Anda di halaman 1dari 24

TUGAS PRAKTIKUM FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

“ANALISIS PREFORMULASI INFUS DEXTROSA”

NAMA KELOMPOK 2:

 Gigih ferry kurniawan (10117071)


 Mutiatul Qotimah (10117103)
 Nadya Bella Donna (10117105)
 Nadya Febri Fitricha (10117106)
 Nanda Aulia Mar’atina (10117107)
 Nina Amalia (10117112)
 Nira Nur Afdillah (10117113)
 Noor Halisah (10117115)
 Novitalisa Ika Dessy (10117118)
 Nurlaili Fitriyah (10117122)
 Refina Dyah Ratnasari (10117133)
 Rian Setiawan (10117136)

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

2020
I. PENDAHULUAN

Sediaan parenteral dapat diberikan secara intravena, subkutan, intramuskular, maupun


intrakardial. Infus intravena merupakam sediaam steril berupa larutan atau emulsi bebas pirogen
dan sebisa mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung kedalam vena dalam
volume yang relatif banyak. (Depkes RI,1979).
Infus dapat diberikan kepada pasien yang mengalami pengeluaran cairan atau nutrisi
yang berat, syok, intoksikasi berat, pra dan pasca bedah. Salah satu infus yang digunakan adalah
infus dextrosa dimana infus ini mengandunh D-glukosa yang disebut dengan dextrosa yang
merupakan suatu metabolit yang penting bagi kelangsungan hidup manusia. (Lukas,2006)

II. PENDEKATAN FORMULASI

Data preformulasi dari zat aktif :



Pemerian Dextrosa 5% : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau serbuk granul
putih, tidak berbau,rasa manis ( FI IV HAL 300 )
 Kelarutan : mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih, larut
dalam etanol medidih, sukar larut dalam etanol ( FI IV HAL 300 )
 pH Stabilitas : 3,5-5,5
 pKa :-
 Stabilitas : memiliki stabilitas yang baik pada kondisi penyimpanan kering. Dalam
bentuk cair/larutan dapat disterilkan dengan autoklaf, namun pemanasan berlebihan dapat
menurunkan Ph dan larutan karamelisasi
 Inkompaktibilitas dengan bahan lain dalam formula : -
(Pustaka : FI IV hal 300 dan HPE hal222)
Berdasarkan analisis farmakologi dan dari data preformulasi zat aktif tersebut, maka dibuat
sediaan infus dextrose 5% dengan volume 500 mL, dan dengan kekuatan sediaan 2 mg/ mL
 FORMULA UMUM

Formula umum dari sediaan infus adalah


R/ Dextrose anhidrat 52,50 g
Karbon aktif 0,15 g
Aqua pro injeksi ad 1 l
(Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulation Sterile Product Vol.6)

 FORMULA PUSTAKA
R/ Dextrose anhidrat 5,25 g
Karbon aktif 0,015 g
Aqua pro injeksi 500 ml
III. 1.3. PENGEMBANGAN FORMULA
 Sterilisasi yang digunakan
Dalam pembuatan infus dextrosa 5% pada akhir sterilisasi digunakan metode
sterilisasi basah yaitu dengan menggunakan autoclave. dimana dalam pemilihan metode
ini berdasarkan pada ketahanan komposisi infus dextrose terhadap pemanasan sehingga
digunakan sterilisasi cara basah menggunakan autoclave pada suhu 121 derajat C selama
15 menit.
Rumus Kimia : C6H12O6H2O
BM : 198.17
Titik Lebur : 838 derajat C
Pemerian : hablur tidak berwarna, sebuk hablur atau butiran putih, tidak berbau, rasa
manis (FI-III, Hal.268)
Kelarutan : mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih, agak
sukar larut dalam etanol (95%) P mendidih, sukar larut dalam etanol P
Kegunaan : Dextrose banyak digunakan dalam solusi untuk menyesuaikan tonisitas
dan sebagaiagen pemanis. Dekstrosa juga digunakan sebagai pengencer
granulasi basahdan pengikat, dan sebagai pengencer dan pengikat tablet
kompresi langsung
Stabilitas : memiliki stabilitas yang baik
Penyimpanan : kondisi penyimpanan kering
Inkompsktibel : tidak kompatibel dengan sejumlah obat seperti
sianokobalamin, kanamisin sulfat, natrium novobiocin, dan walfarin
sodium.
Keaamanan : konsentrasi dekstrosa lebih besar
dari 5% b / v bersifat hiperosmotik dan dapat menyebabkan vena lokal
iritasi setelah pemberian intravena.
(Pustaka : Handbook Of Pharmaceutical Excipients, Hal.222)
 Perhitungan (dari masing-masing komponen):
 Tonisitas
1 gram Dextrosa setara dengan 0,16 gram NaCl
1 gram Nacl setara dengan 5 gram Dextrosa
1 gram 0,16 gram NaCl
=
5 gram x
X = 5 gram x 0,16 gram
X = 0,8 gram
 Penimbangan Bahan
Jumlah Dextrosa untuk 1 L sediaan adalah 52,5 gram, sedangkan sediaan yang
akan dibuat adalah 500 ml. Jadi jumlah dextrose yang dibutuhkan untuk 500 ml
adalah :
1. Dextrosa Anhidrat = 500 ml
1000 ml x 52,5 gram = 26,25 gram
Jumlah Karbon Aktif untuk 1 L sediaan adalah 0,15 gram, sedangkan
sediaan yang akan dibuat adalah 500 ml. Jadi jumlah Karbon Aktif yang
dibutuhkan untuk 500 ml adalah :
2. Karbon Aktif = 500 ml
1000 ml x 0,15 gram = 0,075 gram

3. Aqua pro injeksi ad 500 ml


 Yang perlu diperhatikan:
a. Bentuk zat aktif
b. Pembawa yang digunakan = aqua pro injection, harus bebas pirogen
c. Tidak menggunakan pengawet
d. Semua zat harus larut dalam aqua pro injectio, karena biasanya digunakan IV
e. Sediaan infus tidak boleh mengandung dapar, adjust pH bila perlu.
f. Lihat kestabilan terhadap suhu. Sediaan infus umumnya dilakukan sterilisasi akhir.
g. Menggunakan peng-adjust pH tergantung stabilitas zat aktif

 Penting diketahui untuk memuat data-data sebagai berikut:

1. Dekstrosa
 Pemerian : Hablur, tidak berwarna, serbuk hablur atau serbuk granul putih,
tidak berbau, dan rasa manis. (FI IV HAL 300)
 Kelarutan : Larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih,
larut dalam etanol mendidih, sukar larut dalam etanol. (FI IV HAL 300)
 Inkompatibilitas : Solusi dekstrosa tidak sesuai dengan sejumlah obat seperti
cyanocobalamin, kanamyin sulfat, novobiocin sodium, dan natrium warfarin.
Dalam bentuk aldehyde, dextrose dapat bereaksi dengan duin, amides, asam
amino, peptida, dan protein. Warna cokelat dan dekomposisi terjadi dengan alkali
yang kuat. Dextrose dapat menyebabkan browning dengan lempeng-lempeng
yang mengandung amines (reaksi Maillard). (HPE hal 253)
 Stabilitas : Dextrose memiliki stabilitas yang baik dalam kondisi
penyimpanan kering. Solusi Aqueous dapat disterilkan dengan autoclaving. Akan
tetapi, pemanasan yang berlebihan dapat menyebabkan berkurangnya pH dan
karamelisasi solusinya. (4-7) bahan dalam jumlah besar hendaknya disimpan
dalam wadah yang tertutup rapat di tempat yang sejuk dan kering. (FI IV HAL
300)
 Fungsi dan konsentrasi yang dibutuhkan: Digunakan untuk zat aktif dalam infus
 Identifikasi : tambahkan beberapa tetes larutan (1 dalam 20) pada 5 ml
tembaga(II) tartrat alkali LP panas: terbentuk endapan merah tembaga oksida.
(FI IV HAL 300)
2. Karbon Aktif
 Pemerian : Serbuk halus, bebas dari butiran, berwarna hitam, tidak
berbau, tidak berasa
 Kelarutan : Tidak larut dalam air dan dalam etanol
 Inkompatibilitas :-
 Stabilitas : Stabil pada tempat tertutup dan kedap udara
 Fungsi dan konsentrasi yang dibutuhkan : Digunakan untuk menyerap bahan-
bahan pengotor yang mungkin ada
 Identifikasi :-
(Depkes RI, 1995)
3. Aqua Pro Injeksi
 Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau
 Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air
 Inkompatibilitas : -
 Stabilitas : Stabil terhadap suhu panas
 Fungsi : Sebagai pembawa dan pelarut
 Identifikasi : -

(Depkes RI, 1995)


PEMBUATAN DAN EVALUASI FARMASETIK SEDIAAN AKHIR

METODE PEMBUATAN SEDIAAN


Berdasarkan analisa praformulasi
- Akan dibuat sediaan Dextrosa

- Dengan kekuata 5 %
- Volume total yang akan dibuat 500 mL

- Metode pembuatan  buat dalam bentuk diagram alir meliputi:


a. Penyiapan alat

No Alat Jumlah Ukuran Sterilisasi Waktu


1 Erlenmeyer 1 1000 ml Autoclaf 121ºC 15 menit
2 Beakerglass 1 1L Autoclaf 121ºC 15 menit
3 Corong kaca 1 Besar Autoclaf 121ºC 15 menit
4 Batang pengaduk 1 Besar Autoclaf 121ºC 15 menit
5 Pipet tetes 1 Besar Autoclaf 121ºC 15 menit
6 Karet pipet 1 Besar Autoclaf 121ºC 15 menit
7 Botol infus 1 Besar Autoclaf 121ºC 30 menit
8 Tutup infus 1 Besar Autoclaf 121ºC 15 menit
9 Plat tetes 1 Besar
10 Sudip 1 Besar Dipijarkan dengan 20 detik
api langsung
11 Kertas saring & 1&1 Besar Autoclaf 121ºC 15 menit
Kertas whatman
12 Thermometer 1 Besar Alkohol
13 Cawan porselin 1 Besar Dibasahi dengan 2o detik
alcohol dan dibakar
dengan api
b. Penyiapan bahan

 Pembuatan Aquadest Bebas Pirogen

Diukur sejumlah aquadest

Tambahkan dengan karbon adsorben sebanyak 0,1% dari volume


air

Panaskan diatas api bunsen pada suhu 60-70°C selama 15 menit


sambil sesekali diaduk

Saring dengan kertas saring an letakkan dalam wadah tertutup


rapat
 Aktivasi Activated Charcoal

Ditimbang Activated charcoal sebanyak 500 mg

Dipanaskan pada suhu 100ºC selama 30 menit


c. Pembuatan sediaan

Alat alat yang digunakan di terilkan terlebih dahulu

Botol infus ditera dengan water for injection sebanyak 100 ml dan ditandai

Masing-masing bahan ditimbang sesuai dengan bobot penimbangannya

WFI dipanaskan dengan suhu 100 derajat celcius dan diturunkan hingga suhu
60 derajat celcius

Masukkan Dextrosa kedalam API pada suhu 60 derajat celcius dan aduk kurang
lebih 15 menit

Karbon aktif ditambahkan kedalam campuran tersebut, aduk perlahan dan


dipanaskan kurang lebih selama 15 menit diusahakan agar suhu sediaan
terjaga 60 derajat celcius

Larutan tersebut disaring dengan kertas saring yang sudah diterilisasi untuk
menghasilkan larutan jernih dan diukur pH dengan pH meter

Larutan dimasukkan kedalam botol kaca 100 ml yang sudah di sterilisasi pada
suhu 121 derajat celcius selama 15 menit kemudian tutup dengan penutup
karet
Bagian atas botol dibungkus dengan alumunium foil dan ikat dengan tali kasur
(diikat dalam bentuk simpul)

Dilakukan sterilisasi akhir sediaan dengan autoklaf pada suhu 121 derajat
celcius selama 15 menit

Ditempelkan etiket pada sediaan, diberi brosur dan dimasukkan kedalam


kemasan sekunder

Dilakukan evaluasi pada sediaan


d. Persiapan ruangan untuk pembuatan sediaan
Tata letak ruang dalam area produksi yang harus dipenuhi antara lain :
1.      Untuk pengolahan produk yang mengandung bahan yang menimbulkan
sensitisasi tinggi, disediakan fasilitas tersendiri untuk masing-masing produk.
Udara yang dikeluarkan dari fasilitas itu dilewatkan atau melalui suatu sistem
yang sesuai sebelum dilepaskan ke atmosfer.
2.      Luas area kerja produksi minimal 2 kali luas yang diperlukan untuk
penempatan peralatan (termasuk wadah yang diperlukan untuk suatu kegiatan)
ditambah luas area untuk keperluan pembersihan dan perawatan mesin oleh
operator produksi dan/atau teknisi.
3.      Permukaan lantai, dinding, langit-langit dan pintu hendaklah :
  Kedap air
  Tidak terdapat sambungan untuk mengurangi pelepasan atau pengumpulan
partikel.
  Tidak merupakan media pertumbuhan mikroba.
  Mudah dibersihkan, serta tahan terhadap proses pembersihan, bahan
pembersih dan disinfektan yang digunakan berulangkali dengan
memperhatikan faktor kepadatan, porositas, tekstur, dan sifat elektrostatis

e. Sterilisasi sediaan
Sterilisasi yang digunakan
Disterilkan dengan cara sterilisasi seperti dibawah ini segera setelah dibuat:
Pemanasan dalam Otoklaf
Sediaan yang akan disterilkan diisikan kedalam wadah yang cocok, kemudian
ditutup kedap. Jika volume tiap wadah tidak lebih dari 1000 ml, sterilisasi
dilakukan dengan uap air jenuh pada suhu 115o sampai 116o selama 30 menit .
(Depkes RI 1978, 323-324)
f. Evaluasi sediaan (beserta jumlah yang digunakan untuk masing-masing formula)
1. Penetapan volume ijeksi
PENETAPAN VOLUME INJEKSI DALAM WADAH

Pilih satu atau lebih wadah, bila volume 10 ml atau lebih, 3 wadah ataulebih
bila volume lebih dari 3 ml dan kurang dari 10 ml, atau 5 wadah atau lebih
bila volume 3 ml atau kurang.

Ambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodermik kering berukuran tidak
lebih dari 3 kali volume yang akan diukur dan dileng kpai dengan jarum
suntik nomor 21, panjang tidak kurang dari 2,5 cm.

Keluarkan gelembung udara dari dalam jarum dan alat suntik dan
pindahkan isi dalam alat suntik, tanpa mengosongkan bagian jarum, ke dalam
gelas ukur kering volume tertentu yang telah dibakukan sehingga volume
yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas ter
tera (garis-garis penunjuk volume gelas ukur menun juk volume yang
ditampung, bukan yang dituang).

Cara lain, isi alat suntik dapat dipindahkan ke dalam gelas piala kering yang
telah ditara, volume malam ml diperoleh dari hasil perhitungan berat dalam g
dibagi bobot jenis cairan.

Isi dari dua atau tiga wadah 1 ml atau 2 ml dapat digabungkan untuk
pengukuran dengan menggunakan jarum suntik kering terpisah untuk
mengambil isi tiap wadah.
Isi dari wadah 10 ml atau lebih dapat ditentukan dengan membuka wadah
memindahkan isi secara langsung ke dalam gelas ukur atau gelas piala yang
telah ditara.

Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu per
satu, atau bila wadah volume 1 ml dan 2 ml, tidak kurang

2. Pemeriksaan bahan partikulat


Dicatat warna, bau dan penampilan fisik sediaan yang diperoleh

Dimasukkan kedalam tabung reaksi dan dilakukan pengamatan secara visual ada
tidaknya bahan partikulat dengan latar belakang hitam

Dicatat hasil yang diperoleh

( Depkes RI, 1995 )

3. Penetapan pH

Dimasukkan sejumlah cairan infus dextrosa 5% ke dalam beaker glass

Dilakukan kalibrasi alat pH meter. Dicelupkan pH meter kedalam cairan infus,


diamkan beberapa saat, kemudian amati pH yang dihasilkan pada alat pH meter

Dicatat pH sediaan yang dihasilkan pada alat pH meter

( Depkes RI, 1995 )


4. Uji kebocoran

Sediaan steril infus intravena dextrosa 5 %

Dibalik sehingga tutup botol berada dibagian bawah serta diletakkan jertas saring
dibawahnya

Diamati terjadinya kebocoran yang ditandai dengan keluarnya sediaan dari botol
infus dan kertas saring menjadi basah

Dicatat hasil yang diperoleh

5. Uji kejernihan

Sediaan steril infus Dextrosa 5% dan ater for injection dimasukkan kedalam
masing-masing tabung reaksi

Pengamatan dilakukan dibawah cahaya yang berdifusi, tegak lurus kearah bawah
tabung reaksi latar belakang hitam

Dibandigkan kejernihan antara kedua tabung,dicatat hasil yang diperoleh

( Depkes RI, 1995 )

6. Identifikasi za  Injeksi Dektrosa adalah larutan steril dektrosa dalam Air untuk
Injeksi. Mengandung dektrosa, C61-1 1205 .1-120, tidak kurang dari 95,0% dan tidak
lebih dari 105,0% dan jumlah yang tertera pada etiket. Injeksi dektrosa tidak
mengandung bahan anti mikroba.
(FI V, Hal 297)
7. Penetapan kadar 

DiPipet sejumlah volume injeksi setara dengan 2-5 g dekstrosa,masukkan ke


dalam labu tentukur 100-ml.

DiUkur rotasi optik dalam tabung polarimeter yang sesuai pada suhu 25° seperti
tertera pada Penetapan Rotasi Optik dan Rotasi jenis .

DiHitung persentase (g per 100 ml) dekstrosa, C611 1205 .1-120, dalam injeksi dengan
Rumus: AR (100/52,9)(198,17/180,16)

A adalah perbandingan bilangan 100 mm dibagi dengan panjang tabung polanimeter


yang digunakan, dalam mm; R adalah rotasi yang diamati dalam derajat; 100 adalah
persentase; 52,9 adalah titik tengah rentang rotasi jenis dekstrosa anhidrat; 198,17 dan
180,16 berturut-turut adalah bobot molekul dekstrosa monohidrat dan dekstrosa
anhidrat.

( FI V, Hal 297)
8. Uji sterilitas  FI
a. Untuk zat jumlah sedikit

Untuk zat dalam jumlah sedikit yang tertera pada Dadtrar II dan bukan antibiotika
digunakan medium perbenihan yang memenuhi syarat uji efektivitas medium
perbenihan.

Disiapkan 2 tabung medium perbenihan tioglikolat, tambahkan pada masing-masing


tabung sediaan uji, keramkan pada suhu 30° sampai 32° selama tidak kurang dari 7 hari

Disiapkan 2 tabung medium perbenihan kasamino, tambahkan masing-masing tabung


sediaan uji keramkan pada suhu 22° sampai 25° selama tidak kurang dari 2 hari.

b. Cara untuk zat uji beberapa larutan dan cairan

Untuk zat uji berupa larutan atau cairan lebih besar dari 10 ml, larutan atau susensi
minyak antibiotika. Digunakan medium perbenihan yang memenuhi syarat uji fertilitas
medium perbenihan

Disiapkan 2 tabung medium perbenihan tioglikolat, tambahkan pada masing-masing


tabung sediaan uji, keramkan pada suhu 30° sampai 32° selama tidak kurang dari 7
hari.

Disiapkan 2 tabung medium perbenihan kasamino, tambahkan masing-masing tabung


sediaan uji keramkan pada suhu 22° sampai 25° selama tidak kurang dari 2 hari

9. Uji endotoksin  FI IV

Tidak lebih dari 0,5 unit endotoksin fi per ml untuk injeksi yang mengandung
dektrosa kurang Dari 5% dan tidak lebih dari 10,0 unit endotoksin per ml
untuk injeksi Yang mengandung dextrosa antara 5%dan 70%. (catatan
sebelum pengujian, encerkan injeksi yang mengandung dextrosa lebih dari
10% hingga ladar dextrosa 10%).
10. Uji pirogen  FI IV HAL 908
Dilakukan pengujian dalam ruang terpisah yang khusus untuk uji pirogen dan dengan
kondisi lingkungan yang sama dengan ruang pemeliharaan, bebas dari keributan yang
menyebabkan kegelisahan.

Kelinci tidak diberi makan selama waktu pengujian, minum diperbolehkan pada setiap
saat, tetapi dibatasi pada saat pengujian. Apabila pengujian menggunakan termistor,
dimasukkan kelinci ke dalam kotak penyekap sedemikian rupa sehingga kelinci tertahan
dengan letak leher yang longgar sehingga dapat dududk dengan bebas.

Ditentukan suhu awal masing-masing kelinci tidak lebih dari 30 menit sebelum
penyuntikan larutan uji yang merupakan dasar untuk menentukan kenaikan suhu. Beda
suhu tiap kelinci dalam satu kelompok tidak boleh lebih dari 1˚dan suhu awal setiap
kelinci tidak boleh lebih dari 39,8 ˚.

Kecuali dinyatakan lain pada masing-masing monografi, disuntikkan 10 ml per kg bobot


badan, melalui vena tepi telinga 3 ekorkelinci dan penyuntikan dilakukan dalam waktu
10 menit.

Larutan uji berupa sediaan yang bila perlu dikonstitusi seperti yang tertera pada etiket
maupun bahan uji yang diperlukan seperti yang tertera pada masing-masing monografi
dan disuntikan dengan dosis seperti yang tertera.

Alat atau perangkat injeksi untuk uji pirogen digunakan sebagai larutan uji hasil cucian
atau bilasan dari permukaan alat yang berhubungan langsung dengan sediaan parenteral,
tempat penyuntikan atau jaringan tubuh pasien. Semua larutan harus bebas dari
kontaminasi. Dihangatkan larutan pada suhu 37˚±2˚ sebelum penyuntikan.

Direkam suhu berturut-turut anatara jam ke-1 dan jam ke-3 setelah penyuntikan dengan
selang waktu 30 menit.
Maka jumlah sediaan yang akan disiapkan
Jumlah Sediaan Jumlah Volume (ml) Jumlah
Botol
Julah botol infus yang ditugaskan untuk 10 X 500 5.000
dikumpulkan
Penetapan volume ijeksi 1 X 500 500
Pemeriksaan bahan partikulat
1 X 500 500
Penetapan pH
Uji kebocoran 0 - -
Uji kejernihan
Semua - -

Semua - -

Identifikasi za 3 X 500 1.500

Penetapan kadar 3 X 500 1.500

Uji sterilitas 10 X 500 5.000

Uji endotoksin 2 X 500 1.000

Uji pirogen 2 X 500 1.000

Jumlah 32 X 500 16.000

Jadi, total sediaan yang akan dibuat adalah 10botol (yang ditugaskan) +22botol untuk
evaluasi= 32 botol.

Kelebihan volume tiap wadah untuk cairan encer untuk sediaan dengan volume lebih dari
50,0 mL, yaitu 2% (FI IV, hal 1044)= 2% x 500 mLx32 botol = 320 mL

Total volume = 16.000 mL + 320 mL = 16.320 mL

Kelebihan volume total untuk antisipasi kehilangan selama proses = 10% x 16.320 mL
=1.632 mL

Maka volume total yang dibuat adalah = 16.320 mL + 1.632 mL = 17.952 mL


Penimbangan (perhitungan penimbangan disesuaikan dengan perhitungan jika volume
total sediaan yang dibuat dilebihkan 10%)

Formula yang akan dibuat :

R/ Dextrose Anhidrat 52,5 g

KarbonAktif 0,015 g

Aqua pro injeksi ad 500 mL

 NaCl = 52,5 g x 17.952 mL = 942.480mL.

 Activated Charcoal = 0,15 g x 17.952 mL = 2.692,8mL.

 Aqua pro injeksi ad 17.952 mL.

Note: carbon aktif secara umum digunakan 0.1% b/v

R/ Dextrosa anhidrat 5,25 gram (5,250 mg)

Karbon aktif 0,015 gram (15 mg)

Aqua pro injeksi ad 500 mL

Note: carbon aktif secara umum digunakan 0.1% b/v

Perhitungan :

Dextrosa anhidrat 5,250 mg x 17.952 ml = 94.248 ml

Karbon aktif 15 mg x 17.952 ml = 26.928 ml

Aqua pro injeksi ad 17,952 ml

Bobot untuk 17,952 mL


Zat dalam formula Bobot dalam formula 500 mL
(yang akan dibuat)

Dextrosa anhidrat 1.050 mg 94.248 mg

Karbon aktif 3 mg 26.928 mg

Aqua pro injeksi ad 500 ml 17.952.000 mg

Bobot untuk 17,952 mL


Zat dalam formula Bobot dalam formula 500 mL
(yang akan dibuat)
Kesimpulan :

Untuk membuat sediaan infus Dextrosa anhidrat 5,25 gram sebanyak 32 botol, @ 500mL
diperlukan :

 Dextrosa anhidrat : 94.248 gram


 Karbon aktif : 26.928 gram
Aqua pro injectione hingga 17.952 mL

UJI MUTU FARMASETIK SEDIAAN AKHIR


EVALUASI FISIK
1. Penetapan volume injeksi dalam wadah
Volume dalam Wadah Tiap wadah Injeksi diisi dengan sejumlah volume sedikit
berlebih dari volume yang tertera pada etiket atau volume yang akan diambil. Kelebihan
volume yang dianjurkan dalam tabel yang tertera pada Penetapan Volume Injeksi dalam
Wadah <1131>, umumnya cukup untuk memenuhi volume pengambilan dan pemakaian
seperti yang ter-
tera pada etiket.
Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah Memenuhi syarat Penetapan Volume
Injeksi dalam. Wadah <1131>.
( Pustaka : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi
IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.)

2. Pemeriksaan bahan partikulat dalam injeksi


Bahan Partikulat Bila monografi mencantumkan persyaratan bahan partikulat
maka semua Injeksi volume besar untuk infus dosis tunggal dan Injeksi volume kecil,
harus memenuhi syarat batas bahan partikulat seperti tertera pada Bahan Partikulat dalam
Injeksi <751>, Sediaan yang dikemas dalam Injeksi volume besar maupun Injeksi
volume kecil memenuhi persyaratan untuk Injeksi volume kecil bila dalam wadah tertera
isi 100 ml atau kurang; sediaan memenuhi syarat untuk Injeksi Volume Besar untuk Infus
Dosis Tunggal, bila wadah berisi lebih dari 100 ml. Injeksi yang dikemas dan diberi
penandaan sebagai larutan irigasi dibebaskan dari persyaratan Bahan Partikulat.
Sterilitas Memenuhi syarat Uji Sterilitas <71>
( Pustaka : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia
EdisiIV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.)

3. Penetapan pH
Penetapan pH (Suplemen FI IV,hlm. 1572-1573)
Alat : pH meter
Tujuan : Mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan
Prinsip : Pengukuran pH cairan uji menggunakan potensiometri (pH meter) yang
telah dibakukan sebagaimana mestinya yang mampu mengukur harga pH
sampai 0,02 unit pH menggunakan elektrode indikator yang
peka,elektrode kaca, dan electrode pembanding yang sesuai.
Hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan yangditargetkan.

(Pustaka : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Suplemen I Farmakope


Indonesia, Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.)

4. Uji kebocoran
Uji Kebocoran (Goeswin Agoes, 2009, 191-192)
Tujuan :Memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume
sertakestabilansediaan.
Prinsip :Untuk cairan bening tidak berwarna (a) wadah takarantunggal yang masih
panas setelah selesai disterilkandimasukkan ke dalam larutan metilen biru
0,1%. Jika adawadah yang bocor maka larutan metilen biru akan masukke
dalam karena perubahan tekanan di luar dan di dalamwadah tersebut
sehingga larutan dalam wadah akanberwarna biru.Untuk cairan yang
berwarna (b) lakukan dengan posisiterbalik, wadah takaran tunggal
ditempatkan diatas kertassaring atau kapas. Jika terjadi kebocoran maka
kertassaring atau kapas akan basah.
Hasil :Sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidakmenjadi biru
(prosedur a) dan kertas saring atau kapastidak basah (prosedur b)

( Pustaka : Goeswin, A. 2009. Sediaan Farmasi Steril. Bandung: Penerbit ITB.)


5. Uji kejernihan dan warna
Uji Kejernihan dan Warna (Goeswin Agoes, 2009, 201- 203)
Tujuan :Memastikan bahwa setiap larutan obat suntik jernih dan bebas pengotor
Prinsip :Wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan menyinari
wadah dari samping dengan latar belakang hitam untuk menyelidiki
pengotor berwarna putih dan latar belakang putih untuk menyelidiki
pengotor berwarna.
Hasil :Memenuhi syarat bila tidak ditemukan pengotor dalam larutan.

( Pustaka : Goeswin, A. 2009. Sediaan Farmasi Steril. Bandung: Penerbit ITB.)

EVALUASI KIMIA
1. Identifikasi (FI IV Halaman 301)
Tambahkan beberapa tetes larutan (1 dalam 20) pada 5 ml tembaga(II) tartrat
alkali LP panas terbentuk endapan merah tembaga oksida.
2. Penetapan kadar (FI IV Halaman 301)
Sejumlah volume injeksi yang diukur seksama setara dengan 2 g sampai 5 g
dekstrosa, masukkan ke dalam labu tentukur 100 ml. tambahkan 0,2 ml amonium
hidroksida 6 N, encerkan dengan air sampai tanda. Ukur rotasi optik dalam tabung
polarimeter yang sesuai pada suhu 25⁰ seperti yang tertera pada Penetapan Rotasi
Optik dan Rotasi Jenis<1081>. Rotasi yang diamati dalam derajat, dikalikan dengan
1,0425 A. A adalah perbandingan antara bilangan 200 dibagi dengan panjang tabung
polarimeter yang digunakan,dalam mm, yang menunjukkan bobot dalam g,
C6H12O6H2O, dalam volume injeksi yang digunakan.

EVALUASI BIOLOGI
1. Uji sterilitas (Suplemen FI IV,1512-1519)

Tujuan : Menetapkan apakah sediaan yang harus steril memenuhi syarat berkenaan
dengan uji sterilitas seperti tertera pada masing-masing monografi.
Prinsip : Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan
mikroba pada inkubasi bahan uji menggunakan cara inokulasi langsung atau filtrasi
secara aseptik. Media yang digunakan adalah Tioglikonat cair dan Soybean Casein
Digest.
Hasil : Memenuhi syarat jika tidak terjadi pertumbuhan mikroba setelah inkubasi
selama 14 hari. Jika dapat ddipertimbangkan tidak absah maka dapat dilakukan uji
ulang dengan jumlah bahan yang sama dengan aslinya.

(Pustaka : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Suplemen I Farmakope


Indonesia, Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.)

2. Uji endotoksin bakteri(FI IV Halaman 905)


Uji endotoksin bakteri adalah uji untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri
yang mungkin ada dalam atau pada bahan uji. Pengujian dilakukan
menggunakan”Limulus Amebocyte Lysate” (LAL),yang diperoleh dari ekstrak air
amebosit dalam kepiting ladam kuda,Limusus polyphemus, dan dibuat khusus sebagai
pereaksi LAL untuk pembentukan jendal-gel.
Penetapan titik akhir reaksi dilakukan dengan membandingkan langsung enceran
dari zat uji dengan enceran endotoksin baku,dan jumlah endotoksin dinyatakan dalam
unit Endotoksin(UE).
Pereaksi LAL yang diformulasi untuk pembacaan secara turbiditimetri atau
kolorimetri,dapat digunakan jika memenuhi persyaratan untuk metode alternatif. Uji
ini memerlukan pembuatan kurva regresi baku dan kandungan endotoksin dari bahan
uji di tetapkan dengan interpolasi dari kurva. Prosedur meliputi inkubasi selama
waktu yang telah di tetapkan dari endotoksin yang bereaksi dan larutan kontrol
dengan pereaksi LAL dan pembacaan serapan cahaya pada panjang gelombang yang
sesuai. Pengukuran titik alhir pada prosedur secara turbidimetri dilakukan segera pada
akhir waktu inkubasi. Pada penetapan kadar secara kinetik (tirbidimetri dan
kolorimetri) serapan diukur selama periode reaksi dan harga kecepatan reaksi
ditetapkan dari pengukuran tersebut. Pada pengukuran titik akhir secara
kolorimetri,reaksi dihentikan pada akhir dari waktu yang telah ditetapkan dengan
penambahan zat pemutus-reaksi-enzim sebelum pengukuran.
3. Uji pirogen (FI IV Halaman 908)
Uji pirogen dimaksudkan untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat
yang dapat diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi. Pengujian meliputi
pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji secara intravena
dan ditujikan untuk sediaan yang dapat ditoleransi dengan uji kelinci dengan dosis
penyuntikan tidak lebih dari 10 ml per kg bobot badan dalam jangka waktu tidak
lebih dari 10 menit. Untuk sediaan yang perlu penyiapan pendahuluan atau cara
pemberiannya perlu kondisi khusus ikuti petunjuk tambahan yang tertera pada
masing-masing monografi.
Alat dan Pengenceran : Alat suntik, jarum, dan alat kaca dibebaspirogenkan
dengan pemanasan pada suhu 250⁰ selama tidak kurang dari 30 menit atau dengan
cara lain yang sesuai. Perlakukan semua pengenceran dan larutan untuk pencuci dan
pembilas alat atau alat suntik dengan cara sedemikian rupa yang dapat menjamin alat
tersebut steril dan bebas pirogen. Lakukan uji pirogen terhadap pengencer dan larutan
pencuci dan pembilas secara berkala. Apabila digunakan Injeksi Natrium Klorida
sebagai pengencer, gunakan injeksi yang mengandung larutan natrium klorida P0,9%.
Prosedur : Lakukan pengujian dalam ruang terpisah yang khusus untuk uji
pirogen dan dengan kondisi lingkungan yang sama dengan ruang pemeliharaan,bebas
dari keributan yang menyebabkan pengujian. Kelinci tidak diberi makan selama
waktu pengujian. Minum dibolehkan pada setiap saat, tetapi dibatasi pada saat
pengujian. Apabila pengujian menggunakan termistor, masukkan kelinci ke dalam
kotak penyekap sedemikian rupa sehingga kelinci bertahan dengan letak leher yang
longgar sehingga dapat duduk dengan bebas. Tidak lebih dari 30 menit sebelum
penyuntikan larutan uji, tentukan “suhu awal” masing-masing kelinci yang
merupakan dasar untuk menentukan kenaikan suhu. Beda suhu tiap kelinci dalam satu
kelompok tidak boleh lebih dari 1⁰ dan suhu awal setiap kelinci tidak boleh lebih dari
39,8⁰.
Kecuali dinyatakan lain pada masing-masing monografi, suntikkan 10 ml per kg
bobot badan, melalui vena tapi telinga 3 ekor kelinci dan penyuntikan dilakukan
dalam waktu 10 menit. Latutan uji berupa sediaan yang bila perlu dikonstitusi seperti
yang tertera pada etiket maupun bahan uji yang diperlukan seperti yang tertera pada
masing-masing monografi dan disuntikkan dengan dosis seperti yang tertera. Untuk
uji pirogen alat atau perangkat injeksi,gunakan sebagai larutan uji hasil cucian atau
bilasan dari permukaan alat yang berhubungan langsung dengan sediaan parenteral,
tempat penyuntikan atau jaringan tubuh pasien. Semua larutan harus bebas dari
kontaminasi. Hangatkan larutan pada suhu 37⁰±2⁰ sebelum penyuntikan. Rekam suhu
berturut-turut antara jam ke-1 dan jam ke-3 setelah penyuntikan dengan selang waktu
30 menit.
Penafsiran Hasil : Setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi
syarat apabila tak seekor kelincipun menunjukkan kenaikan suhu 0,5⁰ atau lebih. Jika
ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5⁰ atau lebih lanjutkan pengujian
dengan menggunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor dari 8 ekor kelinci
masing-masing menunjukkan kenaikan suhu 0,5⁰ atau lebih dan jumlah kenaikan
suhu maksimum 8 ekor kelinci tidak lebih dari 3,3⁰ sediaan dinyatakan memenuhi
syarat bebas pirogen.

Anda mungkin juga menyukai