Anda di halaman 1dari 17

I.

TUJUAN

Membuat sediaan parenteral dengan zat aktif aneurin sesuai dengan formulasi
yang baik.

II. DASAR TEORI

Metode sterilisasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu metode sterilisasi dengan
cara panas dan sterilisasi dengan cara dingin. Metode sterilisasi dengan cara panas dibagi
menjadi sterilisasi panas kering (menggunakan oven pada suhu 160-180⁰C selama 30-
240 menit), dan sterilisasi panas basah (menggunakan autoklaf dengan suhu 121⁰C
dengan tekanan 15 psi, selama 15 menit). Metode sterilisasi dengan cara dingin dapat
dibagi menjadi dua, yaitu teknik removal/penghilangan bakteri, dan teknik membunuh
bakteri. Teknik removal dapat menggunakan metode filtrasi dengan membran filter
berpori 0,22μm. Teknik membunuh bakteri dapat menggunakan radiasi (radiasi sinar
gama menggunakan isotop radioaktif Cobalt 60) dan gas etilen oksida (dengan dosis 25
KGy). Metode lain untuk membunuh bakteri dengan menggunakan cairan kimia seperti
formaldehida, tidak dapat digunakan karena memiliki efek toksik terhadap bahan yang
disterilkan (Ayuhastuti,2016).
Sediaan infus, merupakan salah satu bentuk sediaan steril yang cara
penggunaannya disuntikkan ke dalam tubuh dengan merobek jaringan tubuh melalui kulit
atau selaput lendir (Syamsuni,2007).
Pembuatan sediaan ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk
menghindaritimbulnya kontaminasi mikroba ataupun bahan asing. Persyaratan sediaan
injeksi antara lain: isotonis, isohidris, bebas dari endotoksin bakteri dan bebas pirogen
(Lachman, 1993).
Injeksi terbagi menjadi dua jenis, yaitu larutan injeksi volume besar (Large
Volume Parenteral) dan volume kecil (Small Volume Parenteral). Larutan injeksi
volume besar digunakan untuk intravena dengan dosis tunggal dan dikemas dalam wadah
bertanda volume lebih dari 100 ml. Larutan injeksi volume kecil adalah sediaan
parenteral volume kecil yang dikemas dalam wadah bertanda volume 100 ml atau kurang
dan biasa disebut dengan injeksi (Departemen Kesehatan RI, 1995).

III. PREFORMULASI ZAT AKTIF (Z.A)


1. Aneurin Hydrochloride

 Pemerian : Serbuk putih atau tidak berwarna atu kristal putih atau serbuk
kristal putih. ( Martindale ed 29,hal 1277 )
 Kelarutan : Thiamin HCL larut dalam 1:1 bagian air (Martindale
ed 29, hal 1277 )
 Titik leleh / titik lebur : 248oC
 Dosis lazim: 10 mg-100mg (FI ed III hal 991)
 Daftar obat keras : sediaan injeksi
 OTT : terhadap oksidator, reduktor, karbonat
( Martindale ed 29,hal 1277 )
 pH : 2.8 – 3.4 ( Martindale ed 29,hal 1277 )
2,5 – 4,5 (Inj. Drugs, hal. 1133)
 Stabilisator : HCL 0.1 N ( Martindale ed 29,hal 1277 )
 Tonisitas : Kelengkapan : Δtb = 0,139 ; C = 2,5
( Merck Index ed 8 hal 1277 )

2
IV. PREFORMULASI ZAT EKSIPIEN

1. Natrii Choridum
 BM : 58,44
 Pemerian: Hablur Heksahedral, tidak berwarna atau serbuk hablur putih,
tidak berbau rasa asin.(Farmakope Indonesia III, hal 403-404)
 Kegunaan: Sumber ion klorida dan ion natrium. (Farmakope Indonesia
III, hal 403-404)
 Kelarutan: larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air mendidih dan
dalam lebih kurang 10 bagian gliserol P, sukar larut dalam etanol
(95%)P.(Farmakope Indonesia III, hal 403-404)
 Aplikasi dalam Teknologi atau Formulasi Farmaseutikal:
Untuk pembuatan larutan isotonik intravena dan preparat sediaan mata
dengan konsentrasi kurang dari 0,9 %. (Handbook of Pharmaceutical
Excipient, 6nded: 637-639.)
 Higroskopisitas: Higroskopis diatas 75 % kelembaban relatif (Handbook
of Pharmaceutical Excipient, 6nded: 637-639.)
 Titik leleh : 804 ˚C (Handbook of Pharmaceutical Excipient, 6nded: 637-
639.)
 Densitas : 1,20 g/cm3 untuk larutan cair (Handbook of Pharmaceutical
Excipient, 6nd ed: 637-639.)
 Penyimpanan: Disimpan ditempat tertutp, dingin dan kering (Handbook
of Pharmaceutical Excipient, 6nded: 637-639.)

2. Aqua Pro Injecctionum (a.p.i)


 Pemerian: cairan, jernih, tidak berwarna, tidak berbau Kegunaan: air
untuk injeksi

3
 Aplikasi dalam Teknologi atau Formulasi Farmaseutikal:
Dapat digunakan sebagai air untuk sediaan injeksi.
 Penyimpanan: dalam wadah dosis tunggal, botol kaca atau plastik, tidak
lebih besar dari 1 liter.( Farmakope Indonesia IV, hal. 112)

3. Acidum Hydrochloridum
 Rumus molekul : HCl
 Bobot molekul : 36,46
 Asam klorida mengandung tidak kurang dari 36,5% b/b HCl.
 Pemerian:
Cairan tidak berwarna; berasap; bau merangsang. Jika diencerkan dengan
2 bagian volume air, asap hilang. Bobot jenis lebih kurang 1,18.(FI Edisi
IV hal 49)

V. PENDEKATAN FORMULA
1. Zat Natrii chloridum (NaCl) digunakan dalam sediaan karena sifatnya yang
larut dalam air, selain itu NaCl berfungsi sebagai zat aktif untuk mengiritasi
luka (Depkes RI, 1995).
2. Aqua pro injeksi digunakan sebagai pelarut dan pembawa karena bahan-
bahan yang digunakan larut dalam air (Depkes RI, 1995).
3. Zat acidum hydrochloridum 0,1N ( HCl 0,1N ) digunakan dalam formula
sediaan ini berguna untuk penstabilan pH atau adjust pH sediaan hingga
mencapai rentang dari zat aktif, yakni 2,5 - 4,5 ( Depkes RI, 1979 ).

VI. PERHITUNGAN TONISITAS

Kelengkapan :

Zat ∆tb C
Aneurin HCl 0,139 2,5

4
0,52−(∆tb.C)
W= 0,576

0,52−((0,139 x 2,5) )
= = 0,2995 % (Hipotonis)
0,576

Untuk membuat larutan supaya isotonis, maka ditambahkan NaCl sebanyak


0,2995 % (b/v).

VII. STERILISASI ALAT DAN BAHAN


a. Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat Sterilisasi Waktu Paraf
Beaker Glass Oven 170°C 30’
Ampul Oven 170°C 30’
Spatel Logam Api Langsung 20”
Batang Api Langsung 20”
Pengaduk
Corong Dan Autoklaf 115- 30’
Kertas Saring 116°C
Syringe
Kaca Arloji Api Langsung 20”

b. Sediaan

Disterilkan dengan cara sterilisasi A atau C dan segera dingikan (Fornas II,
289)

a. Pemanasan dalam otoklaf (sterilisasi A)

5
Sediaan yang akan disterilkan ke dalam wadah yang cocok, kemudian ditutup
kedap. Jika volume dalam tiap wadah yang tidak lebih dari 100 ml. Sterilisasi
dilakukan dengan uap air jenuh pada suhu 115° sampai 116° selama 30 menit.
Jika volume dalam tiap wadah lebih dari 100 ml, waktu sterilisasi
diperpanjang hinga seluruh isi tiap wadah berbeda pada suhu 115° sampai
116° selama 30 menit.
b. Penyaringan (sterilisasi C)
Larutan disaring melalui penyaring bakteri steril, diisikan ke dalam wadah
akhir yang steril, kemudian ditutup kedap menurut teknik aseptik.

VIII. PERHITUNGAN BAHAN

Sediaan Parenteral

A. UNTUK 10 AMPUL
a. Perhitungan

Sebanyak 8 ampul @ 1 mL

Evaluasi 2 ampul

Jumlah total ampul + evaluasi = 8 ampul + 2 ampul = 10 ampul

Jumlah Sediaan Jumlah Botol Volume Jumlah


Tugas 8 ampul X 1 mL 8 mL
Evaluasi 2 ampul X 1 mL 2 mL
Jumlah 10 ampul X 1 mL 10 mL

Total Ampul = 10 ampul

 Volume 1 mL maka ditambahkan 0,1 mL

6
0,1 ml x 1 ml x 10 ampul = 1 mL

 Total Volume
10 mL + 1 mL = 11 mL
 Dilebihkan volume total untuk antisipasi kehilangan
10 % x 11 mL = 1,1 mL

 Volume total yang dibuat = 11 mL + 1,1 mL


= 12,1 mL

 Jumlah bulk yang dibuat = 12,1mL

 Aneurin HCl = 25 mg x 12,1 mL


= 302,5 mg

 Dilebihkan 5%
302,5 mg x 5% = 15,125 mg

 Total zat aktif = 302,5 mg + 15,125 mg


= 317,625 mg

 Karbon aktif
0,1 % x 12,1 mLl = 12,1 mg

 Natrii Chloridum
2,995 mg x 12,1 mL = 36,2395 mg

 HCl 0,1 N ad pH stabilitas

 Aqua P.I ad 12,1 mL

b. Penimbangan

Zat dalam formula Bobot dalam formula (1 mL) Bobot dalam 12,1 mL
Aneurin HCl 25 mg 317,7 mg
Karbon aktif - 12,1 mg
Natrii Chloridum 2,995 mg 36,2395 mg

7
HCl 0,1 N Ad pH stabilitas pH stabilitas
A.P.I Ad 1 mL Ad 12,1 mL

B. UNTUK 11 AMPUL

Sediaan Parenteral

Sebanyak 9 ampul @ 1 mL

Evaluasi 2 ampul

Jumlah total ampul + evaluasi = 9 ampul + 2 ampul = 11 ampul

Jumlah Sediaan Jumlah Botol Volume Jumlah


Tugas 9 ampul X 1 mL 9 mL
Evaluasi 2 ampul X 1 mL 2 mL
Jumlah 11 ampul X 1 mL 11 mL

Total Ampul = 11 ampul


 Volume 1 mL maka ditambahkan 0,1 mL
0,1 ml x 1 ml x 11 ampul = 1,1 mL

 Total Volume
11 mL + 1,1 mL = 12,1 mL

 Dilebihkan volume total untuk antisipasi kehilangan


10 % x 12,1 mL = 1,21 mL

 Volume total yang dibuat = 12,1 mL + 1,21 mL


= 13,31 mL

 Jumlah bulk yang dibuat = 13,31mL

 Aneurin HCl = 25 mg x 13,31 mL


= 332,75 mg
 Dilebihkan 5%

8
332,75 mg x 5% = 16,6375 mg

 Total zat aktif = 332,75 mg + 16,6375 mg

= 349,387 mg
 Karbon aktif
0,1 % x 13,31 mL = 0,01331 gram

 Natrii Chloridum
2,995 mg x 13,31 mL = 39,86345 mg

 HCl 0,1 N ad pH stabilitas


 Aqua P.I ad 13,31 mL

PENIMBANGAN

Zat dalam formula Bobot dalam formula (1 mL) Bobot dalam 12,1 mL
Aneurin HCl 25 mg 332,75 mg
Karbon aktif - 0,01331 gram
Natrii Chloridum 2,995 mg 39,86345 mg
HCl 0,1 N Ad pH stabilitas pH stabilitas
A.P.I Ad 1 mL Ad 13,31 mL

IX. Prosedur Pembuatan


Larutkan Aneurin HCl dalam sebagian a.p.i bebas CO2 dan O2

Larutkan NaCl dalam sebagian a.p.i sampai larut

Kedua campuran tersebut dicampur

Tambahkan a.p.i ± 5mL kemudian cek pH. pH awal = 7, pH akhir = 7.

9

Tambahkan HCl 0,1 N sebanyak 2 mL sampai pH stabilitas (pH = 4)

Larutan ditambahkan a.p.i ad 12,1 mL

Larutan disaring dan filtrat pertama dibuang

Larutan kemudian diisikan ke dalam 10 ampul @ 1,1 mL

Disterilisasi dalam autoklaf 121℃ selama 15 menit

X. Evaluasi Sediaan
No Jenis Evaluasi Penilaian
1 Penampilan fisik wadah Semua kelompok:
Baik
2 Jumlah sediaan Kelompok 1,3,5 = 10
Kelompok 2,4 = 11
3 Kejernihan sediaan Semua kelompok:
Jernih
4 Keseragaman volume Semua kelompok:
Seragam
5 Kebocoran Semua kelompok:
Tidak ada ampul yang
bocor
6 Brosur Lengkap
7 Kemasan Lengkap
8 Etiket Lengkap

10
XI. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, kami membuat sediaan steril injeksi dengan zat aktif
Aneurin Hidroklorida. Metode yang digunakan dalam pembuatan larutan injeksi
Aneurin Hidroklorida ini adalah melalui proses sterilisasi akhir. Pada proses
pengisian ke ampul 1 mL digunakan bakteri filter untuk menyaring partikel yang
mungkin terdapat dalam larutan injeksi. Sterilisasi dilakukan pada proses akhir
menggunakan autoklaf pada suhu 121⁰C selama 15 menit.

Aneurin Hidroklorida diindikasikan untuk defisiensi vitamin B1, beri-beri,


polineuritis (degenerasi saraf-saraf tepi secara serentak dan simetris), penyakit
susunan saraf pusat, penyakit jantung organik, anoreksia (kehilangan nafsu makan),
penderita alkoholisme, dan penderita anemia. Adapun dosis lazim yang digunakan
yaitu 10-100 mg untuk intravena (Farmakope Indonesia Edisi III, 1979), dosis yang
kita gunakan yaitu 25 mg, maka memasuki rentang dosis lazim.

Bila terjadi kelebihan Aneurin Hidroklorida maka akan dengan segera


dieksresi melalui urin. Meskipun jarang terjadi, reaksi anafilaktoid dapat terjadi
setelah pemberian intravena dosis besar pada pasien yang sensitif dan beberapa
diantaranya bersifat fatal. Bila dicampurkan dengan natrium sulfit, kalium
metabisulfit dan natrium hidrosulfit dapat menurunkan kestabilan Aneurin
Hidroklorida di dalam larutan. Aneurin Hidroklorida tidak stabil dalam larutan basa,
netral, atau dengan bahan oksidasi, maka dari itu dilakukan penambahan asam klorida
sampai larutan asam dengan pH 4, karena pH stabilitas Aneurin Hidroklorida adalah
2,5 – 4,5 (Inj. Drugs Edisi 15, 2009)

Pembuatan sediaan injeksi Aneurin Hidroklorida dibuat dengan metode


pembuatan injeksi pelarut air. Aneurin Hidroklorida merupakan vitamin yang larut

11
dalam air, sehingga pembuatanya juga lebih stabil dengan pelarut air. Pelarut yang
digunakan adalah A.P.I (aqua pro injeksi) bebas CO2 dan O2.

Pada formulasinya memakai zat tambahan Natrium Cloridum (NaCl) karena


syarat obat suntik itu harus isotonik yang artinya injeksi tersebut tekanan yang
dihasilkan harus sama dengan tekanan dalam cairan tubuh yang kadarnya sama
dengan 0,9 % NaCl, sehingga harus ditambahkan NaCl. Hasil perhitungan tonisitas
menunjukkan bahwa sediaan bersifat hipotonis dan perlu penambahan Natrium
Klorida sebanyak 0,2995% untuk mencapai keadaan isotonis. Jika sediaan dibiarkan
dalam keadaan hipotonis, maka ketika disuntikkan, sediaan hipotonis ini memiliki
konsentrasi yang lebih rendah daripada konsentrasi cairan plasma dalam tubuh,
sehingga sediaan akan berpenetrasi atau terjadi osmosis kedalam cairan plasma yang
konsentrasinya lebih tinggi, lama-lama pembuluh darah dapat pecah atau disebut
hemolisis karena banyaknya cairan yang menumpuk di pembuluh darah.

Larutan yang telah mencapai pH stabilitas 4 karena penambahan Asam


Klorida, kemudian disaring, tujuannya untuk menghilangkan partikel yang terdapat
dalam larutan karena syarat injeksi bentuk larutannya harus jernih dan untuk
menghilangkan bakteri yang berada dalam larutan secara mekanik.

Dibuat 10 ampul dengan volume masing – masing ampulnya 1mL, namun


pada pembuatannya larutan yang dibuat dilebihkan jumlahnya untuk mengantisipasi
terjadinya tumpahan saat pengisian. Volume yang dimasukkan pada setiap ampul
tidaklah 1 mL namun 1,1 mL. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi larutan yang
tertinggal pada ampul pada saat pengambilan cairan. Jika ampul diisi tepat 1 mL di
khawatirkan volume cairan yang diambil tidaklah tepat 1 mL sehingga akan
berpengaruh pada dosis yang diberikan.

Sediaan injeksi Aneurin Hidroklorida disterilkan dengan menggunakan


autoklaf dengan suhu 121ºC selama 15 menit. Proses sterilisasi ini dilakukan untuk

12
membunuh mikroba yang tidak tersaring dan masih terdapat pada sediaan sehingga
diperoleh sediaan yang steril.

Dilakukan evaluasi keseragaman volume akan tetapi hanya menggunakan


indra penglihatan saja. Dari sediaan yang telah dibuat, dapat dilihat bahwa volume
masing-masing ampul seragam. Kemudian, evaluasi kejernihan. Evaluasi kejernihan
dilakukan dengan cara melihat sediaan yang dibuat benar-benar jernih atau masih ada
partikel-partikel zat yang belum homogen. Dari hasil evaluasi kejernihan didapatkan
semua larutan dalam ampul terlihat jernih. Evaluasi kebocoran dengan membalikkan
posisi ampul, lalu disimpan sambil digeser-geser diatas tissu, menunjukan tidak
adanya kebocoran, karena tissu tetap kering.

XII. KESIMPULAN

Pada praktikum kali ini telah dibuat sediaan injeksi Aneurin Hidroklorida
dengan kekuatan sediaan 25 mg/mL, dengan volume tiap ampul adalah 1,1 mL.
Injeksi yang dibuat berbentuk larutan bening dan jernih, dengan pH ±4. Semua
kondisi baik, tidak ada kebocoran.

13
DAFTAR PUSTAKA

Allen, L. V., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition, Rowe R. C.,

Sheskey, P. J., Queen, M. E., (Editor), London, Pharmaceutical Press and American

Pharmacists Assosiation,

Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia (UI-Press).

Ayuhastuti,Anggraeni. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi : Praktikum Teknologi

Sediaan Steril. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Departemen Kesehatan RI, 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta : Departemen

Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen

Kesehatan RI.

Lachman, Leon.1993. Pharmaceutical Dosage Forms: Parenteral Medications Volume 2,

2nd edition, New York: Marcell Dekker Inc. hal: 561

14
Martindale . 1982. Direction of the Council of The Pharmaceutical Society of Great

Britain.The Extra Pharmacopoeia Twenty eight Edition. London : The Pharmaceutical

Press

Rowe, et al., 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients. London : Pharmaceutical

Press.

Syamsuni. 2007. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Trissel, Lawrence A. 2009. Handbook on Injectable Drugs ed 15th. Bethesda: American

Society of Health System Pharmacists.

15
LAMPIRAN

Gb.L.1.Bahan Aneurin Gb.L.2.Bahan NaCl Gb.L.3.Memasukkan


HCl Aneurin HCl

Gb.L.4.Memasukkan Gb.L.5.Melarutkan Aneurin Gb.L.6.Melarutka


NaCl HCl dengan A.P.I NaCl dengan A.P.I

Gb.L.7.Pencgadukan Gb.L.8.Pencampuran larutan Gb.L.9.Penambahan


A.P.I dan Aneurin HCl Aneurin HCl dengan larutan sisa A.P.I sampai 12,1
NaCl mL

16
Gb.L.10.pH sebelum Gb.L.11.pH setelah Gb.L.12.Penyaringan
ditambahkan HCl ditambah HCl Larutan Injeksi

Gb.L.13.Pengambilan Gb.L.14.Memasukkan Gb.L.15. Pengelasan


Larutan ampul Larutan injeksi kedalam ampul
ampul.

17

Anda mungkin juga menyukai