Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bioteknologi mengacu pada penerapan sistem biologi, organisme

hidup atau turunannya dalam membuat atau memodifikasi produk atau proses

untuk penggunaan khusus. Bioteknologi digunakan di berbagai bidang

termasuk pertanian, ilmu makanan dan Pharmaceutical. Perusahaan farmasi

menggunakan bioteknologi untuk obat manufaktur, pharmacogenomics,

terapi gen dan pengujian genetik. Bioteknologi perusahaan membuat produk

bioteknologi (lebih spesifik kata produk farmasi biotek) dengan

memanipulasi dan memodifikasi organisme, biasanya pada tingkat molekul.

Bioteknologi farmasi perusahaan menggunakan teknologi DNA rekombinan,

yang memerlukan manipulasi genetik sel atau antibodi monoklonal untuk

membuat produk bioteknologi mereka. Produk-produk farmasi biotek yang

dibuat oleh perusahaan-perusahaan biotek yang banyak digunakan dalam

pencegahan, diagnosis atau pengobatan berbagai jenis penyakit tentunya agar

kita selalu menerapkan healthy lifestyle kita agar menjadi lebih baik lagi.

Sementara, Produk bioteknologi farmasi lain yang dibuat oleh

perusahaan farmasi biotek mencakup, Antibodi, Protein dan DNA

rekombinan Produk.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara pembuatan, pemberian, serta efek samping vaksin ?

2. Apa pengertian protein terapeutik ?

3. Apa pengertian terapi gen ?

1.3 Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui cara pembuatan, pemberian, serta efek samping vaksin.

2. Untuk mengetahui pengertian protein terapeutik.

3. Untuk mengetahui pengertian terapi gen.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pembuatan Vaksin

Apa yang terlintas ketika mendengar kata vaksin? Sakit, obat, dan

penyakit. Vaksin diberikan untuk melindungi atau mencegah tubuh terserang

penyakit yang berasal dari mikroorganisme (virus, bakteri) yang dilemahkan

atau toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut. Pemberian vaksin

memungkinkan tubuh membangun kekebalan dengan membentuk antibodi.

Pembuatan vaksin dibagi menjadi dua yakni pembuatan vaksin secara

tradisional atau konvensional dan pembuatan vaksin secara modern dengan

teknik rekayasa genetika.

Vaksin di berikan ke dalam tubuh dengan cara yang bervariasi.

Pemberian vaksin dapat dilakukan dengan cara disuntikkan ke dalam otot

(intramuskular), disuntikkan di bawah lapisan kulit (subkutan), atau

disuntikkan ke dalam lapisan kulit terluar hingga menggembungkan kulit

(intakutan), dan ada pula vaksin yang diberikan dengan cara diteteskan

melalui mulut (oral). Nah, pernah kita lihat saat di Posyandu. Balita di

berikan vaksin dengan cara oral. Nah, jenis vaksin di bagi menjadi dua yakni

vaksin hidup dan vaksin mati.

Pada pembuatan vaksin secara konvensional dapat menimbulkan efek

samping yang merugikan, misalnya:

a) Mikroorganisme yang digunakan untuk membuat vaksin mungkin masih

melanjutkan proses reproduksi.


b) Mikroorganisme yang digunakan untuk membuat vaksin mungkin masih

dapat menyebabkan penyakit.

c) Ada orang yang alergi terhadap sisa sel dari produksi vaksin meskipun

sudah dilakukan proses pemurnian.

d) Orang yang bekerja dalam pembuatan vaksin mungkin bersentuhan

dengan organisme berbahaya yang digunakan sebagai bahan pemuat

vaksin meskipun sudah di cegah dengan menggunakan alat pengaman.

Pada pembuatan vaksin secara modern, menggunakan prinsip rekayasa

genetika untuk mengurangi berbagai risiko yang tidak diinginkan. Prinsip

rekayasa genetika dalam pembuatan vaksin adalah sebagai berikut :

a) Mengisolasi (memisahkan) gen-gen dari organism penyebab penyakit

yang berperan menghasilkan antigen yang merangsang limfosit untuk

menghasilkan bodi.

b) Menyisipkan gen-gen yang telah diisolasi tersebut ke tubuh organism

yang kurang patogen.

c) Mengulturkan organism hasil rekayasa sehingga menghasilkan

antigen dalam jumlah banyak.

d) Mengekstrasi antigen yang kemudian digunakan sebagai vaksin.

2.2 Protein Terapeutik

A. Definisi Protein

Protein berasal dari kata protos (bahasa Yunani) yang berarti

"yang paling utama". Protein adalah senyawa organik kompleks

berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-

monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain


dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon,

hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadangkala sulfur serta fosfor.

Protein terdapat pada semua sel hidup, kira-kira 50% dari berat

keringnya dan berfungsi sebagai pembangun struktur, biokatalis,

hormon, sumber energi, penyangga racun, pengatur pH, dan sebagai

pembawa sifat turunan dari generasi ke generasi. Protein berperan

penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.

Protein adalah suatu senyawa organik yang mempunyai berat

molekul besar antara ribuan hingga jutaan satuan(g/mol). Protein

tersusun dari atom-atom C, H, O dan N ditambah beberapa unsur

lainnya seperti P dan S. Atom-atom itu membentuk unit-unit asam

amino. Urutan asam amino dalam protein maupun hubungan antara

asam amino satu dengan yang lain, menentukan sifat biologis suatu

protein. (Girinda, 1990).

B. Proses Pembentukan Protein

Proses sintesis protein terdiri atas dua tahap, yaitu:

1) Transkripsi

Transkripsi adalah proses pemindahan informasi

genetika dari ruas DNA ke dalam molekul RNA. Transkripsi

dilakukan dengan cara pembentukan RNAd oleh DNA. Utas

DNA digunakan sebagai cetakan atau pola sintesis. Proses

tersebut terjadi di dalam nukleus dan dibantu oleh katalisator

berupa enzim polimerase RNA yang berperan sebagai enzim

transkriptase. Enzim polimerase RNA berfungsi untuk


membuka pilinan heliks ganda DNA pada titik awal transkripsi

dan memulihkan kembali pilinan heliks ganda. Nukleotida

RNA di dalam ikatan nukleoplasma melengkapi basa-basa

pada salah satu dari dua rantai DNA. Molekul-molekul gula

RNA berikatan dengan kelompok fosfat RNA membentuk

rantai tunggal RNAd. Kode basa RNAd disalin di atas rantai

DNA. Setiap kombinasi tiga basa pada bergerak dalam

sitoplasma.Transkripsi terdiri dari tiga tahap ,yaitu:

a) Inisiasi (Permulaan)

Inisiasi dimulai dari promoter. Promoter yaitu

daerah DNA tempat melekatnya RNA polimerase. Suatu

promoter mencakup titik awal (start point ) transkripsi

yaitu adanya nukleotida yang menunjukkan dimulainya

sintesis protein (kodon start). Promoter berfungsi untuk

menentukan tempat dimulainya transkripsi dan

menentukan satu rantai DNA yang akan digunakan

sebagai cetakan.

Gambar untuk tahap inisiasi pada transkripsi :


b) Elongasi (Pemanjangan)

Saat RNA bergerak disepanjang DNA, pilinan

ganda DNA terbuka secara berurutan. Enzim RNA

polimerase menambahkan nukleotida dari molekul RNA

yang sedang tumbuh disepanjang rantai DNA. Setelah

sintesis RNA selesai, rantai DNA terbentuk kembali dan

molekul RNA baru terlepas dari cetakannya.

Gambar untuk tahap elongasi pada transkripsi :

c) Terminasi (Pengakhiran)

Proses transkripsi akan berhenti setelah sampai

pada terminator. Terminator adalah urutan DNA yang

berfungsi menghentikan transkripsi (kodon terminasi).


Gambar untuk tahap terminasi pada transkripsi :

C. Protein Terapeutik

Protein terapeutik merupakan molekul protein yang memiliki

aktivitas sebagai obat sehingga dapat digunakan untuk keperluan

klinis. Produksi protein terapeutik saat ini sangat berkembang karena

adanya kemajuan teknologi di berbagai bidang. Perkembangan di

bidang informatika memfasilitasi desain protein terapeutik secara in

silico. Berbagai perkembangan di bidang DNA rekombinan juga

memfasilitasi produksi protein terapeutik dengan skala besar dengan

aktivitas biologis yang meningkat. Aplikasi protein terapetik juga

semakin meningkat karena berbagai keunggulannya dibandingkan

senyawa obat sintesis konvensional.

D. Teknologi Produksi Protein Rekombinan

Protein rekombinan merupakan protein yang diperoleh dari

hasil teknologi DNA rekombinan. Kemajuan teknologi DNA

rekombinan telah mendorong berkembangnya berbagai metode

produksi protein rekombinan menggunakan inang yang aman dan

relatif mudah dikultur sehingga protein dapat diproduksi pada skala

industri. Sebagian besar enzim yang digunakan untuk proses industri


merupakan hasil rekayasa, baik rekayasa pada tingkat genetik maupun

protein. Melalui teknologi DNA rekombinan dapat dilakukan

pemindahan gen pengode enzim/protein dari satu organisme ke

organisme lain. Sehingga bila enzim/protein tersebut diidentifikasi

sebagai kandidat enzim untuk digunakan dalam industri, gen pengode

enzim/protein tersebut dapat dikloning dalam suatu mikroorganisme

inang yang cocok, dan diproduksi dalam skala industri. Dengan cara

ini produksi enzim industri dengan kualitas dan kemurnian yang

tinggi dapat dilakukan.

Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan

produksi protein rekombinan adalah :

1. Pengetahuan mengenai pemilihan sistem ekspresi untuk

memperoleh protein terapeutik dengan sifat dan aktivitas sesuai

harapan.

2. Penyesuaian dengan regulasi dari badan berwenang untuk tujuan

komersialisasi.

3. penguasaan berbagai metode untuk karakterisasi dan purifikasi

protein serta pengetahuan mengenai status permasalahan terkini

dari protein terapeutik dan pemecahannya untuk melakukan

pengembangan melalui modifikasi protein.

Protein yang digunakan untuk bidang farmasi dan kedokteran

(protein terapeutik dan vaksin) juga telah diproduksi secara

rekombinan. Biopharmaceutical diistilahkan untuk obat-obatan yang

merupakan protein rekombinan, vaksin rekombinan dan antibodi


monoklonal. Protein yang digunakan untuk kepentingan pengobatan

dan terapi ini disyaratkan mempunyai kemurnian yang tinggi.

Teknologi DNA rekombinan juga telah menyediakan berbagai strategi

untuk meningkatkan produksi dan mempermudah pemurnian protein.

Salah satu contoh penggunaan teknologi produksi enzim rekombinan

adalah produksi enzim detergen Lipolase oleh Novo Nordisk A/S,

yang mempercepat pembuangan lemak yang tertinggal pada kain.

Enzim ini pertama kali diidentifikasi pada jamur Humicola languinosa

dengan jumlah yang tidak cukup untuk produksi komersial. Fragmen

DNA dari gen pengode enzim ini dikloning dalam jamur Aspergillus

oryzae sehingga dapat diproduksi secara komersial. Enzim ini terbukti

efisien pada berbagai kondisi pencucian pakaian. Enzim ini juga stabil

pada beberapa variasi suhu dan pH, serta resisten terhadap proteolisis.

E. Sistem Prokariot Dan Eukariot Dalam Memproduksi Protein

Terapeutik

Sistem prokariot (bakteri) dan eukariot (yeast, mamalia sel,

serangga dan tanaman) telah digunakan sebagai inang (host) dalam

memproduksi protein terapeutik dan vaksin rekombinan manusia.

Protein dengan ukuran lebih dari 100 kDa umumnya diekspresikan

dalam sel eukariot, sementara protein yang berukuran kurang dari 30

kDa diproduksi di prokariot.Kelompok yeast juga telah digunakan

sebagai organisme model dalam mempelajari biogenesis dan

degradasi peroksisom.
Sistem ekspresi prokariota biasanya digunakan untuk

memproduksi protein heterolog (rekombinan) dari cDNA eukariota

yang dikloning. Akan tetapi pada beberapa penelitian, protein yang

disintesis oleh bakteri tersebut tidak stabil atau tidak punya aktivitas

biologi. Selain itu, meskipun kita menggunakan prosedur pemurnian

protein yang sangat hati-hati, senyawa yang bersifat toksin pada

bakteri dan senyawa yang menyebabkan kenaikan temperatur tubuh

manusia dan binatang (pyrogen) mungkin dapat mengontaminasi

produk (Glick dan Pasternak, 2003). Untuk mengatasi masalah ini

beberapa peneliti telah mengembangkan sistem ekspresi protein

eukariota, yaitu ragi, serangga atau sel mamalia untuk memproduksi

protein-protein terapetik yang tidak terkontaminasi, sehingga dapat

digunakan oleh manusia atau binatang dengan jumlah yang banyak

dan stabil; aktif secara biologi untuk studi biokimia, biofisik, dan

struktur; dan protein yang digunakan untuk proses industri.

Selanjutnya, protein manusia yang ditujukan untuk penggunaan medis

harus identik sifatnya dengan protein aktif.

F. Sistem Terapi Protein Terapeutik

Salah satu jenis proteinterapeutik yang populer dan

telahdigunakan secara luas adalahinterferon (IFN). salah satu jenis

protein IFN yaitu Interferon alfa-2a manusia (hIFNα2a). IFN

merupakan suatu protein yang dihasilkan dalam tubuh ketika sel

terpapar oleh virus, bakteri atau antigen asing. hIFNα2a memiliki tiga

aktivitas berbeda, yaitu:


1. Antiproliferasi (menghambat pembelahan sel)

Aktivitas antiproliferasi hIFNα2a digunakan untuk

menghambat pertumbuhan sel kanker diantaranya : hairy

cellleukemia, non-hodgkin limphoma,renal cell carcinoma,

chronicmyelogenous leukemia dan T-celllymphoma.

Antiproliferasi hIFNα2a terhadap selkanker terjadi melalui

aktivitaslangsung dan tidak langsung.Aktivitas tidak langsung

terjadimelalui aktivasi sistem imun danaktivitas langsung terjadi

melaluipenghambatan pertumbuhan selmelalui produksi protein-

protein yangberintervensi ke dalam jalurpembelahan sel (contoh :

protein p21dan p27). Aktivitas langsung dapatjuga terjadi melalui

induksi kematiansel terprogram (apoptosis).

2. Antivirus (menghambat perbanyakan virus)

Aktivitas antivirus rhIFNα2a yang paling sering digunakan adalah

sebagai obat infeksi hepatitis B dan C. hIFNα2a digunakan dalam

terapi tunggal atau kombinasi dengan obat antivirus lain seperti


ribavirin, adevofir dan lamivudin. Efekantivirus juga terjadi

secara langsungmaupun tidak langsung. Aktivitaslangsung terjadi

melalui produksiprotein-protein antivirus yaitu MxAdan GBP

(inhibitor terhadap prosestransport dan sintesis materi

genetikvirus), 2’-5’ OAS (pendegradasimateri genetik virus), dan

PKR(inhibitor produksi protein virus).Aktivitas tidak langsung

terjadimelalui produksi protein-protein yangterlibat dalam

pengenalan sel imunterhadap benda asing, aktivasi sellimfosit T,

pergerakan limfosit danfungsi efektor dalam sel imun

3. Immunomodulasi (menaikkan sistem kekebalan tubuh).

Aktivitas immunomodulasi hIFNα2a mendukung aktivitas

antiproliferasi dan antivirus melalui stimulasi respon imun.

hIFNα2a meningkatkan respon imun bawaan dan mengubahnya

menjadi respon imun dapatan yang dimediasi sel limfosit T CD8.

Aktivitas immunomodulasi hIFNα2a juga menjaga keseimbangan

populasi sel limfosit Th1 CD4 sehingga menciptakan pertahanan

tubuh yang efektif.

2.3 TERAPI GEN

Terapi gen merupakan salah satu aplikasi bioteknologi modern yang

berperan sebagai metode pencegahan, penyembuhan, atau penanggulangan

suatu penyakit yang berbasis pada gen. Metode terapi gen berbeda dengan

terapi konvensional. Pada terapi konvensional, yang menjadi fokus

pengobatan adalah protein. Sedangkan pada terapi gen, fokusnya bukan lagi

pada protein, tetapi menarget kepada gen nya. Dalam terapi gen diusahakan
gen yang menyebabkan penyakit direkayasa agar kembali normal dengan cara

memodifikasi, menambahkan, atau melengkapi gen tersebut sesuai dengan

kebutuhan. Pada pasien yang memiliki kelainan berupa mutasi pada gennya,

maka diperlukan modifikiasi gen. Jika pasien tidak memiliki bagian gen

tertentu, maka dilakukan pelengkapan gen. Sedangkan penambahan gen

terkadang dilakukan agar menimbulkan efek tertentu. Metode penambahan,

modifikasi, peyisipan, maupun pengurangan gen disebut metode gen transfer.

Metode gen transfer ini sangat berguna dalam aplikasi terapi gen, karena

dapat mentreatment atau menyembuhkan penyakit dengan memasukkan

materi genetiktertentu.

Ada dua jenis cara dalam praktek terapi gen. Terapi gen dapat

dilakukan secara ex-vivo (luar tubuh) maupun in-vivo(dalam tubuh).

1. Ex-vivo. Pada terapi gen ex-vivo, rekayasa/transfeksi genetika dilakukan

di luar tubuh. Mula-mula sel didalam tubuh manusia (yang bermasalah) di

ekstrak dulu keluar, setelah itu diinjeksikan kembali ke dalam tubuh.

Metode ini merupakan metode tak langsung, karena prosesnya dilakukan

di luar tubuh (ex-vivo).


2. In-vivo. Pada terapi gen in-vivo, rekayasa/transfeksi genetika dilakukan di

dalam tubuh. Terapi gen in-vivo biasanya dilakukan dengan memasukkan

gen tertentu yang melibatkan virus sebagai media transfer ke dalam tubuh

pasien. Metode ini merupakan metode langsung, karena prosesnya

dilakukan di dalam tubuh (in-vivo).

Kemungkinan keberhasilan metode terapi gen in-vivo lebih kecil,

karena gen yang kembali dimasukkan dapat dianggap sebagai benda asing

oleh tubuh.

Percobaan terapi gen yang pertama kali dilakukan pada pasien

balita penderita SCID (Severe Combined Immnue Defficiency). Penyakit

ini disebabkan karena sel darah putih tidak dapat menghasilkan ADA

(Adenosine Deaminase).

Metode penyembuhan penyakit SCID dilakukan dengan terapi gen

ex-vivo atau diluar tubuh. Mula-mula, bagian T-cell dari sel darah putih

pasien diekstrak keluar tubuh, kemudian diisolasi. Sementara itu disiapkan

gen ADA normal yang disisipkan pada plasmid bakteri. Selain itu juga

diperlukan media transfer berupa retrovirus yang telah dilemahkan

sehingga tidak berbahaya. Virus tersebut berfungsi sebagai media transfer


gen ADA agar dapat dimasukkan kedalam tubuh. Setelah tiga komponen

tersebut lengkap (T-cell pasien, retrovirus, dan gen ADA dalam plasmid

bakteri), ketiganya digabungkan sehingga terbentuklah sel darah putih

yang menghasilkan gen pengkode ADA. Sel tersebut kemudian dikultur

dalam laboratorium, setelah itu diinjeksikan kembali ke tubuh pasien.

Suksesnya penemuan metode terapi gen adalah berkat dari adanya

central dogma dalam biologi molekuler. Dulu orang menganggap protein

sebagai molekul pembawa sifat, kemudian pada tahun 1940 baru orang

menganggap bahwa DNA adalah pembawa sifat. Central dogma dalam

biologi molekuler menjelaskan bahwa DNA double helix yang awalnya

ditranskripsi menjadi mRNA (untai tunggal) kemudian baru membuat

protein. Protein tertentu dapat menimbulkan suatu penyakit. Pada metode

konvensional, diusahakan supaya protein tidak menjadi penyakit. Namun

setelah adanya pemahaman central dogma, timbul gagasan terapi gen dengan

mem-blok proses transkripsi dari DNA ke mRNA maupun translasi dari RNA

ke protein. Metode terapi gen tentu saja jauh lebih efektif daripada metode

konvensional.

Terapi gen telah banyak berkembang dari waktu ke waktu.

Perkembangan ini menghasilkan banyak metode dan variasi terapi gen.

Beberapa variasi dari terapi gen adalah strategi antisense dan strategi

antigene. Kedua variasi tersebut lebih berfokus pada ekspresi gen.


a) Strategi antisense Disebut juga anti RNA karena bertujuan menghambat

mRNA untuk membetuk protein. Untuk dapat membentuk protein, single

strain mRNA harus melalui proses translasi. Strategi antisense ditujukan

untuk menghambat proses translasi mRNA sehingga tidak dapat

menghasilkan protein penyebab penyakit. Proses penghambatan atau

inhibisi mRNA menggunakan strain oligonucleotide pendek. Jadi, mRNA

yang mula-mula single strain berubah menjadi double strain karena diblok

oleh single strain nucleotide. Proses ini dilakukan dengan dua kali injeksi

(multiple injection) pada masing-masing mRNA yang awalnya terbentuk

dari satu molekul DNA.

b) Strategi antigene Pada strategi antigene, penghambatan ekspresi gen

dilakukan pada tahapan yang lebih dini, yaitu transkripsi DNA. Seperti

strategi antisense, strategi antigene juga menggunakan single strain

oligonucleotide pendek sebagai penghambat. Bedanya, pada strategi

antigene yang diblok/dihambat adalah DNA sehingga tidak dapat

ditranskripsikan menjadi mRNA. DNA yang mulanya double strain

berubah menjadi triple strain setelah dihambat oleh single strain

oligonucleotide. Strategi antigene hanya memerlukan sekali injeksi pada

DNA yang bermasalah.

Strategi antigene sebenarnya lebih efisien karena langsung

mentarget akar permasalahan yaitu DNA dan pengobatannya hanya perlu

dilakukan sekali seumur hidup, tetapi banyak terdapat kesulitan dalam

perkembangan strategi ini, antara lain dalam hal memasukkan obat untuk

menembus inti sel dimana DNA berada, masalah lain terdapat pada triple
helix yang tidak cukup stabil seperti double helix dan juga triple helix

kurang poten. Disamping itu, belum lama ini antisense lebih

dikembangkan. Perkembangan antisense yang pesat disebabkan oleh

beberapa hal, antara lain karena sifat double helix yang mudah terbentuk

dan lebih stabil, juga karena mRNA lebih mudah dijadikan target karena

berada di luar inti sel.


BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Vaksin diberikan untuk melindungi atau mencegah tubuh terserang

penyakit oleh virus maupun bakteri yang dilemahkan atau toksin yang

dihasilkan mikroorganisme tersebut yang diberikan dengan disuntikan baik

secara intramuskular, subcutan, intrakutan, dan melalui oral.

Protein merupakan senyawa organik kompleks berbobot molekul

tinggi yang merupakan polimer dari monomer asam amino yang dihubungkan

dengan ikatan peptida. Proses pembentukannya terdiri dari 2 tahap yaitu

transkripsi dan translali.

Protein terapeutik merupakan molekul protein yang memiliki aktivitas

sebagai obat sehingga dapat digunakan untuk keperluan klinis. Sistem terapi

protein terapeutik yaitu untuk antiproliferasi, antivirus, immunomodulasi.

Terapi gen digunakan untuk metode pencegahan, penyembuhan, atau

penanggulan suatu penyakit yang berbasis pada gen. Ada 2 jenis terapi gen

yaitu ex-vivo dan in-vivo

Anda mungkin juga menyukai