PENDAHULUAN
1
dikenalkannya ampul oleh Limosin (Perancis) dan Friedleader (Jerman) seorang
apoteker. Asal kata injection yang berarti memasukkan ke dalam sedangkan
infusio berarti penuangan ke dalam. Injeksi adalah pemakaian dengan cara
penyemprotan larutan atau suspense ke dalam tubuh yang bertujuan untuk
diagnostic atau terapeutik. Injeksi dapat dilakukan langsung ke dalam aliran
darah, jaringan atau organ. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang
memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga sediaan
parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun dan
juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima
Sehubungan dengan latar belakang yang telah dijabarkan, kami melakukan
praktikum teknologi steril dalam hal ini membuat sediaan injeksi Thiamin HCl
dengan harapan semoga dalam kegiatan praktikum ini, kami dapat menambah
wawasan, melaksanakan desain dan rancangan serta pembuatan sediaan steril
untuk dalam upaya meningkatkan pengetahuan ilmu farmasi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4 1 sehari masih dapat disuntikan secara subkutan dengan penambahan
hialuronidase ke dalam injeksi atau jika sebelumnya disuntik hialuronidase.
Cara ini disebut hipodermoklisa.
3. Injeksi intramuskulus. Larutan atau suspensi dalam air atau dalam minyak,
volume sedapat mungkin tidak lebih dari 4 ml. Penyuntikan volume besar
dilakukan dengan perlahan – lahan untuk mencegah rasa sakit.
4. Injeksi intravenus. Umunya larutan, dapat mengandung cairan noniritan
yang dapat bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml. Injeksi
intravenus yang diberikan dalam volume besar, umumnya lebih dari 10 ml,
disebut infusi. Emulsi minyak air dapat diberikan intravenus jika dilakukan
pemeriksaan yang teliti terhadap ukuran butiran minyak. Sedemikian berupa
emulsi air – minyak, tidak boleh disuntikan dengan cara ini. Jika volume
dosis tunggal lebih dari 15 ml, intravenus tidak boleh mengandung
bakterisida dan jika dari 10 ml, harus bebas pirogen.
5. Injeksi Intrarterium umunya larutan, dapat mengandung cairan noniritan
yang dapat bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml, digunakan
jika efek obat diperlukan segera dalam periferi. Tidak boleh mengandung
bakterisida.
6. Injeksi intrakor. Larutan hanya digunakan untuk keadaan gawat, disuntikan
ke dalam otot jantung atau ventrikulus. Tidak boleh mengandung
bakterisida.
7. Injeksi intrateka atau Injeksi subaraknoid, injeksi intrasisterna dan injeksi
peridura. Larutan, umunya tidak boleh lebih dari 20 ml. tidak boleh
mengandung bakterisida dan diracik dalam wadah dosis tunggal.
8. Injeksi intratikulus. Larutan atau suspensi dalam air, disuntikan ke dalam
cairan sendi dalam rongga sendi.
9. Injeksi intratikulus. Larutan atau suspensi dalam air, disuntikan ke dalam
cairan sendi dalam rongga sendi.
10. Injeksi intrabursa. Larutan atau suspensi dalam air, disuntikan ke dalam
bursa subacromilis atau bursa olecranon.
11. Injeksi subkonjungtiva. Larutan atau suspensi dalam air untuk injeksi
selaput lendir mata bawah, umunya tidak lebih dari 1 ml.
4
2.3. Keuntungan dan Kelemahan Pemberian Obat Secara Parenteral
Ada keuntungan dan kelemahan pemberian obat secara parental
diantaranya :
Keuntungan :
1. Obat memiliki onset yang cepat.
2. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti.
3. Bioavabiltas sempurna atau hampir sempurna
4. Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinalis dapat dihindarkan .
5. Obat dapat diberikan kepada penderita yang sedang sakit keras ataupun koma.
Kelemahan :
1. Rasa nyeri saat disuntikkan.
2. Memberikan efek psikologis pada penderita yang takut disuntik.
1. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki,
terutama setelah pemberian secara intra vena.
3. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita di rumah sakit atau di tempat
praktik dokter oleh tenaga medis yang kompeten
5
2.5. Klasifikasi Sediaan Parenteral
Klasifikasi sediaan parenteral :
1. Larutan sejati dengan pembawa air, contohnya injeksi vitamin C
2. Larutan sejati dengan pembawa minyak, contohnya injeksi kamfer
3. Larutan sejati dengan pembawa campuran, contohnya injeksi Phenobarbital
4. Suspensi steril dengan pembawa air, contohnya injeksi calciferol
5. Suspensi steril dengan pembawa minyak, contohnya injeksi
Bismuthsubsalisilat
6. Emulsi steril, contohnya Infus Ivelip 20%
7. Serbuk kering dilarutkan dengan air, contohnya Injeksi Solumedrol
6
Steril Water for Injection,USP adalah air untuk obat suntik yang
telah disterilkan dan dikemas dalam wadah-wadah dosis tunggal yang
tidak lebih besar dari ukuran 1 liter.seperti air untuk obat suntik,harus
bebas pirogen dan tidak boleh mengandung zat antimikroba atau zat
tambahan lain. Air ini boleh menagndung sedikit lebih banyak zat pada
total daripada air untuk obat suntik karena terjadinya pengikisan zat padat
dari lapisan gelas tangki selama proses sterilisasi. Air ini dimaksudkan
untuk digunakan sebagai pelarut, pembawa atau pengencer obat suntik
yang telah disteril dan dikemas.dalam penggunaannya, air ditambahkan
secara aseptis ke dalam vial obat untuk membentuk obat suntik yang
diinginkan.
a. Zat pembawa berair
Umumnya air untuk injeksi digunakan sebagai zat pembawa untuk
injeksi berair. Injeksi Natrium Klorida, Injeksi Natrium Klorida majemuk,
injeksi Glukosa, campuran gliserol dan etanol atau zat pembawa berair
lainnya dapat juga digunakan. Zat pembawa berair harus memenuhi syarat
Uji Pirogenitas.
Air untuk injeksi, Aqua Pro Injection, dibuat dengan menyuling
kembali air suling segar dengan alat kaca netral atau wadah logam yang
cocok yang diperlengkapi dengan labu percik. Hasil sulingan pertama
dibuang, sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok dan
segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi,
harus disterilkan dengan Cara Sterilisasi A atau C, segera setelah
diwadahkan.
Air untuk Injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan Air
untuk Injeksi segar selama tidak kurang dari 10 menit sambil mencegah
hubungan dengan udara sesempurna mungkin, didinginkan, dan segera
digunakan. Jika dimaksudkan pelarut serbuk untuk injeksi, harus
disterilkan dengan Cara Sterilisasi A. Segera setelah diwadahkan.
7
b. Zat pembawa tidak berair.
Umumnya digunakan Minyak untuk Injeksi. Minyak untuk Injeksi/
Olea pro Injection, meliputi minyak lemak, ester asam lemak tinggi baik
alam maupun sintesis. Minyak untuk Injeksi harus memenuhi syarat Olea
pinguia dan memenuhi syarat berikut:
1. Harus jernih pada suhu 10°.
2. Tidak berbau asing atau tengik.
3. Bilangan asam 0,2 sampai 0,9.
4. Bilangan iodium 79 sampai 128.
5. Bilangan penyabunan 185 samapai 200.
6. Harus bebas minyak mineral.
3. Zat tambahan
Ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud:
a. Bahan penambah kelarutan obat. Untuk menaikkan kelarutan obat
digunakan :
- Pelarut organik yang dapat campur dengan air seperti etanol,
propilenglikol, gliserin.
- Surface active agent (s.a.a) terutama yang nonionik.
- Etilendiamin untuk menambah kelarutan teofilin.
- Dietilamin untuk menambah kelarbarbital.
- Niasinamid dan Salisilas Natricus menambah kelarutan vit B2.
- Kreatinin, niasinamid dan lecitine digunakan untuk menambah
kelarutan steroid.
b. Buffer / pendapar
Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan asam, basa, dan dapar.
Penambahan larutan dapar hanya dilakukan untuk larutan obat suntik
dengan pH 5,5-9. Pada pH > 9, jaringan mengalami nekrosis, pada pH<
3, jaringan akan mengalami rasa sakit, phlebitis, dan dapat
menghancurkan jaringan. Pada pH < 3 atau pH > 11 sebaiknya tidak
8
didapar karena sulit dinetralisasikan, terutama ditujukan untuk injeksi
i.m. dan s.c.
Fungsi larutan dapar dalam obat suntik adalah :
- Meningkatkan stabilitas obat, misalnya injeksi vitamin C dan
injeksi luminal.
- Mengurangi rasa nyeri dan iritasi.
- Meningkatkan aktivitas fisiologis obat.
- Umumnya digunakan larutan dapar fosfat, laritan dapar boraks, dan
larutan dapar lain yang berkapasitas dapar rendah.
d. Antioksidan
- Asam ascorbic 0,1%
- BHA 0,02%
- BHT 0,02%
- Natrium Bisulfit 0,15%
- Natrium Metabisulfit 0,2%
- Tokoferol 0,5%
- Zat pengkhelat seperti Na-EDTA 0,01-0,075% yang akan membentuk
kompleks dengan logam berat yang merupakan katalisator oksidasi.
9
f. Gas inert seperti nitrogen dan karbondioksida sering digunakan untuk
meningkatkan kestabilan produk dengan mencegah reaksi kimia antara
oksigen dalam udara dengan obat
10
injeksi harus diamati satu persatu secara fisik dan tiap wadah yang menunjukan
pencemaran bahan asing yang terlihat secara visual harus ditolak.
Secara umum ada 2 prosedur pembuatan sediaan steril yaitu :
1. Cara sterilisasi akhir
Cara ini merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunakan
dalam pembuataan sediaan steril.Zat aktif harus stabil dengan adanya molekul
air dan suhu. Sterilisasi.Dengan cara ini sediaan disterilkan pada tahap
terakhir pembuatan sediaan.Semua alat setelah lubang – lubangnya ditutup
dengan kertas perkamen, dapat langsung digunakan tanpa perlu disterilkan
terlebih dahulu.
2. Cara Aseptis
Cara ini terbatas penggunaannya pada sediaan yang mengandung zat aktif
peka suhu tinggi dan dapat mengakibatkan pengraian dan penurunan kerja
farmakologinya.antibiotik dan beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif
yang sebaiknya diracik secara aseptis.Cara aseptis bukanlah suatu cara
sterilisasi melainkan suatu cara untuk memperoleh sediaan steril dengan
mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan.
11
4. Tube
Setelah dicuci diletakkan terbaring dalam kaleng bersih bermulut lebar
tidak tertutup rapat dan disterilkan dalam oven selama 30’. Tutup tube
direndam dalam alcohol 70% selama 30’ dan dikeringkan dalam oven
12
log reduction (over kill sterilization). Bila proses pembuatan
menggunakan aseptic,maka SAL=10-4.
5. Pirogenitas
Pengujian dilakukan dengan tes kelinci (FI) dan tes limulus.
6. Keseragaman volume
Pengujian dilakukan dengan alat ukur volume. Larutan tiap wadah
harus sedikit lebih dari volume yang tertera pada etiket.
7. Keseragaman bobot
Hilangkan etiket 10 wadah; cuci bagian luar wadah dengan air;
keringkan pada suhu 1050C; timbang satu persatu dalam keadaan
terbuka; keluarkan isi wadah; cuci wadah dengan air, kemudian
dengan eatnol 95%; keringkan lagi pada suhu 105oC sampai bobot
tetap; dinginkan dan kemudian timbang satu per satu. Bobot isi wadah
tidak boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera, kecuali satu
wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang
tertera.
8. pH
Pengujian dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus atau kertas
universal (secara konvensional) atau dengan alat pH meter
2.12. Penandaan
Pada etiket tertera nama sediaan untuk sediaan cair yang tertera persentase
atau jumlah zat yang aktif, cara pemberian, kondisi penyimpanan dan tanggal
13
kadaluarsa; nama pabrik pembuat dan pengimpor serta nomor lot atau bets yang
menunjukan identitas. Nomor lot dan nomor bets dapat memberikan informasi
tentang riwaayat pembuatan lengkap meliputi seluruh proses pengolahan,
sterilisasi, pengisian, pengemasan dan penandaan. Pemberian etiket pada wadah
sedemikian rupa sehingga sebagian wadah tidak tertutup oleh etiket, untuk
mempermudah pemeriksaan isi secara visual.
14
Mudah larut dalam air, larut dalam glycerin, seukar larut dalam
etanol,tidak larut dalam eter dan benzen (FI IV,p.784)
2) Stabilitas
Terhadap cahaya :
Tidak stabil, disimpan dalam wadah tertutup rapat dan terlindung cahaya
(FI IV,p.785)
Mudah teroksidasi oleh cahaya (AHFS 97,p.2818)
Terhadap suhu :
Tidak stabil pada suhu tinggi,sebaiknya suhu penyimpanan dibawah 40C
sekitar 15C-20C (AHFS 97,p.2818)
Tidak stabil pada suhu tinggi, melebur pada suhu ± 248C disertai
peruraian (FI IV,p.764)
Terhadap pH :
pH stabil thiamin HCl injeksi 2,5 – 4,5 (AHFS (97,p.2818)
pH stabil ± 4, pada pH 4 kehilangan aktivitasnya, sangat lambat (MD
34,p.1455)
Terhadap oksigen :
Tidak stabil terhadap udara, mudah terdegradasi (MD34,p.1455)
16
3.8. Prosedur Tetap Pembuatan Sediaan Injeksi Volume Kecil
a. Persiapan
1. Persiapan alat – alat yang akan digunakan. Bersihkan terlebih dahulu
alat yang akan digunakan seperti gelas ukur, gelas piala, corong,
Erlenmeyer, dll
2. Sterilisaasi alat – alat dan wadah ampul yang akan digunakan
3. Praktikan menyiapkan IK pembuatan sediaan injeksi volume kecil
4. Praktikan melakukan kegiatan sesuai IK
b. Kegiatan produksi
1. Pensterilan bahan – bahan, wadah dan alat gelas yang akan digunakan
2. Penimbangan bahan obat dan bahan tambahan
3. Pelarutan bahan dalam pembawa sesuai kelarutan
4. Pengukuran volume I
5. Penyaringan
6. Pengukuran volume II
7. Penyaringan
8. Pengisian ke buret
9. Ampul berisi larutan obat dialiri uap air untuk mencegah pengarangan
kemudian disemprot dengan gas N2 (jika perlu)
10. Pentupan ampul dengan pembakaran
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
18
4.2. Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami membuat sediaan steril injeksi Thiamin HCl
atau yang lebih dikenal dengan Vitamin B1. Adapun formula dari injeksi
pyridoxine HCl ini adalah:
R/ Pyridoxine HCl 1 % = 20 mg
NaCl qs = 13 mg
API (Aqua Pro Injeksi) add 20 ml
Sediaan injeksi dibagi menjadi 2 bagian yaitu sediaan injeksi vial dan
sediaan injeksi ampul yang telah kami buat adalah sediaan injeksi ampul. Dalam
praktikum pembuatan injeksi Thiamin HCl kami tidak mengalami kendala berarti
karena injeksi ini merupakan larutan sejati selain itu pengerjaannya pun cukup
mudah.
Hal pertama yang dilakukan sebelum proses pembuatan sediaan adalah
sterilisasi alat. Dimana kami melakukan sterilisasi alat pada autoklaf pada suhu
121oC selama 30 menit dan di dalam oven pada suhu 150oC selama 1 jam.
Selanjutnya dilakukan persiapan bahan – bahan yang akan digunakan. Proses
sterilisasi alat ini bertujuan agar alat yang digunakan bebas dari kontaminasi
mikroba sehingga terjamin kesterilan sediaan injeksi yang akan kami buat.
Selanjutnya melakukan penimbangan bahan–bahan yang dibutuhkan.
Penimbangan dilakukan untuk memperoleh bahan baku sesuai dengan jenis dan
jumlah yang diinginkan. Hal selanjutnya yang dilakukan adalah membuat API
yang digunakan sebagai pembawa pada sediaan injeksi yang akan kami buat.
Pembuatan aqua pro injeksi dilakukan dengan memasak aquadest dengan
menggunakan Erlenmeyer yang mana mulut erlenmeyernya ditutup dengan kapas
dan aluminium foil, lalu dimasukkan ke dalam autoclave salama 15 menit, hal ini
dilakukan agar diperoleh API yang steril dan bebas pirogen.
Kemudian dilakukan pelarutan bahan-bahan seperti Thiamin HCl, dan
NaCl yang telah ditimbang ke dalam pembawanya yaitu API yang telah dingin,
hal ini dilakukan agar bahan terlarut sempurna dan aman digunakan secara
parenteral.
19
Langkah selanjutnya yang kami lakukan adalah pengukuran volume
pertama, hal ini dilakukan agar diperoleh volume sesuai yang diinginkan.
Selanjutnya penyaringan agar sediaan yang kami buat bebas dari pirogen. Lalu
pengukuran volume kedua agar diperoleh volume selanjutnya, pada tahap ini
pembuatannya dilebihkan (sudah diperhitungan).
Kemudian dilakukan pengisian sediaan ke dalam ampul melalui buret yang
telah disambungkan dengan pipa kecil agar muat masuk ke dalam ampul. Akan
tetapi pada praktikum ini tidak menggunakan buret melainkan menggunakan pipet
tetes dikarenakan buret yang seharusnya digunakan tidak tersedia. Volume yang
diisikan adalan 2,15 ml sesuai dengan ketentuan yang tertera di FI di mana
sediaan dengan volume 2,0 ml bisa dilebihkan volumenya sebanyak 0,15 ml.
Setelah ampul terisi dengan sediaan maka selanjutnya yaitu menyemprotkannya
dengan uap air dan mengalirkannya dengan gas N2. Hal ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya pengarangan dan menghilangkan O2 akan tetapi tahap ini
tidak dilakukan dikarenakan ada kendala pada alat yang akan kami gunakan.
Langkah selanjutnya yaitu melakukan penutupan ampul agar bebas dari cemaran
mikroba dan sediaan tidak tumpah saat didistribusikan. Penutupan dilakukan
dengan memanaskan bagian ampul yang terbuka lalu menutupnya menggunakan
pinset.
Setelah sediaan selesai, maka tahap selanjutnya adalah melakukan evaluasi
sediaan. Evaluasi sediaan dilakukan untuk memastikan bahwa sediaan yang kami
buat sesuai dengan yang diharapkan. Evaluasi sediaan yang dilakukan meliputi uji
organoleptic (bentuk, warna, bau, dna rasa), uji pH, uji kejernihan, dan uji
kebocoran.
Pada pengujian organoleptic diperoleh hasil sebagai berikut:
Keterangan Hasil
Bentuk Cair
Warna Bening
Bau Tidak berbau
Rasa -
Hasil yang diperoleh sesuai dengan harapan sediaan yang akan dibuat.
Evaluasi kedua yang kami lakukan adalah uji pH. Pengujian pH dilakukan
dengan mencelupkan kertas pH universal ke dalam sediaan yang sebelumnya telah
20
ditempatkan ke dalam beaker glass. Nilai pH yang diperoleh yaitu 4,5, nilai
tersebut mendekati syarat nilai pH di farmakope untuk sediaan injeksi yaitu 5-7.
Evaluasi selanjutnya adalah melakukan uji kejernihan. Uji kejernihan
dilakukan untuk memastikan bahwa sediaan steril yang kami hasilkan telah
memenuhi syarat yang ditetapkan di dalam farmakope Indonesia. Uji kejernihan
dilakukan dengan mengocok sediaan lalu diperhatikan menggunakan latar kertas
putih dan hitam. Latar putih digunakan untuk melihat bila dalam sediaan terdapat
partikel hitam atau berwarna. Sedangkan latar hitam digunakan untuk melihat bila
terdapat partikel putih. Dari evaluasi yang telah kami lakukan semua sediaan
ampul yang kami buat bebas dari partikel.
Evaluasi terakhir yang kami lakukan adalah uji kebocoran. Uji ini
dilakukan agar ampul yang telah digunakan tidak menyebabkan masuknya
mikroorganisme atau kontaminan lainnya yang berbahaya serta isinya tidak bocor.
Uji kebocoran dilakukan dengan cara meletakkan ampul secara terbalik di dalam
beaker glass yang telah dilapisi kapas yang telah ditetesi metilen blue sebelumnya.
Lalu dilihat isi ampul, apakah ada pengurangan atau tidak dengan melihat warna
kapas apakah berubah menjadi biru atau tidak. Dari evaluasi yang dilakukan, tidak
satupun ampul mengalami kebocoran.
Setelah proses evaluasi selasai langkah terakhir yang dilakukan adalah
mengemas sediaan. Ampul dikemas dalam kotak yang di dalamnya berisi 10
ampul, yang mana sebelumnya masing-masing ampul telah ditempelkan etiket.
21
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum
digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam
kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir.
2. Sediaan injeksi Thiamin yang dibuat memiliki volume 2,15 ml, yang
steril dan proses pengerjaannya menggunakan metode aseptis dan tidak
memerlukan proses sterilisasi akhir karena injeksi Thiamin ini tidak
tahan terhadap pemanasan.
3. Semua alat pada pembuatan sediaan injeksi harus bebas dari
mikroorganisme, dengan cara disterilkan terlebih dahulu sebelum
digunakan.
4. Hasil evaluasi yang dilakukan diperoleh memiliki kejernihan yang cukup
baik, tidak berwarna (bening), dan tidak berbau, nilai pH = 4,5 tidak
terjadi kebocoran, dan tidak mengandung partikel.
5.2 Saran
1. Praktikkan diharapkan dapat melaksanakan praktikum dengan sebaik
mungkin.
2. Laboratotium seharusnya bisa menyediakan dan melengkapi sarana dan
prasarana demi kelancaran praktikum
3. Dari hasil yang telah diperoleh seharusnya dilakukan uji lanjut untuk
sediaan injeksi Thiamin yang telah kami buat seperti uji kadar Thiamin
dalam sediaan tersebut.
22
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Prof.Drs. Moh.Apt. 1997. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: UGM press.
Bagian farmakologi FKUI. 1994. Farmakologi dan terapi ed. Keempat. Jakarta:
Bag. Farmakologi FKUI.
Martindale. 1972. The Extra Pharmacopeia, 28th Ed. London: The Pharmaceutical
Press.
Tja y, Tan Hoan Drs, dan Drs Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat penting. Jakarta:
Gramedia.
Watimena, M.Sc. Dra J. R dan Drs Tan Siang Gwan. 1968. Dasar-dasar
pembuatan dan Resep–resep obat suntik. Bandung : Tarate
23
24