Anda di halaman 1dari 12

1

LABORATORIUM TEKNOLOGI DAN FORMULASI


SEDIAAN STERIL
SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA
BANDUNG

Zat aktif : Natrii Thiosulfat


Sediaan : Injeksi Intravena
Jumlah Sediaan : 2 ampul

1. FORMULA
1.1 Formula Laboratorium
Natrii Thiosulfat 10%
Obat Suntuik dalam Ampul 5 mL
1.2 Formula Usulan
R/ Natrii Thiosulfat 100 mg
Dinatrii hidrogen fosfat 0,9%
Natrii dihidrogen fosfat 0,04 %
Aqua Pro Injection ad 1 ml

2. KEGUNAAN ZAT DALAM FORMULA


Tabel 2.1 Kegunaan Zat dalam Formula

Zat Kegunaan
Natrii Thiosulfat Zat Aktif
Dinatrii hidrogen fosfat Pendapar
Natrii dihidrogen fosfat Pendapar
Aqua Pro Injection Pembawa

3. ALASAN PEMILIHAN FORMULA


3.1 Natrii Thiosulfat
Natrii Thiosulfat digunakan sebagai zat aktif yang digunakan untuk
pengobatan antidotum.
2

3.2 Dinatrii Hidrogen Fosfat


Dinatrium Hidrogen Fosfat digunakan sebagai pendapar karena untuk
menjaga menstabilkan pH Zat Aktif.
3.3 Natrii Hidrogen Fosfat
Dinatrium Hidrogen Fosfat digunakan sebagai pendapar karena untuk
menjaga menstabilkan pH Zat Aktif.
3.4 Aqua Pro Injection
Aqua Pro Injection digunakan sebagai pembawa untuk melarutkan Zat
aktif dan Zat Tambahan.

4. MONOGRAFI
4.1 Natrii Thiosulfat
Struktur :

Gambar 4.1 Struktur Natrii Thiosulfat


Rumus Molekul : Na2S2O3.H2O
BM : 248,17
Pemerian : Hablur besar, tidak berwarna atau serbuk hablur
kasar. Mengkilap dalam udara Iembab dan mekar
dalam udara kering pada suhu lebih dari 33°.
Larutannya netral atau basa lemah terhadap lakmus.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; tidak larut dalam
etanol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
pH : 6.5 – 9.0
Titik Leleh : > 33oC
Titik Lebur : 48.3 oC
Stabilitas : Suhu rendah meleleh, suhu tinggi merapuh
3

OTT : garam-garam logam berat, oksidator, asam.


(Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995 : 605)
4.2 Dinatrii Hidrogen Fosfat
Rumus Molekul : Na2HPO4
BM : 141,96
Pemerian : Kristal putih, tidak berwarna, larutannya alkali,
tidak berbau, efforesensi, kristal transparan.
Kelarutan : 1 gram dalam 4 ml air. 1 gram dalam 5 ml air,
praktis tidak larut dalam alkohol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, tempat yang kering
dan sejuk.
pH : 9,5, larutan 2% dalam air pHnya 9-9,2.
Kestabilan : Anhidratnya higroskopis. Pada pemanasan 100 oC
kehilangan air kristalnya. Pada suhu 400 0C berubah
menjadi pirofosfat (Na4P2O7), laruran berairnya
stabil.
Sterilisasi : Otoklaf atau penyaringan
Inkompaktibel : Inkompatibilitas dengan alkaloid antipirin,
kloralhidrat, asetat, pirogalol, resorsinol, striknin,
Ca glukonat.
(Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995 : 227)
4.3 Natrii Hidrogen Fosfat
Rumus Molekul : NaH2PO4
Pemerian : Kristal putih, tidak berbau, tidak berwarna.
Kelarutan : Larut dalam 1 bagian air, sangat sedikit larut
dalam etanol ( 95 % ) P.
Stabilitas : Stabil secara kimiawi dan stabil pada suhu panas
1000 C.
Sterilisasi : Diautoklaf
Incompatibilitas : Dengan aluminium, kalsium, magnesium atau
garam sejak mereka mengikat fosfat dan bisa
4

mengganggu penyerapan dari saluran


pencernaan.
Penyimpanan : Dalam wadah kedap udara, terlindung cahaya.
(Farmakope Indo nesia Edisi IV, 1995 : 409)
4.4 Aqua Pro Injection
Aqua pro injection
Rumus Kimia : H2O
Berat Molekul :-
Pemerian : Cairan, jemih, tidak berwarna, tidak berbau.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan pelarut polar dan elektrolit
Titik Leleh :-
pH :-
Stabilitas :-
OTT : Dalam sediaan farmasi, air dapat bereaksi dengan
obat dan zat tambahan lainnya yang mudah
terhidrolisis (mudah terurai dengan adanya air atau
kelembaban).
Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal, dari kaca atau plastik,
tidak lebih besar dari 1liter. Wadah kaca sebaiknya
dari kaca Tipe I atau Tipe II.
(Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995 : 112)

5. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN BAHAN


5.1 Perhitungan Tonisitas
Tabel 5.1 Perhitungan Tonisitas
Zat Perhitungan konsentrasi Konsentrasi (C) ΔTb
Natrii Thiosulfat 0,5 g / 5 mL x 100% 10% 0,18
Dinatrii Hydrogenphosphat 0,045 g /5 mL x 100% 0,9% 0,24
Natrii Dihydrogenphosphat 0,02 g/5 mL x 100% 0,04% 0,11
5

Perhitungan Konsentrasi
0,52− ΔTb .C
W= 0,576
0,52−(10𝑥0,18)+(0,9𝑥0,24)+(0,04𝑥0,011)
W= 0,576
0,52−2,0164
W= 0,576

W = - 2,597 (Hipertonis)
Perhitungan Formula Usulan (Dapar Phosphat pH 8)
1. Dinatrii Hydrogenphosphat 0,947% → 95 mL
95 𝑚𝑙 𝑚𝑔
=100 𝑚𝑙 𝑥 0,947 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,899 𝑔𝑟𝑎𝑚 → 899 100𝑚𝐿

= 8,9 mg / mL ~ 9 mg / mL
2. Natrii Dihydrogenphosphat 0,8% → 5 mL
5 𝑚𝑙 𝑚𝑔
=100 𝑚𝑙 𝑥 0,8 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,04 𝑔𝑟𝑎𝑚 → 40 100𝑚𝐿

= 0,4 mg / mL
5.2 Perhitungan Volume Sediaan yang Telah dilebihkan
Ampul = (n + 2) c + 2 mL
= (2 + 2) 5,3 + 2 mL
= (4) 5,3 + 2 mL
= 21,2 + 2 mL
= 23,2 ml ~ 25 mL
5.3 Perhitungan Bahan
5.3.1 Perhitungan Bahan untuk 1 Ampul
Natrii Thiosulfat = 100 mg x 5 ml = 500 mg
Dinatrii Hydrogenphosphat = 9 mg x 5 ml = 45 mg
Natrii Dihydrogenphosphat = 0,4 mg x 5 ml = 2 mg
Aqua Pro Injeksi Ad 5 mL
5.3.2 Perhitungan Bahan untuk 1 Batch (2 Ampul)
25 𝑚𝑙
Natrii Thiosulfat = 𝑥 500 𝑚𝑔 = 2500 𝑚𝑔
5 𝑚𝑙
25 𝑚𝑙
Dinatrii Hydrogenphosphat = 𝑥 45 𝑚𝑔 = 225 𝑚𝑔
5 𝑚𝑙
25 𝑚𝑙
Natrii Dihydrogenphosphat = 5 𝑚𝑙 𝑥 3 𝑚𝑔 = 10 𝑚𝑔
6

Aqua Pro Injeksi Ad 25 mL


5.4 Penimbangan Bahan
Natrii Thiosulfat = 2,5 gram
Dinatrii Hydrogenphosphat = 0,225 gram
Natrii Dihydrogenphosphat = 0,010 gram
Aqua Pro Injeksi Ad 25 mL

6. PROSEDUR KERJA DAN EVALUASI


6.1 Prosedur Kerja
Semua alat dan bahan disisapkan. Natrii Thiosulfat dilarutkan dengan
sebagian Aqua pro injeksi sampai larut ( Larutan 1). Kemudian Dinatrii
Hydrogenphosphat dilarutkan dengan Aqua pro injeksi sampai larut (Larutan
2). Selanjutnya dilarutkan Natrii Dihydrogenphosphat lalu dimasukan
kedalam Larutan 2 selanjutnya di cek pH lalu ditambahkan aqua pro injeksi
sampai 25 ml diaduk dan disaring. Filtrate dimasukan kedalam ampul
sebanyak 5 ml dengan menggunakan syringe. Selanjutnya dilakukan
steriliasai dengan Autoklaf dengan suhu 121oC dan dilakukan evaluasi
diantaranya dilihat kejernihan dan kebocorannya. Ampul dikemas, diberi
label dan etiket.
6.2 Prosedur Evaluasi
6.2.1 Uji Kejernihan
Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh
seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan
cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke dalam matanya, dan
berlatar belakang hitam dan putih, dengan rangkaian isi dijalankan dengan
suatu aksi memutar, harus benar-benar bebas dari partikel kecil yang dapat
dilihat dengan mata. (Lachman, dkk. 1994).
6.2.2 Uji Kebocoran
Ampul disimpan secara terbalik didalam wadah, kemudian
permukaan bawahnya diletakan tisu. Kemusian dimasukan kedalam
autoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC. Apabila sediaan bocor maka
volume pada ampul berkurang. (Lachman, dkk. 1994).
7

6.2.3 Uji Keseragaman Volume


Ampul diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu dilihat
keseragaman volume secara visual. (Lachman, dkk. 1994).
6.2.4 Uji Penampilan Fisik Wadah
Pemeriksaan dilakukan secara visual dengan diperhatikan bentuk
wadah atau ampul yang digunakan pada sediaan yang sudah jadi.
(Lachman, dkk. 1994).

7. DATA PENGAMATAN
Tabel 7.1 Hasil Evaluasi
Jenis Evaluasi Penilaian
Kejernihan -
Penampilan Fisik Wadah Kurang Baik
Kebocoran Ampul 2
Jumlah Sediaan 2
Keseragaman Volume -

8. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dibuat sediaan larutan injeksi dari Natrii Thiosulfat.
Natrium thiosulfat merupakan garam yang dapat di berikan secara empiris pada
orang yang keracunan sianida, zat ini pun stabil dalam larutan pembawa air.
Natrium thiosulfat biasa digunakan sebagai zat aktif yang memiliki khasiat
sebagai antidotum atau penawar racun. Injeksi natrium thiosulfat dikemas dalam
wadah dosis tunggal, yakni suatu wadah kedap udara yang mempertahankan
jumlah obat steril yang dimaksudkan untuk pemberian parenteral sebagai dosis
tunggal dan bila dibuka tidak ditutup rapat kembali dijaminan tetap steril.
Dalam pembuatan sediaan injeksi natrium thiosulfat, diperlukan aqua pro
injection untuk melarutkan natrium thiosulfat. Formula lain yang diperlukan
dalam percobaan ini yakni larutan penyangga yang berfungsi untuk menjaga pH
larutan agar tetap konstan. Kedua larutan ini perlu dicampur sampai benar-benar
jernih, karena bila larutan tidak jernih maka dikhawatirkan ketika obat dinjeksikan
kedalam tubuh akan terbentuk emboli dan terjadi rasa nyeri. Sediaan injeksi ini
8

mempunyai stabilitas pH antara 8 – 9,5 menurut USP dan biasanya tidak pernah
menggunakan bahan pengawet dan antioksidan, penggunaan stabilatornya kita
bisa menggunakan dapar phospat.
Proses pembuatan sediaan steril seharusnya dilakukan di Laminar Air Flow
(LAF) yang bertujuan agar proses pengerjaan benar-benar steril dan sediaan yang
dibuat dapat terhindar dari adanya pirogen karena LAF merupakan alat yang
memiliki pola pengaturan dan penyaring aliran udara secara kontinyu melewati
tempat kerja, sehingga tempat kerja tersebut bebas dari debu dan spora-spora yang
mungkin jatuh kedalam sediaan. Selain aliran tersebut LAF memiliki sinar UV
yang berfungsi untuk mensterilkan udara dengan membunuh bakteri melalui
mutasi gen.
Pada pembuatan injeksi natrium thiosulfat ini digunakan NaH₂PO₄ dan
Na₂HPO₄ sebagai larutan penyangga atau buffer. Larutan penyangga sangat
penting dalam pembuatan sediaan injeksi karena kultur jaringan dan bakteri
mengalami proses yang sangat sensitif terhadap perubahan pH. Selain itu, darah
dalam tubuh manusia mempunyai kisaran pH 7,35 sampai 7,45 dan apabila pH
sediaan injeksi diatas kisaran pH normal tubuh manusia akan menyebabkan organ
tubuh manusia menjadi rusak, sehingga harus dijaga kisaran pHnya dengan
larutan penyangga. Dapar phospat mempunyai selisih pH yang tidak boleh
melebihi lebih dari 3, dikarenakan dapar harus mempunyai rentang tipis yang
berupa penyangga agar tidak terjadi lingkungan nya terlalu asam, sebab dapar
mempunyai sifat yang agak sedikit basa yang fungsinya untuk menstabilkan pH
thiosulfat yakni 8 – 9,5.
Perhitungan tonisitas dilakukan untuk mengetahui apakah larutan bersifat
isotonis, hipertonis atau hipotonis. Isotonis adalah suatu keadaan dimana tekanan
osmosis larutan obat yang sama dengan tekanan osmosis tubuh kita (darah, air
mata). Sedang hipotonis adalah keadaan dimana tekanan osmostis larutan obat
kurang dari tekanan osmotis cairan tubuh. Hipertonis adalah tekanan osmotis
larutan obat lebih dari tekanan osmotis cairan tubuh. Tekanan osmotik diartikan
sebagai gaya yang dapat menyebabkan air atau bahan pelarut lainnya melintas
masuk melewati membran semipermeable ke dalam larutan pekat. Dari hasil
perhitungan didapatkan tonisitas larutan adalah - 2,597, artinya larutan tersebut
9

hipertonis, dimana larutan memilki osmolalitas yang lebih tinggi dari plasma
sehingga dapat terjadi plasmolisis atau hilangnya kadar air dari sel darah,
sehingga sel darah akan mengkerut.Jadi sebaiknya larutan injeksi harus isotonis,
kalau terpaksa dapat sedikit hipertonis, tetapi jangan sampai hipotonis. Cairan
tubuh manusia masih dapat menahan tekanan osmotis larutan injeksi yang sama
nilainya dengan larutan NaCl 0,6-2,0 % b/v.
Sterilisasi pada percobaan ini dilakukan dengan sterilisasi uap dengan
autoklaf dan menggunakan uap air dengan tekanan tinggi. Mekanisme
penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah karena terjadinya denaturasi dan
koagulasi beberapa protein esensial organisme tersebut. Adanya uap air yang
panas dalam sel mikroba, menimbulkan kerusakan pada temperatur yang relatif
rendah. Pada sediaan dilakukan evalusi secara fisika diantaranya penampilan fisik
wadah, jumlah sediaan & keseragaman volume, kejernihan sediaan, dan
kebocoran. Penampilan fisik wadah dilihat secara langsung. Hasil pengamatan
menunjukkan penampilan fisik wadah kurang baik. Jumlah sediaan, uji ini
dilakukan untuk memastikan produk akhir memiliki volume yang sama dengan
yang telah dikonversikan dalam pembuatannya karena pada tahap awal volume
yang dibuat telah ditentukan tiap ampulnya dengan volume yang sama. Jika
volume tidak seragam dikhawatirkan kadar zat aktif dalam sediaan tidak sama.
Hasil pengamatan menunjukan volume dari 2 ampul adalah tidak sama karena
sediaan kosong karena mengalami kebocoran.
Uji kejernihan. Uji kejernihan ini artinya bebas dari semua zat-zat yang
bergerak, senyawa yang tidak larut, termasuk pengotor-pengotor seperti debu.
Sediaan memenuhi persyaratan jika tidak ditemukan pengotor/kotoran dalam
larutan. Uji kebocoran ini dilakukan untuk memastikan bahwa ampul yang
digunakan benar-benar baik kondisinya. Jika terdapat kebocoran akan ada
kemungkinan obat untuk keluar, sehingga dosis yang didapatkan tidak sesuai
dengan dosis yang diinginkan. Selain itu adanya kebocoran dapat menyebabkan
partikel asing masuk, partikel ini dapat berupa mikroorganisme atau pirogen, yang
menandakan bahwa larutan tersebut tidak lagi steril. Pada pengujian kebocoran ini
terjadi kebocoran pada kedua ampul tersebut sehingga tidak dapat dilakukan uji
10

keseragaman volume dan uji kejernihan. Hal ini dapat terjadi karena ampul belum
tertutup dengan baik pada saat proses pengelasan sehingga mengalami kebocoran.

9. KESIMPULAN
Sediaan Injeksi Natrii Thiosulfat yang dibuat dikatakan tidak baik karena
semua sediaan mengalami kebocoran sehingga tidak ada hasil sediaan yang
didapat untuk dilakukan evaluasi lainnya.

10. DAFTAR PUSTAKA


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Formularium Nasional.
Edisi III. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia


Edisi 4. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Lachman dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta : UI Press.
11

11. LAMPIRAN
11.1 Kemasan Primer

Gambar 11.1Kemasan Primer Sediaan


11.2 Kemasan Sekunder

Gambar 12.3 Kemasan Sekunder Sediaan


12

11.3 Brosur

Gambar 11 .3 Brosur Sediaan


11.4 Label

Gambar 11.4 Label Sediaan

Anda mungkin juga menyukai