BATCH SHEET IV
INJEKSI INTRAVENA
BAB I
NAMA ZAT AKTIF DAN BENTUK YANG DIGUNAKAN
1.1 Nama Zat Aktif
Natrii Thiosulfas
1.2 Bentuk Yang Digunakan
Larutan injeksi
BAB II
MONOGRAFI ZAT AKTIF
2.1 Monografi Zat Aktif
Natrium Tiosulfas
Nama kimia
: Natrii Thiosulfat
Berat Molekul
: 248,17
Pemerian
Kelarutan
Dosis Lazim
pH
: 8 9,5 (USP)
Stabilitas
Penyimpanan
OTT
Stabilisator
: FI V halaman 870
BAB III
FORMULA DAN METODE PEMBUATAN
3.1 Formula
Natrii Thiosulfas
10%
100 mg
0,4 mg
9 mg
33 mL
BAB IV
MONOGRAFI ZAT TAMBAHAN
4.1 Aqua Pro Injeksi
Nama resmi
Sinonim
Pemerian
Penyimpanan
berbau.
: Mudah larut dalam air, lebih larut dalam airpanas, praktis
pH
Stabilitas
OTT
Sterilisasi
Penyimpanan
kalsium glukonat.
: Dengan autoklaf atau filtrasi.
: Wadah tertutup baik. di tempat sejuk dan kering.
Sumber : Handbook of Pharmaceutical Excipient halaman
659
4.3 Dinatrii Hydrogen Phosphat
Rumus Molekul : Na2HPO4
BM
: 141,96
Pemerian
: Kristal putih, tidak berwarna, larutannyaalkali, tidak
Kelarutan
Sterilisasi
Inkompatibilitas
Kestabilan
: Anhidratnya
higroskopis.
Pada
pemanasan
100 oC
sejuk.
Sumber : Handbook of Pharmaceutical Excipient halaman 656
BAB V
PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN
5.1 Perhitungan bahan
Zat
Natrii Thiosulfas
Natrii Dihydrogen Phosphat
Dinatrii Hydrogen Phosphat
W=
tb
0,181
0,202
0,126
C
tb . C
10
1,81
0,04
0,00808
0,9
0,1134
( C x E ) = 1,93148
0,52 tb .C
0,576
0,52(0,181 x 10+ 0,126 x 0,9+0,202 x 0,04 )
0,576
= -2,45 g (Hipertonis)
Larutan hipertonis tidak perlu penambahan NaCl
5
100
x 800 =
95
100
40 mg
100 mL
x 947 =
900 mg
100 mL
= (n+2) C + 6mL
= (3+2) 5,30 + 6
= 32,5 ~ 33mL (3ampul)
= 10 %
=
10
100 x 33 mL
= 3,3g/33mL
Natrii Dihydrogen Phospat
= 0,04%
=
0,04
100
x 33mL
= 0,0132g/33mL
Dinatrii Hydrogen Phosphat
= 0,9 %
0,9
100
x 33mL
= 0,297g/33mL
Aqua Pro Injeksi ad 33 mL
Bahan
Satuan Dasar
1 mL
Natrii Thiosulfas
Natrii Dihydrogen Phosphat
Dinatrii Hydrogen Phosphat
0,1 g
0,0004 g
0,009 g
Volume
Produksi
3 Ampul/33 mL
3,3 g
0,0132 g
0, 297 g
BAB VI
PROSEDUR
6.1 Sterilisasi
Alat
Jumla
Sterilisasi
Waktu
Beaker glass
Corong dan kertas saring
Ampul
Kaca arloji
Spatel logam
Batang pengaduk
h
2
1
6
1
1
1
Oven 1700 C
Autoklaf 115-1160 C
Oven 1700 C
Api langsung
Api langsung
Api langsung
30
30
30
20
20
20
BAB VII
7.1 Evaluasi Sediaan
Uji Kebocoran
Setelah ampul selesai diisi dengan cairan injeksi, kemudian ampul
ditutup dengan cara pengelasan. Setelah itu ampul diuji kebocoran dengan
menyimpan ampul dalam keadaan terbalik sebelum dilakukan sterilisasi,
sehingga ketika proses sterilisasi selesai dapat diketahui apakah ampul
tersebut bocor atau tidak.
7.2 Evaluasi Lain
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Jenis Evaluasi
Penampilan fisik wadah
Jumlah sediaan
Kejernihan
Brosur
Kemasan
Kebocoran ampul
Etiket
Keseragaman volume
Hasil Evaluasi
Baik
3
Baik Jernih
Tidak bocor
Seragam
BAB VIII
ASFEK FARMAKOLOGI
8.1 Indikasi
Dapat diberikan sendiri ataupun dikombinasikan dengan nitrit atau
hidroksokobalin pada pasien keracunan sianida akut. Perawatan secara empiris
pada keracunan sianida berhubungan dengan inhalasi. Profilaksis selama infus
nitroprusida. Ekstravasasi dari mechloretamin. Ingesti garam bromat.
8.2 Kontra Indikasi
Tidak diketahui kontra indikasinya.
8.3 Dosis
Untuk keracunan sianida 12,5mg (50ml dari 25% larutan) secara intravena
pada 2,5-5ml/menit.
8.4 Efek Samping
Infus intravena dapat menyebabkan rasa terbakar, kejang otot dan gerakan
tiba-tiba serta mual dan muntah. Penggunaan pada wanita hamil.
8.5 Interaksi Obat
Tiosulfat dapat menurunkan konsentrasi sianida pada beberapa metode.
8.6 Cara Penyimpanan
Simpan pada suhu kamar dibawah suhu 25C dan terlindung dari cahaya.
8.7 ADME
8.7.1 Absorpsi
Natrium thiosulfat diserap buruk dari saluran gastrointestinal, tetapi
setelah pemberian parenteral absorbsi berlangsung cepat dan sempurna.
Setelah pemberian injeksi intravena hampir semua natrium thiosulfat, 2-5% di
distribusikan keseluruh cairan ekstraselular dan cepat di ekskresikan melalui
urin. Waktu paruh plasma natrium thiosulfat adalah 80 menit dan 95% dari
dosis di ekskresikan dalam 24 jam.
8.7.2 Distribusi
Didistribusikan keseluruh cairan sel. Thiosianat-3 sampai tujuh hari
bisa dua kali lipat atau tiga kali lipat dihadapan ginjal. Thiosulfat-15 sampai
20 menit.
8.7.3 Metabolisme
Natrii thiosulfat bertindak sebagai donor sulfur untuk enzim belerang
transferase endogen, rodanekse. Sianida memiliki afinitas yang tinggi
terhadap besi, ini mudah bereaksi dengan trivalen (besi) dari mitokondria
sitikrom oksidase, sehingga menghambat respirasi selular. Natrium nitrit
bereaksi dengan haemoglobin membentuk methemoglobin yang bersaing
dengan sitokrom oksidase untuk ion sianida.
8.7 4 Eksresi
Renal-penangkal (keracunan sianida) terutama sebagai thiosianat. Anti
neoplastik tambahan: sebagai natrium thiosulfat atau cisplatin kompleks
beracun. Dalam dialisis-tidak ada nilainya dalam menghilangkan sianida,
tetapi dapat digunakan untuk meningkatkan penghapusan thiosianat.
(Olson, K.R. 2007)
BAB IX
PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini dilakukan pembuatan sediaan injeksi Natrii Thiosulfat.
Pembuatan sediaan injeksiNatrii Thiosulfat dibuat dengan menggunakan pelarut
air karena Natrii Thiosulfat larut dalam 1:05 bagian air. Pada pembuatan larutan
injeksi ini, semua alat-alat yang digunakan harus steril dimana alat- alat tersebut
bebas dari mikroba ataupun senyawa yang dapat mempengaruhi sediaan dan harus
memenuhi persyaratan dimana sediaan harus bersifat isotonis atau isohidrik dan
boleh sedikit hipertonis, isotonis adalahkeadaandimana tekanan osmotis larutan
sama dengan tekanan osmotis tubuh(darah, air mata). Sedangkan isohidrik adalah
keadaan dimana Ph larutan sama dengan pH cairan tubuh. Sediaan tidak boleh
bersifat hipotonis. Hipotonis adalah keadaan dimana tekananosmostis larutan
kurang dari tekanan osmotis cairan tubuh sehingga dalam volume besar
menyebabkan haemolisis (pecah atau hancurnya sel darah merah). Dan untuk
larutan yang bersifat hipertonis dapat digunakan tetapi penambahan larutan
hipertonis dalam jumlah besar juga akan menyebabkan plasmolisis (mengkerutnya
sel darah merah).
Zat yang digunakan untuk membuat sediaan injeksi diantaranya Natrii
Thiosulfat, Natrii Dhydrogen Phosphat dan Dinatrii Hidrogen Phosphat tiap zat
dilarutkan dengan sedikit pembawa air. Pembawa air yang digunakan yaitu A.P.I
(Aqua Pro Injeksi), dimana a.p.i adalah air yang paling banyak digunakan untuk
sediaan injeksi dan dapat bercampur dengan cairan fisiologis tubuh selain itu api
juga bersifat steril dibandingkan dengan aquadest dimana aquadest ini adalah air
suling yang belum steril. Sebelum dilarutkan a.p.i terlebih dahulu dididihkan atau
dipanaskan selama 10menit. Hal ini bertujuan agar bebas dari CO 2 ataupun
O2apabila air yang digunakan masih ada CO2 ataupun O2 dapat mengakibatkan
adanya pengendapan dari larutan injeksi, karena CO 2 dapat bereaksi dengan salah
satu bahan aktif obat dalam sediaan dan bisa membentuk endapan. Natrii
Dhydrogen Phosphat dan Dinatrii Hidrogen Phosphat digunakan sebagai buffer
atau larutan penyangga ini digunakan untuk mencegah terjadinya perubahan ph
pada sediaan injeksi atau menjaga stabilitas ph sediaan. Setelah semua zat
dilarutkan kemudiaan dicek ph nya dan didapatkan ph 8 dimana ph tersebut
10
ampul. Ampul yang sudah terisi dengan larutan injeksi kemudian di tutup dengan
cara pengelasan sebelum pengelasan ampul yang berisi larutan dibawa ke tempat
pengelasan dengan cara ampul di masukan dalam beker gelas yang didalamnya
terdapat kapas lalu ditutup rapat ini bertujuan agar sediaan tidak terkontaminasi
oleh bakteri dari udara. Pada saat mengelas diperhatikan dengan benar-benar agar
ampul yang dilas dapat tertutup dengan sempurna dan tidak terjadi kebocoran.
Setelah dilas ampul di simpan secara terbalik pada beaker gelass yang telah diisi
dengan kapas dan ditutup dengan kertas yang sudah dilubangi, hal ini dilakukan
untuk mengetahui apakah ampul yang telah dilas mengalami kebocor atau tidak.
Sebelum sterilisasi dilakukan terlebih dahulu sediaan di evaluasi dan hasil
evaluasi menunjukan bahwa sediaan berpenampilan baik, kejernihan baik tidak
ada kebocoran dan volumenya seragam ini dbertujuan untuk memenuhi
persyaratan sediaan injeksi. Setelah itu ampul disterilkan dengan cara dimasukan
dalam autoklaf dengan suhu 121C selama 15 menit, hal ini dilakuan agar sediaan
injeksi tetap dalam keadaan steril. Pada proses sterilisasi ini juga dapat terlihat
apabila ada ampul yang bocor maka isi dari ampul tersebut akan habis (menguap).
Tujuan sterilisasi adalah menjamin sterilitas produk maupun karakteristik
kualitasnya, termasuk stabilitas produk. Autoklaf bisa membuat steril karena pada
proses autoklaf atau dengan nama lain proses sterilisai uap, terjadi pemaparan uap
jenuh yang terdapat didalam autoklaf pada tekanan tertentu selama waktu dan
11
suhu tertentu pada suatu objek sehingga terjadi pelepasan energi laten uap yang
mengakibatkan pembunuhan mikroorganisme secara irreversibel akibat denaturasi
atau koagulasi protein sel. Metode sterilisasi ini merupakan metode yang paling
efektif karena uap merupakan pembawa energi termal atau panas paling efektif
dan semua lapisan pelindung luar mikroorganisme dapat dilunakkan sehingga
memungkinkan terjadinya koagulasi, bersifat nontoksik dan relatif mudah
dikontrol. Dan didapatkan 2 ampul yang tidak bocor, berpenampilan fisik wadah
baik, kejernihan larutan injeksi jernih, keseragaman volume seragam setelah
dilakukan proses sterilisasi akhir.
12
BAB X
KESIMPULAN
Dari praktikum pembuatan sediaan injeksi Natrii Thiosulfat menggunakan
metode aseptis dan sterilisasi akhir, ph sediaan yaitu 8 dan dari 3 ampul yang
dibuat didapatkan 2 ampul yang tidak mengalami kebocoran, penampilan fisik
wadah baik, kejernihan larutan injeksi jernih, keseragaman volume seragam.
13
BAB XI
ETIKET DAN LABEL
11.1 Etiket
sna tfa s
N at ri i Thi osulf at 10 %
I nje k
si I ntr aven a
K om p osi si
NR
: 1603 02
: DKL1 600 9001 43A1
: Ap ri l 201 6
: O ktob er 20 16
ip ro d u k s
i o l e
h
:P T . S y n o
r y P h a rm a
a n d u n g
B
- In d o n e s
i a
14
BAB XII
KEMASAN DAN BROSUR
12.1 Kemasan
snatfa s
In je ksi In t rave na
HARUS DENGANRESEPDOKTER
N o . B a tc h
No . Re g
M f. D a t e
Ex
p . Da t e
HET .
SNR
: 1 6 0 3 0 2
: DKL 1 6 0 0 9 0 0 1 4 3 A1
: A p r il 2 0 1 6
: O
: R
t o b e r 2 0 1 6
k
p .2 7 . 9 9 9 ,-
P T. SY NO RY P HA R MA
Band ung - I ndo nesi a
2 am pu l @ 5 m L
sna tfas
Na trii Th i os ul fat 10 %
Pe nyi m pana n
Si m pan p ada su hu kam a r d iba wa h suhu 2 5o C dan t er l ind ung
dar i ca hay a
snatfas
Ke te r ang an l eb ih l an ju t l i hat br o sur
Pe nyi m pan an
Si m pan p ada su hu kam a r d iba wa h suhu 2 5o C dan t er l ind ung
dar i c ahay a
2 am pu l @ 5 m L
HARUS DENGANRESEPDOKTER
N
N
M
o .B a t c
h
o .R e g
f. D a te
E x p . D a te
H
SN
ET
.
: 1 6 0 3 0 2
: DKL 1 6 0 0 9 0 0 1 4 3 A1
: A p ri l2 0 1 6
: O k to b e r 2 0 1 6
: R p . 2 7 .9 9 9 ,-
P T. SY NO RY P HA R MA
B andu ng - I nd onesi a
12.2 Brosur
15
snatfas
K om p osi si :
T ia pa m pu l (@ 5m L) m eng and un g:
N at r i T hi osul f at 10 %
I nd ika si
D ap at d ibe r ika n send ir i a ta upu n di kom bi na sik an
d eng an ni t ri t at au h id ro ksoko ba li n pad a pas ie n
ke r acun an si an ida a kut . P er aw at an se car a em pi r is
p ada ke r acun an si an id ab er hu bu nga n den ga n
i nh ala si . Pr of i la ksis sel am a i nf us ni tr op r usi da.
E kst ra vasa si da r i m ech lor e ta m in. Ing est i ga r am
b ro m at .
K on tr a I ndi kasi
T id ak di ket ahu i kon tr a i ndi kasi nya
D osi s
U nt uk ker a cuna n sia ni da 12 ,5 m g (5 0m l d ar i 25 %
l ar ut an ) se car a in tr av ena p ada 2 ,5 -5 m l/ m en it .
E fe kS a mp in g
; In fu si nt r aven a da pat m e nye bab kan r asa t er b akar ,
ke ja ng ot ot d an ge r aka nt i ba- t ib a ser ta m u al d an
m u nta h. P en gg una an pa da w ani t ah am i l.
I nt er aks i O bat
T io sul fa t dap at m e nur u nkan ko nse nt ra si si ani da
p ada b ebe r apa m e to de.
P er i nga ta n
K er us akan g in ja l d apa t te r ja di r esi ko r ea ksi to ksi k
t er ha da po ba t in i m ung kin l eb ih b esar pa da pa sie n
d eng an ga ng gua n pad a gi nj al
P enyim p anan
S im pan pada s uhu kam ar di baw ah suh u25 C d an
t er li ndung dar i cahay a.
H AR U S DE NG AN R ES EP D OK TE R
N o. Bat ch
N o. Reg
M f. Dat e
E xp. Dat e
H ET.
: 160302
: DK L1600900 143A1
: A pri l 2016
: O ktobe r 2016
: Rp. 27.999 ,-
16
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI.
Dirjen POM, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.
Dirjen POM, 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Depkes RI.
Anymous. 2001. The Merck Index: Thirteenth Edition Volume I. New Jersey:
Merck & Co.,Inc
Olson, K.R. 2007. Poisoning and Drug Overdose 2nd edition. Prentice-Hall
International Inc : USA
17