Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nematoda mempunyai jumlah spesies yang terbesar diantara cacing-cacing yang
hidup sebagai parasit.Nematoda terdiri dari beberapa spesies, yang banyak ditemukan
didaerah tropis dan tersebar diseluruh dunia. Seluruh spesies cacing ini berbentuk silindrik
(gilig), memanjang dan bilateral simetris.cacing-cacing ini berbeda-beda dalam habitat,siklus
hidup,dan hubungan hospes-habitat (host-parasite relationship). Cacing ini bersifat
uniseksual sehingga ada jenis jantan dan betina. Cacing yang menginfeksi manusia
diantaranya adalah N.americanus dan A.duodenale sedangkan yang menginfeksi hewan
(anjing/kucing) baik liar maupun domestik adalah A.ceylanicum meskipun cacing ini
dilaporkan dapat menjadi dewasa dalam usus halus manusia dan tidak pernah menyebabkan
creeping eruption, sedangkan A.caninum dan A.braziliense tidak dapat menjadi dewasa
dalam usus halus manusia dan menyebabkan creeping eruption pada manusia. Akibat utama
yang ditimbulkan bila menginfeksi manusia atau hewan adalah anemia mikrositik
hipokromik, karena Nematoda dapat menyebabkan pendarahan di usus.Perbedaan morfologi
antar spesies dapat dilihat dari bentuk rongga mulut, ada tidaknya gigi, dan bentuk bursa
kopulatriks cacing jantan.tambang tersebar luas di daerah tropis, pencegahan tergantung pada
sanitasi lingkungan, kebiasaan berdefikasi, dan memakai alas kaki. Strongyloides stercoralis
merupakan cacing Nematoda usus yang hidup parasit pada manusia, namun dalam siklus
hidupnya terdapat fase hidup bebas di tanah.Bentuk telurnya sulit dibedakan dengan telur
cacing tambang.
Manusia dapat terinfeksi melalui 3 cara: yaitu langsung, tak langsung, dan
autoinfeksi. Cara pencegahan dan penyebaran cacing ini sama seperti cacing tambang. Obat
yang efektif untuk strongyloidiasis adalah thiabendazol.Akibat utama yang ditimbulkan
adalah peradangan pada usus, disentri terus-menerus dan rasa sakit pada perut bagian kanan
atas.Diagnosis dengan menemukan larva dalam tinja atau dalam sputum penderita.Pada
cacing Nematoda usus ada beberapa spesies yang menginfeksi manusia maupun hewan.
Nematoda usus terbesar adalah A.lumbricoides yang bersama-sama dengan T.trichiura, serta
cacing tambang sering menginfeksi manusia karena telur cacing tersebut semuanya
mengalami pemasakan di tanah dan cara penularannya lewat tanah yang terkontaminasi
sehingga cacing tersebut termasuk dalam golongan soil-transmitted helminths.
A.lumbricoides, T.trichiura dan E.vermicularis mempunyai stadium infektif yaitu telur yang
mengandung larva.Siklus hidup A.lumbricoides lebih rumit karena melewati siklus paru-
paru, sedangkan T.trichiura dan E.vermicularis tidak.Gejala klinis penyakit cacing ini bila
infeksi ringan tidak jelas, biasanya hanya tidak enak pada perut kadang-kadang mual.Infeksi
askariasis yang berat dapat menyebabkan kurang gizi dan sering terjadi sumbatan pada
usus.Trikhuriasis berat biasanya dapat terjadi anemia, sedangkan pada enterobiasis gejala
yang khas adalah gatal-gatal di sekitar anus pada waktu malam hari saat cacing betina keluar
dari usus untuk meletakkan telunya di daerah perianal.Diagnosis askariasis dan trikhuriasis
dengan menemukan telur dalam tinja penderita, sedangkan untuk enterobiasis dapat
ditegakkan dengan anal swab karena telur E. vermicularis tidak dikeluarkan bersama tinja
penderita.
Infeksi cacing usus ini tersebar luas di seluruh dunia baik daerah tropis maupun sub
tropis. Anak-anak lebih sering terinfeksi dari pada orang dewasa karena kebiasaan main
tanah dan kurang/belum dapat menjaga kebersihan sendiri. Semua infeksi cacing usus dapat
dicegah dengan meningkatkan kebersihan lingkungan, pembuangan tinja atau sanitasi yang
baik, mengerti cara-cara hidup sehat, tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman dan
mencuci bersih sayuran/buah yang akan di makan mentah. Obat cacing, seperti piperasin,
mebendazole, tiabendazol, dan lain-lain dapat diberikan dengan hasil yang cukup
memuaskan.
Penyakit filarial cukup populer di negeri ini.Cacing filaria merambat di sekeliling
jaringan subkutan dan sekujur pembuluh limfe.Di antara spesies antropofilik yang paling
ganas ialah Wuchereria bancrofti, Brugia, malayi, Brugia timori, Onchocerca volvulus, dan
Loa loa. Dari nematoda itu, menurut Prof.Dr.Herdiman Pohan, Sp.PD, KPTI dari Guru besar
FKUI/RSCM, Brugia dan Wuchereria merupakan spesies terbanyak yang ditemukan di
Indonesia, sementara Onchocerca dan Loa loa tidak terdapat. Selain itu, Mansonella ozzardi,
Mansonella perstans, serta Mansonella streptocerca, tidak terlalu populer di Indonesia dan
penyakit yang ditimbulkan tidak terlalu parah.
Satu konsep mutakhir yang menjadi target pengobata ialah terdapatnya endosimbion
yang terjadi di dalam tubuh filaria. Para pakar Tropical Medicine menemukan terdapat
individu semacam rickettsia yang hidup intraseluler pada setiap stadium Wuchereria,
Mansonella, dan Onchocerca yang dinamakan Wolbachia.Konon, individu ini berhubungan
endosimbiosis sangat erat dengan filaria sehingga dapat dijadikan target kemoterapi
antifilarial.
W. bancrofti merupakan spesies yang sangat terkenal di dunia, meski hanya sedikit
sekali mahasiswa kedokteran di dunia yang mempelajari secara intensif mata kuliah
Parasitologi atau Tropical Medicine. Sekitar 115 juta manusia terinfeksi parasit ini di daerah
subtropis dan tropis, meliputi Asia, Pasifik, Afrika, Amerika Selatan, serta Kepulauan
Karibia. Spesies dengan periodisitas subperiodik (kapan saja terdapat di darah tepi)
ditemukan di Kepulauan Pasifik dengan vektor Aedes sp., sementara sebagian besar lainnya
memiliki periodisitas nokturnal dengan vektor Culex fatigans dan Culex cuenquifasciatus di
Indonesia.Vektor Culex juga biasanya ditemukan di daerah-daerah urban, sedangkan vektor
Aedes dapat ditemukan di daerah-daerah rural.
Brugia malayi lazim ditemui di China, India, Korea, Jepang, Filipina, Malaysia, dan
tentu saja Indonesia.Sementara Brugia timori merupakan satwa khas Indonesia yang hanya
bisa ditemui di kepulauan Timor.Mirip dengan W.bancrofti, Brugia malayi memiliki juga
memiliki dua bentuk periodisitas.Bedanya, biasanya B.malayi dengan periodisitas nokturnal
ditemukan di daerah pertanian dengan vektor Anopheles atau Mansonia.Sedangkan spesies
dengan periodisitas subperiodik ditemuakn di hutan-hutan dengan vektor Mansonia dan
Coquilettidia (jarang).
Prinsip patologis penyakit filariasis bermula dari inflamasi saluran limfe akibat dilalui
cacing filaria dewasa (bukan mikrofilaria).Cacing dewasa yang tak tahu diri ini melalui
saluran limfe aferen atau sinus-sinus limfe sehingga menyebabkan dilatasi limfe pada
tempat-tempat yang dilaluinya.Dilatasi ini mengakibatkan banyaknya cairan plasma yang
terisi dari pembuluh darah yang menyebabkan penebalan pembuluh darah di sekitarnya.
Akibat kerusakan pembuluh, akan terjadi infiltrasi sel-sel plasma, esosinofil, serta
makrofag di dalam dan sekitar pembuluh darah yang terinfeksi. Nah, infiltrasi inilah yang
menyebabkan terjadi proliferasi jaringan ikat dan menyebabkan pembuluh limfe di
sekelilingnya menjadi berkelok-kelok serta menyebabkan rusaknya katup-katup di sepanjang
pembuluh limfe tersebut.Akibatnya, limfedema dan perubahan statis-kronis dengan edema
pada kulit di atas pembuluh tersebut menjadi tak terhindarkan lagi.
Jadi, jelaslah bahwa biang keladi edema pada filariasis ialah cacing dewasa yang
merusak pembuluh limfe serta mekanisme inflamasi dari tubuh penderita yang
mengakibatkan proliferasi jaringan ikat di sekitar pembuluh.Respon inflamasi ini juga diduga
sebagai penyebab granuloma dan proliferatif yang mengakibatkan obstruksi limfe secara
total. Ketika cacing masih hidup, pembuluh limfe akan tetap paten, namun ketika cacing
sudah mati akan terjadi reaksi yang memicu timbulnya granuloma dan fibrosis sekitar limfe.
Kemudian akan terjadi obstruksi limfe total karena karakteristik pembuluh limfe bukanlah
membentuk kolateral (seperti pembuluh darah), namun akan terjadi malfungsi drainase limfe
di daerah tersebut.

B. Tujuan
Tujuan makalah ini disusun adalah antara lain :
o Untuk mengetahui klasifikasi Nematoda Usus dan Jaringan
o Untuk mengetahui morfologi Nematoda Usus dan Jaringan
o Untuk mengetahui siklus hidup Nematoda Usus dan Jaringan
o Untuk mengetahui apa saja patologi dan gejala klinis penyakit yang disebabkan oleh
Nematoda Usus dan Jaringan
o Untuk mengetahui epidemiologi penyakit yang disebabkan oleh Nematoda Usus dan
Jaringan
BAB II
PEMBAHASAN

Terdapat dua jenis nematoda yang terdapat pada jaringan tubuh manusia, terdiri dari :
A. Nematoda Usus (Nematoda Intestinum)
1. Ascaris lumbricoides

 Klasifikasi Ascaris lumbricoides


Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernemtea
Ordo : Ascoridida
Super family : Ascoridciidea
Genus : Ascaris
Species : Ascaris lumbricoides

 Hospes dan distribusi


Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Di manusia, larva
Ascaris akan berkembang menjadi dewasa dan mengadakan kopulasi serta akhirnya
bertelur. Penyakit yang disebabkannnya disebut Askariasis.Askariasis adalah penyakit
parasit yang disebabkan oleh cacing gelang Ascaris lumbricoides, yang merupakan
penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh makhluk parasit.
Penyakit ini sifatnya kosmopolit, terdapat hampir di seluruh dunia.Prevalensi
askariasis sekitar 70-80%.
 Morfologi
Cacing jantan berukuran sekitar 10-30 cm, sedangkan betina sekitar 22-35 cm.
Pada cacing jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di ujung
ekornya (posterior). Pada cacing betina, pada sepertiga depan terdapat bagian yang
disebut cincin atau gelang kopulasi. Stadium dewasa cacing ini hidup di rongga usus
muda.
Cacing dewasa hidup pada usus manusia.Seekor cacing betina dapat bertelur
hingga sekitar 200.000 telur per harinya.Telur yang telah dibuahi berukuran 60 x 45
mikron.Sedangkan telur yang tak dibuahi, bentuknya lebih besar sekitar 90 x 40
mikron.Telur yang telah dibuahi inilah yang dapat menginfeksi manusia.
Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk
infektif dalam waktu 3 minggu.

 Siklus hidup
Usus manusia Cacing Telur Cacing Keluar bersama feses
Tersebar Menempel pada makanan Termakan Menetas Larva
Menembus Usus Aliran Darah Jantung Paru-Paru Kerongkongan
Tertelan Usus Manusia Cacing Dewasa.
Telur Ascaris yang berisi embrio diagnosis askariasis dilakukan dengan
menemukan telur pada tinja pasien atau ditemukan cacing dewasa pada anus, hidung,
atau mulut.

 Patologi dan Gejala Klinis


Gejala yangh timbul pada penderita dapat disebabkan cacing dewasa dan larva,
biasanya terjadi pada saat berada diparu-paru.Gangguan yang disebabkan cacing dewasa
biasanya ringan.Kadang-kadang penderita mengalami gejala gtangguan usus ringan
seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi.Efek yang serius terjadi bila
cacing-cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus).Pada
keadaan tertentu cacing dewasa mengembara ke saluran empedu, apendiks atau ke
bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang perlu
tindakan operatif.

 Epidemiologi
Di Indonesia, prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak-anak. Frekuensinya
antara 60-90%.Penyakit ini dapat dicegah dengan menjaga kebersihan diri dan
lingkungan yang baik.Pemakaian jamban keluarga dapat memutus rantai siklus hidup
Ascaris lumbricoides ini.
Telur Ascaris lumbricoides berkembang sangat baik pada tanah liat yang memiliki
kelembapan tinggi dan pada suhu 25° - 30° C. Pada kondisi ini, telur tumbuh menjadi
bentuk infektif (mengandung larva) dalam waktu 2-3 minggu.
2. Enterobius vermicucularis

 Klasifikasi Enterobius vermicucularis


Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernemtea
Ordo : Oxyurida
Super family : Oxyuroidea
Genus : Enterobius
Species : Enterobius vermicularis

 Hospes dan Nama Penyakit


Hospesnya manusia.Nama penyakitnya adalah oksiuriasis atau entrobiasis.

 Morfologi
Cacing dewasa berkuran kecil, berwarna putih.Ynag betina jauh lebih besar dari
cacing jantan. Ukuran cacing betina sampai 13 mm, sedangkan yang jantan sampai
sepanjang 5 mm. Di daerah anterior di sekitar leher, kutikulum cacing melebar yang
disebut sayap leher. Esofagus cacing ini juga khas bentuknya oleh karena memiliki
bentuk bulbus esofagus ganda, terdapat 3 buah bibir dan ekor yang melengkung pada
jantan, sedangan betinanya meruncing.Seekor cacing betina memproduksi telur sebanyak
11000 butir setiap harinyaselama 2 sampai 3 minggu; sesudah itu cacing betina
mati.Telur bentuk asimetrik ini tidak berwarna, mempunyai dinding yang tembus sinar,
dan berisi larva yang hidup.

 Siklus Hidup
Telur tertelan melalui jalan napas menetas di duodenum larva
rabditiform Cacing dewasa di jejunum bagian atas ileum.

 Patologi
Cacing dewasa jarang menimbulkan kerusakan jaringan yang berarti.Akibatnya
migrasinya ke daerah perianal dan perianeal menimbulkan gatal-gatal yang bila digaruk
dapat menimbulkan infeksi sekunder.Gatal-gatal ini juga dapat menyebabkan gangguan
tidur penderita.Kadang-kadang cacingbetina mengadakan migrasi ke daerah vagina dan
tuba falopii sehingga menyebabkan radang ringan di daerah tersebut. Meskipuncacing
seringkalai dijumpai dalam apendiks, akan tetapi jarang menimbulkan apendissitis. Bila
tidak ada reinfeksi, enterobiasis dapat sembuh dengan sendirinya oleh karena 2-3 minggu
sesudah bertelur, cacing betina akan mati.

 Epidemiologi
Cacing kremi tersebar luas di seluruh dunia baik di daerah tropik maupun
subtropik.Di daerah yang bersuhu rendah enterobiasis lebih banyak dijumpai oleh karena
di daerah dingin orang jarang mandi dan tidak sering mengganti pakaian dalam
(Soedarto, 1991).

3. Necator americanus dan Ancylostoma duodenale

 Klasifikasi Necator americanus


Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Adenophorea
Ordo : Enoplida
Super family : Rhabditoidea
Genus : Necator
Species : Necator americanus
 Klasifikasi Ancylostoma duodenale
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernemtea
Ordo : Rhabditida
Super family : Rhabditoidea
Genus : Ancylostoma
Species : Ancylostoma duodenale
 Hospes dan Nama Penyakit
Hospes definitif kedua cacing ini, adalah manusia.Cacing ini tidak mempunyai
Hospes perantara.Tempat hidupnya ada di dalam usus halus terutama jejunum dan
duodenum.Penyakit yang disebabkan oleh parasit ini disebut Nekatoriasis dan
Ankilostomiasis.

 Morfologi
Cacing betina N.americanus tiap hari mengeluarkan telur kira-kira sekitar 9000
butir, sedangkan A.deudenale kira-kira 10.000 butir. Cacing betina berukuran panjang
kurang lebih 1 cm, cacing jantan 0,8 cm. Bentuk badan N.americanus biasanya
menyerupai huruf S, sedangkan A.duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut kedua
jenis cacing ini besar. N.americanus mempunyai benda kitin, sedangkan pada
A.duodenale ada dua pasang gigi.Cacing jantan mempunyai bursa kopulatrik.
Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 1-1,5 hari,
kelurlah larva rabditiform. Dalam waktu kira-kira 3 hari larva rabditiform tumbuh
menjadi larva filoariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup dalam 7-8 minggu
di tanah.Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60x40 mikron, berbentuk bujur
dan mempunyai dinding tipis.Di dalamnya terdapat beberapa sel. Larva rabditiform
panjangnya kira-kira 250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya kira-kira 600
mikron.

 Siklus Hidup
Telur Larva rabditiform Larva filariform menembus kulit kapiler
darah jantung kanan paru bronkus trakea laring usus halus.

 Patologi
Gejala nekatoriasis dan ankilostomiasis.
a. Stadium Larva
Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit
yang disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan.
b. Stadium dewasa
Gejala tergantung pada :
a). Spesies dan jumlah cacing
b). keadaan gizi menderita (Fe dan protein)
Tiap cacing N.americanus menyebabkan banyak kehilangan darah 0,005-
0,1 cc sehari, sedangkan A.duodenale 0,08-0,34 cc. Biasanya terjadi Adenmia
hipokrom mikrosita. Di samping itu juga terdapat eosinofilia.Bukti adanya toksin
yang menyebabkan anemia belum ada.Biasanya tidak menyebabkan kematian tetapi
daya tahan berkurang dan prestasi kerja turun.
 Epidemiologi
Insiden tinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia terutama di pedesaan
khususnya di perkebunan.Seringkali golongan pekerja perkebunan yang langsung
behubungan dengan tanah mendapat infeksi lebih dari 70%.Kebiasaan defeksi dan
pemakaian tinja sebagai pupuk kebun penting dalam penyebaran infeksi. Tanah yang baik
untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu optimal untuk
N.americanus 28°-32° C, sedangkan untuk A.duodenale 23°-25° C. Untuk menghindari
infeksi salah satu antara lain, dengan memakai alas kaki (sepatu, sandal).

4. Trichuris trichiura (Trichocephalus dispar, cacing cambuk)

 Klasifikasi Trichuris trichiura


Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Adenophorea
Ordo : Enoplida
Super family : Ttichinelloidea
Genus : Trichuris
Species : Trichuris trichiura

 Hospes dan Nama Penyakit


Manusia merupakan hospes cacing ini.Penyakit yang disebabkannya disebut
Trikuriasis.Cacing ini lebih sering ditemukan bersama-sama Ascaris lumbricoides.Cacing
dewasa hidup di dalam usus besar manusia, terutama di daerah sekum dan kolon.Cacing
ini juga kadang-kadang ditemukan di apendiks dan ileum (bagian usus palaing
bawah).Bagian distal penyakit yang disebabkan cacing ini disebut Trikuriasis.

 Morfologi
Cacing betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4 cm.
Bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh
tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina bentuknys membulat
tumpul dan pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu spikulum.
Telur berukuran 50 – 54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan
semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub.Kulit telur bagian luar berwarna
kuning-kekuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur berisi sel telur (dalam tinja segar).

 Siklus Hidup
Cacing dewasa hidup di usus besar manusia telur keluar bersama tinja penderita
di tanah telur menjadi infektif infeksi terjadi melalui mulut dengan masuknya
telur infektif bersama makanan yang tercemar atau tangan yang kotor.
Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina
melatakkan telur kira-kira 30-90 hari.
Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut menjadi
matang, yaitu telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif, dalam waktu 3
samapai 6 minggu dalam lingkungan yang lembab dan tempat yang teduh. Cara infektif
secara langsung bila kebetulan hospes menelan telur matang.Larva keluar melalui
dinding telur dan masuk ke dalam usus halus.Sesudah dewasa cacing turun ke usus
bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum.Jadi cacing ini tidak
mempunyai siklus paru.

 Patologi dan Gejala Klinis


Cacing Trichuris pada manusia terutama hidup di sekum, akan tetapi dapat juga
ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat terutama pada anak, cacing ini tersebar
di seluruh kolon dan rrektum.Kadang-kadang terlihat di mukrosa rektum yang mengalami
prolapsus akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi.Cacing ini memasukan
kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi tyrauma yang menimbulkan iritasi dan
peradangan mukosa usus.Pada tempat perlekatannya terjadi pendarahan.Di samping ini
ternyata cacing ini menghisap darah hospesnya, sehingga dapat menyebabkan anemia.
Penderita terutama anak dengan infeksi Trichuris yang berat dan menahun,
menunjukan gajala-gejala nyata seperti diare yang sering diselingi dengan sindrom
disehuris yang berat dan menahun, menunjukan gajala-gejala nyata seperti diare yang
sering diselingi dengan sindrom disentri, anemia, berat badan turun dan kadang-kadang
disertai prolapsus rektum. Infeksi berat Trichuris trichiura sering disertai dengan infeksi
cacing lainnya atau protozoa. Infeksi ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis jelas
atau sma sekali tanpa gejala, parasit ini ditemukan pada tinja secara rutin.

 Epidemiologi
Yang penting untuk penyebaran, penyakit adalah kontaminasi tanah dengan
tinja.Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab dan tduh dengan suhu optimum kira-kira
30°C.Di berbagai negeri pemakaian tinja sebagai pupuk kebun merupakan sumber
infeksi.Frkuensi di Indonesia tinggi.Di beberapa daerah pedesaan di Indonesia
frekuensinya berkisar antara 30 – 90 %.
Di daerah yang sangat endemik infeksi dapat dicegah pengobatan penderita
trikuriasis, pembuatan jamban yang baik dan pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan
perorangan, terutama anak.Mencuci tangan sebelum makan, mencicu dengan baik
sayuran yang dimakan mentah adalah penting apalagi di negeri-negeri yang memakai
tinja sebagai pupuk.

5. Strongyloides stercoralis

 Klasifikasi Strongyloides stercoralis


Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Adenophorea
Ordo : Enoplida
Super family : Rhabiditoidea
Genus : Strongyloides
Species : Strongyloides stercoralis
 Hospes dan Nama Penyakit
Manusia merupakan hospes utama cacing ini, walaupun ada yang ditemukan pada
hewan.Cacing ini tidak mempunyai hospes perantara.Cacing ini dapat mengakibatkan
penyakit strongilodiasis.

 Morfologi
Cacing dewasa betina hidup sebagai parasit di vilus duodenum dan
yeyunum.Cacing betina berbentuk filiform, halus, tidak berwarna dan panjangnya kira-
kira 2mm. Cara berkembang biaknya adalah secara parthenogenesis.Telur bentuk
parasitic diletakkan di mukosa usus, kemudian menetas menjadi larva rabditiform yang
masuk ke rongga usus serta dikeluarkan bersama tinja.
 Siklus Hidup:
Parasit ini mempunyai tiga siklus hidup:
a. Autoinfeksi
Telur menetas menjadi larva rabditiform di dalam mukosa usus di dalam
usus larva rabditiform tumbuh menjadi larva filariform larva filariform
menembus mukosa usus, tumbuh menjadi cacing dewasa.
b. Siklus Langsung
Sesudah 2 – 3 hari di tanah, larva rabditiform, berubah menjadi larva filaform
dengan bentuk langsing.Bila larva ini menembus kulit manusia, larva tumbuh,masuk
ke dalam peredaran darah veha kemudian melalui jantung sampai ke paru-paru. Dari
paru, parasit yang mulai dewasa,menembus alveolus, masuk ke trakea dan
laring.Sesudah sampai di laring,tarjadi refleks batuk, sehingga parasit tertelan,
kemudian sampai di usus halus dan menjadi dewasa.
c. Siklus Tidak Langsung
Pada siklus ini, larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan
betina.Cacing betina berukuran 1mm x 0,06mm, dan yang jantan berukuran 0,75 mm
x 0.04 mm. Cacing betina mengalami pembuahan dan menghasilkan larva rabditiform
yang kemudian menjadi larva filaform. Larva ini masuk ke dalam hospes baru.Siklus
tidak langsung ini terjadi apabila lingkungan sekitarnya optimum yaitu sesuai dengan
keadaan yang dibutuhkan untuk kehidupan bebas parasit ini, misalnya di negeri-
negeri tropik beriklim rendah.
 Patologi dan gejala Klinis
Bila larva filaform ini menembus kulit, timbul kelainan kulit yang dinamakan
creeping eruption yang disertai denagn rasa gatal yang hebat.
Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus muda.Infeksi ringan
pada umumnya tidak menimbulkan gejala.Sedangkan pada infeksi sedang, dapat
menyebabkan rasa sakit, di daerah epigastrium tengah dan tidak menjalar. Mungkin ada
mual dan muntah,diare dan konstipasi yang saling bergantian.Pada cacing dewasa yang
hidup sebagai parasit, dapat ditemukan di seluruh traktus digestivus dan larvanya dapat
ditemukan di bebagai alat dalam.

 Epidemiologi
Daerah yang panas, kelembapan tinggi dan sanitasi yang kurang, sanagt
menguntungkan cacing Strongyloides.Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva yaitu,
tanah gembur, berpasir dan humus.Frekuensi di Jakarta pada tahun 1956, sekitar 10-15%,
sekarang jarang ditemukan.Pencegahan yang disebabkan cacing ini, tergantung pada
sanitasi pembuangan tinja dan melindungi kulit dari tanah yang terkontanimasi, misalnya
dengan memakai alas kaki.

6. Trichinella spiralis (Trichina worm, cacing trichina)


 Klasifikasi Trichinella spiralis
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Adenophorea
Ordo : Enoplida
Super family : Ttichinelloidea
Genus : Trichinella
Species : Trichinella spiralis

 Hospes dan Nama Penyakit


Cacing ini hidup dalam mukosa duodenum, sampai sekum manusia.Selain
menginfeksi manusia, cacing ini juga menginfeksi mamalia lain, seperti tikus, kucing,
anjing, babi, beruang, dll.Penyakit yang disebabkan parasit ini disebut trikinosis,
trikinelosis, dan trikiniasis.
 Morfologi
Cacing dewasa sangat halus menyerupai rambut, ujung anterior langsing, mulut
kecil, dan bulat tanpa papel. Cacing jantan panjangnya 1,4-1,6 mm, ujung posteriornya
melengkung ke ventral dan mempunyai umbai berbentuk lobus, tidak mempunyai
spikulum tepi. Dan tidak terdapat vas deferens yang bisa dikeluarkan sehingga da[at
membantu kopulasi. Cacing betina panjangnya 3-4 mm, posteriornya membulat dan
tumpul.
Cacing betina tidak mengeluarkan telur, tetapi mengeluarkan larva
(larvipar).Seekor cacing betina mengeluarkan larva sampai 1500 buah.Panjang larva yang
baru dikeluarkan kurang lebih 80-120 mikron, bagian anterior runcing dan ujungnya
menyerupai tombak.

 Siklus Hidup
Siklus hidup alami yang terjadi antara babi dan tikus babi mengandung kista yang
infektif manusia terinfeksi oleh karena makan daging babi atau mamalia lain yang
mengandung kista cacing dewasa hidup di dalam dinding usus larva membentuk
kista di dalam otot bergaris.

 Patologi dan Gejala Klinis


Gejala Trikinosis tergantung pada beratnya infeksi disebabkan oleh cacing
stadium dewasa dan stadium larva.Pada saat cacing dewasa mengadakan invasi ke
mukosa usus, timbul gejal usus sepertiskit perut diare, mual dan muntah. Masa tunas
gejala usus ini kira-kira 1-2 hari sesudah infeksi.
Larva tersebar di otot kira-kira 7-28 hari sesudah infeksi. Pada saat ini timbul
gejal nyeri otot (mialgia) dan randang otot (miositis) yang disertai demem, eusinofilia
dan hipereosinofilia.
Gejala yang disebakan oleh stadium larva tergantung juga pada alat yang
dihinggapi misalnya, dapat menyebabkan sembab sekitar mata, sakit persendian, gejala
pernafasan dan kelemahan umum.Dapat juga menyebabkan gejala akibat kelainan
jantung dan susunan saraf pusat bila larva T.spiralis tersebar di alat-alat tersebut.Bila
masa akut telah lalu, biasanya penderita sembuh secara perlahan-lahan bersamaan dengan
dibentuknya kista dalam otot.
Pada infeksi berat (kira-kira 5.000 ekor larva/kg berat badan) penderita mungkin
meninggal dalam waktu 2-3 minggu, tetapi biasanya kematian terjadi dalam waktu 4-8
minggu sebagai akibat kelainan paru, kelainan otak, atau kelainan jantung.

 Epideologi
Cacing ini tersebar di seluruh dunia (kosmopolit), kecuali di kepulauan Pasifik
dan Australia.Frekuensi trikinosis pada manusia ditentukan oleh temuan larva dalam kista
di mayat atau melalui tes intrakutan.Frekuensi ini banyak ditemukan di negara yang
penduduknya gemar makan daging babi.Di daerah tropis dan subtropis frekuensi
trikinosis sedikit.
Infeksi pada manusia tergantung pada hilang atau tidak hilangnya penyakit ini
dari babi.Larva dapat dimatikan pada suhu 60-70 derajat celcius, larva tidak mati pada
daging yang diasap dan diasin.

7. Toxocara canis (dog worm) dan Toxocara cati (cat worm)


 Klasifikasi Toxocara canis dan Toxocara cati
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernemtea
Ordo : Ascoridida
Super family : Ascoridciidea
Genus : Toxocara
Species : Toxocara canis /cati

 Hospes dan Nama Penyakit


Toxocara canis ditemukan pada anjing, sedangkan Toxocara cati ditemukan pada
kucing.Belum pernah ditemukan infeksi campuran pada satu macam hospes. Kadang-
kadang cacing ini dapat hidup pada manusia sebagai parasit yang mengembara dan
menyebabkan penyakit yang disebut Visceral larva migrans.

 Morfologi
Toxocara canis jantan mempunyai ukuran panjang bervariasi antara 3.6 – 8.5 cm.
Sedangkan yang betina antara 5.7 – 10 cm. Toxocara cati jantan antara 2.5 – 7.8 cm, yang
betina antara 2.5 – 14 cm. bentuknya menyerupai Ascaris lumbricoides muda. Pada
Toxocara canis terdapat sayap servikal yang berbentuk seperti lanset, sedangkan pada
Toxocara cati bentuk sayap lebih lebar, sehingga kepalanya menyerupai kepala ular
kobra. Bentuk kedua ekor spesies hamper sama, yang jantan ekornya lurus dan
meruncing (digitiform), yang betina bulat meruncing.

 Siklus Hidup
Telur ditelan manusia menetas larva mengembara.
 Patologi dan Gejala Klinis
Pada manusia larva cacing tidak menjadi dewasa dan mengembara di alat-alat
dalam ususnya di hati.penyakit yang disebabkan larva yang mengembara disebut visceral
larva migrans dengan gejala eosinofilia, demam dan hepatomegali. Penyakit tersebut
dapat juga disebabkan oleh larva Nematoda lain.

 Epidemiologi
Prevalensi Toxokariasis pada anjing dan kucing pernah dilaporkan di Jakarta
masing-masing mencapai 38.3 % dan 26.0 %. Pencegahan dapat dihindarkan dengan cara
melarang anak untuk tidak bermain dengan anjing maupun kucing dan tidak dibiasakan
bermain di tanah.

8. Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum

 Klasifikasi Strongyloides stercoralis


Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Adenophorea
Ordo : Enoplida
Super family : Rhabiditoidea
Genus : Strongyloides
Species : Strongyloides stercoralis

 Hospes dan Nama Penyakit


Cacing ini hidup di dalam usus halus kucing dan anjing.Pada manusia,
A.braziliense dan A. Caninum menimbulkan kelainan kulit.

 Morfologi dan Siklus Hidup


Cacing dewasa tidak ditemukan pada manusia. A. braziliense dewasa yang jantan
panjangnya 4,7-6,3 mm, sedangkan yang betina panjangnya 6,1-8,4 mm. Mulutnya
mempunyai sepasang gigi besar dan sepasans gigi kecil. Cacing jantan mempunyai bursa
kopulatrik kecil dengan rays pendek. A. caninum jantan panjangnya 10 mm dan
betinanya 14 mm. Mulutnya mempunyai 3 pasang gigi besar. Cacing jantan mempunyai
bursa kopulatrik besar dengan rays panjang dan langsing. Secara tidak langsung dapat
terinfeksi larva filariform melalui penetrasi kulit dan selanjutnya larva mengembara di
kulit.

 Patologi dan Gejala Klinis


Pada manusia, larva tidak menjadi dewasa dan menyebabkan kelainan kulit yang
disebut creeping eruption, creeping disease atau cutaneous larva migrans. Creeping
eruption adalah suatu dermatitis dengan gambaran khas berupa kelaianan intrakutan
serpiginosa, yang antara lain disebabkan Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma
caninum. Pada tempat larva filariform menembus kulit terjadi papel keras, merah dan
gatal.Dalam beberapa hari terbentuk terowongan intrakutan sempit yang tampak sebagai
garis merah, sedikit menimbul, gatal sekali dan bertambah panjang menurut gerakan
larva didalam kulit.Sepanjang garis yang berkelok-kelok terdapat vesikel-vesikel kecil
dan dapat terjadi infeksi sekunder karena kulit di garuk.

 Epidemiologi
Kucing dan anjing merupakan hospes definitif A.braziliense dan A.Caninum.
Penularan bisa dicegah dengan menghindari kontak dengan tanah yang tercemar oleh
tinja anjing dan kucing.

B. Nematoda Jaringan Tubuh


1. Wuchereria Bancrofi

 Hospes dan Nama penyakit


W.bancrofti merupakan parasit manusia dan menyebabkan filariasis bankrofti
atau wukereriaisis bankrofti.Penyakit ini tergolong dalam filariasislimfatik, bersamaan
dengan penyakit yang disebabkan oleh Brugia malayi dan Brugia timori W.bancrofti
tidak terdapat secara alami pada hewan.

 Distribusi Geografik
Parasit ini di daerah subtropis dan tropis, meliputi Asia, Pasifik, Afrika, Amerika
Selatan, serta Kepulauan Karibia dan telah tersebar diseluruh Indonesia.

 Daur hidup dan morfologi


Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran dan kelenjar limfe.bentuknya
halus seperti benang dan berwarna putih susu. Yang betina berukuran 65 – 100 m X 0,25
mm dan yang jantan 40 mm x 0,1 mm. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang
bersarung dengan ukuran 250 – 300 mikron x 7 – 8 mikron. Mikrofilaria ini hidup di
dalam darah dan terdapat di aliran darah tepi pada waktu tertentu saja.

 Patologi dan gejala klinis


Gejala klinis filariasis limfatik dapat dibagi dalam dua kelompok.Yang
disebabkan cacing dewasa menimbulkan limfadenitis dan limfangitis retrograd dalam
stadium akut, disusul dengan obstruktif menahun 10 sampai 15 tahun kemudian.
Miklofilaria yang biasanya tidak menimbulkan kelainan, dalam keadaan tertentu
dapat menyebabkan occult filariasis.Perjalanan penyakit filariasis limfatik dapat dibagi
dalam beberapa stadium.

2. Loa-Loa

 Morfologi dan Daur Hidup


Cacing Loa loa memiliki tubuh yang sederhana termasuk kepala, badan, dan ekor.Pria
berkisar dari 20mm ke 34mm panjang dan 350μm untuk 430μm luas.Wanita berkisar dari
20mm ke 70mm panjang dan lebar tentang 425μm. Tiga spesies yang terlibat dalam
siklus hidup termasuk Loa loa parasit, vektor lalat, dan host manusia:
o Sebuah terbang vektor menggigit inang manusia terinfeksi dan microfilariase ingests.
o mikrofilaria pindah ke otot-otot toraks dari tuan rumah terbang.
o Mikrofilaria berkembang menjadi larva tahap pertama, tahap larva kemudian ketiga.
o Ketiga tahap larva (infeksi) perjalanan ke belalai terbang.
o Sebuah terbang vektor terinfeksi menggigit inang manusia terinfeksi dan larva tahap
ketiga menembus kulit dan memasuki jaringan subkutan manusia.
o Larva tumbuh menjadi orang dewasa, yang memproduksi mikrofilaria yang telah
ditemukan dalam cairan tulang belakang, urin, darah perifer, dan paru-paru.

 Patologi dan gejala klinis


Loa loa parasit menginfeksi host manusia dengan perjalanan melalui jaringan
subkutan seperti punggung, dada, pangkal paha, kulit kepala, dan mata. Parasit ini
menyebabkan radang di kulit mana pun mereka bepergian. Jika parasit berhenti di satu
tempat untuk waktu singkat, tuan rumah manusia akan mengalami peradangan lokal yang
dikenal sebagai Calabar bengkak. Ini sering terjadi pada sendi pergelangan tangan dan
pergelangan kaki tetapi menghilang begitu parasit mulai bergerak lagi.Parasit juga dapat
melakukan perjalanan melalui dan menginfeksi mata, menyebabkan pembengkakan
mata.Gejala umum termasuk gatal, nyeri sendi, dan kelelahan.

 Diagnosis dan pengobatan


Metode utama dari diagnosis termasuk adanya mikrofilaria di dalam darah,
keberadaan cacing di mata, dan adanya pembengkakan kulit. Operasi pengangkatan
worm dengan mudah dapat dilakukan . Pengobatan umum untuk penyakit ini adalah
penggunaan salah satu dari dua obat: diethylcarbamazine (DEC) atau Ivermectin.
BAB 3
PENUTUP

Manusia merupakan hospes dari beberapa Nematoda usus.Sebagian besar daripada


Nematoda ini merupakan masalah masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penularan
cacing Nematoda parasitusus dapat melalui tanah yang disebut Soil transmitted helminth
(Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus, Ancylostoma duodenale dan
Strongyloides stercoralis) dan yang yang tidak ditularkan melalui tanah (Enterobius
vermicularis dan Trichinella spiralis) (Retno Widyastuti, 2002). Faktor tingginya infeksi cacing
usus di Indonesia disebabkan oleh iklim tropik yang panas dan lembap, pendidikan rendah,
sanitasi lingkungan dan perseorangan buruk, sarana jamban keluarga kurang, pencemaran
lingkungan oleh tinja manusia dan kapadatan penduduk yang tinggi.
Penularan cacing Nematoda parasit usus yaitu:
 Telur infektif masuk melalui mulut : Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura
 Larva infektif menembus kulit sehat : Cacing tambang, S.stercoralis
 Telur infektif masuk melalui mulut, melalui udara atau secara langsung melalui tangan
penderita : E. vermicularis
 Larva infektif masuk mulut bersama daging yang dimakan : T.spiralis.
Kelainan patologik yang ditimbulkan oleh infeksi cacing parasit usus yaitu:
 Cacing dewasa dapat menimbulkan : gangguan pecernaan, perdarahan dan anemia, alergi,
obstruksi usus, iritasi usus dan perforasi usus.
 Larva cacing dapat menimbulkan : reaksi alergik, kelainan jaringan.
Diagnosis pasti infeksi nematode parasit usus dilakukan melalui:
 Pemeriksaan tinja : A.lumbricoides, cacing tambang, S.stercoralis dan T.trichiura.
 Pemeriksaan mukosa rektum : T.trichiura
 Anal swab : E.vermicularis
 Biopsi otot : T.spiralis
W. bancrofti merupakan spesies yang sangat terkenal di dunia, meski hanya sedikit sekali
mahasiswa kedokteran di dunia yang mempelajari secara intensif mata kuliah Parasitologi atau
Tropical Medicine. Sekitar 115 juta manusia terinfeksi parasit ini di daerah subtropis dan tropis,
meliputi Asia, Pasifik, Afrika, Amerika Selatan, serta Kepulauan Karibia. Spesies dengan
periodisitas subperiodik (kapan saja terdapat di darah tepi) ditemukan di Kepulauan Pasifik
dengan vektor Aedes sp., sementara sebagian besar lainnya memiliki periodisitas nokturnal
dengan vektor Culex fatigans dan Culex cuenquifasciatus di Indonesia.Vektor Culex juga
biasanya ditemukan di daerah-daerah urban, sedangkan vektor Aedes dapat ditemukan di
daerah-daerah rural.
Brugia malayi lazim ditemui di China, India, Korea, Jepang, Filipina, Malaysia, dan tentu
saja Indonesia.Sementara Brugia timori merupakan satwa khas Indonesia yang hanya bisa
ditemui di kepulauan Timor.Mirip dengan W.bancrofti, Brugia malayi memiliki juga memiliki
dua bentuk periodisitas.Bedanya, biasanya B.malayi dengan periodisitas nokturnal ditemukan di
daerah pertanian dengan vektor Anopheles atau Mansonia.Sedangkan spesies dengan
periodisitas subperiodik ditemuakn di hutan-hutan dengan vektor Mansonia dan Coquilettidia
(jarang).
Prinsip patologis penyakit filariasis bermula dari inflamasi saluran limfe akibat dilalui
cacing filaria dewasa (bukan mikrofilaria).Cacing dewasa yang tak tahu diri ini melalui saluran
limfe aferen atau sinus-sinus limfe sehingga menyebabkan dilatasi limfe pada tempat-tempat
yang dilaluinya.Dilatasi ini mengakibatkan banyaknya cairan plasma yang terisi dari pembuluh
darah yang menyebabkan penebalan pembuluh darah di sekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai