karena syarat dari sediaan injeksi adalah bentuk larutannya harus
jernih, selain itu juga untuk menghilangkan bakteri yang berada salam larutan secara
mekanik. Setelah sediaan disaring dan dimasukan ke dalam botol infus, dilakukan sterilisasi
dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit. Tujuan dilakukannya
sterilisisi pada sediaan infus adalah untuk membunuh bakteri dan virus yang terkandung di
dalam sediaan.
Pada pembuatan sediaan infus glukosa tidak dilakukan penambahan pengawet karena
sediaan langsung digunakan dalam satu kali pakai dan jugar untuk menghindari toksisitasa
yang mungkin bisa disebabkan oleh bahan pengawet. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan
dalam pembuatan sediaan infus adalah hasil degradasi pada pemanasan glukosa yaitu 5-
hidroksi metil furfural ( 5-HMF ) tidak boleh melebihi batas tertentu seperti yang tertera
dalam Farmakope Indonesia karena bersifat alergenik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
untuk membatasi produksi 5-hidroksi metil furfural adalah suhu dan pH karena semakin
tinggi suhu maka semakin banyak produksi 5-HMF begitu juga pada pH karena semakin
tinggi pH maka semakin mudah terbentuk 5-HMF, serta konsentrasi glukosa karena semakin
besar konsentrasi glukosa maka pembentukan 5-HMF akan semakin mudah.
Seteleh sediaan dibuat kemudian dilakukan evaluasi terhadap produk. Evaluasi yang
pertama adalah evaluasi kejernihan dengan cara meletakan sediaan di atas lampu dan diberi
background berwarna hitam dan dan putih dan dilihat kejernihannya, hasilnya adalah sediaan
yang dibuat jernih sesuai dengan standar. Kemudian evaluasi yang kedua adalah keseragaman
volume, dilakukan secara langsung dengan menggunakan indra, hasilnya adalah sediaan
memiliki volume yang seragam. Evaluasi yang ketika adalah evaluasi pH sediaan dengan
menggunakan pH meter, hasilnya adalah 4.31, yang menandakan bahwa pH sediaan sudah
sesuai karena pH sediaan tidak boleh terlalu asam dan telalu basa dan mendekati pH
fisiologis, yaitu pada rentang 3.5-6.5.
XII. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Depkes. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Hadioetomo, R S. 1985. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta: PT. Gramedia.
Lukas, Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Priyambodo, B. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global Pustaka Utama.
Depkes RI. (1995a). Farmakope Indonesia edisi IV. In Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Depkes RI. (1995b). Farmakope Indonesia edisi IV. In Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
PROSEDUR
ETIKET
Pemakaian: IV
Exp Date : 10/11/24
HARUS DENGAN RESEP DOKTER
LABEL
BROSUR
KEMASAN