Anda di halaman 1dari 18

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

EMULSI INJEKSI DAN SUSPENSI INJEKSI

DISUSUN OLEH
Thomas Prasetyo 2010070150018
Arahman 2010070150022

DOSEN PEMBINGBING : apt.Wida Ningsih, M.Fram

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG

2022/2023

EMULSI INJEKSI

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Sediaan injeksi merupakan sediaan yang sangat penting bagi dunia kesehatan. Karena pada keadaan sakit yang
dianggap kronis, pemberian obat minum sudah tidak maksimal lagi , sehingga perlu dan sangat penting untuk
diberikan sediaan injeksi, karena akan sangat membantu untuk mempercepat mengurangi rasa sakit pada pasien,
sebab sediaan injeksi bekerja secara cepat, dimana obat langsung masuk ke dalam pembuluh darah dan akan
bekerja secara optimal pada bagian yang sakit. Sediaan injeksi merupakan salah satu contoh sediaan steril , jadi
keamanan dan kebersihan sediaan juga telah di uji.

Emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat yang terdispersi dalam cairan
pembawa dan distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Biasanya emulsi mengandung dua
zat atau lebih yang tidak dapat bercampur, misalnya minyak dan air. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan
komponen yang paling penting agar memperoleh emulsi yang stabil (Anief, 1996).

Sediaan steril injeksi terdapat beberapa bentuk sediaan, seperti larutan, suspensi, serbuk kering, dan emulsi.
Sediaan steril emulsi injeksi masih terbatas dalam perkembangan formulasinya. Hal ini dapat dilihat dari
kurangnya buku referensi dan jurnal-jurnal penelitian resmi yang tersedia.

1. Rumusan Masalah
2. Apa saja penggolongan emulsi untuk injeksi?
3. Bagaimana formuasi emlsi untuk injeksi?
4. Bagaimana cara pembuatan emulsi untuk injeksi?
5. Bagaimana persyaratan emulsi untuk injeksi?
6. Bagaimana evaluasi emulsi untuk injeksi?
7. Bagaimana pemilihan wadah dan kompatibilitas wadah terhadap sediaan jadi?
1. Tujuan
Agar mahasiswa dapat memahami tentang formulasi sampai evaluasi pada emulsi

injeksi

1.4 Manfaat

1. Sebagai bahan pembelajaran formulasi sediaan obat emulsi injeksi


2. Mengetahui dan memahami tentang formulasi sediaan emulsi injeksi
BAB II

PEMBAHASAN
 Emulsi Injeksi
Sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih
dahulu sebelum digunakan secara perenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan kedalam
atau melalui kulit atau selaput lendir.Emulsi adalah campuran partikel yang saling tak campur dimana terdapat
fase terdispersi dan pendispersi.

Emulsi parenteral pertama kali dikenal untuk sumber IV asam lemak esensial dan kalori. Ini telah berkembang
menjadi penggunaan ekstensif dan rutin produk seperti Intralipid, Lipofundin, dan Liposyn total nutrisi
parenteral.

Semua formulasi emulsi parenteral  minyak dalam air , dengan minyak sebagai fase internal terdispersi sebagai
tetesan halus dalam fase air. Emulsifier, biasanya telur atau lesitin kedelai, diperlukan untuk menurunkan
tegangan antar muka dan mencegah flokulasi dan percampuran dari fase minyak terdispersi. energi mekanik
dalam bentuk homogenisasi, diperlukan untuk memcampur fase minyak ke tetesan dari ukuran yang cocok.
Untuk administrasi IV, ukuran tetesan harus di bawah 1 mm untuk menghindari potensi pembentukan emboli.

 Tipe emulsi menurut fase terdispersinya


 Menurut Martin,1971
 o/w dan w/o

 Sediaan emulsi dapat terbentuk jika :


 Terdapat 2 zat yang tidak saling melarutkan
 Terjadi proses pengadukan (agitosi)
 Terdapat emulgator
Sediaan emulsi yang baik adalah sediaan emulsi yang stabil, dikatakan stabil apabila sediaan emulsi tersebut
dapatmempertahankan distribusi yang teratur dari fase terdispersi dalam jangka waktu yang lama. (R. Voight hal
434)

 Komponen emulsi injeksi


 Lipid (fase minyak)
     Fase minyak yang paling banyak digunakan adalah minyak ikan, minyak kacang, minyak zaitun, minyak
kapas dan minyak kedelai

 Emulsifiers
     Natural lecithin, PEG-PE

Sediaan memerlukan emulgator spesifik yang tidak boleh toksik

     – Lesitin
     – Polisorbat 80

     – Serum albumin

ex: vitamin K à Lesitin (emulgator)

     Lebih sering digunakan untuk lepas lambat zat aktif

 Fase air
     Sorbitol atau xylitol

     Penyesuaian pH

 Antioksidan
     α tokoferol, asam askorbat

 Antimikroba
     Natrium benzoat dan benzil alkohol

 Modifikasi tonisitas (280 – 300 mOsm kg-1)


     Gliserol, sorbitol, xylitol

 Emulgator merupakan film penutup dari minyak berfungsi untuk menaikkan absorbsi lemak melalui
dinding usus obat. Selain ituberfungsi untuk menutupi rasa yang tidak enak. Contoh: gelatin, lecitin,
polisorbat 80, metilsesulosa dan serum albumin.
 Keuntungan dari emulsi injeksi
 Terhindar dari perusakan obat atau inaktivasi dalam saluran gastrointestinal
 Dapat digunakan bila obat sedikit diabsorbsi dalam saluran gastrointestinal sehingga obat tidak cukup
untuk menimbulkan respon
 Bila dikehendaki, dapat menghasilkan efek obat yang cepat (pada keadaan gawat)
 Kadar obat yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan karena tidak ada atau sedikit sekali dosis obat
yang berkurang
 Dapat diberikan kepada penderita yang kesulitan menelan, misalnya muntah atau koma
 Kerugiaan dari emulsi injeksi
 Efek toksik nya sulit dinetralkan bila terjadi kesalahan pemberian obat
 Harga obatnya mahal daripada sediaan oral karena harus dibuat steril
 Penggolongan Emulsi Injeksi
1. injeksi dalam air (ekstrak alergen, SC)

2. minyak dalam air (Depot lambat, IM)

3. emulsi nutrien/TPN (Total Parenteral Nutrition)

Fase minyak yang digunakan: minyak ikan, minyak kacang, minyak zaitun, minyak kapas, minyak kedelai dan
minyak biji rami

 Formulasi Emulsi Injeksi


Contoh formulasi

 Pembuatan Emulsi Injeksi

Pembuatan emlusi untuk injeksi di lakukan dengan membuat emulsi kasar lalu du masukkan homogenizer
kemudian di tampung dalam botol steril dan di sterilkan dalam autoclaf dan di periksa sterilitas serta ukuran
butir

 persyaratan Emulsi Injeksi


1. Aman

Injeksi tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau menimbulkan efek toksik.
2. Sedapat mungkin isohidris

Isohidris artinya pH larutan injeksi sama dengan pH darah dan cairan tubuh lain, yaitu pH 7,4. Hal ini
dimaksudkan agar bila diinjeksikan ke badan tidak terasa sakit dan penyerapan obat dapat maksimal.

 Sedapat mungkin isotonis


Isotonis artinya mempunyai tekanan osmosa yang sama dengan tekanan osmosa darah dan cairan tubuh yang
lain, yaitu sebanding dengan tekanan osmosa larutan natrium klorida 0,9%. Penyuntikan larutan yang tidak
isotonis ke dalam tubuh dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Bila larutan yang disuntikkan
hipotonis (mempunyai tekanan osmosa yang lebih kecil) terhadap cairan tubuh, maka air akan diserap masuk ke
dalam sel-sel tubuh yang akhirnya mengembang dan dapat pecah. Pada penyuntikan larutan yang hipertonis
(mempunyai tekanan osmosa yang lebih besar) terhadap cairan-cairan tubuh, air dalam sel akan ditarik keluar,
yang mengakibatkan mengerutnya sel. Meskipun demikian, tubuh masih dapat mengimbangi penyimpangan-
penyimpangan dari isotonis ini hingga 10%. Umumnya larutan yang hipertonis dapat ditahan tubuh dengan lebih
baik daripada larutan yang hipotonis. Zat-zat pembantu yang banyak digunakan untuk membuat larutan isotonis
adalah natrium klorida dan glukosa.

 Tidak berwarna
Pada sediaan obat suntik tidak diperbolehkan adanya penambahan zat warna dengan maksud untuk memberikan
warna pada sediaan tersebut, kecuali bila obatnya memang berwarna

 Steril
Suatu bahan dikatakan steril jika terbebas dari mikroorganisme hidup yang patogen maupun yang tidak, baik
dalam bentuk vegetatif maupun dalam bentuk tidak vegetatif (spora).

 Bebas pirogen
Hal ini harus diperhatikan terutama pada pemberian injeksi dengan volume besar, yaitu lebih dari 10 ml untuk
satu kali dosis pemberian. Injeksi yang mengandung pirogen dapat menimbulkan demam

 Evaluasi Emulsi Injeksi


Evaluasi dilakukan setelah sediaan disterilkan dan sebelum wadah dipasang etiket dan dikemas

1. Evaluasi Fisika
2. Penetapan pH
3. Bahan Partikulat dalam Injeksi 
4. Penetapan Volume Injeksi Dlam Wadah
5. Uji Keseragaman Bobot dan Keseragaman Volume
6. Uji Kejernihan Larutan 
7. Uji Kebocoran   (Dry Bath Test dan Double Vacuum Pull)
2. Evaluasi Biologi
1. Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba
2. Uji Sterilitas 
3. Uji Endotoksin Bakteri
4. Uji Pirogen
5. Uji Kandungan Zat Antimikroba
6. Evaluasi Kimia
7. Uji Identifikasi (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing)
8. Penetapan Kadar (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing)
 Uji sterilitas
 Sterilisasi dalam formulasi dapat dilakukan dengan Terminal Heat Sterilization atau dengan Aseptic
Filtration. Terminal Heat Sterilization umumnya menghasilkan sterilitas lebih besar pada produk akhir.
Jika komponen emulsi tidak tahan panas maka digunakan Aseptic Filtration. Sterilisasi dengan filtrasi
dapat dilakukan untuk emulsi dengan ukuran droplet dibawah 200 nm
 Uji sterilitas juga dapat dilakukan menggunakan otoklaf pada suhu 115°C selama 30 menit
 Pemilihan wadah untuk Emulsi injeksi
 Emulsi parenteral dikemas dengan volume 100 sampai 1000 mL dalam botol kaca
 Botol silikon dengan permukaan dalam hidrofobik dapat digunakan
 Penutup karet banyak digunakan
 Penutup harus tidak permeable dengan oksigen karena dapat terjadi kontak dengan  emulsi fase minyak
PERTANYAAN :

1. Kenapa harus di buat emulsi injeksi ?


2. Apa karakteristik bahan aktif emulsi injeksi ?
3. Sediaan emulsi injeksi di gunakan untuk sediaan parenteral dengan rute apa ?
4. Apakah benar Diprivan untuk penggunaan sediaan emulsi injeksi dengan rute parenteral secara IV ?
5.
JAWABAN :

1. Digunakan untuk keperluan obat yang efek kerjanya di lepaskan secara perlahan
2. Kararkteristik bahan aktif injeksi terdiri dari fase minyak dan merupakan bahan yang tidak tercampur
karena itu di buat sediaan emulsi injeksi agar obat bisa terserab oleh tubuh dengan baik
3. Umumnya sediaan emulsi injeksi di gunakan pada rute IM, tetapi ada beberapa sediaan yang di gunakan
untuk rute IV, contohnya Diprivan Ampul
4. Ya benar, karena menurut brosur/literatur dalam sediaan Diprivan merupakan sediaan emulsi injeksi
dengan rute pemberian secara IV
DAFTAR PUSTAKA

1. DuffuaaSO,KhanM.Impactofinspectionerrorsontheperformancemeasuresofa general repeat inspection plan.


Int J Prod Res. 2005; 43(23):4945–4967.

2. Depkes RI. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 1995.

3. Bukofzer, S., Ayers, J. Industry Perspective on the Medical Risk of Visible Particles in Injectable Drug
Products. PDA J.Pharm. Sci. Technol. 2015; 69(1):123–139.

4. Shabushnig JG. Hot Topics in Visual Inspection on a Cold January Night. LLC: Insight Pharma Consulting;
2015
SUSPENSI INJEKSI
BAB I

PENDAHULUAN

1.Latar Belakang
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral, suntikan dengan cara menembus, atau
merobek jaringan kedalam atau melalui kulit atau selaput lendir.

Menurut definisi dalam Farmakope, sediaan yang digunakan untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5
jenis yang berbeda yaitu :

1. Obat, larutan, atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai dengan nama bentuknya : “Injeksi……”,
contoh : Injeksi Insulin.
2. Sediaan padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung dapar, pengenceran atau bahan tambahan
lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang memenuhi persyaratan injeksi.
Membedakannya dari nama bentuknya: “…Steril”, contoh : Ampicillin Sodium Steril.
3. Sediaan seperti tertera pada nomor 2 tetapi mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan
tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama bentuknya : “…..untuk Injeksi”, contoh : Methicillin Sodium
untuk Injeksi.
4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau
ke dalam saluran spinal (intratekal). Kita dapat membedakannya dari nama bentuknya : “…..Suspensi
Steril”, contoh : Cortison Suspensi Steril.
5. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi semua
persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan pembawa yang sesuai. Membedakannya dari nama
bentuknya : “…..Steril untuk Suspensi, contoh : Ampicillin Steril untuk Suspense (Stefanus Lukas, 2006).

1. Rumusan Masalah
2. Apa saja penggolongan suspense untuk injeksi?
3. Bagaimana formuasi suspense untuk injeksi?
4. Bagaimana cara pembuatan suspense untuk injeksi?
5. Bagaimana persyaratan suspensi untuk injeksi?
6. Bagaimana evaluasi suspense untuk injeksi?
7. Bagaimana pemilihan wadah dan kompatibilitas wadah terhadap sediaan jadi?

SUSPENSI UNTUK INJEKSI

Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak
disuntikkan secara intravena atau kedalam saluran spinal (intratekal). Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah
sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua
persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai (Anonim, 1995).
Salah satu contoh sediaan suspensi injeksi
Suspensi injeksi dapat berupa sediaan dalam air atau minyak. Suatu injeksi dapat dikatakan sebagai suspensi
injeksi jika zat aktif tidak larut dalam pembawa dan menggunakannya sebagai sediaan depo. Kadar partikel
padat dalam suspensi injeksi pada umumnya <5%, sedangkan diameter partikelnya berkisar 5-10 µm. Proses
pembuatan dan sterilisasi suspensi injeksi lebih sulit dibandingkan dengan larutan injeksi, yaitu masing –
masing komponen harus disterilkan terpisah dan dibuat secara aseptis. Sterilisasi akhir tidak boleh
menggunakan penyaring bakteri. Pensterilan bahan padat untuk suspensi injeksi steril dengan menggunakan
sterilisasi gas.

Keuntungan dari penggunaan suspensi injeksi antara lain :

1. Cocok untuk obat – obatan yang tidak dapat melarut dalam pelarut konvensional.
2. Daya tahan terhadap hidrolisis dan oksidasi meningkat sebagaimana obat hadir dalam bentuk padatan.
3. Memungkinkan formulasi sediaan obat dapat menciptakan pelepasan yang terkontrol.
4. Tidak tereleminasi dahulu oleh hati (First Pass Effect).
Kekurangan dari sediaan suspensi injeksi antara lain :

1. Stabilisasi suspensi untuk periode antara pembuatan & penggunaan menghadirkan sejumlah masalah,
misalnya padatan secara bertahap mengendap dan mungkin terjadi fenomena caking, sehingga sulit untuk
terdipersi kembali saat akan digunakan.
2. Pemeliharaan stabilitas secara fisika sangat sulit jika dalam sediaan suspensi injeksi.
3. Ketidakseragaman dosis pada waktu pemberian.
4. Kesulitan dalam pembuatan : Diperlukan fasilitas khusus untuk menjaga keadaan aseptis selama proses
pembuatan, seperti kristalisasi, pereduksian ukuran partikel, pembasahan dan sterilisasi.
5. Kesulitan dalam formulasi : memilih komposisi bahan seperti suspending agent, viscosity inducing
agent, pembasah, penstabil dan pengawet.

PENGGOLONGAN SEDIAAN SUSPENSI INJEKSI

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa sediaan suspensi injeksi terbagi atas 2 jenis, yaitu suspensi injeksi dengan
pembawa air dan suspensi injeksi dengan pembawa minyak.
SUSPENSI INJEKSI DALAM AIR

Suspensi injeksi dalam air mengandung bahan tambahan yang mengurangi sedimentasi, mengandung pula bahan
isotonic, dapar, pengawet dan lain-lain. suspensi injeksi tipe ini biasanya untuk zat aktif yang bersifat polar.
Misalnya Suspensi Injeksi Kortison Asetat yang mengandung Kortison Asetat 25mg, Tween 80 (Surfaktan)
4mg, CMC Na. (Koloid Pelindung) 5mg, NaCl (pengisotonis) 9mg, Benzil Alkohol (Antibakteri) 9mg, dan
Aqua pro Injectio ad (1ml).

Faktor yang mempengaruhi pembuatan suspensi injeksi dalam air adalah :

1. Ukuran partikel dan bobot jenis.


2. Aliran tiksotropi.
3. Derajat kebasahan zat aktif (surfaktan), dimana penambahan zat pembasah untuk menurunkan tegangan
permukaan antara zat aktif dan cairan misalnya Tween, Lesitin, Polysorbate 80, Emulphor EL 620,
Pluronic F-60, Cremophor 0,5 – 2,0% dilarutkan dalam pelarut yang mudah menguap. Bila tidak, maka
partikel padat akan mengambang dan bila dikocok akan berbusa.
4. Kecepatan sedimentasi (Gel – Form), dimana partikel padat yang terdispersi merata cenderung bergerak
turun. Mengatasinya dengan penambahan koloid hirofilik (CMC Na 0,1-0,3%, GOM, Gelatin, Carmellose
sodium, methylcellulose) atau senyawa seperti sorbitol ester, untuk memperbesar viskositas larutan.
Dengan demikian, partikel padat tidak cepat turun dan tingkat dispersinya dapat dipertahankan dalam
waktu panjang. Partikel padat yang terdispersi dan halus dapat mengendap membentuk paket sedimen yang
kompak dan sulit didispersikan kembali. Mengatasinya dengan penambahan bahan pembasah
berkonsentrasi rendah, sehingga paket sedimen yang kompak masih dapat didispersikan kembali dengan
mudah atau dengan penambahan natrium sitrat.
5. Kelarutan zat aktif, dimana dilakukan secara kimiawi dengan membentuk senyawa kompleks yang sukar
larut, misalnya Insulin Protamin atau Prokain Penisilin.
6. Ukuran partikel, dimana ukuran partikel zat aktif akan mempengaruhi efek depo suspensi injeksi. Partikel
yang besar berefek lebih panjang, tetapi cenderung lebih mudah mengendap dan menyumbat lubang jarum
suntik.
7. Sistem rheologi, dimana dipilih sifat aliran yang tiksotropi.
8. Bahan antibusa, dimana dapat ditambahkan oktil alkohol atau emulsi silikon.
9. Pembentukan endapan keras (caking)
10. Isotonis
11. Isohidris
12. Bahan antibakteri.
Pembuatan sediaan suspensi injeksi dalam air (Nash, 1972) memiliki tahapan sebagai berikut :

1. Menghaluskan ukuran partikel dan merekristalisasi bahan obat.


2. Sterilisasi bahan obat.
3. Sterilisasi pembawa dan pelarut.
4. Larutan bahan aktif dengan pelarut secara aseptis.
5. Aduk, homogenkan, dan campurkan secara aseptis.
6. Masukan kedalam wadah steril, tutup, dan segel secara aseptis.

SUSPENSI INJEKSI DALAM MINYAK

Dalam pembuatan suspense injeksi dalam minyak (seperti Oleum Arachidis, Oleum Olivarum, Oleum Sesami,
Etil oleat), kita perlu memperhatikan sifat fisik dan stabilitas suspensi injeksi. contoh :

Injeksi Prokain Penisilin


Resep Prokain Penisilin 300.000 Satuan Internasional/ml

Prokain Penisilin                              300.000 S.I/ml


Aluminium Monostearat                 2.0

Minyak Zaitun Netral Steril ad      100 ml

Cara pembuatannya :
Suspensi prokain penisilin yang telah dihaluskan sedikit demi sedikit dalam larutan campuran Aluminium
Monostearat dan Minyak Zaitun secara aseptis (1mg Prokain Penisilin murni setara dengan 1009 Satuan
Internasional).

Dalam pembuatan suspensi injeksi dalam minyak, kita perlu memperhatikan :

1. Pembentukan gel, dimana penambahan Aluminium Monostearat 2% dalam Injeksi Prokain Penisilin untuk
mencegah pembentukan sedimen karena berperan sebagai suspending agent.
2. Ukuran partikel, dimana ukuran partikel yang dikehendaki adalah 5 µm. Semakin kecil ukuran partikel,
semakin luas permukaan, sehingga permukaan yang terlindungi semakin besar dan kelarutan semakin besar
pula. Dengan demikian, absopsi menjadi lebih cepat. Contohnya, Zinc Insuline Amorf mulai bekerja 0,5 –
2 jam dan durasi kerjanya selama 10 – 16 jam, sedangkan Zinc Insuline Crystaline mulai bekerja 4 – 6 jam
dan durasi kerjanya selama 24 – 36 jam (Stefanus Lukas, 2006).

FORMULASI SEDIAAN SUSPENSI INJEKSI

PERTIMBANGAN FORMULASI

Faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari sediaan suspensi parenteral antara lain :

1. Kelarutan obat dalam cairan sel di tempat penyuntikan.


2. Kelarutan lemak dan koefisien partisi minyak-air pada obat.
3. pKa pada obat.
4. Tingkat laju disolusi dari bentuk sediaannya.
5. Ukuran partikel obat dalam suspensi parenteral.
6. Kompatibilitas dengan bahan lainnya.
Data preformulasi dibutuhkan untuk pengembangan formulasi yang meliputi :

1. Ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel


2. Disolusi
3. pKa
4. Solvat dan polimorf
5. Solubilitas
6. Stabilitas pH

PENGEMBANGAN FORMULASI

1. Komposisi Suspensi, dimana suspensi parenteral mengandung bahan yang meliputi zat aktif dan zat
tambahan.
2. Bahan tambahan yang biasanya digunakan dalam preparasi parenteral dimana secara fisika-kimiawi harus
cocok dengan zat aktif. Bahan tambahan harus bersifat nonpirogenik, nontoksik, nonhemolitik dan
noniritatif. Peran dari zat tambahan tidak boleh mengganggu efek terapetik zat aktif. Bahan tambahan
berperan dalam menjaga stabilitasnya selama proses sterilisasi dan selama masa penyimpanan dan yang
paling terutama efektif pada konsentrasi rendah.
JENIS BAHAN TAMBAHAN YANG BIASANYA DIGUNAKAN DALAM SUSPENSI
PARENTERAL

1. Floculating/suspending agent
2. Wetting agent (Pembasah)
3. Solvent (Pelarut)
4. Zat Pengawet
5. Antioksidan
6. Chelating agent (Pengkhelat)
7. Buffering agent (Pendapar)
8. Toniciting agent (Pengtonisitas)
Floculating/suspending agent meliputi 3 hal antara lain :
 Surfaktan, contoh : Lesitin, Polysorbat 20, Polysorbat 40, Polysorbat 80 dan Pluronic F-68.
 Koloid Hidrofilik, contoh : CMC Sodium, Akasia, Gelatin, MC, dan PVP.
 Elektrolit, contoh : Kalium/ Sodium Klorida, Kalium/ Sodium Sitrat, dan Kalium/ Sodium Asetat.
Pembasah (Wetting agent) berfungsi mengurangi sudut kontak permukaan partikel dengan cairan pembasah.
Berguna apabila serbuk hidrofobik tersuspensi dalam keadaan yang polar, contohnya :
 Pelarut non polar : Gliserin, Alkohol dan Propilenglikol
 Surfaktan non ionik : Polysorbate 20, Polysorbate 40 dan Polysorbate 80
Pelarut (Solvent) untuk suspensi injeksi dapat digunakan pelarut yang polar maupun yang nonpolar.  Water for
suspension cocok pada sistem pelarut yang polar. Pelarut yang nonpolar dapat berupa :
 Pelarut nonpolar yang dapat bercampur dengan air (Water Miscible) seperti Etanol, Gliserin,
Propilenglikol, N-(β hidroksietil)-laktamida.
 Pelarut nonpolar yang tidak dapat bercampur dengan air maupun minyak tertentu, seperti Minyak Wijen,
Minyak Kacang, Minyak Jarak, Minyak Almond, Minyak Bunga Matahari, dan Minyak Biji Poppy
Beriodium.
Bahan pengawet yang dapat digunakan dalam suspensi injeksi antara lain :

 Benzil Alkohol (0,9% – 1,5%)


 Metilparaben (0,18% – 0,2%)
 Propilparaben (0,02%)
 Benzalkonium Klorida (0,01% – 0,02%)
 Thimersal (0,001% – 0,01%)
Antioksidan yang digunakan dalam suspensi parenteral terbagi atas dua jenis :

1. Larut air
 Asam Askorbat (0,02% – 0,1%)
 Sodium Bisulfit (0,1% – 0,15%)
 Sodium Metabisulfit (0,1% – 0,15%)
 Sodium Formaldehida Sulfoksilat (0,1% – 0,15%)
 Thiourea (0,005%)
2. Larut minyak
 Ester Asam Askorbat (0,01% – 0,15%)
 BHT (0,005% – 0,02%)
 Tokoferol (0,05% – 0,075%)
Contoh pengkhelat (Chelating agent) yang biasanya digunakan dalam formulasi sediaan suspensi injeksi adalah
EDTA (Etilendiamintetraasetat).
Contoh pendapar (Buffering agent) yang biasanya digunakan dalam formulasi sediaan suspensi injeksi adalah
Asam Sitrat dan Sodium Sitrat.
Contoh pengisotonis (Toniciting agent) yang biasanya digunakan dalam formulasi sediaan suspensi injeksi
adalah Dekstrosa, Sodium Klorida.

PEMBUATAN SEDIAAN SUSPENSI INJEKSI

PERTIMBANGAN PEMBUATAN
Dua metode dasar yang digunakan untuk menyiapkan suspensi parenteral adalah :

1. Secara aseptik menggabungkan serbuk dan zat pembawa (carrier) steril.


2. Pembentukan kristal in situ dengan menggabungkan larutan steril.

Metode
secara aseptik menggabungkan serbuk dan zat pembawa (carrier) steril.

Metode
pembentukan kristal in situ dengan menggabungkan larutan steril.
PERSYARATAN SEDIAAN SUSPENSI INJEKSI

Persyaratan pada suspensi injeksi hampir sama dengan persyaratan suspensi pada umumnya, yaitu :

 Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979).
 Jika dikocok harus segera terdispersi kembali (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979).
 Dapat mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas suspensi (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1979).
 Kekentalan suspensi tidak bolah terlalu tinggi agar mudah dikocok atau sedia dituang (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1979).
 Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari suspensi tetap agak konstan
untuk jangka penyimpanan yang lama (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979).
 Suspensi tidak boleh di injeksikan secara intravena dan intratekal (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1995).
 Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan untuk cara tertentu harus mengandung anti mikroba
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979).
 Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari suspenoid tetap agak konstan
untuk yang lama pada penyimpanan (Ansel, H. C., 2008, hal 356)
 Partikel padatan fase dispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap (FKI, 1985, hal 82).
 Kadar surfaktan yang digunakan tidak boleh mengiritasi atau melukai kulit (FKI, 1985, hal 77).
1.

EVALUASI SEDIAAN SUSPENSI INJEKSI

Evaluasi sediaan suspensi injeksi meliputi 2 hal, antara lain :

1. Secara fisik dimana meliputi :


 Syringeability, artinya sediaan suspensi injeksi tidak boleh menyumbat jarum suntiknya.
 Injectability, artinya sediaan suspensi injeksi dapat diinjeksikan ke dalam tubuh selain dari rute intravena
dan intratekal.
 Resuspendibility, artinya kemampuan suspensi injeksi untuk menahan partikel yang mengendap dengan
jumlah guncangan setelah suspensi bertahan selama beberapa waktu.
 Volume Sedimentasi, diusahakan volume sedimentasi sekecil mungkin dan harus bersifat reversible.
 Siklus Beku-Cair dan Pertumbuhan Kristal, artinya keseimbangan suhu perlu diperhatikan agar tidak
tercipta endapan kristal yang akan menganggu syringeability suspensi injeksi.
 Pengukuran ukuran partikel, untuk memastikan partikel yang akan masuk ke dalam darah sesuai dengan
ketentuan.
 Penentuan Potensi Zeta, untuk mencegah terjadinya flokulasi.
 Karakteristik Penghantaran, artinya memperhatikan segi Drug Delivery System.
 Interaksi Zat Pembawa – Zat Aktif.
2. Secara biologis meliputi :

 Uji Sterilitas (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, FI IV, hal 71).


 Uji Pirogenitas (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, FI IV, hal 231).

PEMILIHAN WADAH DAN KOMPATIBILITAS WADAH TERHADAP SEDIAAN SUSPENSI


INJEKSI

 Komponen wadah untuk produk parenteral harus dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
produk karena mereka dapat secara dramatis mempengaruhi produk dari segi stabilitas, potensi, toksisitas,
dan keamanan.
 Injeksi suspensi dan emulsi yang tersedia dalam volume 100 sampai 1000 ml dikemas dalam botol kaca
tipe USP I & II.
 Botol tersilikon dengan permukaan hidrofobik bagian dalam dapat digunakan.
 Penutupan karet paling sering digunakan.
 Penutupan tidak harus permeabel untuk oksigen atau menjadi melunak oleh kontak dengan fasa minyak
emulsi.

Injeksi suspensi umumnya menggunakan syringe dengan volume Kecil (Small Volume Parenteral) seperti
ampul, vial kaca dengan segel karet, ampul plastik (sistem Tumbuk – Isi – Segel), jarum suntik pra-isi, dan
jarum injeksi bebas.
DAFTAR PUSTAKA

1. Lieberman H.A.,, Leon L. The Theory and Practice of Industrial Pharmacy. Third edition, Varghese

puglising house, Bombay, pp- 639-680.

2. Francoise N., Gilberte M. Pharmaceutical emulsion and suspension. Marcel Dekker, inc, New York, pp-

229-270.

3. Remington, The Science and Practice of Pharmacy 21th edition, Volume I, Lippincott Williams &

Wilkinss, pp- 802-836.

4. L.C. Collins-Gold, R.T. Lyons and L.C. Bartholow Parenteral emulsions for drug delivery Advanced Drug

Delivery Reviews, 5 189-208, 1990.

5. Rajesh M. Patel; Parenteral suspension: An overview, International Journal of Current Pharmaceutical

Research Vol 2, Issue 3, 2010.

6. Tungadi, Robert. 2017. Teknologi Sediaan Steril. Jakarta : Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai