Anda di halaman 1dari 14

SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI


LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI FORMULASI
SEDIAAN STERIL
SEMESTER IV-2020

Zat Aktif : Asam Folat


Jumlah Ampul : 4 ampul
Dosis : 5 mg/mL
Alasan Pemilihan Dosis :
Metode Sterilisasi : Sterilisasi akhir

I. FORMULA
R/ Asam Folat 5 mg/mL
Aqua pro injection ad 1 mL
(Formularium Nasional)

II. KEGUNAAN ZAT DALAM FORMULASI


Tabel 2.1 Kegunaan zat dalam formula
Zat Kegunaan
Asam Folat Zat aktif
Natrium Klorida Pengisotonis
Dinatrium Edeta Antikelat
Aqua pro injetction Pembawa

III. ALASAN PEMILIHAN DALAM FORMULA


III.1 Asam Folat
Asam folat digunakan sebagai zat aktif untuk membantu mengatasi anemia
megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan (defisiensi) vitamin B12 dan
asam folat.
III.2 Natrium Klorida
Natrium klorida digunakan sebagai pengisotonis yang sama dengan cairan
tubuh.
III.3 Natrium Hidroksida
Natrium hidroksida digunakan untuk membuat asam folat menjadi bentuk
garamnya yaitu natrium folat agar dapat larut dalam air.
III.4 Na2EDTA
Na2EDTA digunakan sebagai penghelat untuk mencegah terjadinya reaksi
anata asam folat dengan logam.
III.5 Aqua pro injection
Aqua pro injection digunakan sebagai pembawa dan pelarut.

IV. MONOGRAFI
IV.1 Zat Aktif
IV.1.1 Nama Zat : Acidum Folicum
Struktur Kimia:

Gambar 4.1.1 Struktur kimia asam folat


Berat Molekul : 441,40
Pemerian : Serbuk hablur, kuning kecoklatan atau jingga
kekuningan, tidak berbau.
Kelarutan : Larut dalam alkali –OH dan dalam alkali karbonat
encer; larut dalam HCl 3 N panas dan dalam H2SO4 2
N panas menghasilkan larutan berwarna kuning pucat;
sangat sukar larut dalam air; tidak larut dalam etanol,
dalam aseton, dalam kloroform dan dalam eter.
pH : 8-11
Titik Leleh : 250oC
Dosis Lazim : 15 mg (i.v dan i.m)
(Farmakope Indonesia Edisi V,2004:146)
IV.2 Zat Tambahan
IV.2.1 Natrium Klorida
Struktur Kimia :

Gambar 4.2.1 Struktur kimia natrium klorida


Rumus Molekul : NaCl
Bobot Molekul : 58,44
Pemerian : Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau
serbuk hablur putih, rasa asin.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sedikit lebih mudah
larut dalam air mendidih.
pH : 7,4
Inkompaktibilitas : Larutan natrium klorida menyebabkan korosif
terhadap zat besi, bereaksi terhadap bentuk
yang sesuai dengan cairan, timbal dan asam
kalsit. Kelarutan metil paraben pengawet
antimikroba dapat menurun.
(Farmakope Indonesia Edisi V,2004:903)

IV.2.2 Natrium Hidroksida


Rumus Molekul : NaOH
Bobot Molekul : 40,00
Pemerian : Putih atau praktis putih, keras, rapuh dan
menunjukkan pecahan hablur. Jika terpapar di udara,
akan cepat menyerap karbon dioksida dan lembab.
Massa melebur, berbentuk pelet kecil, serpihan atau
batang atau bentuk lain.
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam etanol.
(Farmakope Indonesia Edisi V,2004:898)

IV.2.3 Dinatrium Edeta (Na2EDTA)


Struktur Kimia :

Gambar 4.3.1 Struktur kimia Na2EDTA


Bobot Molekul : 372,24
Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit
asam.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam kloroform dan eter;
sedikit larut dalam etanol (95%);1 bagian larut
dalam 11 bagian air.
pH : 4,3-4,7
Inkompaktibilitas : Dengan zat pengoksidasi kuat.
(Handbook of pharmaceutical excipient Ed 6, 2009:242)

IV.2.4 Aqua pro Injection


Struktur Kimia :
Gambar 4.2.4.1 Struktur kimia Aqua pri Injection
Bobot Molekul : 18,02
Pemerian : Cairan, jernih,tidak berwarna, tidak berbau.
pH : 5,0-7,0
Titik Didih : 100oC
Inkompaktibilitas : Dalam sediaan farmasi , air dapat bereaksi
dengan obat dan zat tambahan lainnya yang
mudah terhidrolisis (mudah terurai dengan
adanya air atau kelembaban).

(Farmakope Indonesia V,2004:112)

V. PENIMBANGAN
Penimbangan bahan untuk 1 betch :
Asam Folat = 50 mg
Natrium Klorida = 82,84 mg
Na2EDTA = 5 mg
Natrium Hidroksida = q.s
Aqua pro Injection = 9,7 mL (ad 10 mL)

VI. ALAT DAN BAHAN


6.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah gelas ukur 10 mL, pipet
tetes, erlenmeyer, beaker glass, timbangan analitik, batang pengaduk, pH
meter, spuit suntik, milipore filter, dan autoklaf.

6.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah Asam Folat, Dinatrii
Edetas,Natrium Klorida,Natrium Hidroksida dan Aqua Pro Injection.

VII. PROSEDUR KERJA DAN EVALUASI


7.1 Prosedur Pembuatan Sediaan
Bahan (Asam Folat, Dinatrii Edetas dan Natrium Klorida) dilakukan
penimbangan. Kemudian 10 mL Aqua Pro Injeksi dipanaskan hingga mendidih
dan tidak terdapat CO2. Selanjutnya, asam folat dilarutkan dengan Aqua Pro
Injeksi dan ditambahkan NaOH hingga asam folat terlarut lalu NaCl dilarutkan
dengan Aqua Pro Injeksi hingga terlarut. Kedua larutan dicampurkan ke dalam
erlenmeyer sampai homogen dan ditambahkan larutan dinatrium edetas aduk
hingga larutan homogen. Lalu pH diukur hingga memasuki rentang pH 8
sampai 11.Setelah itu, larutan ditambahkan Aqua Pro Injeksi hingga 10 mL.
Larutan disaring dan dimasukkan ke dalam 4 ampul sebanyak 1,1 ml untuk tiap
ampulnya. Selanjutnya ampul berisi larutan disterilisasi dengan autoklaf pada
suhu 121°C selama 15 menit. Terakhir dilakukan evaluasi terhadap sediaan
tersebut.

7.2 Prosedur Evaluasi


7.2.1 Kejernihan
Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh
seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan
cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke dalam matanya, dan
berlatar belakang hitam dan putih, dengan rangkaian isi dijalankan dengan
suatu aksi memutar, harus benar - benar bebas dari partikel kecil yang
dapat dilihat dengan mata (Lachman, 1994:1355).
7.2.2 Kebocoran ampul
Letakkan ampul dengan posisi terbalik di atas beaker glass yang
dalamnya sudah diberi tisu. Beaker glass berisi ampul dimasukkan ke
dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Jika ampul setelah di
autoklaf menjadi kosong berarti ampulnya bocor (Lachman,1994: 1354).
7.2.3 Keseragaman volume
Diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu dilihat
keseragaman volume secara visual (FI IV, 1995:1044).

VIII. DATA PENGAMATAN


Tabel 8.1 Hasil evaluasi sediaan

Evaluasi Syarat Sebelum Sesudah


sterilisasi sterilisasi
Kejernihan Jernih Jernih Jernih
Penampilan fisik wadah Baik Baik Baik
Kebocoran ampul Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Jumlah sediaan 4 ampul 4 ampul 4 ampul
Keseragaman volume Seragam Cukup seragam Cukup seragam

IX. PEMBAHASAN
Pada pembuatan sediaan injeksi intravena dengan zat aktif yang digunakan
adalah asam folat. Asam folat termasuk dalam vitamin B9, asam folat ini juga biasa
digunakan untuk anemia megaloblastik yang merupakan anemia yang disebabkan
oleh kelainan proses pembentukan DNA sel darah merah. Penyebab utama anemia
megaloblastik adalah kekurangan (defisiensi) Vitamin B12 dan asam folat.
Sediaan injeksi asam folat ini diinjeksikan melalui intravena yaitu masuk
langsung ke dalam peredaran darah. Hal ini dikarenakan sediaan yang diinjeksikan
melalui intravena tidak perlu melalui tahap absorpsi, tetapi langsung didistribusikan
melalui darah sehingga kerja sediaan akan lebih cepat dan dosisnya pun lebih tepat.
Jika melalui oral maka dosisnya akan berkurang karena melalui first pass effect yang
dapat mengurangi dosis akibat dari adanya sediaan yang bereaksi dengan enzim.
Dalam pembuatan injeksi asam folat ini digunakan zat aktif yaitu asam folat
yang dilarutkan dengan larutan NaOH 1N. Hal ini dikarenakan larutan NaOH dapat
berfungsi dalam mengubah asam folat menjadi bentuk garamnya yaitu natrium folat.
Pengubahan asam folat menjadi natrium folat ini diperlukan untuk memperbaiki
kelarutan dari asam folat, karena menurut literatur asam folat memiliki kelarutan
yang sangat sukar larut dalam air. Sedangkan persyaratan untuk sediaan injeksi
melalui intravena, zat aktifnya harus dapat larut dalam pembawanya, karena jika tidak
larut dapat terjadi penyumbatan pada pembuluh darah. Oleh karena itu dilakukanlah
pengubahan asam folat tersebut.
Bahan lain yang ditambahkan dalam sediaan injeksi ini adalah Na 2EDTA.
Bahan ini ditambahkan karena memiliki kemampuan untuk membentuk ikatan
kompleks dengan logam atau bisa disebut juga sebagai agen penghelat. Agen
penghelat ini digunakan karena zat aktif asam folat memiliki inkompatibilitas dengan
logam, sehingga untuk mencegah terjadinya reaksi antara asam folat dengan logam
ditambahkan bahan ini. Logam dapat berasal dari alat yang digunakan (spuit) maupun
dari ampul yang merupakan kemasan primer sediaan yang akan sering kontak
langsung dengan zat aktif.
Sediaan injeksi selain harus steril, sediaan steril juga harus isotonis. Isotonis
adalah keadaan di mana tekanan osmosis yang dimiliki sediaan sama dengan tekanan
osmosis darah. Keadaan ini harus terpenuhi karena apabila sediaan tidak isotonis,
maka akan mengakibatkan terjadinya krenasi (jika hipertonis) dan hemolisis (jika
hipotonis). Kondisi hipertonis terjadi akibat hilangnya kadar cairan dalam pembuluh
darah karena tekanan osmosis di luar pembuluh lebih besar sehingga menimbulkan
pengerutan sel dan menyebabkan sensasi perih saat sediaan diinjeksikan. Namun, hal
ini hanya berlangsung sementara dan tidak berbahaya. Berbeda halnya jika
keadaannya hipotonis, maka keadaan ini dinilai berbahaya karena akan menyebabkan
sel menjadi pecah akibat dari tingginya tekanan osmosis di dalam pembuluh sehingga
menarik cairan di luar pembuluh yang akan menyebabkan sel akan menggembung
dan jika sudah terlalu menggembung akan pecah (lisis). Sel yang pecah tidak akan
bisa digunakan lagi, semakin banyak sel yang pecah akan membahayakan tubuh.
Oleh karena itu pada praktikum ini dilakukan perhitungan tonisitas terlebih dahulu
agar mengetahui sediaan yang dibuat keadaannya hipotonis atau hipertonis. Dari hasil
perhitungan didapatkan hasil tonisitas sebesar 0,0715 , dengan kata lain sediaan ini
hipotonis karena nilai tonisitasnya kurang dari 0,9. Oleh karena itu sediaan yang akan
dibuat ini membutuhkan pengisotonis yang akan membantu menyesuaikan keadaan
sediaan agar isotonis. Pengisotonis yang digunakan adalah NaCl 0,9% yang memiliki
tekanan osmosis yang sama dengan cairan tubuh.
Bahan pembawa yang digunakan dalam sediaan ini adalah API (Aqua Pro
Injection). Sebelum digunakan sebagai bahan pembawa dalam sediaan yang memiliki
zat aktif asam folat, maka API dipanaskan terlebih dahulu. Tujuan dipanaskannya
API ini dimaksudkan untuk menghilangkan CO2 yang terdapat di dalam API. Hal ini
dikarenakan CO2 dapat bereaksi dengan zat aktif sediaan ini.
Kemudian sediaan dimasukkan ke dalam ampul dan disterilisasi dengan
autoklaf dengan suhu 121oC selama 15 menit. Hal ini bertujuan untuk membunuh
semua mikroorganisme yang mungkin terdapat di dalam sediaan, karena pada
keadaan tersebut merupakan keadaan yang optimal untuk membunuh bakteri.
Hasil dari sediaan yang telah dibuat di evaluasi yang meliputi kejernihan,
penampilan fisik wadah, kebocoran ampul, jumlah sediaan, dan keseragaman volume.
Uji kejernihan bertujuan untuk mengetahui kejernihan injeksi yang dibuat, hasil yang
diperoleh dari ke 4 ampul adalah jernih. Menurut literatur kejernihan suatu larutan
dinyatakan jernih, jika kejernihan sama dengan air atau pelarut yang digunakan.
Sediaan injeksi harus jernih yang mengindikasikan tidak ada cemaran yang masuk.
Dari penampilan fisik wadah ampul memiliki penampilan yang cukup baik karena
memiliki ujung ampul yang tajam. Kemudian untuk hasil dari uji kebocoran tidak
adanya kebocoran pada 4 ampul sehingga memenuhi persyaratan. Jika terdapat
kebocoran, maka dosis yang didapatkan tidak sesuai dengan dosis yang diinginkan,
selain itu adanya kebocoran dapat menyebabkan partikel asing masuk, partikel ini
dapat berupa mikroorganisme atau pirogen yang menandakan bahwa sediaan tersebut
tidak steril. Untuk jumlah sediaan yang diperoleh 4 ampul sesuai yang dibuat dalam
satu batch. Selanjutnya, evaluasi keseragaman volume dari ke 4 ampul dapat dilihat
bahwa volume masing-masing ampul adalah cukup seragam. Volume injeksi harus
dilebihkan sesuai FI ed IV. Volume yang dimasukkan pada setiap ampul tidaklah 1
mL namun 1,1 mL, hal ini dilakukan untuk mengantisipasi larutan yang tertinggal
pada ampul pada saat pengambilan cairan maupun pada saat penyaringan dengan
milipore filter. Jika diambil diisi tepat 1 mL di khawatirkan volume cairan yang
diambil tidaklah tepat 1 mL sehingga akan berpengaruh pada dosis yang diberikan.

X. KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa sediaan injeksi asam folat yang dibuat adalah sediaan
steril yang baik karena sebagian besar hasilnya memenuhi persyaratan evaluasi
sediaan steril.

DAFTAR PUSTAKA

Barasi, M.E., 2009. At a Glance. Ilmu Gizi. Jakarta: Erlangga.


Budavari, S. Editor. 2009. The Merck Index. Whitehouse, USA: Merck and Co.,Inc.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia.


Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Sweetman, S. C. 2009. Martindale: The Complete Drug Reference. Thirty Sixth
Edition. New York: Pharmaceutical Press.
Rowe, Raymond C., et al. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients. Sixth
Edition. London: Pharmaceutical Press dan American Pharmacists Assosiation.

LAMPIRAN
1. Perhitungan
Setiap sediaan mengandung : Asam Folat 5 mg / mL

Volume/Bobot sediaan : 1 mL

Jumlah sediaan : 4 ampul (4 mL)

2. Perhitungan Tonisitas
0,52 - (ΔTb . C)
Asam Folat :W =
0,576

0,52 - (0,0428 )
W =
0,576

0,4772
W =
0,576

W = 0,8284 %

Tonisitas larutan yang sebenarnya: 0,9 – 0,8284 = 0,0715% (Hipotonis)


Agar isotonis ditambahkan NaCl sebanyak: 0,9–0,0715 = 0,8284%
= 8,284 mg/mL
3. Perhitungan bahan
V = (n+2) C + 2 ml
= (5+2) (1,1) + 2 ml
= 7,7 + 2 ml
= 9,7 ml ~ 10 ml
4. Penimbangan Bahan
Tabel 11.1 Penimbangan Bahan Dalam Satu Batch
5.
Bahan Perhitungan Jumlah
Asam Folat = 5 mg x 10 = 50 mg
Dinatrii Edetat = 0,5 mg x 10 = 5 mg
Natrium Klorida = 8,284 mg x 10 = 82,84
Natrium Hidroksida = q.s = q.s
Aqua Pro Injection = 10 mL = 10 mL
Kemasan Primer
6. Kemasan Sekunder dan etiket
7. Brosur

Anda mungkin juga menyukai