PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nematoda mempunyai jumlah spesies yang terbesar diantara cacing-cacing yang
hidup sebagai parasit.Nematoda terdiri dari beberapa spesies, yang banyak ditemukan
didaerah tropis dan tersebar diseluruh dunia. Seluruh spesies cacing ini berbentuk silindrik
(gilig), memanjang dan bilateral simetris.cacing-cacing ini berbeda-beda dalam habitat,siklus
hidup,dan hubungan hospes-habitat (host-parasite relationship). Cacing ini bersifat
uniseksual sehingga ada jenis jantan dan betina. Cacing yang menginfeksi manusia
diantaranya adalah N.americanus dan A.duodenale sedangkan yang menginfeksi hewan
(anjing/kucing) baik liar maupun domestik adalah A.ceylanicum meskipun cacing ini
dilaporkan dapat menjadi dewasa dalam usus halus manusia dan tidak pernah menyebabkan
creeping eruption, sedangkan A.caninum dan A.braziliense tidak dapat menjadi dewasa
dalam usus halus manusia dan menyebabkan creeping eruption pada manusia. Akibat utama
yang ditimbulkan bila menginfeksi manusia atau hewan adalah anemia mikrositik
hipokromik, karena Nematoda dapat menyebabkan pendarahan di usus.Perbedaan morfologi
antar spesies dapat dilihat dari bentuk rongga mulut, ada tidaknya gigi, dan bentuk bursa
kopulatriks cacing jantan.tambang tersebar luas di daerah tropis, pencegahan tergantung pada
sanitasi lingkungan, kebiasaan berdefikasi, dan memakai alas kaki. Strongyloides stercoralis
merupakan cacing Nematoda usus yang hidup parasit pada manusia, namun dalam siklus
hidupnya terdapat fase hidup bebas di tanah.Bentuk telurnya sulit dibedakan dengan telur
cacing tambang.
Manusia dapat terinfeksi melalui 3 cara: yaitu langsung, tak langsung, dan
autoinfeksi. Cara pencegahan dan penyebaran cacing ini sama seperti cacing tambang. Obat
yang efektif untuk strongyloidiasis adalah thiabendazol.Akibat utama yang ditimbulkan
adalah peradangan pada usus, disentri terus-menerus dan rasa sakit pada perut bagian kanan
atas.Diagnosis dengan menemukan larva dalam tinja atau dalam sputum penderita.Pada
cacing Nematoda usus ada beberapa spesies yang menginfeksi manusia maupun hewan.
Nematoda usus terbesar adalah A.lumbricoides yang bersama-sama dengan T.trichiura, serta
cacing tambang sering menginfeksi manusia karena telur cacing tersebut semuanya
mengalami pemasakan di tanah dan cara penularannya lewat tanah yang terkontaminasi
sehingga cacing tersebut termasuk dalam golongan soil-transmitted helminths.
A.lumbricoides, T.trichiura dan E.vermicularis mempunyai stadium infektif yaitu telur yang
mengandung larva.Siklus hidup A.lumbricoides lebih rumit karena melewati siklus paru-
paru, sedangkan T.trichiura dan E.vermicularis tidak.Gejala klinis penyakit cacing ini bila
infeksi ringan tidak jelas, biasanya hanya tidak enak pada perut kadang-kadang mual.Infeksi
askariasis yang berat dapat menyebabkan kurang gizi dan sering terjadi sumbatan pada
usus.Trikhuriasis berat biasanya dapat terjadi anemia, sedangkan pada enterobiasis gejala
yang khas adalah gatal-gatal di sekitar anus pada waktu malam hari saat cacing betina keluar
dari usus untuk meletakkan telunya di daerah perianal.Diagnosis askariasis dan trikhuriasis
dengan menemukan telur dalam tinja penderita, sedangkan untuk enterobiasis dapat
ditegakkan dengan anal swab karena telur E. vermicularis tidak dikeluarkan bersama tinja
penderita.
Infeksi cacing usus ini tersebar luas di seluruh dunia baik daerah tropis maupun sub
tropis. Anak-anak lebih sering terinfeksi dari pada orang dewasa karena kebiasaan main
tanah dan kurang/belum dapat menjaga kebersihan sendiri. Semua infeksi cacing usus dapat
dicegah dengan meningkatkan kebersihan lingkungan, pembuangan tinja atau sanitasi yang
baik, mengerti cara-cara hidup sehat, tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman dan
mencuci bersih sayuran/buah yang akan di makan mentah. Obat cacing, seperti piperasin,
mebendazole, tiabendazol, dan lain-lain dapat diberikan dengan hasil yang cukup
memuaskan.
Penyakit filarial cukup populer di negeri ini.Cacing filaria merambat di sekeliling
jaringan subkutan dan sekujur pembuluh limfe.Di antara spesies antropofilik yang paling
ganas ialah Wuchereria bancrofti, Brugia, malayi, Brugia timori, Onchocerca volvulus, dan
Loa loa. Dari nematoda itu, menurut Prof.Dr.Herdiman Pohan, Sp.PD, KPTI dari Guru besar
FKUI/RSCM, Brugia dan Wuchereria merupakan spesies terbanyak yang ditemukan di
Indonesia, sementara Onchocerca dan Loa loa tidak terdapat. Selain itu, Mansonella ozzardi,
Mansonella perstans, serta Mansonella streptocerca, tidak terlalu populer di Indonesia dan
penyakit yang ditimbulkan tidak terlalu parah.
Satu konsep mutakhir yang menjadi target pengobata ialah terdapatnya endosimbion
yang terjadi di dalam tubuh filaria. Para pakar Tropical Medicine menemukan terdapat
individu semacam rickettsia yang hidup intraseluler pada setiap stadium Wuchereria,
Mansonella, dan Onchocerca yang dinamakan Wolbachia.Konon, individu ini berhubungan
endosimbiosis sangat erat dengan filaria sehingga dapat dijadikan target kemoterapi
antifilarial.
W. bancrofti merupakan spesies yang sangat terkenal di dunia, meski hanya sedikit
sekali mahasiswa kedokteran di dunia yang mempelajari secara intensif mata kuliah
Parasitologi atau Tropical Medicine. Sekitar 115 juta manusia terinfeksi parasit ini di daerah
subtropis dan tropis, meliputi Asia, Pasifik, Afrika, Amerika Selatan, serta Kepulauan
Karibia. Spesies dengan periodisitas subperiodik (kapan saja terdapat di darah tepi)
ditemukan di Kepulauan Pasifik dengan vektor Aedes sp., sementara sebagian besar lainnya
memiliki periodisitas nokturnal dengan vektor Culex fatigans dan Culex cuenquifasciatus di
Indonesia.Vektor Culex juga biasanya ditemukan di daerah-daerah urban, sedangkan vektor
Aedes dapat ditemukan di daerah-daerah rural.
Brugia malayi lazim ditemui di China, India, Korea, Jepang, Filipina, Malaysia, dan
tentu saja Indonesia.Sementara Brugia timori merupakan satwa khas Indonesia yang hanya
bisa ditemui di kepulauan Timor.Mirip dengan W.bancrofti, Brugia malayi memiliki juga
memiliki dua bentuk periodisitas.Bedanya, biasanya B.malayi dengan periodisitas nokturnal
ditemukan di daerah pertanian dengan vektor Anopheles atau Mansonia.Sedangkan spesies
dengan periodisitas subperiodik ditemuakn di hutan-hutan dengan vektor Mansonia dan
Coquilettidia (jarang).
Prinsip patologis penyakit filariasis bermula dari inflamasi saluran limfe akibat dilalui
cacing filaria dewasa (bukan mikrofilaria).Cacing dewasa yang tak tahu diri ini melalui
saluran limfe aferen atau sinus-sinus limfe sehingga menyebabkan dilatasi limfe pada
tempat-tempat yang dilaluinya.Dilatasi ini mengakibatkan banyaknya cairan plasma yang
terisi dari pembuluh darah yang menyebabkan penebalan pembuluh darah di sekitarnya.
Akibat kerusakan pembuluh, akan terjadi infiltrasi sel-sel plasma, esosinofil, serta
makrofag di dalam dan sekitar pembuluh darah yang terinfeksi. Nah, infiltrasi inilah yang
menyebabkan terjadi proliferasi jaringan ikat dan menyebabkan pembuluh limfe di
sekelilingnya menjadi berkelok-kelok serta menyebabkan rusaknya katup-katup di sepanjang
pembuluh limfe tersebut.Akibatnya, limfedema dan perubahan statis-kronis dengan edema
pada kulit di atas pembuluh tersebut menjadi tak terhindarkan lagi.
Jadi, jelaslah bahwa biang keladi edema pada filariasis ialah cacing dewasa yang
merusak pembuluh limfe serta mekanisme inflamasi dari tubuh penderita yang
mengakibatkan proliferasi jaringan ikat di sekitar pembuluh.Respon inflamasi ini juga diduga
sebagai penyebab granuloma dan proliferatif yang mengakibatkan obstruksi limfe secara
total. Ketika cacing masih hidup, pembuluh limfe akan tetap paten, namun ketika cacing
sudah mati akan terjadi reaksi yang memicu timbulnya granuloma dan fibrosis sekitar limfe.
Kemudian akan terjadi obstruksi limfe total karena karakteristik pembuluh limfe bukanlah
membentuk kolateral (seperti pembuluh darah), namun akan terjadi malfungsi drainase limfe
di daerah tersebut.
B. Tujuan
Tujuan makalah ini disusun adalah antara lain :
o Untuk mengetahui klasifikasi Nematoda Usus dan Jaringan
o Untuk mengetahui morfologi Nematoda Usus dan Jaringan
o Untuk mengetahui siklus hidup Nematoda Usus dan Jaringan
o Untuk mengetahui apa saja patologi dan gejala klinis penyakit yang disebabkan oleh
Nematoda Usus dan Jaringan
o Untuk mengetahui epidemiologi penyakit yang disebabkan oleh Nematoda Usus dan
Jaringan
BAB II
PEMBAHASAN
Terdapat dua jenis nematoda yang terdapat pada jaringan tubuh manusia, terdiri dari :
A. Nematoda Usus (Nematoda Intestinum)
1. Ascaris lumbricoides
Siklus hidup
Usus manusia Cacing Telur Cacing Keluar bersama feses
Tersebar Menempel pada makanan Termakan Menetas Larva
Menembus Usus Aliran Darah Jantung Paru-Paru Kerongkongan
Tertelan Usus Manusia Cacing Dewasa.
Telur Ascaris yang berisi embrio diagnosis askariasis dilakukan dengan
menemukan telur pada tinja pasien atau ditemukan cacing dewasa pada anus, hidung,
atau mulut.
Epidemiologi
Di Indonesia, prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak-anak. Frekuensinya
antara 60-90%.Penyakit ini dapat dicegah dengan menjaga kebersihan diri dan
lingkungan yang baik.Pemakaian jamban keluarga dapat memutus rantai siklus hidup
Ascaris lumbricoides ini.
Telur Ascaris lumbricoides berkembang sangat baik pada tanah liat yang memiliki
kelembapan tinggi dan pada suhu 25° - 30° C. Pada kondisi ini, telur tumbuh menjadi
bentuk infektif (mengandung larva) dalam waktu 2-3 minggu.
2. Enterobius vermicucularis
Morfologi
Cacing dewasa berkuran kecil, berwarna putih.Ynag betina jauh lebih besar dari
cacing jantan. Ukuran cacing betina sampai 13 mm, sedangkan yang jantan sampai
sepanjang 5 mm. Di daerah anterior di sekitar leher, kutikulum cacing melebar yang
disebut sayap leher. Esofagus cacing ini juga khas bentuknya oleh karena memiliki
bentuk bulbus esofagus ganda, terdapat 3 buah bibir dan ekor yang melengkung pada
jantan, sedangan betinanya meruncing.Seekor cacing betina memproduksi telur sebanyak
11000 butir setiap harinyaselama 2 sampai 3 minggu; sesudah itu cacing betina
mati.Telur bentuk asimetrik ini tidak berwarna, mempunyai dinding yang tembus sinar,
dan berisi larva yang hidup.
Siklus Hidup
Telur tertelan melalui jalan napas menetas di duodenum larva
rabditiform Cacing dewasa di jejunum bagian atas ileum.
Patologi
Cacing dewasa jarang menimbulkan kerusakan jaringan yang berarti.Akibatnya
migrasinya ke daerah perianal dan perianeal menimbulkan gatal-gatal yang bila digaruk
dapat menimbulkan infeksi sekunder.Gatal-gatal ini juga dapat menyebabkan gangguan
tidur penderita.Kadang-kadang cacingbetina mengadakan migrasi ke daerah vagina dan
tuba falopii sehingga menyebabkan radang ringan di daerah tersebut. Meskipuncacing
seringkalai dijumpai dalam apendiks, akan tetapi jarang menimbulkan apendissitis. Bila
tidak ada reinfeksi, enterobiasis dapat sembuh dengan sendirinya oleh karena 2-3 minggu
sesudah bertelur, cacing betina akan mati.
Epidemiologi
Cacing kremi tersebar luas di seluruh dunia baik di daerah tropik maupun
subtropik.Di daerah yang bersuhu rendah enterobiasis lebih banyak dijumpai oleh karena
di daerah dingin orang jarang mandi dan tidak sering mengganti pakaian dalam
(Soedarto, 1991).
Morfologi
Cacing betina N.americanus tiap hari mengeluarkan telur kira-kira sekitar 9000
butir, sedangkan A.deudenale kira-kira 10.000 butir. Cacing betina berukuran panjang
kurang lebih 1 cm, cacing jantan 0,8 cm. Bentuk badan N.americanus biasanya
menyerupai huruf S, sedangkan A.duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut kedua
jenis cacing ini besar. N.americanus mempunyai benda kitin, sedangkan pada
A.duodenale ada dua pasang gigi.Cacing jantan mempunyai bursa kopulatrik.
Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 1-1,5 hari,
kelurlah larva rabditiform. Dalam waktu kira-kira 3 hari larva rabditiform tumbuh
menjadi larva filoariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup dalam 7-8 minggu
di tanah.Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60x40 mikron, berbentuk bujur
dan mempunyai dinding tipis.Di dalamnya terdapat beberapa sel. Larva rabditiform
panjangnya kira-kira 250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya kira-kira 600
mikron.
Siklus Hidup
Telur Larva rabditiform Larva filariform menembus kulit kapiler
darah jantung kanan paru bronkus trakea laring usus halus.
Patologi
Gejala nekatoriasis dan ankilostomiasis.
a. Stadium Larva
Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit
yang disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan.
b. Stadium dewasa
Gejala tergantung pada :
a). Spesies dan jumlah cacing
b). keadaan gizi menderita (Fe dan protein)
Tiap cacing N.americanus menyebabkan banyak kehilangan darah 0,005-
0,1 cc sehari, sedangkan A.duodenale 0,08-0,34 cc. Biasanya terjadi Adenmia
hipokrom mikrosita. Di samping itu juga terdapat eosinofilia.Bukti adanya toksin
yang menyebabkan anemia belum ada.Biasanya tidak menyebabkan kematian tetapi
daya tahan berkurang dan prestasi kerja turun.
Epidemiologi
Insiden tinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia terutama di pedesaan
khususnya di perkebunan.Seringkali golongan pekerja perkebunan yang langsung
behubungan dengan tanah mendapat infeksi lebih dari 70%.Kebiasaan defeksi dan
pemakaian tinja sebagai pupuk kebun penting dalam penyebaran infeksi. Tanah yang baik
untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu optimal untuk
N.americanus 28°-32° C, sedangkan untuk A.duodenale 23°-25° C. Untuk menghindari
infeksi salah satu antara lain, dengan memakai alas kaki (sepatu, sandal).
Morfologi
Cacing betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4 cm.
Bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh
tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina bentuknys membulat
tumpul dan pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu spikulum.
Telur berukuran 50 – 54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan
semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub.Kulit telur bagian luar berwarna
kuning-kekuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur berisi sel telur (dalam tinja segar).
Siklus Hidup
Cacing dewasa hidup di usus besar manusia telur keluar bersama tinja penderita
di tanah telur menjadi infektif infeksi terjadi melalui mulut dengan masuknya
telur infektif bersama makanan yang tercemar atau tangan yang kotor.
Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina
melatakkan telur kira-kira 30-90 hari.
Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut menjadi
matang, yaitu telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif, dalam waktu 3
samapai 6 minggu dalam lingkungan yang lembab dan tempat yang teduh. Cara infektif
secara langsung bila kebetulan hospes menelan telur matang.Larva keluar melalui
dinding telur dan masuk ke dalam usus halus.Sesudah dewasa cacing turun ke usus
bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum.Jadi cacing ini tidak
mempunyai siklus paru.
Epidemiologi
Yang penting untuk penyebaran, penyakit adalah kontaminasi tanah dengan
tinja.Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab dan tduh dengan suhu optimum kira-kira
30°C.Di berbagai negeri pemakaian tinja sebagai pupuk kebun merupakan sumber
infeksi.Frkuensi di Indonesia tinggi.Di beberapa daerah pedesaan di Indonesia
frekuensinya berkisar antara 30 – 90 %.
Di daerah yang sangat endemik infeksi dapat dicegah pengobatan penderita
trikuriasis, pembuatan jamban yang baik dan pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan
perorangan, terutama anak.Mencuci tangan sebelum makan, mencicu dengan baik
sayuran yang dimakan mentah adalah penting apalagi di negeri-negeri yang memakai
tinja sebagai pupuk.
5. Strongyloides stercoralis
Morfologi
Cacing dewasa betina hidup sebagai parasit di vilus duodenum dan
yeyunum.Cacing betina berbentuk filiform, halus, tidak berwarna dan panjangnya kira-
kira 2mm. Cara berkembang biaknya adalah secara parthenogenesis.Telur bentuk
parasitic diletakkan di mukosa usus, kemudian menetas menjadi larva rabditiform yang
masuk ke rongga usus serta dikeluarkan bersama tinja.
Siklus Hidup:
Parasit ini mempunyai tiga siklus hidup:
a. Autoinfeksi
Telur menetas menjadi larva rabditiform di dalam mukosa usus di dalam
usus larva rabditiform tumbuh menjadi larva filariform larva filariform
menembus mukosa usus, tumbuh menjadi cacing dewasa.
b. Siklus Langsung
Sesudah 2 – 3 hari di tanah, larva rabditiform, berubah menjadi larva filaform
dengan bentuk langsing.Bila larva ini menembus kulit manusia, larva tumbuh,masuk
ke dalam peredaran darah veha kemudian melalui jantung sampai ke paru-paru. Dari
paru, parasit yang mulai dewasa,menembus alveolus, masuk ke trakea dan
laring.Sesudah sampai di laring,tarjadi refleks batuk, sehingga parasit tertelan,
kemudian sampai di usus halus dan menjadi dewasa.
c. Siklus Tidak Langsung
Pada siklus ini, larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan
betina.Cacing betina berukuran 1mm x 0,06mm, dan yang jantan berukuran 0,75 mm
x 0.04 mm. Cacing betina mengalami pembuahan dan menghasilkan larva rabditiform
yang kemudian menjadi larva filaform. Larva ini masuk ke dalam hospes baru.Siklus
tidak langsung ini terjadi apabila lingkungan sekitarnya optimum yaitu sesuai dengan
keadaan yang dibutuhkan untuk kehidupan bebas parasit ini, misalnya di negeri-
negeri tropik beriklim rendah.
Patologi dan gejala Klinis
Bila larva filaform ini menembus kulit, timbul kelainan kulit yang dinamakan
creeping eruption yang disertai denagn rasa gatal yang hebat.
Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus muda.Infeksi ringan
pada umumnya tidak menimbulkan gejala.Sedangkan pada infeksi sedang, dapat
menyebabkan rasa sakit, di daerah epigastrium tengah dan tidak menjalar. Mungkin ada
mual dan muntah,diare dan konstipasi yang saling bergantian.Pada cacing dewasa yang
hidup sebagai parasit, dapat ditemukan di seluruh traktus digestivus dan larvanya dapat
ditemukan di bebagai alat dalam.
Epidemiologi
Daerah yang panas, kelembapan tinggi dan sanitasi yang kurang, sanagt
menguntungkan cacing Strongyloides.Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva yaitu,
tanah gembur, berpasir dan humus.Frekuensi di Jakarta pada tahun 1956, sekitar 10-15%,
sekarang jarang ditemukan.Pencegahan yang disebabkan cacing ini, tergantung pada
sanitasi pembuangan tinja dan melindungi kulit dari tanah yang terkontanimasi, misalnya
dengan memakai alas kaki.
Siklus Hidup
Siklus hidup alami yang terjadi antara babi dan tikus babi mengandung kista yang
infektif manusia terinfeksi oleh karena makan daging babi atau mamalia lain yang
mengandung kista cacing dewasa hidup di dalam dinding usus larva membentuk
kista di dalam otot bergaris.
Epideologi
Cacing ini tersebar di seluruh dunia (kosmopolit), kecuali di kepulauan Pasifik
dan Australia.Frekuensi trikinosis pada manusia ditentukan oleh temuan larva dalam kista
di mayat atau melalui tes intrakutan.Frekuensi ini banyak ditemukan di negara yang
penduduknya gemar makan daging babi.Di daerah tropis dan subtropis frekuensi
trikinosis sedikit.
Infeksi pada manusia tergantung pada hilang atau tidak hilangnya penyakit ini
dari babi.Larva dapat dimatikan pada suhu 60-70 derajat celcius, larva tidak mati pada
daging yang diasap dan diasin.
Morfologi
Toxocara canis jantan mempunyai ukuran panjang bervariasi antara 3.6 – 8.5 cm.
Sedangkan yang betina antara 5.7 – 10 cm. Toxocara cati jantan antara 2.5 – 7.8 cm, yang
betina antara 2.5 – 14 cm. bentuknya menyerupai Ascaris lumbricoides muda. Pada
Toxocara canis terdapat sayap servikal yang berbentuk seperti lanset, sedangkan pada
Toxocara cati bentuk sayap lebih lebar, sehingga kepalanya menyerupai kepala ular
kobra. Bentuk kedua ekor spesies hamper sama, yang jantan ekornya lurus dan
meruncing (digitiform), yang betina bulat meruncing.
Siklus Hidup
Telur ditelan manusia menetas larva mengembara.
Patologi dan Gejala Klinis
Pada manusia larva cacing tidak menjadi dewasa dan mengembara di alat-alat
dalam ususnya di hati.penyakit yang disebabkan larva yang mengembara disebut visceral
larva migrans dengan gejala eosinofilia, demam dan hepatomegali. Penyakit tersebut
dapat juga disebabkan oleh larva Nematoda lain.
Epidemiologi
Prevalensi Toxokariasis pada anjing dan kucing pernah dilaporkan di Jakarta
masing-masing mencapai 38.3 % dan 26.0 %. Pencegahan dapat dihindarkan dengan cara
melarang anak untuk tidak bermain dengan anjing maupun kucing dan tidak dibiasakan
bermain di tanah.
Epidemiologi
Kucing dan anjing merupakan hospes definitif A.braziliense dan A.Caninum.
Penularan bisa dicegah dengan menghindari kontak dengan tanah yang tercemar oleh
tinja anjing dan kucing.
Distribusi Geografik
Parasit ini di daerah subtropis dan tropis, meliputi Asia, Pasifik, Afrika, Amerika
Selatan, serta Kepulauan Karibia dan telah tersebar diseluruh Indonesia.
2. Loa-Loa