Anda di halaman 1dari 19

TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN STERIL

INJEKSI TESTOSTERON

BAB I
NAMA ZAT AKTIF DAN BENTUK YANG DIGUNAKAN

1.1 Nama Zat aktif


Testosteron

1.2 Bentuk yang digunakan


Larutan injeksi.
BAB II
MONOGRAFI ZAT AKTIF

2.1 Monografi Zat Aktif

Berat Molekul : 344,49


Bahan Berkhasiat : Testosteron / Testosteron propionate
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, putih atau putih krem; tidak
berbau; stabil di udara. (FI ed. IV, 776)
Kelarutan : Tidak larut dalam air; mudah larut dalam etanol, dalam
dioksan, dalam eter dan dalam pelarut organik lain; larut
dalam minyak nabati. (FI ed. IV, 776)
Titik leleh/lebur : 1190-1230C. (British Pharmacopeia, 2009)
Penggunaan : Antineoplastik, imunosuprean dan obat untuk terapi
paliatif.
Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda,
terlindung dari cahaya. (Farmakope IV, halm : 776)

2.2 Dosis
Dosis lazim :-
Perhitungan dosis : -

2.3 Daftar obat


Obat keras : sediaan injeksi

2.4 Sediaan obat


Pemerian : larutan intamuskular
Stabilitas :
OTT : testosteron propionat OTT dengan alkali dan zat
pengoksidasi
pH : 4 – 7,5
Pengawet : dalam suasana air, Fenil merkuri nitrat 0,001%
Antioksidan :-
Stabilisator : dapar pH 4 – 7,5
Zat pensuspensi : Tylose 0,1 %
BAB III
FORMULA DAN METODE PEMBUATAN

3.1 Formula
Testosteron 10 mg/ml
Injeksi dalam vial 10 ml No. 1

3.2 Formula lengkap


Testosteron 1%
NaH2PO4 0,32%
Na2HPO4 0,568%
Fenil merkuri nitrat 0,001%
Tilose 0,1%
Aqua pro injectionum ad 10 ml

3.3 Metode pembuatan


Metode aseptik
BAB IV
MONOGRAFI ZAT TAMBAHAN

4.1 Aqua Pro Injection


Nama Resmi : AQUA PRO INJECTION
Nama Lain : Aqua pro injeksi
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18,02
Pemerian : Cairan tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
Wadah : Dalam wadah tertutup kedap, disimpan dalam wadah
tertutup kapas berlemak, harus digunakan dalam waktu 30
hari setalah pembuatan.
Kestabilan : Stabil secara kimia dalam bentuk fisika bagian dingin
cairan uap.
Incomp : Bereaksi dengan obat dan bahan tambahan yang mudah
terhidrolisis (terurai karena adanya air) atau kelembaban
pada suhu tinggi, bereaksi kuat dengan logam alkali.
(FI Edisi III, Hal. 97 ; Excipient, Hal. 337 – 338)

4.2 Natrii Dihydrogen Phosphat


Rumus molekul : NaH2PO4
Pemerian : Kristal putih; tidak berbau.
Kelarutan : Mudah larut dala air; sangat mudah larut dalam etanol.
Fungsi : Dapar
pH : 4,1- 4,5
OTT : Aluminium, kalsium, garam magnesium.
Stabilitas : Dengan pemanasan suhu 100° C akan kehilangan air
kristal.
Cara sterilisasi : Dalam larutan dapat disterilkan dengan otoklaf
(HOPE hal 457)
4.3 Dinatrii Hydrogen Phosphat
Rumus molekul : Na2HPO4
Pemerian : Serbuk putih atau kristal putih atau hampir putih, tidak
berbau.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, lebih larut dalam air panas, praktis
tidak larut dalam etanol.
Ph : 9,1
Stabilitas : Higroskopis dengan pemanasan pada suhu 100°C akan
kehilangan air kristal.
OTT : Alkaloid, antipirin, kloral hidrat, pirogalol, resorsinol,
kalsium glukonat.
Penyimpanan : wadah tertutup baik. Di tempat sejuk dan kering.
(HOPE Hal : 454)

4.4 Fenil Merkuri Nitrat

Rumus molekul : C12H11Hg2NO4


Pemerian : Serbuk hablur putih dipengaruhi oleh cahaya, larutan
jernih memberikan reaksi asam terhadap lakmus
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol dan
asam gliserin, lebih mudah larut dengan adanya asam nitrat
atau alkalihidroksida.
Khasiat : Sebagai pengawet.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya.
(F.I. edisi IV hal. 668-669)
OTT : aktivitas antimikroba dari garam fenilmerkuri akan
berkurang dengan adanya pengemulsi ionic, pensuspensi,
tragacanth, pati, talcum, sodium metabisulfite,(8) sodium
thiosulfate, disodium edetate, and silicates (bentonite,
aluminum magnesium silicate, magnesium trisilicate, and
kaolin). Garam fenilmerkuri bertentangan dengan halide,
beberapa garam bromide dan iodide karena halogen yang
sukar larut. Pada konsentrasi 0,002% pengendapan tidak
terjadi dengan adanya klorida. Garam fenilmerkuri
bertentangan juga dengan Garam Phenylmercuric diserap
oleh sumbat karet dan beberapa jenis komponen kemasan
plastik; serapan biasanya terbesar untuk alam karet dan
polietilen, dan setidaknya untuk polypropylene. Tidak
kompatibel dengan beberapa jenis membran filter juga
dapat mengakibatkan hilangnya garam phenylmercuric
setelah sterilisasi dengan filtrasi.

4.5 Tilose

Nama lain : Hidroksietilmetil selulosa


Fungsi : Penyalut, pensuspensi, pengikat tablet, pengental dan
peningkat viskositas.
Pemerian : Bubuk putih kekuningan-putih atau putih keabu-abuan
atau butiran, higroskopis setelah pengeringan.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air panas (di atas 60°C), aseton,
etanol (95%), eter, dan toluena. Larut dalam air dingin
untuk membentuk larutan koloid.
pH : 5,5 – 8,0
OTT :-
Stabilitas dan kondisi penyimpanan : tylose merupakan zat yang higroskopis,
sebaiknya disimpan di kondisi kering dan jauh dari panas.
(HOPE edisi 6 halaman 314 – 315)
BAB V
PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN

5.1 Perhitungan Bahan


V = (n+2)C + 6
= 1 x 10,5 + 6 = 16,5 ~ 17 ml
17
Testosteron : x 1=0,17 gr 170 mg
100
17
NaH2PO4 : x 0,32=0,544 gr 54,4 mg
100
17
Na2HPO4 : x 0,568=0,09656 gr 96,56 mg
100
17
Tilose : x 0,1=0,017 gr 17 mg
100
17
Fenil Merkuri Nitrat : x 0,001=0,00017 gr 0,17 mg
100

5.2 Penimbangan

Tabel 5.2 Penimbangan Bahan


Volume Produksi
BAHAN
15 ml
Testosteron 170 mg
NaH2PO4 54,4 mg
Na2HPO4 96,56 mg
Tilose 17 mg
Fenil Merkuri Nitrat 0,17 mg
BAB VI
PROSEDUR

6.1 Sterilisasi

Tabel 6.1 Sterilisasi alat


Alat Sterilisasi Waktu
Batang Pengaduk Api langsung 20”
Kaca Arloji Api langsung 20”
Spatel logam Api langsung 20”
Beaker glass Oven 170oC 30’
Ampul Oven 170oC 30’
Corong dan kertas saring Autoklaf 121oC 30’

6.2 Prosedur Pembuatan


Na2HPO4 dilarutkan dalam sebagian aqua pro injeksi. Dan NaH2PO4
dilarutkan dalam sebagian aqua pro injeksi. Kedua larutan tersebut dicampur.
Selanjutnya ditambahkan larutan fenil merkuri nitrat, Larutan ditambahkan aqua
pro injeksi sampai 17 mL. Larutan disaring dengan kertas saring dan filtrat
pertama dibuang. Kemudian dicampurkan tilose ke dalam larutan yang telah
disaring, dan masukkan dalam vial. Selanjutnya suspensikan testosteron dalam
larutan secara aseptik dan masukan dalam vial ad 10,5 ml.

BAB VII
EVALUASI

Tabel 7. Evaluasi
No. Jenis Evaluasi Penilaian
1 Penampilan fisik wadah Baik
2 Jumlah sediaan 1
3 Kejernihan Tidak jernih
4 Brosur
5 Kemasan
6 Kebocoran vial Tidak bocor
7 Etiket
8 Keseragaman volume Seragam

BAB VIII
ASPEK FARMAKOLOGI

8.1 Indikasi
Defisiensi androgen (hipogonadisme, hipogonadotropin), keterlambatan
pubertas pada pria, kanker payudara (karsinomamae).

8.2 Kontraindikasi
Karsinoma prostat.

8.3 Dosis dan Cara Penggunaan


10 mg/hari secara i.m.

8.4 Efek samping


Maskulinasi terjadi pada perempuan, feminisasi terjadi pada pria,
penghambatan spermatogenesis, hiperplasia prostat (pada laki-laki usia lanjut
merangsang pembesaran prostat), gangguan pertumbuhan, udemi ikterus (hepatitis
kolestatik), hiperkalsemia dapat timbul pada perempuan penderita karsinoma
payudara yang diobati dengan androgen.

8.5 Interaksi Obat


Zat androgen meningkatkan efek antikoagulan (kumarin idandion) sehingga
perlu penerunan dosis antikoagulan untuk mencegah pendarahan, efek toksik
kortikosteroid dan metandrostenolon menaikan efektifitas. Anabolik steroid dapat
menurunkan kadar gula darah penderita diabetes melitus sehingga kebutuhan akan
obat antidiabetik menurun.

8.6 Cara penggunaan dan cara penyimpanan obat


a. Cara penggunaan : intramuscular.
b. Penyimpanan : dalam wadah vial.

8.7 ADME
a. Absorbsi
Testosteron diserap perlahan-lahan dari fase jaringan lipid di tempat
suntikan i.m dapat mencapai konsentrasi puncak serum sekitar 72 jam
setelah pemberian i.m, sehingga persiapan ini memiliki durasi yang
berkepanjangan (2-4 minggu) injeksi i.m dari ester testosteron
menyebabkan iritasi loka, tingkat penyerapan tidak menentu.
b. Distribusi
Dalam serum, testosteron terikat dengan afinitas tinggi untuk SHBG dan
dengan afinitas rendah untuk albumin. Jumlah SHBG dalam serum dan
konsentrasi testosteron total menentukan pembagian bentuk farmakologi
aktif dan non androgen tersebut. Kapasitas mengikat SHBG tinggi pada
anak-anak sebelum pubertas, menurun selama masa pubertas dan dewasa,
dan meningkat lagi selama decade kemudian hidup sekitar 30-40% dari
testosteron dalam plasma terikat untuk SHBG 2% tetap terikat dengan
albumin dan protein lain.
c. Metabolisme
Pada jaringan target, testosteron diubah menjadi dihidrotestosteron oleh
enzim 5α-reduktase. Pada jaringan ini, dihidrotestosteron merupakan
androgen aktif utama. Perubahan testosteron menjadi estradiol oleh P450
aromatase juga dijumpai pada beberapa jaringan, termasuk jaringan
adipose, hati, dan hipotalamus; pada tempat-tempat ini, testosteron penting
dalam mengatur fungsi gonad.
d. Ekskresi
Ekskresi 90% melalui urin, 6% melalui tinja dalam bentuk asal, metabolic
dan konjugat. Hanya 30% dari 17-ketosteroid yang diekskresi melalui
urin, antara lain androsteron dan etikolanolon, berasal dari metabolisme
steroid adrenal. Kadar 17-ketosteroid urin bukan menggambarkan jumlah
sekresi androgen oleh testis tetapi terutama oleh konteks adrenal.
Androgen sintetik juga mengalami metabolisme tetapi lebih lambat
sehingga waktu paruhnya lebih panjang. Ekskresi androgen sintetik dapat
berupa bentuk asal atau metaboliknya.

BAB IX
PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan sediaan steril injeksi dalam wadah
vial dengan zat aktif yang digunakan adalah testosteron. Pembuatan sediaan
injeksi testosteron dibuat dengan menggunakan suspensi. Hal ini dilakukan karena
zat aktif testosteron merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, sehingga
pembuatannya menggunakan suspensi dengan menambahkan bahan tambahan
lainnya seperti NaH2PO4, Na2HPO4, tilose, fenilmerkuri nitrat dan aqua pro
injeksi.
Hal pertama yang dilakukan adalah Na2HPO4 dilarutkan dalam sebagian
aqua pro injeksi. Kemudian, NaH2PO4 dilarutkan dalam sebagian aqua pro injeksi
dan kedua larutan dicampurkan. Pengunaan aqua pro injection ditujukan untuk
memenuhi syarat dari sediaan injeksi yaitu sediaan harus bebas mikroorganisme.
Aqua pro injection merupakan air yang bebas kandungan mikroorganisme dan
bebas logam berat sehingga tidak akan mempengaruhi kestabilan injeksi yang
dibuat.
Pada penambahan pembawa air digunakan aqua pro injeksi bebas CO2.
Dengan adanya CO2, dapat bereaksi dengan salah satu bahan obat dalam sediaan,
dan bisa membentuk membentuk endapan. Untuk menghilangkan CO2 pada aqua
pro injeksi maka dididihkan terlebih dahulu. Penambahan Na2HPO4 dan NaH2PO4
berfungsi sebagai stabilitator dan untuk memperoleh pH tertentu serta mengurangi
rasa nyeri dan iritasi. Penambahan fenilmerkuri nitrat yang berfungsi sebagai
pengawet ditujukan agar sediaan dapat tahan lama dalam penyimpanan dan
mencegah pertumbuhan mikroba. Setelah zat tambahan sudah dilarutkan
kemudian dilakukan penyaringan, hal ini bertujuan untuk menghilangkan partikel
yang terdapat dalam larutan. Kemudian dilakukan penambahan zat aktif, untuk
melarutkan zat aktif testosteron ditambahkan tilose sebagai pensuspensi sehingga
testosteron dapat tercampur homogen.
Berdasarkan literatur, testosteron memiliki pH stabil antara 4-7,5. Karena
tidak semua bahan obat steril pada pH cairan tubuh, pH harus berada di antara
rentang 4-7,5 bertujuan untuk mencegah terjadinya rangsangan/rasa sakit pada
saat disuntikkan. Jika pH lebih dari 9 dapat menyebabkan nekrosis jaringan
(jaringan menjadi mati), sedangkan apabila pH kurang dari 3 makan akan
menyebabkan sakit dan flebitis (peradangan pembuluh darah). Tujuan dari
pengaturan pH ini adalah agar sediaan yang dibuat tetap stabil pada penyimpanan.
pH harus disesuaikan dengan sediaan injeksi yang dibuat sehingga apabila obat
disuntikkan ke dalam tubuh dan tercampur dalam darah tidak akan terjadi nyeri,
dan efek terapinya dapat tercapai. Tetapi dalam pembuatan sediaan injeksi
testosteron tidak dilakukan pengecekkan pH.
Menurut literatur, sediaan injeksi boleh dilakukan penambahan zat-zat yang
sesuai kedalam sediaan yang resmi digunakan sebagai obat suntik. Hal ini
bertujuan untuk meningkatkan kestabilan, tidak berbahaya dalam jumlah yang
diberikan, dan tidak mengganggu efek terapi sediaan. Zat pengawet harus mampu
mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Zat pengawet ditambahkan untuk
larutan injeksi dalam wadah dosis ganda yaitu vial.
Wadah harus dipilih dengan teliti, yang secara kimia tahan terhadap larutan
yang akan dimasukkan dan mempunyai kualitas yang paling baik untuk
memperkecil kemungkinan terkelupasnya wadah dan kelupasan masuk ke dalam
larutan. Bila wadah telah dipilih untuk dipakai, wadah harus dicuci dengan
seksama agar bebas dari semua zat asing. Selama pengisian wadah, harus
diperhatikan dengan teliti proses pengisian untuk mencegah masuknya debu yang
dikandung udara, serat kain, atau pengotoran-pengotoran lain ke dalam wadah.
Sebelum digunakan tutup vial harus disterilisasikan terlebih dahulu di
autoklaf suhu 1210C selama 15 menit, hal ini dilakukan untuk membunuh bakteri
yang terdapat pada tutup vial. Pemindahan larutan dari wadah ke vial dilakukan di
LAF (Laminar Air Flow). Hal ini dimaksud untuk meminimalisir mikroba atau zat
asing lainnya masuk dalam sediaan dan proses ini dilakukan secara aseptis
menggunakan etanol yang di semprot ke tangan sebagai antiseptik sebelum
melakukan pengisian larutan sediaan ke dalam ampul. Antiseptik ini untuk
membunuh mikroorganisme pada tangan yang mungkin dapat menyebabkan
kontaminasi pada sediaan
Sesuai dengan literatur, wadah yang digunakan untuk injeksi termasuk
penutup tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara baik secara fisik maupun
kimiawi dengan sediaan, yang dapat mengubah kekuatan, mutu atau kemurnian
diluar persyaratan resmi dalam kondisi biasa pada waktu penanganan,
pengangkutan, penyimpanan, penjualan dan penggunaan. Wadah terbuat dari
bahan yang dapat mempermudah pengamatan terhadap isi.

BAB X
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa testosterone dibuat
sediaan dalam bentuk suspensi karena testosterone tidak larut dalam air. Bentuk
sediaan suspensi yang dimasukan ke dalam vial tidak mengalami kebocoran dan
dibuat sebanyal 1 vial.

BAB XI
ETIKET DAN LABEL
11.1 Etiket

Gambar 11.1 Etiket

11.2 Label
HARUS DENGANRESE PDOKTER

Gambar 12.2 Label

BAB XII
KEMASAN DAN BROSUR
12.1 Kemasan

Gambar 12.1 Kemasan

12.2 Brosur
Gambar 12.2 Brosur

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan


Republik Indonesia: Jakarta
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia: Jakarta
Anonim. 2009. “Handbook of Pharmaceutical Excipient”. 6th ed.
British Pharmacopeia Commission. 2009. British Pharmacopeia, vol 1. The
Stationery Office: London
Council of Europe. 2005. European Pharmacopeia Fifth Edition. Council Of
Europe: Strasbourg
Reynolds, James E. F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoiea, Twenty-Eigth
Edition. Pharmaceutical Press: London
Wade, Ainley and Weller, Paul J. 1994. Pharmaceutical Excipients. 6th edition. The
Pharmaceutical Press: London

Anda mungkin juga menyukai