Disusun oleh:
Shahra Fitria Kurniasari
P17335116005
Dosen Pembimbing:
Siska Tri Apriyoannita, S. Farm
JURUSAN FARMASI
2018
INFUS KCL 0,85%
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Mahasiswa mempu melaksanakan pembuatan sediaan steril skala
laboratorium, dan evaluasi sediaan infus intravena kalium klorida 0,85%
II. PENDAHULUAN
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah
pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke
dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan
cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Tujuan dari sediaan infus adalah
memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air,
elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat
dipertahankan secara adekuat melalui oral, memperbaiki keseimbangan
asam-basa, memperbaiki volume komponen-komponen darah,
memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh,
memonitor tekanan vena sentral (CVP), memberikan nutrisi pada saat
sistem pencernaan mengalami gangguan (Potter dan Perry, 2005).
Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui
jarum, langsung kevena pasien. Biasanya cairan steril mengandung
elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrient (biasanya glukosa), vitamin
atau obat (Brunner dan Sudarth, 2002). Terapi intravena adalah pemberian
sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam
pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan
atau zat-zat makanan dari tubuh.
Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika
pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk
memberikan garam yang dirperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme
dan memberikan medikasi (Potter dan Perry, 2005).
Tipe-tipe dari sediaan infus adalah:
1. Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum
(konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut
dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik”
dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah keosmolaritas tinggi), sampai akhirnya
mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami”
dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialysis) dalam terapi diuretik,
juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan
ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah
perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel,
menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial
(dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan
Dekstrosa 2,5%.
2. Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati
serum (bagiancair dari komponen darah), sehingga terus berada di
osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair
dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah.
Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan
tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya
overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung
kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan
normalsaline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
3. Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum,
sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam
pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan
produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya
kontradiktif dengan cairan Hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45%
hipertonik, Dextrose 5%+ Ringer-Lactate, Dextrose 5% + NaCl 0,9%,
produk darah (darah), dan albumin (Potter dan Perry, 2005).
KCL merupakan garam kalium yang diberikan secara intravena,
biasanya diperlukan pada pasien hypokalemia akut parah dengan cara
menambahkan elektrolit kalium dalam darah penggunaan Kalium Klorida
melalui infus intravena harus diberikan secara perlahan untuk menghindari
hyperkalemia dan toksisitas jantung (sweetman, 2009).
Ion kalium (K+) adalah kation intrasel utama dari sebagian besar
jaringan tubuh. Ion kalium berpartisipasi dalam sejumlah proses fisiologis
esensial, termasuk pemeliharaan tonisitas intraseluler, transmisi impuls saraf,
kontraksi otot jantung, skeletal, otot halus, serta pemeliharaan fungsi ginjal
normal.
Berdasarkan uraian di atas menyebutkan kegunaan KCl sebagai
hypokalemia akut sehingga obat harus segera mencapai onset kerjanya dan
penambah elektrolit kalium sehingga praktikan membuat sediaan infus.
2. Natrium hidroksida
Pemerian Putih atau praktis putih, keras rapuh dan
menunjukkan pevahan hablur. Jika terpapar di udara
akan cepat menyerap karbon dioksida dan lembab.
Massa melebur, berbentuk pellet kecil, serpihan atau
batang atau bentuk lain (Farmakope Indonesia, edisi
V, 2014, hlm. 912, hard copy)
Kelarutan Mudah larut dalam air dan dalam etanol.
(Farmakope Indonesia edisi V, 2014, hlm 912 pdf)
Stabilitas Panas : Meleleh pada suhu 318℃ (HOPE Edisi
ke-6, 2009 hlm 649 pdf).
Hidrolisis/oksidasi : Jika terpapar udara akan cepat
menyerap karbon dioksida dan lembab
(Farmakope Indonesia edisi V, 2014 hlm 912 pdf)
Cahaya : Tidak ditemukan dalam Farmakope
Indonesia V, HOPE edisi ke-6, Japanese
pharmacopeia dan dalam British phamacopeia.
w
pH : pH = 12 (0,05% aqueous solution)
w
w
pH = 13 (0,05% aqueous solution)
w
w
pH = 14 (0,05% aqueous solution)
w
(HOPE, Edisi ke-6, 2009, hlm 649 pdf)
Kegunaan Adjust pH
Inkompatibilitas Senyawa yang mudah mengalami hidrolisis dan
oksidasi. Natrium hidroksida adalah basa kuat dan
inkompatibel dengan reaksi apapun dengan asam,
ester, dan eter terutama dalam larutan berair.
(HOPE Edisi ke-6,2009, hlm 649 pdf)
3. Natrium Klorida
Pemerian Serbuk Kristal putih tidak berwarna, rasa asin, hablur,
berbentuk kubus (Farmakope Indonesia, edisi V,
2014, hlm. 903, hard copy)
Kelarutan Sedikit larut dalam etanol 1:10, dalam gliserin 1:250,
dalam etanol 95% 1:2,8 dan dalam air 1:2,6
(Farmakope Indonesia, edisi V, 2014, hlm. 903, hard
copy)
Stabilitas Panas: stabil terhadap panas dan dapat di
sterilisasi dengan metode panas lembab
menggunakan autoklaf (HOPE, edisi 6, hlm. 639,
pdf).
Hidrolisis/ oksidasi: tidak terjadi reaksi hidrolisis
maupun oksidasi (HOPE, edisi 6, hlm. 639, pdf).
Cahaya: stabil terhadap cahaya (HOPE, edisi 6,
hlm.639, pdf).
pH: stabil terhadap pH injeksi 4,5 – 7,0
(Kemenkes RI, 2014, hlm.903, hardcopy)
Kegunaan Pengisotonis
Inkompatibilitas natrium klorida bersifat korosif terhadap besi. Dapat
bereaksi dengan perak, racun, dan garam merkuri
membentuk presipitasi. Zat pengoksidasi kuat
meliberasi klorin dari larutan asam yang terdapat
dalam natrium klorida. Jika dicampur dengan metil
paraben, maka kelarutan metil paraben akan menurun.
Viskositas dari gel karbomer dan larutan
hidroksietilselulosa atau hidroksipropilselulosa akan
menurun dengan penambahan natrium klorida
(HOPE, edisi 6, hlm.639, pdf).
4. Asam Klorida
Pemerian Cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang, jika
diencerkan dengan 2 bagian volume air, asap hilang,
boobt jenis lebih kurang 1,18 (Farmakope Indonesia,
edisi V, hlm. 156, hard copy)
Kelarutan Dapat bercampur dengan air, larut dalam dietil eter,
etanol 95% dan methanol (Farmakope Indonesia,
edisi V, hlm. 156, hard copy)
Stabilitas Panas : Disimpan dalam wadah tertutup baik, gelas
atau wadah lembab lainnya pada suhu dibawah 30
℃ (HOPE Edisi ke-6, 2009, hlm 308 pdf).
Hidrolisis/oksidasi : tidak ditemukan dalam
Farmakope Indonesia V, Handbook of
Pharmaceutical Exipients edisi ke-6, Japanese
pharmacopeia dan dalam British phamacopeia.
Cahaya : tidak ditemukan dalam Farmakope
Indonesia V, HOPE edisi ke-6, Japanese
pharmacopeia dan dalam British phamacopeia.
v
pH : 0,1 (10% aqueous solution)
v
(HOPE Edisi ke-6, 2009, hlm 308 pdf)
Kegunaan Adjust pH
Inkompatibilitas Bereaksi kuat dengan alkali, dengan evolusi
sejumlah besar panas. Asam klorida bereaksi
dengan banyak logam, membebaskan hidrogen
(HOPE Edisi ke-6, 2009 hlm 308 pdf)
V. PENDEKATAN FORMULA
No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan
Bahan aktif
1. KCl 0, 935% (HOPE, Edisi 6, hlm.
572, pdf).
Pengisotonis
2. NaCl 0,1896% (HOPE, edisi 6, hlm.
637, pdf).
3. NaOH 2N qs pH adjust
4. HCl 2N qs pH adjust
Pembawa (HOPE,
6. Aqua Pro Injeksi Ad 100% Edisi 6, hlm. 766,
pdf)
Osmolaritas
Osmolaritas = ¿
Kalium Klorida
g
W = 0,8925 g/ 100 ml = 8, 925
l
BM = 74,55
n = 2 ion
8,925 X 1000 X 2
mOsmol/L = =239,4366 mOsmol / L
74,55
NaCl
g
W = 0,2219 g/ 100 ml = 2.219
l
BM = 58,44
n = 2 ion
2,219 X 1000 X 2
mOsmol/L = =75,9411 mOsmol / L
58,44
Osmol total = 239,4366+75,9411 = 315, 3777
mOsmol/L (isotonis)
Rentang isotonis = 270 – 328 mOsmol/L
Perhitungan dosis:
0,85
kadar sediaan : x 500 ml = 4,25 g ~ 4250 mg
100
mg kadar sediaan
mEq :
BM
4250 mg
: = 57,0087 mEq
74,55
Dosis untuk dewasa : 20 mEq (Medscape, 2018)
20 mEq
Kebutuhan KCl : x 500 ml= 175,41182 ~ 175 ml 2-4 kali/hari
57,0087 mEq
Dosis untuk bayi baru lahir : 0,5 mEq/kg setiap 1-2 jam
Dosis : 0,5 mEq/kg x 3,18 kg = 1,59 mEq
1,59 mEq
Kebutuhan KCl : x 500 ml = 13,9425 ml ~ 15 ml setiap 1-2
57,0087 mEq
jam
Kesimpulan :
Dosis dewasa : 175 ml 2-4 kali/ hari
Dosis bayi baru lahir : 15 ml setiap 1-2 jam
VII. PENIMBANGAN
Penimbangan
Dibuat 1 infus (@500 ml) = 500 ml
Total volume/berat sediaan yang dibuat :
Dilebihkan 2% : 500 ml + (2% x 200 ml) = 510 ml
Dilebihkan 10% : 510 ml + (10% x 510 ml) = 561 ml ~ 600 ml
Penimbangan dibuat sebanyak 600 ml berdasarkan pertimbangan volume
terpindahkan
No. Nama Bahan Jumlah yang ditimbang
KCl 0,935 g
×600 ml=5,61 g
1. 100 ml
Kelarutan: 1:2,8 (HOPE, edisi 6, hlm. 572)
5,61 g× 2,8 = 15,708 ml ≈ 50 ml
NaCl 0,1896 g
×600 ml=1,1376 g
2. 100 ml
Kelarutan: 1:2,8 (HOPE, edisi 6, hlm. 572)
1,1376 g× 2,8 = 3,8528 ml ≈ 10 ml
3. Karbon aktif 0,1 g
× 600 ml=0,6 g
100 ml
4. NaOH qs
5. HCl qs
VIII. STERILISASI
a. Alat
Nama Alat Cara sterilisasi Waktu sterilisasi Jumlah
Spatel Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam 2
121°C selama 15 menit
Pipet Panas lembab, Autoklaf 3
15 Psi
Kaca arloji Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam 3
Batang pengaduk Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam 4
Corong gelas Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam 1
Baeker glass 50mL Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam 2
Beaker glass 100mL Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam 2
Beaker glass 1L Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam 1
Gelas ukur 1L Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam
Gelas ukur 100mL Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam 1
Gelas ukur 10mL Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam 1
121°C selama 15 menit
Kertas saring Panas lembab, Autoklaf 2
15 Psi
Direndam dengan alkohol
Tutup pipet Disinfeksi 3
70%, 24 jam
Erlenmeyer 500mL Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam 1
Erlenmeyer 250mL Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam 1
Membran filter 121°C selama 15 menit
Panas lembab, Autoklaf 1
0,45µm 15 Psi
Membran filter 121°C selama 15 menit
Panas lembab, Autoklaf 1
0,22µm 15 Psi
Syringe Panas lembab, Autoklaf 121°C selama 15 menit 2
15 Psi
b. Wadah
Nama Alat Cara sterilisasi Waktu sterilisasi Jumlah
Botol infus kaca 1
Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam
500mL
Karet penutup botol Desinfektan (Direndam 1
infus menggunakan alcohol 24 jam
70%)
Penutup botol infus 1
Panas kering, Oven 170°C selama 1 jam
alumunium
c. Bahan
No. Nama bahan Jumlah Cara sterilisasi (lengkap)
(g)
1. Kalium klorida 5,61 Panas lembab (Autoklaf 121°C
selama 15 menit 15 Psi)
2. NaCl 1,1376 Panas lembab (Autoklaf 121°C
selama 15 menit 15 Psi)
5. Uji kebocoran
A. Jenis evaluasi : evaluasi fisika
B. Prinsip evaluasi :
1) Sediaan dalam wadah botol dibalikkan 180°.
2) Diamati pada bagian tutup botol apakah terdapat larutan yang menetes
atau tidak. Jika wadah botol yang digunakan bocor maka larutan akan
menetes keluar.
C. Jumlah sampel : 1
D. Persyaratan : Tidak terjadi kebocoran
E. Hasil pengamatan : Tidak terjadi kebocoran
F. Kesimpulan : Memenuhi syarat
XI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan pembuatan sediaan steril
berupa sediaan infus dengan bahan aktif berupa KCl yang dibuat dengan sterilisasi
akhir. Tujuan suatu sediaan dibuat steril, karena berhubungan langsung dengan
darah atau cairan tubuh dan jaringan tubuh lain yang pertahanannya terhadap zat
asing tidak selengkap pada saluran cerna atau gastrointestinal. Diharapkan dengan
kondisi steril dapat dihindari adanya infeksi sekunder. Infus merupakan sediaan
yang perlu di sterilkan dan harus bebas dari mikroorganisme hidup maupun
pirogen (Remington, 2005). Sifat KCl yang stabil pada pH 3,5- 6,5 dan tahan
terhadap pemanasan merupakan alasan digunakannya metode sterilisasi akhir
dalam pembuatan infus KCl. Sehingga semua peralatan yang akan digunakan juga
harus disterilkan terlebih dahulu sebelum digunakan.
Rute pemberian yang digunakan adalah intravena, karena rute intravena
merupakan satu-satunya rute pemberian parenteral yang dapat digunakan untuk
sediaan parenteral volume besar. Sediaan dibuat infus karena apabila untuk
pengobatan hipokalemia lebih baik melalui rute parenteral, agar onset cepat dan
tidak mengalami first pass metabolism, karena penyakit hipokalemia apabila
dibiarkan dapat menyebabkan gangguan neuromuskular mulai dari kelemahan
otot hingga kelumpuhan dan insufisiensi pernafasan dan juga dapat menyebabkan
rhabdomyolysis, kelainan EKG, dan ileus. Sedangkan hipokalemia kronis dapat
menyebabkan kerusakan tubulus ginjal (hypocalaemic nephropathy) (Sweetman,
2009) sehingga dibutuhkan pengobatan yang onset kerjanya cepat.
Pada formulasi tidak ditambahkan pengawet pada sediaan infus karena
infus merupakan sediaan parenteral volume besar, sehingga apabila ditambahkan
pengawet walaupun kadarnya kecil akan memungkinkan bahwa pengawet tersebut
akan melebihi accepttable daily intake sehingga dapat membahayakan pasien
(Aulton dan Taylor, 2013).
Cairan infus digunakan secara intravena, maka sediaan infus harus
isotonis, isohidri, bebas dari kuman dan pirogen (Aulton dan Taylor, 2013),
semua bahan tersatukan tanpa terjadi reaksi dan bebas partikel. Oleh karena itu,
perlu ditambahkan NaCl 0,9 % sebagai agen tonisitas dan karbon aktif 0,1 %
untuk membebaskan sediaan dari pirogen, untuk mencegah demam dan untuk
menyerap cemaran.
Pembuatan larutan infus harus dilakukan secara steril dan air yang
digunakan untuk melarutkan dan pembawa juga harus disterilisasi dan bebas
pirogen. Maka digunakan water for injection yang telah disterilisasi dengan cara
destilasi sebanyak 6 kali yang dalam hal ini tidak dilakukan (dispensasi), dan
digunakan arang aktif sebagai depirogenasi agar meminimalisir jumlah pirogen
yang ada pada sediaan.
Sediaan yang telah selesai dibuat maka disterilisasi akhir menggunakan
autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit dan pada tekanan 15 Psi untuk
menghilangkan mikroba akibat kontaminasi pada saat proses pembuatan. Setelah
sterilisasi akhir selesai, selanjutnya dilakukan adalah evaluasi sediaan larutan
infus yang meliputi uji pH, uji kerjernihan, uji partikulat serta uji kebocoran.
Setelah dilakukan uji pH menggunakan kertas indikator, hasil pada evaluasi
pertama menunjukkan nilai pH sediaan 6 sehingga perlu di adjust menggunakan
NaOH 2N untuk mendapatkan nilai pada rentang pH 7,35-7,45. Hasil evaluasi
kedua nilai pH sudah menunjukkan masuk kedalam rentang pH yang
dipersyaratkan. Sediaan dilakukan pengecekan pH menggunakan pH meter dan
dihasilkan nilai 9,297 ± 7,0711x10-3 sehingga tidak masuk ke dalam syarat dari
rentang pH plasma darah. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya penambahan adjust
pH pembasa pada saat pengecekan pH menggunakan kertas indikator, karena
pengukuran pH menggunakan kertas indikator tidak seakurat menggunakan pH
meter.
Selanjutnya dilakukan uji kejernihan dan partikulat, dengan cara
pengamatan visual secara langsung menggunakan background putih untuk melihat
partikel yang berwarna dan background hitam untuk melihat partikel putih.
Hasilnya adalah sediaan kami jernih setelah dibandingkan dengan larutan
pembawa yang digunakan yaitu WFI dan tidak tampak partikel berwarna atau
partikel putih artinya tidak ada zat pengotor dan bebas partikel.
Evaluasi terakhir yang dilakukan yaitu evaluasi kebocoran. Larutan yang
telah di masukkan kedalam botol kemudian dilakukan uji kebocoran yang
dilakukan dengan cara membalikkan botol yang berisi sediaan dan dialasi kertas
saring kemudiaan diamati apakah botol tersebut bocor atau tidak. Hasil yang
didapat adalah botol infus tidak bocor, tidak ada sedikit sediaan yang menetes atau
keluar, tidak bocoranya kemasan yang digunakan ini akan meminimalisir
terjadinnya kontaminasi.
XII. KESIMPULAN
Formulasi yang tepat untuk sediaan steril injeksi/ infus adalah sebagai
berikut
No Nama Bahan Jumlah Kegunaan
.
1. Kalium klorida 5,61 g Zat aktif
2. NaCl 1,1376 g pengisotonis
3. Karbon aktif 0,6 g depirogenasi
4. NaOH qs Adjust pH
5. HCl qs Adjust pH
6. Water for injection Ad 600mL Pembawa/
pelarut
Brunner dan Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih
Bahasa : Agung Waluyo, dkk. Edisi 8. Jakarta : EGC.
FDA. (2007). Unites States Pharmacopeia National Formulary. USP 30/NF 25.
United states: Twinbrook Parkway
Lachman, Lieberman, Kanig. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri II.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Potter, P.A dan Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi 4. Volume 2, Alih Bahasa : Renata
Komalasari,dkk. Jakarta : EGC
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Quinn, M.E. (2009). Handbook of Pharmaceutical
Excipients. Edisi VI. USA: Pharmaceutical Press.
Sweetman, S.C. (2009). Martindale The Complete Drug Reference Thirty Sixth
Edition. New York: Pharmaceutical Press.
Troy, David. (2005). Remington The Science and Practice for Pharmacy. Edisi
ke-21. Philadelphia: A Wolters Kluwer Company.
LAMPIRAN
Kemasan
Etiket
Brosur
Infus
Kalium Klorida 0,85%
Komposisi:
Tiap 500 ml mengandung:
Natrium Laktat 0,85 %
Aqua Pro injeksi ad 100%
Indikasi:
Untuk pasien Hypokalemia, kadar kalium rendah dan kadar
cairan rendah
Mekanisme Kerja :
Komposisi elektrolit dan konsentrasi infus sangat
serupa dengan yang dikandung didalam cairan
ekstraseluler. Ion kalium (K+) adalah kation intrasel utama
dari sebagian besar jaringan tubuh. Ion kalium
berpartisipasi dalam sejumlah proses fisiologis esensial,
termasuk pemeliharaan tonisitas intraseluler, transmisi
impuls saraf, kontraksi otot jantung, skeletal, otot halus,
serta pemeliharaan fungsi ginjal normal.
Aturan Pakai:
Takaran pemakaian disesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi penderita secara individual
Kontra Indikasi:
Hiperkalemia, Retensi natrium dan edema, gagal jantung
kongestif, gangguan ginjal yang parah, sirosis hati.
Peringatan:
Jangan digunakan pada pasien hiperkalemia
Efek Samping:
Mual, muntah, ruam kulit, diare
Evaluasi :
a. Kejernihan
sediaan WFI
b. Penetapan pH (triplo)
Volume:
500 ml