Jumlah Ampul :3
I. FORMULA
Usulan Formula
R/ Pyridoxine Hydrochloridum 50 mg
1
Tabel 2.1 Kegunaan Zat dalam Formula
Zat Kegunaan
3.2 Aqua pro injeksi = digunakan untuk melarutkan zat aktif dan
kelarutan dari pyridozine hcl yang mudah
larut dalam air, sehingga menggunakan
pelarut air berupa API.
IV. MONOGRAFI
4.1 Piridoxin Hcl
2
Titik Leleh/lebur : 159 hingga 162 ° C
Inkompaktibilitas : Larutan alkali, garam besi dan agen oksidator
3
5.1 Volume Sediaan yang Dilebihkan
Ampul = (n + 2)C + 2 ml
= (5 + 2)1,10 + 2 ml
= 9,7 ml ~ 10 ml
Na2EDTA : 10 ml
X 0,5 mg
1 ml =5mg
5.3 Tonisitas
0,52− ptb 1. c
5.3.1 Piridoxin Hcl = w =
ptb2
4
0,52−0,03806
= 0,576
0,481
= 0,576
5
dan siap untuk dilas. Ampul ditutup dengan cara dilas, lalu ampul
disterilisasi dengan keadaan terbalik, untuk mengetahui apakah ampul
tersebut bocor atau tidak. Lalu sediaan yang sudah disterilisasi
dikeluarkan dari autoklaf dan dievaluasi lalu siap untuk dikemas.
6.3.1.4 Uji pH
pengecekan Ph dilakukan menggunakan kertas indikator universal
6
Mekanisme
kerja
Menurut FI Ed III :
Penggunaan profilaksi :
DL 1 X P = 2 mg (rute im; iv)
Penggunaan terapi: (Rute im ; iv)
DL 1 X P = 10 – 150 mg
DL 1h = 30 – 450 mg
Menurut martindale 35th
Ed. : DL 1h = 150 mg
a. Vitamin B6 – Pil KB
Kombinasi ini dapat menghilangkan Vitamin B6
Interaksi obat
dari tubuh akibatnya mungkin
7
terjadinya kekurangan vitamin Vitamin B6.
Gunakan Vitamin B6 tambahan.
b. Vitamin B6 – Estrogen
Kombinasi ini dapat menghilangkan Vitamin B6
dari tubuh akibatnya mungkin
terjadinya kekurangan vitamin Vitamin B6.
Gunakan Vitamin B6 tambahan.
c. Vitamin B6 – Hidralazin
Kombinasi ini dapat menghilangkan Vitamin B6
dari tubuh akibatnya mungkin
terjadinya kekurangan vitamin Vitamin B6.
Gunakan Vitamin B6 tambahan.
d. Vitamin B6 – Levodopa
Efek levodopa berkurang, akibatnya kondisi yang
diobati mungkin tidak
terkendali dengan baik
VIII. PEMBAHASAN
8
Pada praktikum teknologi formulasi sediaan steril kali ini dilakukan
pembuatan sediaan parental berupa injeksi dengan zat aktif yang digunakan yakni
piridoksin hcl . Sediaan parenteral diberikan melalui beberapa rute yaitu,
intravena, intraspinal, intarmuskular, subkutis, dan intradermal. Rute yang
digunakan pada sediaan perenteral kali ini yaitu rute intramuskular. Sediaan
parenteral selain harus steril, juga tidak boleh mengandung partikel yang
memberikan reaksi pada pemerian dan tidak boleh mengandung pirogen. Dalam
proses pembuatan sediaan steril, sterilisasi dapat dilakukan dengan cara
pemanasan pada tahap akhir.
Selain steril, sediaan injeksi harus isotonis. Isotonis yaitu keadaan di mana
tekanan osmosis dan titik beku sediaan sama dengan darah. Hal ini dikarenakan
penggunaan injeksi yang langsung masuk ke peredaran darah. Apabila tidak
isotonis, maka akan mengakibatkan terjadinya plasmolisis (hipertonis) dan lisis
(hipotonis). Kondisi hipertonis diakibatkan oleh hilangnya kadar cairan dalam
pembuluh darah karena tekanan osmosis di luar pembuluh lebih besar sehingga
menimbulkan pengerutan sel dan menyebabkan sensasi perih. Namun, hal ini
hanya berlangsung sementara. Hipotonis dinilai berbahaya karena menyebabkan
sel menjadi pecah karena tingginya tekanan osmosis di dalam pembuluh dan
menarik cairan di luar pembuluh sehingga sel akan menggembung.
Pada teknik sterilisasi yang digunakan yaitu sterilisasi akhir dengan cara
memasukan semua alat yang digunakan kemudian sediaan dimasukkan ke ampul
untuk disterilisasi menggunakan autoklaf dengan suhu 121oC selama 15 menit.
Hal ini bertujuan untuk membunuh semua mikroorganisme, karena pada suhu
121oC selama 15 menit adalah suhu dan waktu yang optimal untuk membunuh
bakteri.
9
tidak dihilangkan akan mengakibatkan terbentuknya piridokxin hcl yang
kelarutannya kecil dalam air sehingga akan mengendap, akibatnya dosis akan
berkurang. Bahan pembawa sediaan injeksi dapat berupa air dan non air. Sebagian
besar produk parenteral menggunakan pembawa air. Hal tersebut dikarenakan
kompatibilitas air dengan jaringan tubuh, dapat digunakan untuk berbagai rute
pemberian. Air mempunyai konstanta dielektrik tinggi sehingga lebih mudah
untuk melarutkan elektrolit yang terionisasi.
10
IX. KESIMPULAN
X. DAFTAR PUSTAKA
Allen, L. V., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients,Sixth Edition,
Rowe R. C., Sheskey, P. J., Queen, M. E., (Editor), London,
Pharmaceutical Press and American Pharmacists Assosiation.
Anonim. 1978. Formularium Nasional, Edisi Kedua, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Ed III. Jakarta : Depkes RI.
11