Anda di halaman 1dari 11

SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA

LABOLATORIUM TEKNOLOGI FARMASI


LAPORAN PRAKTIKUM STERIL
INJEKSI PIRIDOXIN HCL INJEKSI

Zat Aktif : Piridoxin hcl injeksi

Jumlah Ampul :3

Dosis Ampul : 100 mg / ml

Metode Sterilisasi : Sterilisasi akhir dengan autoklaf

I. FORMULA

R/ Formula (dalam modul)

R/ Pyridoxine Hcl injection

Usulan Formula

R/ Pyridoxine Hydrochloridum 50 mg

Aqua pro injectio ad hingga 1 ml


(Fornas hal 262)

Formula yang digunakan

R/ Piridoksin HCl 100 mg


Aqua Pro Injection 10 ml

II. KEGUNAAN ZAT DALAM FORMULA

1
Tabel 2.1 Kegunaan Zat dalam Formula

Zat Kegunaan

Piridoxin HCl Zat aktif

Aqua pro injeksi pembawa

III. ALASAN PEMILIHAN DALAM FORMULA

3.1 Piridoxin HCl = Sebagai zat aktif pada sediaan Piridoxin


digunakan untuk mengobati atau
mencegah kekurangan vitamin B6.

3.2 Aqua pro injeksi = digunakan untuk melarutkan zat aktif dan
kelarutan dari pyridozine hcl yang mudah
larut dalam air, sehingga menggunakan
pelarut air berupa API.

IV. MONOGRAFI
4.1 Piridoxin Hcl

Gambar 4.1 struktur kimia Piridoxin Hcl


Sinonim : Piridoksina Hidroklorida
Nama Kimia : 5-hidroksi-6-metil-piridina-3,4-dimetanol
hidroklorida
Rumus molekul : C8H11NO8.HCl
Bobot Molekul : 205.64
pH : 2,0-3,8

2
Titik Leleh/lebur : 159 hingga 162 ° C
Inkompaktibilitas : Larutan alkali, garam besi dan agen oksidator

Stabilitas : Stabil di udara; secara perlahan-lahan dipengaruhi


oleh cahaya matahari fotosensitif, Dalam kondisi
normal kerusakkan piridoksin HCl tidak besar.
(Martindale 30 hal 1054). Sediaan harus terlindung
dari cahaya disimpan di suhu dibawah 40°C.
Disimpan sekitar 15° – 30° C

Kelarutan : Mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol


(95%) P, praktis tidak larut dalam eter.

Khaiat : Antidote, agen pemulihan kekurangan vitamin B6,


suplemen nutrisi

Penyimpanan :disimpan ditempat sejuk dan terlindung dari cahaya

(Farmakope Indonesia Ed IV)

4.2 Aqua Pro Injection (API)

Nama resmi : Aqua Pro Injection.

Nama lain : Aqua Pro Injeksi.

Rumus molekul : H2O

Berat molekul : 18,02

Pemerian : Cairan tidak berwarna, tidak berbau, tidak


berasa.

(Farmakope Indonesia IV, Hal 112)

V. PERHITUNGAN BAHAN DAN TONISITAS

3
5.1 Volume Sediaan yang Dilebihkan

Ampul = (n + 2)C + 2 ml
= (5 + 2)1,10 + 2 ml
= 9,7 ml ~ 10 ml

5.2 Perhitungan Bahan


5.2.1 Untuk 1 Ampul

Acidum folicum : 5,26 mg


Natrium Klorida : 8,36 mg
API : Ad 1 ml
Na2EDTA : 0,5 mg
NaOH : 1 ml

5.2.2 Untuk 1 batch

Acidum folicum : 464 ,4


X 0,5
441,1 = 0,256% = 0,526
g/100 ml
Natrium Klorida : 10 ml
X 8 , 36 mg
1 ml = 83,6 mg
API : Ad 10 ml

Na2EDTA : 10 ml
X 0,5 mg
1 ml =5mg

5.3 Tonisitas
0,52− ptb 1. c
5.3.1 Piridoxin Hcl = w =
ptb2

4
0,52−0,03806
= 0,576

0,481
= 0,576

= 0,836 g/100 ml NaCl

5.3.2 Tonisitas larutan yang sebenarnya :

0,9 – 0,836 g/100 ml = 0,064 g/100 ml (Hipotonis)

5.3.3 Larutan agar isotonis maka ditambahkan NaCl sebanyak :


0,9 – 0,064 g/100 ml = 0,836 g/100 ml
= 8,36 mg/ 1 ml

VI. STERILISASI ALAT DAN PROSEDUR KERJA


6.1 Sterilisasi Alat

Alat-alat yang digunakan seperti ampul, milipore, beaker glass, batang


pengaduk, erlenmeyer, kertas saring, gelas ukur disterilisasi menggunakan
metode panas basah. Metode panas basah menggunakan alat autoklaf pada
suhu 121ºC selama 15 menit.

6.2 Prosedur Kerja


Ditimbang Acidum folicum, Natrium klorida dan Na2EDTA. Didihkan
API kedalam beaker glass dan panaskan menggunakan magnetik stirer.
Kemudian dilarutkan asam folat dengan 4 ml API kemudian
ditambahkan NaOH 0,1 N hingga larutan berubah menjadi jernih,
ditambahkan NaCl dan Na2EDTA yang sudah dilarutkan terlebih dahulu
dengan API. Dicampurkan semua bahan lalu dicek pH pada rentang 8-
11. Jika pH sudah sesuai dengan literatur dilakukan penyaringan dua kali
yang pertama dengan kertas saring dan filtrat yang pertama dibuang,
setelah itu disaring menggunakan milipore lalu disuntikan pada ampul

5
dan siap untuk dilas. Ampul ditutup dengan cara dilas, lalu ampul
disterilisasi dengan keadaan terbalik, untuk mengetahui apakah ampul
tersebut bocor atau tidak. Lalu sediaan yang sudah disterilisasi
dikeluarkan dari autoklaf dan dievaluasi lalu siap untuk dikemas.

6.3 Evaluasi Sediaan


6.3.1 Evaluasi Fisika

6.3.1.1 Uji kejernihan

Dilakukan pemeriksaan secara visual kemudian diamati


larutan tersebut.

6.3.1.2 Uji keseragaman volume

Diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu


dilihat keseragaman volume secara visual.

6.3.1.3 Uji kebocoran

Setelah ampul selesai diisi dengan cairan injeksi, kemudian


ampul dilas. Setelah itu ampul diuji kebocoran dengan menyimpan
ampul dalam keadaan terbalik sebelum dilakukan sterilisasi,
sehingga ketika proses sterilisasi selesai dapat diketahui apakah
ampul tersebut bocor atau tidak.

6.3.1.4 Uji pH
pengecekan Ph dilakukan menggunakan kertas indikator universal

6.3.2 Evaluasi kimia

URAIAN DAN ANALISIS FARMAKOLOGI

Bentuk sediaan Alasan : Pyridoxine digunakan untuk mengobati


zat aktif atau mencegah kekurangan vitamin B6. Obat ini
juga mengobati anemia (kurangnya sel darah merah)
jenis tertentu. Injeksi pyridoxine juga dapat
digunakan dalam mengobati kejang-kejang pada
bayi.

6
Mekanisme
kerja

Farmakokineti Piridoksin,piridoksal,dan piridoksamin mudah di


k (ADME) absorbsi melalui saluran cerna ,metabolit terpenting
dari ketiga bentuk tersebut adalah 4-asam piridoksat.
Ekskresi melalui urin terutama dalam bentuk 4-asam
piridoksat dan piridoksal.

Indikasi dan Pengobatan dan pencegahan defisiensi Vitamin B6


dosis
Dosis : Menurut Fornas : 1h = 50 – 150 mg

Menurut FI Ed III :
Penggunaan profilaksi :
DL 1 X P = 2 mg (rute im; iv)
Penggunaan terapi: (Rute im ; iv)
DL 1 X P = 10 – 150 mg
DL 1h = 30 – 450 mg
Menurut martindale 35th
Ed. : DL 1h = 150 mg

Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap piridoksin atau komponen


lain

Aturan pakai 50-100 mg perhari IM

Sakit kepala, mual & muntah, penurunan


konsentrasi serum anti folat,
Efek samping
gangguan saluran nafas, reaksi alergi.
(Farmakologi UI)
Toksisitas

a. Vitamin B6 – Pil KB
Kombinasi ini dapat menghilangkan Vitamin B6
Interaksi obat
dari tubuh akibatnya mungkin

7
terjadinya kekurangan vitamin Vitamin B6.
Gunakan Vitamin B6 tambahan.
b. Vitamin B6 – Estrogen
Kombinasi ini dapat menghilangkan Vitamin B6
dari tubuh akibatnya mungkin
terjadinya kekurangan vitamin Vitamin B6.
Gunakan Vitamin B6 tambahan.
c. Vitamin B6 – Hidralazin
Kombinasi ini dapat menghilangkan Vitamin B6
dari tubuh akibatnya mungkin
terjadinya kekurangan vitamin Vitamin B6.
Gunakan Vitamin B6 tambahan.
d. Vitamin B6 – Levodopa
Efek levodopa berkurang, akibatnya kondisi yang
diobati mungkin tidak
terkendali dengan baik

VII. DATA PENGAMATAN


Tabel 7.1 Hasil Evaluasi Sediaan

Evaluasi Syarat Penilaian

Kejernihan Jernih Baik


Penampilan fisik wadah Baik Baik
Kebocoran ampul Tidak bocor 1
Jumlah sediaan 5 3
Keseragaman volume Seragam Tidak seragam

VIII. PEMBAHASAN

8
Pada praktikum teknologi formulasi sediaan steril kali ini dilakukan
pembuatan sediaan parental berupa injeksi dengan zat aktif yang digunakan yakni
piridoksin hcl . Sediaan parenteral diberikan melalui beberapa rute yaitu,
intravena, intraspinal, intarmuskular, subkutis, dan intradermal. Rute yang
digunakan pada sediaan perenteral kali ini yaitu rute intramuskular. Sediaan
parenteral selain harus steril, juga tidak boleh mengandung partikel yang
memberikan reaksi pada pemerian dan tidak boleh mengandung pirogen. Dalam
proses pembuatan sediaan steril, sterilisasi dapat dilakukan dengan cara
pemanasan pada tahap akhir.
Selain steril, sediaan injeksi harus isotonis. Isotonis yaitu keadaan di mana
tekanan osmosis dan titik beku sediaan sama dengan darah. Hal ini dikarenakan
penggunaan injeksi yang langsung masuk ke peredaran darah. Apabila tidak
isotonis, maka akan mengakibatkan terjadinya plasmolisis (hipertonis) dan lisis
(hipotonis). Kondisi hipertonis diakibatkan oleh hilangnya kadar cairan dalam
pembuluh darah karena tekanan osmosis di luar pembuluh lebih besar sehingga
menimbulkan pengerutan sel dan menyebabkan sensasi perih. Namun, hal ini
hanya berlangsung sementara. Hipotonis dinilai berbahaya karena menyebabkan
sel menjadi pecah karena tingginya tekanan osmosis di dalam pembuluh dan
menarik cairan di luar pembuluh sehingga sel akan menggembung.

Pada teknik sterilisasi yang digunakan yaitu sterilisasi akhir dengan cara
memasukan semua alat yang digunakan kemudian sediaan dimasukkan ke ampul
untuk disterilisasi menggunakan autoklaf dengan suhu 121oC selama 15 menit.
Hal ini bertujuan untuk membunuh semua mikroorganisme, karena pada suhu
121oC selama 15 menit adalah suhu dan waktu yang optimal untuk membunuh
bakteri.

Ditimbang piridoksin hcl kemudian dilarutkan dengan sebagian API yang


sudah dipanaskan terlebih dahulu. Sebelum digunakan sebagai bahan pembawa
dalam sediaan maka API dipanaskan terlebih dahulu di magnetic stirer. Tujuan
dididihkannya API dimaksudkan untuk menghilangkan CO2 dalam API. Hal ini
dikarenakan CO2 dapat menguraikan garam natrium dari senyawa organik yang
akan kembali membentuk asam lemahnya yang mengendap, sehingga jika CO 2

9
tidak dihilangkan akan mengakibatkan terbentuknya piridokxin hcl yang
kelarutannya kecil dalam air sehingga akan mengendap, akibatnya dosis akan
berkurang. Bahan pembawa sediaan injeksi dapat berupa air dan non air. Sebagian
besar produk parenteral menggunakan pembawa air. Hal tersebut dikarenakan
kompatibilitas air dengan jaringan tubuh, dapat digunakan untuk berbagai rute
pemberian. Air mempunyai konstanta dielektrik tinggi sehingga lebih mudah
untuk melarutkan elektrolit yang terionisasi.

Pengawet tidak digunakan dalam formula pembuatan injeksi piridocin hcl


dikarenakan volume sediaan yang kecil atau sedikit. Penggunaan injeksi dengan
volume yang sedikit dimaksudkan untuk sekali penggunaan sehingga pengawet
tidak dibutuhkan. Pengawet biasanya digunakan untuk sediaan yang digunakan
berkali-kali. Selain itu, penggunaan pengawet dihindari karena apabila masuk
langsung pada peredaran darah sistemik akan menjadi toksik.

Penyaringan dilakukan sebanyak dua kali yaitu dengan menggunakan


kertas saring terlebih dahulu, penyaringan menggunakan kertas saring bertujuan
untuk menyaring partikel-partikel yang berukuran besar sehingga pada saat
disaring dengan milipore tidak akan terjadi penyumbatan. Setelah disaring dengan
kertas saring selanjutnya disaring dengan bakteri filter yang berfungsi untuk
menyaring partikel-partikel yang tidak bisa disaring dengan kertas saring dan juga
untuk menyaring mikroba yang mungkin terdapat pada larutan yang terbawa dari
udara atau dari alat yang digunakan.

Larutan yang sudah disaring kemudian dimasukan kedalam ampul


menggunakan jarum suntik yang sesuai dengan volume sediaan yang akan dibuat.
Digunakan jarum suntik karena lubang yang terdapat pada ampul sangat kecil
sehingga dapat memudahkan pada saat memasukan larutan kedalam ampul dan
juga mengurangi resiko larutan menempel dipermukaan dinding lubang ampul,
apabila hal tersebut terjadi akan menimbulkan noda coklat atau hitam seperti
hangus pada saat pengelasan bahkan dapat menyebabkan ampul tersebut meledak.
Setelah dimasukan kedalam ampul dilakukan pengelasan dengan teliti supaya
tidak terjadi kebocoran pada saat sterilisasi.

10
IX. KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa sediaan injeksi Acidum folicum dapat dikatakan


cukup baik karena memenuhi persyaratan uji kejernihan, penampilan wadah yang
baik dan memenuhi uji pH sediaan yang sesuai dengan literatur tetapi masih
belum layak untuk diedarkan.

X. DAFTAR PUSTAKA
Allen, L. V., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients,Sixth Edition,
Rowe R. C., Sheskey, P. J., Queen, M. E., (Editor), London,
Pharmaceutical Press and American Pharmacists Assosiation.
Anonim. 1978. Formularium Nasional, Edisi Kedua, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Ed III. Jakarta : Depkes RI.

Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Ed IV. Jakarta : Depkes RI.

11

Anda mungkin juga menyukai