TUJUAN PRAKTIKUM
1. Melakukan perhitungan dan penimbangan bahan aktif dan bahan tambahan
untuk membuat sediaan injeksi volume kecil.
2. Menuliskan perhitungan tonisitas sediaan injeksi volume kecil.
3. Menuliskan prosedur pembuatan injeksi volume kecil.
4. Melakukan pembuatan sediaan injeksi volume kecil.
5. Melakukan evaluasi sediaan injeksi volume kecil.
II. DASAR TEORI
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau
serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum
digunakan, yang disuntikkan secara merobek jaringan ke dalam kulit atau
melalui kulit atau selaput lendir. Pemberian injeksi merupakan prosedur invasif
yang harus dilakukan dengan menggunakan teknik steril.
Pada umumnya Injeksi dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat
proses penyerapan (absorbsi) obat untuk mendapatkan efek obat yang cepat.
Injeksi biasanya dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau
bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral.
Apabila pasien tidak sadar atau bingung, sehingga pasien tidak mampu
menelan atau mempertahankan obat dibawah lidah. Oleh karena itu, untuk
memenuhi kebutuhan obat pasien dilakukan dengan pemberian obat secara
injeksi. Selain itu, indikasi pemberian obat secara injeksi juga disebabkan
karena ada beberapa obat yang merangsang atau dirusak getah lambung
(hormon), atau tidak direarbsorbsi oleh usus. Pemberian injeksi bisa juga
dilakukan untuk anastesi lokal.
Alat yang digunakan untuk injeksi terdiri dari spuit dan jarum. Ada
berbagai spuit dan jarum yang tersedia dan masing-masing di desain untuk
menyalurkan volume obat tertentu ke tipe jaringan tertentu. Perawat berlatih
memberi penilaian ketika menentukan spuit dan jarum mana yang paling
efektif.
1. Spuit
Spuit terdiri dari tabung (barrel) berbentuk silinder dengan bagian
ujung (tip) di desain tepat berpasangan dengan jarum hypodermis dan alat
pengisap (plunger) yang tepat menempati rongga spuit. Spuit, secara umum,
diklasifikasikan sebagai Luer-lok atau non Luer-lok. Nomenklatur ini
didasarkan pada desain ujung spuit.
Adapun tipe-tipe spuit yaitu:
1. Spuit Luer-lok yang ditandai dengan 0,1 persepuluh
2. Spuit tuberkulin yang ditandai dengan 0,01 (seperseratus) untuk dosis
kurang dari 1 ml
3. Spuit insulin yang ditandai dalam unit (100)
4. Spuit insulin yang ditandai dengan unit (50)
Spuit terdiri dari berbagai ukuran, dari 0,5 sampai 60 ml. Tidak
lazim menggunakan spuit berukuran lebih besar dari 5 ml untuk injeksi SC
atau IM. Volume spuit yang lebih besar akan menimbulkan rasa yang tidak
nyaman. Spuit yang lebih besar disiapkan untuk injeksi IV.
Perawat mengisi spuit dengan melakukan aspirasi, menarik pengisap
keluar sementara ujung jarum tetap terendam dalam larutan yang
disediakan. Perawat dapat memegang bagian luar badan spuit dan pegangan
pengisap. Untuk mempertahankan sterilitas, perawat menghindari objek
yang tidak steril menyentuh ujung spuit atau bagian dalam tabung, hub,
badan pengisap, atau jarum.
2. Jarum
Supaya individu fleksibel dalam memilih jarum yang tepat, jarum
dibungkus secara individual. Beberapa jarum tidak dipasang pada spuit
ukuran standar. Kebanyakan jarum terbuat dari stainless steel dan hanya
digunakan satu kali.
Jarum memiliki tiga bagian: hub, yang tepat terpasang pada ujung
sebuah spuit; batang jarum (shaft), yang terhubung dengan bagian pusat;
dan bevel, yakni bagian ujung yang miring.
Setiap Jarum memiliki tiga karakteristik utama: kemiringan bevel,
panjang batang jarum, dan ukuran atau diameter jarum. Bevel yang panjang
dan lebih tajam, sehingga meminimalkan rasa tidak nyaman akibat injeksi
SC dan IM. Panjang jarum bervariasi dari ¼ sampai 5 inci. Perawat
memilih panjang jarum berdasarkan ukuran dan berat pasien serta tipe
jaringan tubuh yang akan diinjeksi obat.
Semakin kecil ukuran jarum, semakin besar ukuran diameternya.
Seleksi ukuran jarum bergantung pada viskositas cairan yang akan
disuntikkan.
Memberikan injeksi merupakan prosedur invasif yang harus
dilakukan dengan menggunakan teknik steril. Setelah jarum menembus
kulit, muncul resiko infeksi. Perawat memberi obat secara parenteral
melalui rute SC, IM, ID, dan IV. Setiap tipe injeksi membutuhkan
keterampilan yang tertentu untuk menjamin obat mencapai lokasi yang
tepat. Efek obat yang diberikan secara parenteral dapat berkembang dengan
cepat, bergantung pada kecepatan absorbsi obat. Perawat mengobservasi
respons pasien dengan ketat.
Setiap rute injeksi untuk berdasarkan tipe jaringan yang akan
diinjeksi obat. Karakteristik jaringan mempengaruhi absorbsi obat dan kerja
obat. Sebelum menyuntikkan sebuah obat, perawat harus mengetahui
volume obat yang diberikan, karaktersitik dan viskositas obat, dan lokasi
struktur anatomi tubuh yang berada di bawah tempat injeksi.
Konsekuensi yang serius dapat terjadi, jika injeksi tidak diberikan
secara tepat. Kegagalan dalam memilih tempat injeksi yang tepat,
sehubungan dengan penanda anatomis tubuh, dapat menyebabkan timbulnya
kerusakan saraf atau tulang selama insersi jarum. Apabila perawat gagal
mengaspirasi spuit sebelum menginjeksi sebuah obat, obat dapat tanpa
sengaja langsung di injeksi ke dalam arteri atau vena. Menginjeksi obat
dalam volume yang terlalu besar di tempat yang dipilih dapat menimbulkan
nyeri hebat dan dapat mengakibatkan jaringan setempat rusak.
Banyak pasien, khususnya anak-anak takut terhadap injeksi. Pasien
yang menderita penyakit serius atau kronik seringkali diberi banyak injeksi
setiap hari. Perawat dapat berupaya meminimalkan rasa nyeri atau tidak
nyaman dengan cara:
1. Gunakan jarum yang tajam dan memiliki bevel dan panjang serta
ukurannya paling kecil, tetapi sesuai.
2. Beri pasien posisi yang nyaman untuk mengurangi ketegangan otot
3. Pilih tempat injeksi yang tepat dengan menggunakan penanda anatomis
tubuh.
4. Kompres dengan es tempat injeksi untuk menciptakan anastesia lokal
sebelum jarum diinsersi.
5. Alihkan perhatian pasien dari injeksi dengan mengajak pasien bercakap-
cakap.
6. Insersi jarum dengan perlahan dan cepat untuk meminimalkan menarik
jaringan.
7. Pegang spuit dengan mantap selama jarum berada dalam jaringan
8. Pijat-pijat tempat injeksi dengan lembut selama beberapa detik, kecuali
dikontraindikasikan.
Fungsi/alasan
No Nama Bahan Jumlah penambahan
bahan
1 Lidocain HCl 15 mg Zat aktif
2 NaCl 6.5 mg Pengisotonis
3 HCl q.s Pengatur pH
4 NaOH q.s Pengatur pH
5 Aqua pro injeksi Ad 10 ml Pelarut
5. Wadah
6. Perhitungan Tonisitas/Osmolaritas
a. Tonisitas
Perhitungan :
Ekivalensi NaCl
Rumus = E x Berat
= 0.12 g x 0.15 g
= 0.018 g
7. Formula Lengkap
8. Penimbangan Bahan
Paraf
Kelas ruang Pengolahan/cara pembuatan
praktikan pengawas
Grey area
Sterilisasi alat dan bahan √ √
(ruang c)
Grey area
(ruang
Timbang masing–masing bahan. √ √
penimbangan
ruang c)
White area 1. Pembuatan aqua pro injeksi :
(R.pencampuran 150ml aquadest dipanaskan √ √
dan pengisian, kemudian saring.
kelas c). 2. Larutkan Lidocain HCl √ √
dengan sebagian aqua pro
injeksi dalam Erlenmeyer,
tambahkan NaCl, kocok ad
larut.
3. Cek pH menggunakan pH
meter (6.2 – 6.7) hasil pH
7.5.
√ √
Ditambah HCl 10 tetes, nilai
pH 5.5 lalu ditambah NaOH
5 tetes pH menjadi 6.4
4. Panaskan larutan sediaan lalu
√ √
saring.
5. Tambahkan aqua pro injeksi
√ √
ad 84.8 ml pada beker glass.
6. Masukkan sedian dalam
botol injeksi ad batas √ √
kalibrasi.
Grey area Botol ditutup menggunakan tutup
√ √
(R.penutupan) karet flakon
10. Kemasan
V. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sediaan steril berupa sediaan
injeksi. Pada kesempatan kali ini mendapatkan sampel berupa Lidocain HCl.
dimana sediaan diberi nama dagang Lidocain HCl dengan volume produk 10ml
yang dikemas dalam kemasan botol kaca dengan tutup karet dengan waktu
pengolahan pada 19 November 2019.
Untuk tonisitas NaCl sendiri kadar didalam tubuh untuk sedian 10ml yaitu
0.09g setelah dihitung dengan zat lain yang terdapat didalam formula maka
jumlah NaCl yang dibutuhkan agar sediaan tonisitas yaitu 0.072g.
Pada saat proses akhir pembuatan Aqua Pro Injeksi yang ditambahkan
sebanyak 10.6 hal ini dilakukan agar pada saat proses pemindahan sediaan dari
wadah pembuatan ke wadah kemasan primer tidak terjadi kekurangan sediaan
yang tidak sesuai dengan volume sediaan yang akan dibuat.
VI. KESIMPULAN
Injeksi lidocain dengan komposisi Lidocain HCl sebanyak 15 mg yang
berfungsi sebagai zat aktif, NaCl sebanyak 6.5 mg yang berfungsi sebagai zat
pengisotonis, HCl sebanyak q.s yang berfungsi sebagai pengatur pH, NaOH
sebanyak q.s yang berfungsi sebagai pengatur pH, dan Aqua pro injeksi hingga
10ml yang berfungsi sebagai pelarut. pH akhir yang diperoleh yaitu 6.4 dimana
pH tersebut sudah sesuai dengan ketentuan. Kebocoran sediaan pula tidak
menimbulkan kebocoran yang berarti sudah sesuai, untuk pirogen atau partikulat
sediaan injeksi yang dibuat jernih tidak mengandung partikel.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Johnson, Ruth & Taylor, Wendy. 2002. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta :
EGC.
Kozier, Barbara & Erb, Glenora dkk. 2002. Buku Ajar Praktik Keperawatan
Klinis. Edisi 5. Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
http://majakoesoemasari.blogspot.com/2011/08/injeksi-intravena.html
http://www.google.com/http://altruisticobserver.wordpress.com/2011/12/24/tempa
t-injeksi-subkutan-intramuskular/
VIII. LAMPIRAN
Disusun Oleh :
SEMESTER III
2019