BAB I
PENDAHULUAN
A. Penyiapan simplisia
a. Panen, pengumpulan organ tumbuhan
- teknik pengumpulan
- jenis organ tumbuhan
e. Sortasi kering
f. Pewadahan dan penyimpanan
B. Ekstraksi
C. Metode pemisahan/Isolasi
D. Uji kemurnian isolat (kristal)
E. Identifikasi dan penentuan struktur
Penggolongan komponen kimia dalam tumbuhan, ada beberapa macam antara lain:
A. Berdasarkan biosintesis
- Metabolit primer
- Metabolit sekunder
B. Berdasarkan Kepolaran
- Senyawa non polar: steroid, lemak, minyak atsiri
- Senyawa semi polar: kumarin, kuinon, alkaloid
- Senyawa polar: glikosida, saponin, dll.
C. Berdasarkan sifat asam-basa
- Senyawa basa: alkaloid, amina, dll.
- Senyawa asam: fenol, flavonoid
- Senyawa netral: kumarin, kuinon, dll.
1.2.1 Kumarin
Glikosida yang mengandung kumarin (glikosida lakton) sangat jarang ditemukan.
Senyawa golongan kumarin mempunyai aktivitas biologi yang sangat beragam
diantaranya sebagai antikoagulan, estrogenik, fotosensitifitas pada kulit, antimikroba,
vasodilator, moluskasidal, antelmintik, antimalaria, antitumor, anti- HIV, antivirus, Ca
antagonis, sitostatik, inhibitor 5-lipooksigenase, inhibitor monoamin yang sangat potensial
digunakan sebagai obat.
Kumarin
Steroid
Steroid adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana
perhidrofenantren dan merupakan senyawa organik yang berasal dari hewan dan
tumbuhan dengan struktur inti molekulnya C-17, tetrasiklis dengan susunan 3 cincin
segienam dan 1 cincin segi lima. Serupa dengan triterpen tetrasiklis, tetapi tidak
mempunyai gugus metil pada C-4 dan C-14.
Ciri umum steroid nabati adalah:
1) Adanya gangguan OH pada C-3
2) Adanya ikatan rangkap antara C5 dan C6
Klasifikasi:
Didasarkan atas jumlah atom C atau sumber alamnya.
1) Berdasarkan struktur inti C-17 dengan jumlah atom C substitusi maka steroid
dibagi dalam 5 kelompok sebagai berikut:
a. Kelompok estrogen (18 atom C) inti estron.
b. Kelompok androgen (19 atom C) inti androstan.
c. Kelompok gestogen dan Kortikosteroid (21atom C) inti pregnan.
d. Kelompok as. Empedu (24 atom C) inti kholan.
e. Kelompok sterol (27 atom C) inti kholestan.
2) Berdasarkan sumber alamnya dibagi dalam 4 kelompok:
a. Zoosterol: berasal dari hewan, terutama yang bertulang belakang.
b. Fitosterol : berasal dari tumbuhan berklorofil.
c. Mikosterol : berasal dari cendawan.
d. Sterol : berasal dari makhluk hidup laut yang tidak bertulang belakang, misal:
spons.
Biosintesis Steroid:
Titik tolak biosintesis steroid adalah Ianosterol (pada hewan) dan siklo artenol (pada
tumbuhan), keduanya adalah senyawa triterpen. Ianosterol dan sikloartenol dibiosintesis
dari asam asetat melalui pembentukan asam mevalonat dan skualen. Jadi biosintesis adalah
melalui jalur asetat-mevalonat.
Tahap I
2 Asetil COA Aseto asetil COA + Asetil COA
+ NADPH + H+
Tahap III
1) DMAPP + IPP GPP
2) GPP + IPP FPP
Tahap IV
1) 2 FPP preskualen + NADPH skualen.
2) Skualen + O2 + NADPH Skualen epoksid (lurus)
Identifikasi Steroid:
Reaksi Lieberman buchardat
KLT
fase diam : silika gel 60 F254
fase gerak : CHCl3 : Etil asetat (2:1)
deteksi :
UV 254 nm : fluorescensi lemah
UV 366 nm : tidak berfluorescensi
penampak bercak: anisaldehid sulfat
(panaskan 1050C 2-5 menit)
ungu s/d biru ungu
Isolasi Steroid:
Simplisia yang mengandung golongan steroid dan triterpenoid :
Brotowali
Tanaman asal : Tinospora crispa (L.)
Famili : Menispermaceae
Bagian tanaman yang digunakan : Batang
Isi tanaman : Pati, glikosida pikroretosid, alkaloid, berberin dan palmatin, zat pahit
pikroretin, harsa, damar lunak. Akarnya mengandung berberin, dan kolumbin.
Penggunaan : Antipiretik, sakit perut, sakit kulit, tonikum, sakit kuning, pegal-pegal.
Jati Belanda
Tanaman asal : Guazuma ulmifolia Lamk
Famili : Sterculiaceae
Isi tanaman : Tanin, lendir, damar
Penggunaan : Astringen, obat pelangsing, diare, obat batuk
B. Seskuiterpen
Seskuiterpen asiklis : farnesol, nerolidol
Seskuiterpen monosiklis : -bisabolen, -bisabolen, zingiberen,
asam absisat
Seskuiterpen bisiklis : -kadinen, -selinen, azulen
Seskuiterpen trisiklis : santonin, aromadendren
Beberapa senyawa minyak atsiri seskuiterpen
Pengujian Mutu
Setiap minyak atsiri mempunyai sifat khas dari senyawa kimia yang menyusunnya.
Sifat ini dapat berubah karena proses pengolahan dan penyimpanan perlu dilakukan.
Pengujian mutu yang dilakukan adalah :
1. Uji organoleptik
2. Uji sifat fisika dan kimia
- warna, kejernihan dan bau - persentase alkohol
- bobot jenis - kadar aldehid dan keton
- putaran optik - kadar fenol
- indek bias - kadar sineol
- bil. Asam - logam berat
- bil. Ester dan bil. Penyabunan
Penentuan Minyak Atsiri
a. KLT
b. KGC
c. SM
Pereaksi Warna / Penampak bercak :
- Anisaldehid H2SO4
- Vanilin H2SO4
- H2SO4 pekat
- SbCl3 dalam CHCl3
- Larutan KMnO4 0,2 % dalam air
Tanaman Penghasil Minyak Atsiri
a. Minyak kapulaga
b. Minyak kenanga
c. Minyak kayu manis
d. Minyak ketumbar
e. Minyak sereh
f. Minyak melati
g. Minyak lavender
h. Minyak pala
i. Minyak lada
j. Minyak mawar
k. Minyak nilam
l. Minyak cendana
m. Minyak akar wangi
n. Minyak jahe
Contoh simplisia yang mengandung minyak atsiri:
Minyak Jahe/ Ginger Oil
Tanaman asal : Zingiber officinale
Famili : Zingiberaceae
Rendeman : 3,5 %
Sumber : rimpang
Komponen Penyusun : oleoresin, zingiberena, zingiberol, zingerol, zingerona, kamfena,
felandren, sineol, geraniol, borneol, linalool
Kegunaan : bahan pewangi permen, parfum, korigen odoris, karminativum
Lengkuas
Tanaman asal : Languas Galanga (L.)
Famili : Zingiberaceae
Bagian tanaman yang digunakan : Rimpang
Kandungan tanaman : minyak atsiri lebih kurang 1% mengandung
kamfer, sineol, dan asam metilsinamat.
Penggunaan : Karminatif, antifungi, sakit perut, malaria.
1.2.4 Tanin
Tanin merupakan suatu senyawa golongan yang terbesar dari senyawa kompleks
yang tersebar luas pada dunia tumbuhan. Tanin dianggap senyawa kompleks yang dibentuk
dari campuran polifenol yang sangat sukar dipisahkan karena tidak dapat dikristalkan. Tanin
umumnya terdapat dalam organ: daun, buah, kulit batang, dan kayu. Didalam tumbuhan
letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya
bila hewan memakannya maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan
protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan.
Fungsi tanin dalam tumbuhan adalah untuk menghalau hewan pemakan tumbuhan
karena berasa sepat.
Secara kimia tanin dapat dibedakan dalam 2 jenis:
Tanin terkondensasi, hampir terdapat didalam paku-pakuan dan Gymnospermae, serta
tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu. Merupakan
senyawa inti fenol dengan karbohidrat atau protein. Contohnya: proantosianidin (flavolan).
Tanin terkondensasi secara biosintetis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi
katekin tunggal yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligodimer yang lebih
tinggi. Nama lain untuk tanin terkondensasi ialah proantosianidin karena bila direaksikan
dengan asam panas, beberapa ikatan karbon-karbon penghubung satuan terputus dan
dibebaskanlah monomer antosianidin. Kebanyakan proantosianidin adalah prosianidin, ini
berarti bila direaksikan dengan asam akan menghasilkan sianidin.
Proantosianidin dapat dideteksi langsung dalam jaringan tumbuhan hijau dengan
mencelupkan kedalam HCl 2M mendidih selama setengah jam. Bila terbentuk warna merah
yang dapat diekstraksi dengan amil atau butil alkohol, maka ini merupakan bukti adanya
senyawa tersebut.
Tanin terhidrolisis/dapat dihidrolisis, penyebarannya terbatas pada tumbuhan Dicotyledonae.
Contohnya: Galotanin dan Elagitanin. Yang merupakan senyawa ester dari asam galat
(polihidrat) dengan glukosa.
1.2.5 Saponin
Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau waktu
memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti akan adanya saponin. Bila didalam
tumbuhan terdapat banyak saponin, sukar untuk memekatkan ekstrak alkohol-air dengan
baik, walaupun dengan menggunakan penguap putar. Yang paling sederhana untuk
membuktikan adanya unsur saponin dalam simplisia adalah dengan cara mengocok nya,
dan perhatikan apakah akan terbentuk busa tahan lama pada permukaan cairan. Saponin
dapat juga diperiksa dalam ekstrak kasar berdasarkan kemampuannya menghemolisis sel
darah.
Saponin jauh lebih polar daripada sapogenin karena ikatan glikosidanya, dan lebih
mudah dipisahkan dengan KLT pada selulosa.
Saponin memiliki berat molekul tinggi sehingga menjadikan upaya isolasi ntuk
mendapatkan saponin yang murni menemui banyak kesulitan. Berdasarkan struktur
aglikonnya (sapogeninnya), saponin dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu tipe steroid
dan tipe triterpenoid. Kedua senyawa ini memiliki hubungan glikosidik pada atom C-3 dan
memiliki asal usul biogenetika yang sama lewat asam mevalonat dan satuan-satuan
isoprenoid.
Kegunaan
Semua saponin mengakibatkan hemolisis. Oleh karena itu, relatif berbahaya bagi
semua organisme binatang bila saponin diberikan secara parenteral. Saponin memiliki
kegunaan dalam pengobatan, terutama karena sifatnya yang mempengaruhi absorpsi zat
aktif secara farmakologi.
Kumis kucing
Daun ungu
Tanaman asal : Graptophyllum pictum
Familia : Acanthaceae
Bagian yang digunakan : Daun
Isi tanaman : alkaloid, saponin, tanin, lendir
Penggunaan : Daun; wasir, diuretik, obat bisul
1.2.6 Kuinon
Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti kromofor
pada benzokuinon, yang terdiri atas 2 gugus karbonil yang berkonyugasi dengan 2 ikatan
rangkap karbon karbon. Untuk tujuan identifikasi, kuinon dapat dipilah menjadi 4
kelompok: benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok
pertama biasanya terhidroksilasi dan bersifat senyawa fenol serta mungkin terdapat in vivo
dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glkosida atau kuinol tanwarna, kadang-
kadang juga bentuk dimer. Dalam hal demikian, diperlukan hidrolisis asam untuk
melepaskan kuinon bebas nya. Kuinon isoprenoid terlibat dalam respirasi sel dan
fotosintesis dan dengan demikian kuinon tersebar secara merata dalam tumbuhan.
Warna pigmen kuinon alam beragam, mulai dari kuning pucat sampai ke hampir
hitam. Walaupun kuinon tersebar secara luas, namun perannya terhadap warna
tumbuhan sangat kecil. Jadi, pigmen ini sering terdapat dalam kulit, akar, atau jaringan
lain, namun warna pigmen kuinon ini tidak mendominasi.
Deteksi pendahuluan kuinon,
Untuk memastikan suatu pigmen termasuk kuinon atau bukan, dapat dilakukan
dengan reaksi warna. Reaksi yang khas adalah reduksi bolak-balik yang mengubah kuinon
menjadi semyawa tanwarna, kemudian warna kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara.
Reaksi dapat digunakan dengan menggunakan natrium borohidrida dan oksidasi ulang
dapat dilakukan dengan mengocok larutan itu diudara. Untuk kebanyakan kuinon, hasil uji
reduksi dalam larutan yang agak basa lebih mencolok dan oksidasi ulang di udara lebih
cepat. Kuinon menuknjukan geseran batokrom yang kuat dalam basa, tetapi ini bukan ciri
khasnya.
1.2.7 Flavonoid
Semua flavonoid, menurut strukturnya, merupakan senyawa induk flavon yang
terdapat berupa tepung putih pada tumbuhan Primula, dan semuanya mempunyai sejumlah
sifat yang sama. Saat ini dikenal sekitar 20 jenis flavonoid.
Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Mereka dapat diekstraksi dengan
alkohol 70% dan tetap ada pada lapisan air setelah ekstrak dikocok dengan eter minyak
bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila di tambah basa
atau amoniak, jadi flavonoid mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan.
Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonyugasi dan karena itu
menunjukan pita serapan kuat pada spektrum UV dan spektrum tampak. Flavonoid
umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon
flavonoid.
Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh tetapi beberapa kelas lebih
tersebar daripada yang lainnya. Penyebaran flavonoid meliputi,
Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali dijumpai hanya
flavonoid tunggal dalam jaringan tumbuhan. Disamping itu, sering terdapat campuran yang
terdiri atas flavonoid yang berbeda kelas. Antosianin berwarna yang terdapat dalam daun
bunga hampir selalu disertai oleh flavon dan flavonolol tanwarna.
Flavonoid mempunyai rumus umum, C6C3C6.
Aktivitas biologi flavonoid antara lain,
- anti kanker : kuersetin, mirisetin
- anti oksidant : kuersetin, antosianidin, dan prosianidin
- anti inflamasi : apigenin, taksifolin, luteolin, kuersetin
- anti alergi : nobeletin, tangeretin
- anti hipertensi : prosianidin
- anti virus : amentiflavum, skutellarein, kuersetin
Klasifikasi flavonoid umumnya didasarkan atas inti molekul,
*Harbone membagi flavonoid kedalam kelompok
- Antosianin
- Proantosianidin
- Flavonol
- Flavon
- Khalkon dan auron
- Flavanon
- Glikoflavon
- Isoflavon
- Biflavonil
*Berdasarkan warna flavonoid
*Berdasarkan flavonoid major dan flavonoid minor
- flavonoid major : flavon, flavonol, biflavonil
- flavonoid minor : khalkon, dihidrokhalkon, auron, flavanon, flavononol dan isoflavon.
Identifikasi flavonoid: reaksi warna,kromatografi,spektrofotometri
Perlu dipisahkan dari senyawa lain isolasi +.u. klorofil
Flavonoid: polaritas kurang, polaritas sedang, sangat polar
Cara-cara isolasi flavonoid:
1. Bahan segar
Bahan dilumatkan + aseton (jika perlu) digestiperkolasi, saring fitrat + EMT
(40-60oC) 2 x vol
(jika perlu + sedikit air)
fase air : glikosid + aglikon polar
EMT : lemak, 2.w. lipofil
antosianin harus dalam suasana agak asam
2. Bahan kering
sari metanol uapkan kering residu
didigesti dengan air panas
fase air : glikosid
residu : lemak, klorofil, lipid
3. Isolasi untuk reaksi warna
500 mg bahan refluks 10 saring
sisa kering 10 ml sediaan cair 10 ml met OH
Panas filtrat + 10 ml H2O + 5 ml EMT kocokmemisah
lap. air uapkan t: 40o sisa + 5 ml etil asetat
p: <<<
saring reaksi warna a 1 ml
4. Isolasi menurut MMI (Materia Medika Indonesia)
500 mg bahan padat refluks 10 saring
sisa kering 10 ml sediaan cair 10 ml met OH
Panas filtrat + 10 ml H2O + 5 ml EMT kocok pisahkan lap. Air/metanol, uapkan
t : 40 sisa + 5 ml etil asetat.
0
1.2.8 Alkaloid
Kimia dan penyebaran
Alkaloid sekitar 5500 telah diketahui keberadaannya, merupakan golongan zat
tumbuhan sekunder yang terbesar. Tidak ada satupun istilah alkaloid yang memuaskan,
tetapi pada umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu
atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik.
Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dan banyak mempunyai kegiatan fisiologi yang
menonjol; jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya
tanwarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit
yang berupa cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar.
Definisi
Alkaloid adalah senyawa yang bersifat basa ( dengan adanya atom N ), biasanya
mengandung atom N atau lebih, umumnya dalam gabungan sebagai bagian dari system
siklik atau heterosiklik.
Ikatan N dalam molekulnya dapat berupa :
1. Amin primer : C2NH2
2. Amin sekunder : C2NH
3. Amin tersier : C3N
4. Amin quarterner : C5N
5. Nitrogen oksida : C3N=O
Alkaloid dalam tumbuhan biasa terdapat sebagai garam dengan saam organic.
Misalnya: Asam tartarat (alkaloid tartrat)
Asam sitrat (alkaloid sitrat)
Asam asetat (alkaloidasetat)
Asam mefenamat (alkaloid mevalonat)
Asam kinat (alkaloid kinat)
Asam malat (alkaloid malat)
Ciri utama dari alkaloid :
1. Rasa pahit
2. Bersifat basa lemah
3. Zat organik mengandung unsur N
Asam amino yang sering dijumpai pada biosintesis alkaloid :
1. Senyawa alifatik : ornitina, lisina
2. Senyawa aromatic : asam nikotinat, fenil alanin, tirosin, triptopana
Manfaat senyawa alkaloid bagi tumbuhan :
Untuk menghalau pemangsa ( pemakan tumbuhan )
Penyebaran
Alkaloid tidak hanya dihasilkan tumbuhan tingkat tinggi, tapi juga dapat dihasilkan oleh
tumbuhan tingkat rendah.
Dapat ditemukan pada tumbuhan :
1. Ascomycetes : Claviceps purpurea
2. Pteridophyta : Equisentum arvense
3. Gymnospermae : Ephedra sp
4. Monocotyledoneae : Colchicum sp, Veratrum sp
5. Dicotyledoneae terdapat pada tanaman familia: Apocynaceae, Leguminoceae, Solanaceae,
Rubiaceae, Rutaceae dll.
Penyaringan (ekstraksi) alkaloid :
1. Menggunakan eter sebagai cairan penyari :
Keuntungan :
a) Eter tidak membentuk emulsi dan pada pengocokkan tidak mempersukar proses
pemisahan.
b) Eter tidak mempunyai titik didih rendah, sehingga sangat ideal untuk penyaringan alkaloid
termolabil.
Kerugian :
a) Daya larut kecil bagi senyawa alkaloid tertentu.
b) Eter dapat dijenuhkan dengan air, masih dapat tercampur dengan air.
c) Eter mudah terurai dan ada kemungkinan peledakan pada saat ekstrak / sari diuapkan.
2. Menggunakan CHCl3 sebagai cairan penyari :
Keuntungan :
a) Memiliki daya larut yang besar untuk melarutkan alkaloid.
b) Kemungkinan terurai lebih kecil dari eter.
c) Tidak ada bahaya peledakan pada pemanasan.
Kerugian :
a) Titik didih CHCl3 agak tinggi, sehingga tidak dapat dipakai sebagai cairan penyari bagi
alkaloid termolabil.
b) Dapat membentuk emulsi pada pengocokkan, sehingga dapat timbul kesulitan pada
penyarian dan pemisahan lapisan.
Penggolongan senyawa alkaloid :
Alkaloid sejati :
A. Tipe C4-N : I. Asal Ornitina
a) Pirolidina Alkaloid
b) Tropana Alkaloid
c) Pirolizidina Alkaloid
B. Tipe C5-N : II. Asal Lisina
a) Piperidina Alkaloid
b) Kinolizina Alkaloid
III. Asal Asam Nikotinat
a) Nikotinat Alkaloid
b) Anabasina Alkaloid
IV. Asal Tirosina
a) Benzil-Isokinolina Alkaloid
b) Isokinolina Alkaloid
V. Asal Fenilalanin
a) Amaryllidaceae Alkaloid
VI. Asal Triptopana
a) Indol Alkaloid
b) Kuinolina Alkaloid
c) Secale Alkaloid
d) Fisostigmina Alkaloid
e) Erythrina Alkaloid
Proto alkaloid
Berasal dari asam amino tidak heterosiklik
Pseudo alkaloid
Prekusor (zat pemula) bukan dari asam amino, terdiri dari :
1. Steroid Alkaloid
2. Iridoid Alkaloid
3. Purina Alkaloid
4. Imidazol Alkaloid
Identifikasi alkaloid
1. Deteksi pendahuluan
Karena secara kimia alkaloid begitu heterogen dan begitu banyak, mereka tidak dapat
diidentifikasi dalam ekstrak tumbuhan dengan menggunakan kromatografi tunggal. Pada
umumnya, sukar mengidentifikasi suatu alkaloid dari sumber tumbuhan baru tanpa
mengetahui kira-kira jenis alkaloid apa yang mungkin ditemukan dalam tumbuhan tersebut.
Di samping itu, karena kelarutan dan sifat lain alkaloid sangat berbeda-beda, cara
penjaringan umum untuk alkaloid dalam tumbuhan mungkin tidak akan berhasil mendeteksi
senyawa khas.
Sebagai basa, alkaloid biasanya diekstraksi dari tumbuhan dengan pelarut alkohol yang
bersifat asam lemah (HCl 1M atau asam asetat 10%), kemudian diendapkan dengan amonia
pekat. Pemisahan pendahuluan demikian dari bahan tumbuhan lainnya dapay diulangi, atau
pemurnian selanjutnya dilaksanakan dengan ekstraksi pelarut(ekstraksi cair-cair). Adanya
alkaloid pada ekstrak nisbi kasar yang demikian dapat diuji dengan menggunakan berbagai
pereaksi alkaloid. Tetapi sebaiknya dilakukan KKt dan KLT dalam beberapa pengembang
umum yang dapat digunakan, dan kemudian kertas serta pelat disemprot dengan
penampak bercak untuk alkaloid.
2. Langkah kerja
Ekstraksi jaringan kering dengan asam asetat 10% dalam etanol, biarkan sekurang-
kurangnya 4 jam. Pekatkan ekstrak sampai seperempat volume asal dan endapkan alkaloid
dengan meneteskan NH4OH 1%. Larutkan sisa dalam beberapa tetes etanol atau kloroform.
3. Pereaksi alkaloid
Untuk pereaksi dragendoff dibuat 2 larutan persediaan: (1) 0,6 g bismutsubnitrat dalam 2
ml HCl pekat dan 10 ml air; (2) 6 g kalium iodida dalam 10 ml air. Larutan persediaan ini
dicampur dengan 7 ml HCl pekat dan 15 ml air. Untuk menyemprot kertas dengan pereaksi
iodoplatinat, 10 ml larutan platina klorida 5% dicampur dengan 240 ml kalium iodida
2% dan diencerkan dengan air sampai 500 ml. Untuk menyemprot pelat, campurkan 10 ml
platina klorida 5%, 5 ml HCl pekat, dan 240 ml kalium iodida 2%.
Pereaksi marquis hanya dapat digunakan untuk pelat KLT dan terdiri atas`1ml formaldehida
dalam 10 ml H2SO4 pekat (bahaya, asam bersifat merusak).
BAB II
PROSEDUR DAN HASIL PRAKTIKUM
asetat anhidrat
pekat
k Mg
ksi Meyer
- cara pembuatan reagen : 1,35 gr HgCl 2 dan 5 gr KI dilarutkan dalam 30 ml air, kemudian
di ad kan dengan air hingga 100 ml.
ksi Dragendorff
- larutan A : 0,85 gr Bismuth Nitrat basa, larutkan dalam campuran (10 ml asetat dan 40 ml
air)
- larutan B : 8 gr KI dilarutkan dalam 20 ml air
- Larutan Stock : Volume yang sama dari larutan A dan larutan B disimpan dalam botol
gelap.
- Reagen penyemprot : 1ml dari larutan stock dicampur dengan 2 ml asam asetat dan 10 ml
air sebelum digunakan
ksi Stiasny (formaldehid 30% : HCl pekat = 2 : 1)
ksi Libermann- Burchard (anhidrida asetat + H2SO4pekat)
Alat :
Tabung reaksi
Kertas saring
Penangas air
Cawan penguap
Kapas corong
Pipet
Erlenmeyer
Gelas kimia
Hot plate
Gelas ukur
d) Meyer
Jadi, kulit kina mengandung alkaloid hanya saja dalam pengujian tidak menunjukan adanya
endapan setelah ditambah pereaksi dragendrorff dan meyer kemungkinan terjadi human
error.
BAB III
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
3.1 Pembahasan
Pada praktikum kali ini untuk menguji adanya kandungan metabolit sekunder pada
beberapa jenis tanaman yang telah diketahui kandungannya, jadi praktikum ini untuk
membuktikan adanya kandungan metabolit sekunder itu. Kandungan metabolit sekunder
yang dibuktikan pada praktikum kali ini adalah alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, kuinon,
minyak atsiri, kumarin, steroid dan triterpenoid.
Untuk membuktikan adanya senyawa golongan alkaloid menggunakan serbuk
simplisia kina cortex, alkaloid termasuk senyawa yang bersifat basa lemah dapat diekstraksi
dengan pelarut seemipolar dalam suasana basa atau dengan alkohol dalam suasana asam.
Pada percobaan ini dilakukan dengan metode yang pertama. Yakni serbuk simplisia
ditambahkan dengan NH4OH (basa) hal ini dilakukan untuk mengendapkan alkaloidnya,
kemudian ditambahkan pelarut kloroform (semi polar) sehingga didapat senyawa-senyawa
yang bersifat semi polar seperti alkaloid, lipid, pigmen, dan senyawa lainnya. Setelah
disaring didapat filtrat (larutan A) yang mengandung alkaloid, sebagian ekstrak kental
diekstraksi dengan asam encer (HCl) sehingga didapat larutan asam/garam alkaloid (larutan
B). Larutan A diuji dengan menggunakan pereaksi Dragendorff pada kertas saring sehingga
akan tampak semburat warna merah/jingga. Dan untuk larutan B ditambahkan pereaksi
dragendorff dan pada tabung yang lainnya ditambah dengan pereaksi mayer akan terbentuk
endapan. Tetapi dari hasil praktikum setelah ditambah pereaksi tidak menghasilkan
endapan yang kemungkinan kesalahan itu timbul dari human error yang terjadi pada saat
mengekstraksi dengan asam encer dan kondisi pereaksi yang tidak dibuat baru sehingga
mempengaruhi pada hasil ekstraksi.
Untuk senyawa golongan flavonoid dibuktikan pada tanaman kumis kucing (bagian
daun). Flavonoid merupakan senyawa yang bersifat asam. Filtrat dari daun kumis kucing
tersebut ditambahkan serbuk magnesium dan HCl pekat.Flavonoid merupakan senyawa
fenol yang mudah larut dalam air karena umumnya mereka sering kali berikatan dengan
gula sebagai glikosida, HCl ditambahkan agar kemudian terbentuk aglikon flavonoid
(memisahkan flavonoid dari senyawa gula yang mengikatnya). Setelah amilalkohol
ditambahkan dan dikocok kuat akan terbentuk 2 lapisan, lapisan amilalkohol berada diatas
dan lapisan amilalkohol menjadi berwarna merah menunjukan adanya senyawa flavonoid.
Pada uji saponin yang menggunakan filtrat kumis kucing setelah dilakukan
pengocokan kuat pada filtrat akan terbentuk busa, busa ini terjadi karena rantai gula yang
terkandung dalam filtrat pecah. Untuk membuktikan busa yang terbentuk merupakan hasil
dari adanya rantai gula yang pecah dapat ditambahkan HCl encer, jika saponin maka busa
akan tetap stabil.
Pengujian golongan senyawa kuinon yang menggunakan filtrat daun kumis kucing
tidak menunjukan perubahan warna merah intensif setelah ditambah NaOH 1N, hal ini
terjadi karena memang dalam tanaman kumis kucing tidak mengandung kuinon.
Tanin atau polifenol yang termasuk golongan senyawa fenol dapat diidentifikasi
secara khas dengan Ferri (III) klorida akan menunjukan warna biru tua atau hijau
kehitaman. Reaksi ini menunjukan adanya tanin dalam filtrat gambir, untuk menguji adanya
tanin katekuat dengan menambahkan pereaksi Stiasny kemudian dipanaskan dalam
penangas air yang kemudian akan terbentuk endapan merah muda. Untuk tanin galat
setelah endapan disaring, filtrat ditambahkan CH3COONa sampai jenuh, kemudian ditambah
FeCl3 akan terbentuk warna biru tinta.
Minyak atsiri diidentifikasi dari rimpang jahe. Minyak atsiri yang merupakan senyawa
non-polar dapat dipisahkan dari komponen lain dengan menggunakan pelarut organik yang
bersifat non-polar, seperti petroleum eter yang ditambahkan pada serbuk simplisia dalam
tabung reaksi kemudian dipanaskan dalam penangas air dan pada mulut tabung ditutup
dengan kapas agar petroleum eter tidak mudah menguap, dan jika ditutup rapat
dikhawatirkan akan terjadi bumping. Minyak atsiri yang bersifat non-polar akan tertarik
sempurna kedalam pelarut non-polar (petroleum eter). Residu yang didapat dari hasil
penyaringan dicuci dengan alkohol, residu yang didapat dari penyaringan berbau aromatik
(berbau menyenangkan) menunjukan dalam rimpang jahe mengandung minyak atsiri.
Golongan steroid dan triterpenoid yang bersifat non-polar yang terkandung dalam
brotowali diekstraksi dengan cara maserasi dingin, yang merupakan ekstraksi cair-padat
antara serbuk simplisia dan pelarut, metode ini digunakan karena dikhawatirkan jika
dengan pemanasan akan ada komponen dari simplisia yang rusak. Filtrat yang didapat
diuapkan pelarutnya hingga didapat residu, residu ini kemudian diidentifikasi dengan
pereaksi Libermann-Burchard dan menunjukan warna hijau atau merah yang menunjukan
adanya senyawa golongan steroid dan triterpenoid.
Simplisia ditambahkan pelarut kloroform untuk menarik senyawa kuinon dari
simplisia, tabung ketika dipanaskan ditutup dengan kapas agar kloroform tidak mudah
menguap, tidak ditutup langsung agar tidak terjadi bumping. Tetapi dari hasil praktikum ini
tidak dapat dibuktikan karena sinar UV yang ada panjang gelombangnya tidak sesuai.
3.2 Kesimpulan
Metabolit sekunder merupakan suatu senyawa yang penting bagi kehidupan
tumbuhan penghasilnya untuk mempertahankan diri dari serangan makhluk lain. Alkaloid,
flavonoid, saponin, steroid dan triterpenoid, kuinon, kumarin dan minyak atsiri merupakan
beberapa contoh dari metabolit sekunder yang telah diidentifikasi pada praktikum kali ini,
ekstraksi senyawa dilakukan dengan beberapa metode dan pelarut organik yang
cocok. Kemudian diidentifikasi dengan reagen-reagen yang sesuai yang dapat menunjukan
reaksi-reaksi yang khas.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Jakarta: Departemen kesehatan Republik
Indonesia.
Gunawan, Didik dan Sri Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1. Jakarta:
Penebar Swadaya.
http://en.wikipedia.org/wiki/biosynthesis
http://en.wikipedia.org/wiki/image:coumarin_acsv.svg