Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kosmetika merupakan sediaan atau paduan bahan yang siap digunakan
pada bagian luar badan ( epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin
luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik,
mengubah penampilan, melindungi supaya dalam keadaan baik, memperbaiki
bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan
penyakit (SK MENKES no 140/1991).
Kosmetik merupakan suatu kebutuhan bagi konsumen, dimana
mempunyai fungsi masing-masing. Secara umum kosmetik memberikan
manfaat sebagai pembersih ( rambut dan kulit ), perlindungan kulit, penahan
air, penghilang bau, tekstur, keamanan, dan aplikasi produk itu sendiri. Salah
satu dari penentuan faktor-faktor produk itu berkualitas adalah penggunaan
surfaktan. (Adisasmito, 2007).
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau
gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan
dalam kehidupan sehari-hari adalah air campuran sangat penting dalam ilmu
kimia dan industri. Banyak sekali pekerjaan laboratorium maupun proses
industri yang melibatkan pelarut. Peranan pelarut adalah mulai dari
Pemisahan hingga penggunaan pelarut sebagai bahan campuran dalam
pembuatan kosmetik.
Penggunaan pelarut dalam pencampuran kosmetik terkadang terjadi
banyak kesalah disebabkan karena tidak memahami penggunaan kosmetik ,
jenis serta contoh yang baik digunakan dalam pencampuran kosmetik.Dalam
memilih pelarut tersebut ada beberapa hal yang harus kita perhatikan
diantaranya: hubungan antara jenis zat yang dilarutkan dengan pelarutnya,
sifat kepolaran antara zat dan pelarut, pelarut biasanya memiliki titik didih
rendah dan lebih mudah menguap, dan meninggalkan substansi terlarut yang
didapatkan. Jika kita ingin membedakan antara pelarut dengan zat yang
dilarutkan, maka bisa dilihat dari jumlahnya, pelarut biasanya terdapat dalam
jumlah yang lebih besar dibanding zat terlarutnya.

1
1.2 Rumusan masalah

1.apakah yang dimaksud dengan pelarut ?

2.apakah jenis- jenis pelarut yang baik?

3. faktor apa saja yang mempengaruhi pemilihan pelarut?

4.bagaimana contoh pelarut yang sering digunakan?

1.3 Tujuan

1. memahami pengertian pelarut

2. mengetahui jenis- jenis pelarut

3. mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi pemilahan pelarut

4. mengetahui contoh pelarut yang sering digunakan

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pelarut
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair
atau gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan
dalam kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut lain yang juga umum
digunakan adalah bahan kimia organik (mengandung karbon) biasanya
disebut pelarut organik.
2.2 Faktor-Faktor Pemilihan Pelarut
Dalam pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor
berikut ini:
a. Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan
komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek, terutama pada ekstraksi
bahan alami, sering juga bahan lain (lemak, resin) ikut dibebaskan bersama
dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal ini larutan ekstrak tercemar yang
diperoleh harus dibersihkan, yaitu diekstraksi lagi dengan pelarut kedua.
b. Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak
yang besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit).
c. Kemampuan tidak saling bercampur
Pada ekstraksi cair – cair, pelarut tidak boleh (atau hanya secara
terbatas) larut dalam bahan ekstraksi.
d. Kerapatan
Pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan
kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini bertujuan
kedua fase dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran
(pemisahan dengan gaya berat). Bila beda kerapatannya kecil, seringkali
pemisahan harus dilakukan menggunakan gaya sentrifugal (misalnya dalam
ekstraktor sentrifugal).

3
4
e. Reaktivitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara
kimia pada komponen-komponen bahan ekstraksi. Sebaliknya dalam hal-hal
tertentu diperlukan adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan garam) untuk
mendapat selktifitas tinggi. Seringkali ekstraksi juga disertai dengan reaksi
kimia. Dalam hal ini bahan dipisahkan mutlak harus berada dalam bentuk
larutan.
f. Titik didih
Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengancara
penguapan, destilasi atau retifikasi, maka titik didih kedua bahan tidak boleh
terlalu dekat dan keduanya tidak membentuk aseotrop. Ditinjau dari segi
ekonomi, akan menguntungkan jika pada proses ekstraksi titik didih.
g. Kriteria yang lain
Pelarut sedapat mungkin harus murah, tersedia dalam jumlah besar,
tidak beracun,tidak dapat terbakar, tidak eksplosif bila bercampur dengan
udara, tidak korosif, tidak menyebabkan timbulnya emulsi, memiliki
viskositas yg rendah dan stabil secara kimia maupun termis. (Handojo, 2010:
180)
2.3 Jenis-jenis pelarut yang biasanya digunakan untuk melarutkan antara
lain (Martin dkk, 1993):
a. Pelarut Polar
Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut,
yaitu momen dipolnya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat
polar lain. Sesuai dengan itu, air bercampur dengan alkohol dalam segala
perbandingan dan melarutkan gula dan senyawa polihidroksi lain. Air
melarutkan fenol, alkohol, aldehid, keton amina dan senyawa lain yang
mengandung oksigen dan nitrogen yang dapat membentuk ikatan hidrogen
dalam air (Martin dkk, 2013).

5
b. Pelarut non polar
Aksi pelarut dari cairan non polar seperti hidrokarbon berbeda dengan zat
polar. Pelarut non polar tidak dapat mengurangi gaya tarik menarik antara ion
elektrolit kuat dan lemah, karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah.

6
e. Reaktivitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara
kimia pada komponen-komponen bahan ekstraksi. Sebaliknya dalam hal-hal
tertentu diperlukan adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan garam) untuk
mendapat selktifitas tinggi. Seringkali ekstraksi juga disertai dengan reaksi
kimia. Dalam hal ini bahan dipisahkan mutlak harus berada dalam bentuk
larutan.
f. Titik didih
Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengancara
penguapan, destilasi atau retifikasi, maka titik didih kedua bahan tidak boleh
terlalu dekat dan keduanya tidak membentuk aseotrop. Ditinjau dari segi
ekonomi, akan menguntungkan jika pada proses ekstraksi titik didih.
g. Kriteria yang lain
Pelarut sedapat mungkin harus murah, tersedia dalam jumlah besar,
tidak beracun,tidak dapat terbakar, tidak eksplosif bila bercampur dengan
udara, tidak korosif, tidak menyebabkan timbulnya emulsi, memiliki
viskositas yg rendah dan stabil secara kimia maupun termis. (Handojo, 2010:
180)
2.3 Jenis-jenis pelarut yang biasanya digunakan untuk melarutkan antara
lain (Martin dkk, 1993):
a. Pelarut Polar
Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut,
yaitu momen dipolnya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat
polar lain. Sesuai dengan itu, air bercampur dengan alkohol dalam segala
perbandingan dan melarutkan gula dan senyawa polihidroksi lain. Air
melarutkan fenol, alkohol, aldehid, keton amina dan senyawa lain yang
mengandung oksigen dan nitrogen yang dapat membentuk ikatan hidrogen
dalam air (Martin dkk, 2013).
b. Pelarut non polar
Aksi pelarut dari cairan non polar seperti hidrokarbon berbeda dengan
zat polar. Pelarut non polar tidak dapat mengurangi gaya tarik menarik antara
ion elektrolit kuat dan lemah, karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah.

7
Pelarut juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit dan
berionisasi lemah karena pelarut non polar tidak dapat membentuk jembatan
hidrogen dengan non elektrolit. Oleh karena itu, zat terlarut ionik dan polar
tidak dapat larut atau hanya dapat larut sedikit dalam pelarut non polar. Tetapi
senyawa non polar dapat melarutkan zat terlarut non polar dengan tekanan
yang sama melalui interaksi dipol induksi. Molekul zat terlarut tetap berada
dalam larutan dengan adanya sejenis gaya van der waals – London lemah.
Maka, minyak dan lemak larut dalam karbon tetraklorida, benzena dan
minyak mineral. Alkaloida basa dan asam lemak larut dalam pelarut non
polar (Martin dkk, 2013).
c. Pelarut Semipolar
Pelarut semipolar seperti keton dan alkohol dapat menginduksi suatu
derajat polaritas tertentu dalam molekul pelarut non polar, sehingga menjadi
dapat larut dalam alkohol, contoh : benzena yang mudah dapat
dipolarisasikan kenyataannya senyawa semipolar dapat bertindak sebagai
pelarut perantara yang dapat menyebabkan bercampurnya cairan polar dan
non polar (Martin dkk, 2013).
2.4 Tabel Macam-macam Pelarut

Solvent Rumus kimia Titik Konstanta Massa


didih Dielektrik jenis

Pelarut Non-Polar

Heksana CH3-CH2-CH2-CH2- 69 °C 2.0 0.655


CH2-CH3 g/ml

Benzena C6H6 80 °C 2.3 0.879


g/ml

Toluena C6H5-CH3 111 °C 2.4 0.867


g/ml

Dietil eter CH3CH2-O-CH2-CH3 35 °C 4.3 0.713


g/ml

Kloroform CHCl3 61 °C 4.8 1.498


g/ml

8
Etil asetat CH3-C(=O)-O-CH2- 77 °C 6.0 0.894
CH3 g/ml

Pelarut Polar Aprotic

1,4-Dioksana /-CH2-CH2-O-CH2- 101 °C 2.3 1.033


CH2-O-\ g/ml

Tetrahidrofuran (THF) /-CH2-CH2-O-CH2- 66 °C 7.5 0.886


CH2-\ g/ml

Diklorometana (DCM) CH2Cl2 40 °C 9.1 1.326


g/ml

Asetona CH3-C(=O)-CH3 56 °C 21 0.786


g/ml

Asetonitril (MeCN) CH3-C≡N 82 °C 37 0.786


g/ml

Dimetilformamida H-C(=O)N(CH3)2 153 °C 38 0.944


(DMF) g/ml

Dimetil sulfoksida CH3-S(=O)-CH3 189 °C 47 1.092


(DMSO) g/ml

Pelarut Polar Protic

Asam asetat CH3-C(=O)OH 118 °C 6.2 1.049


g/ml

n-Butanol CH3-CH2-CH2-CH2- 118 °C 18 0.810


OH g/ml

Isopropanol (IPA) CH3-CH(-OH)-CH3 82 °C 18 0.785


g/ml

n-Propanol CH3-CH2-CH2-OH 97 °C 20 0.803


g/ml

Etanol CH3-CH2-OH 79 °C 30 0.789


g/ml

Metanol CH3-OH 65 °C 33 0.791

9
g/ml

Asam format H-C(=O)OH 100 °C 58 1.21


g/ml

Air H-O-H 100 °C 80 1.000


g/ml

10
BAB III
PEMBAHASAAN
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair
atau gas, yang menghasilkan sebuah larutan.Pelarut paling umum digunakan
dalam kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut lain yang juga umum
digunakan adalah bahan kimia organik (mengandung karbon) biasanya
disebut pelarut organik.
Faktor-Faktor Pemilihan Pelarut
Dalam pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor
berikut ini:
a. Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan
komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek, terutama pada
ekstraksi bahan alami, sering juga bahan lain (lemak, resin) ikut
dibebaskan bersama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal ini larutan
ekstrak tercemar yang diperoleh harus dibersihkan, yaitu diekstraksi lagi
dengan pelarut kedua.
b. Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak
yang besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit).
c. Kemampuan tidak saling bercampur
Pada ekstraksi cair – cair, pelarut tidak boleh (atau hanya secara
terbatas) larut dalam bahan ekstraksi.
d. Kerapatan
Pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan
kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini bertujuan
kedua fase dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran
(pemisahan dengan gaya berat). Bila beda kerapatannya kecil, seringkali
pemisahan harus dilakukan menggunakan gaya sentrifugal (misalnya
dalam ekstraktor sentrifugal).

11
e. Reaktivitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara
kimia pada komponen-komponen bahan ekstraksi. Sebaliknya dalam hal-
hal tertentu diperlukan adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan
garam) untuk mendapat selktifitas tinggi. Seringkali ekstraksi juga disertai
dengan reaksi kimia. Dalam hal ini bahan dipisahkan mutlak harus berada
dalam bentuk larutan.
f. Titik didih
Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengancara
penguapan, destilasi atau retifikasi, maka titik didih kedua bahan tidak
boleh terlalu dekat dan keduanya tidak membentuk aseotrop. Ditinjau dari
segi ekonomi, akan menguntungkan jika pada proses ekstraksi titik didih.
g. Kriteria yang lain
Pelarut sedapat mungkin harus murah, tersedia dalam jumlah besar,
tidak beracun,tidak dapat terbakar, tidak eksplosif bila bercampur dengan
udara, tidak korosif, tidak menyebabkan timbulnya emulsi, memiliki
viskositas yg rendah dan stabil secara kimia maupun termis. (Handojo,
2010: 180).
Jenis-jenis pelarut yang biasanya digunakan untuk melarutkan antara
lain(Martin dkk, 1993):
a. Pelarut Polar
Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut,
yaitu momen dipolnya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat
polar lain. Sesuai dengan itu, air bercampur dengan alkohol dalam segala
perbandingan dan melarutkan gula dan senyawa polihidroksi lain. Air
melarutkan fenol, alkohol, aldehid, keton amina dan senyawa lain yang
mengandung oksigen dan nitrogen yang dapat membentuk ikatan hidrogen
dalam air (Martin dkk, 2013).
b. Pelarut non polar
Aksi pelarut dari cairan non polar seperti hidrokarbon berbeda dengan
zat polar. Pelarut non polar tidak dapat mengurangi gaya tarik menarik antara

12
ion elektrolit kuat dan lemah, karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah.
Pelarut juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit dan
berionisasi lemah karena pelarut non polar tidak dapat membentuk jembatan
hidrogen dengan non elektrolit. Oleh karena itu, zat terlarut ionik dan polar
tidak dapat larut atau hanya dapat larut sedikit dalam pelarut non polar. Tetapi
senyawa non polar dapat melarutkan zat terlarut non polar dengan tekanan
yang sama melalui interaksi dipol induksi. Molekul zat terlarut tetap berada
dalam larutan dengan adanya sejenis gaya van der waals – London lemah.
Maka, minyak dan lemak larut dalam karbon tetraklorida, benzena dan
minyak mineral. Alkaloida basa dan asam lemak larut dalam pelarut non
polar (Martin dkk, 2013).
c. Pelarut Semipolar
Pelarut semipolar seperti keton dan alkohol dapat menginduksi suatu
derajat polaritas tertentu dalam molekul pelarut non polar, sehingga menjadi
dapat larut dalam alkohol, contoh : benzena yang mudah dapat
dipolarisasikan kenyataannya senyawa semipolar dapat bertindak sebagai
pelarut perantara yang dapat menyebabkan bercampurnya cairan polar dan
non polar (Martin dkk, 2013).
Contoh pelaut yang biasa digunakan
 Pelarut Non-Polar : Heksana, Benzena,Toluena, Dietileter,
Kloroform, Etil asetat.
 Pelarut Polar Aprotic : 1,4-Dioksana, Tetrahidrofuran (THF)
Aseton, asetonitril (MeCN), Dimetilformamida (DMF), Dimetil
sulfoksida (DMSO).
 Pelarut Polar Protic : Asam asetat, n-Butanol, Isopropanol (IPA), n-
Propanol, Etanol, Etanol.

13
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair
atau gas, yang menghasilkan sebuah larutan.
2. Jenis- jenis pelarut yaitu : pelarut polar,non polar dan semipolar.
3. Faktor- faktor yang memepengaruhi pemilihan pelarut yang baik :
selektivitas, kelarutan, kemampuan tidak saling bercampur,
kelarutan, reaktivitas,titik didih, dan kriteria yang lain.
4. Contoh pelarut yang sering digunakan: Pelarut Non-Polar : Heksana,
Benzena,Toluena, Dietileter, Kloroform, Etil asetat.
Pelarut Polar Aprotic : 1,4-Dioksana, Tetrahidrofuran (THF)
Aseton, asetonitril (MeCN), Dimetilformamida (DMF), Dimetil
sulfoksida (DMSO).
Pelarut Polar Protic : Asam asetat, n-Butanol, Isopropanol (IPA), n-
Propanol, Etanol, Etanol.
B. Saran
Pada penggunaan pelarut dalam pembuatan sedian farmasi
terlebih dahulu mengetahui jenis –jenis pelarut yang cocok serta
fakto- faktor apa saja yang berpengaruh dalam pemilihan pelarut
sehingga membantu sediaan agar tidak terjadi kesalahan dalam
pembuatan.

14
15
16

Anda mungkin juga menyukai