Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jeruk (Citrus sp.) termasuk salah satu tanaman yang berasal dari Asia. Negara

cina dipercaya sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh. Jeruk dapat tumbuh baik di

daerah tropis dan daerah subtropis. Jeruk manis dapat beradaptasi dengan baik di

daerah tropis pada ketinggian 900-1200 meter di atas permukaan laut dan udara

senantiasa lembab serta mempunyai persyaratan air tertentu. Buah jeruk umumnya

berfungsi sebagai sumber vitamin C yang berguna untuk kesehatan manusia. Sari

buah jeruk mengandung 40-70 mg vitamin C per 100 g bahan, tergantung jenisnya.

Selain daging jeruk, khasiat dan manfaat juga banyak terkandung pada kulit buah

jeruk. Kulit jeruk memiliki manfaat diantaranya mulai dari penenang, penghalus kulit

hingga obat anti nyamuk (Adelina, dkk., 2017: 58-59). Komponen yang terkandung

di dalam jeruk (Citrus sp.) dapat diketahui melalui proses pemisahan secara kimia.

Melalui proses pemisahan, diharapkan dapat diperoleh produk komponen

tertentu dari suatu campuran dengan kemurnian setinggi mungkin. Teknik kimia
dikenal beragam jenis proses pemisahan, bergantung pada fase penyusun campuran

yang akan dipisahkan. Campuran yang terdiri atas satu fasa disebut campuran

homogen, sedangkan campuran yang terdiri atas dua fasa atau lebih disebut dengan

campuran heterogen. Pemisahan campuran homogen dapat dilakukan dengan

berbagai macam cara, diantaranya evaporasi, destilasi, ekstraksi, kristalisasi,

absorpsi, dan lain-lain (Budiman, 2021: 1). Salah satu teknik pemisahan senyawa

yang sering digunakan yaitu kromatografi.

Kromatografi dapat didefinisikan sebagai suatu teknik pemisahan campuran

berdasarkan perbedaan distribusi dari komponen-komponen dala fasa gerak dan fasa
diam. Fasa gerak dapat berupa gas atau cairan, sedangkan fasa diam dapat berupa

cairan atau padatan (Rizalina, dkk., 2018: 255). Salah satu fase gerak secara

berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya, zat-zat terlarut

menunjukkan perbedaan mobilitas yang disebabkan oleh perbedaan adsorpsi, partisi,

kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul dan kerapatan muatan ion (Sari, 2017: 16).

Pelarut termasuk salah satu faktor yang sangat menentukan dalam proses

pemisahan kimia, sehingga banyak faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan
pelarut. Terdapat dua pertimbangan utama dalam memilih jenis pelarut yaitu pelarut

harus mempunyai daya larut yang tinggi dan pelarut tidak berbahaya atau tidak

beracun. Pelarut yang digunakan dalam pemisahan harus dapat melarutkan ekstrak

yang diinginkan saja, mempunyai kelarutan yang besar, titik didih kedua bahan tidak

boleh terlalu dekat dan tidak menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen

ekstrak. Pelarut yang sering digunakan yaitu air, etanol, etil asetat, petroleum eter,

kloroform dan heksana (Arsa, dkk., 2020: 85-86).

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana cara mengidentifikasi suatu senyawa pada sampel lemo cuco

(Citrus sp.)?
2. Senyawa apa yang diperoleh pada sampel lemo cuco (Citrus sp.)?

C. Tujuan

Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi suatu senyawa pada sampel lemo

cuco (Citrus sp.).

2. Untuk mengetahui senyawa yang diperoleh pada sampel lemo cuco (Citrus

sp.).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lemo Cuco (Citrus sp.)


Jeruk (Citrus sp.) termasuk salah satu tanaman yang berasal dari Asia. Negara

cina dipercaya sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh. Jeruk dapat tumbuh baik di

daerah tropis dan daerah subtropis. Jeruk manis dapat beradaptasi dengan baik di

daerah tropis pada ketinggian 900-1200 meter di atas permukaan laut dan udara

senantiasa lembab serta mempunyai persyaratan air tertentu. Buah jeruk umumnya

berfungsi sebagai sumber vitamin C yang berguna untuk kesehatan manusia. Sari

buah jeruk mengandung 40-70 mg vitamin C per 100 g bahan, tergantung jenisnya.

Selain daging jeruk, khasiat dan manfaat juga banyak terkandung pada kulit buah

jeruk. Kulit jeruk memiliki manfaat diantaranya mulai dari penenang, penghalus kulit

hingga obat anti nyamuk. Jeruk selain berfungsi sebagai sumber gizi juga merupakan

salah satu komoditas hortikultura yang berfungsi sebagai sumber devisi negara

(Adelina, dkk., 2017: 58-59).

Gambar 2.1 Kulit batang Lemo cuco (Citrus sp.)


(Sumber: Dokumentasi Praktikum)
Menurut Al Mujaizah (2019: 11), tanaman lemo cuco (Citrus sp.) dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Rutales

Suku : Rutaceae

Marga : Citrus

Jenis : Citrus sp.

Tanaman jeruk (Citrus sp) termasuk dalam famili Rutaceae. Famili Rutaceae

memiliki 150 genus diantaranya ada yang tumbuh liar dan adapula di budidaya oleh
masyarakat. Tanaman ini terdiri dari 16 spesies namun varietasnya cukup banyak.

Jeruk merupakan salah satu tanaman hortikultura komoditas buah-buahan yang

sangat disukai oleh masyarakat dan dapat dikonsumsi baik sebagai buah segar atau

sebagai olahan. Selain itu, tanaman jeruk juga memiliki keragaman genetik tinggi

yang ditunjukkan dengan tingginya jumlah unit taksonomi. Keragaman genetiknya

dapat dipelajari melalui karakterisasi morfologi yang meliputi organ pokok (batang,

daun dan akar) maupun organ tambahan (bunga, buah, biji dll) (Tuasamu, 2018: 85).

Berdasarkan penelitian Adelina, dkk (2017: 62-63), bentuk daun tanaman jeruk lokal

(Citrus sp) sebagian besar berbentuk lanceolate (meruncing), bentuk ujung daun

acute (runcing), tepi daun bergerigi, permukaan daun kasar, bentuk tangkai daun

oblique (bundar dan lurus), dengan warna tangkai daun hijau, luas dan panjang
tangkai daun bervariasi, warna flush daun hijau muda dan hijau.

B. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu

pelarut cair. Ekstraksi merupakan suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak

dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Ekstraksi yang benar dan

tepat tergantung dari jenis senyawa, tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang
akan diekstraksi. Ekstraksi efektif komponen aktif dari tanaman diperlukan tanpa

kehilangan aktivitas dan kemurnian tinggi telah menghasillkan proses ekstraksi yang

lebih baru dan lebih baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi dari metode

ekstraksi adalah jenis pelarut yang digunakan, ukuran partikel, temperatur, perlakuan

pendahuluan dan waktu ekstraksi. Suatu proses ekstraksi biasanya melibatkan

beberapa tahap yaitu pencampuran bahan ekstraksi dengan pelarut, memisahkan

larutan ekstrak dan raffinate dan mengisolasi ekstrak (Victoria, dkk., 2020: 13)
Ekstraksi bahan aktif alami merupakan proses untuk mendapatkan komponen

bahan aktif alami menggunakan pelarut selektif melalui beberapa prosedur standar.

Tujuan dari proses ekstraksi adalah untuk memisahkan metabolit yang larut dengan

memisahkannya dari seluler tidak larut (residu). Ekstrak kasar awal menggunakan

metode ini mengandung campuran kompleks dari banyak metabolit tanaman seperti

alkaloid, glikosida, fenolik, terpenoid dan flavonoid. Ekstraksi konstituen tanaman

sangat penting untuk mengisolasi senyawa aktif biologis dan dalam memahami

perannya. Ekstraksi adalah langkah pertama dalam analisis tanaman obat. Langkah

dasar termasuk pencucian awal, pengeringan bahan tanaman dan penggilingan untuk

mendapatkan sampel yang homogen. Perlu dipastikan bahwa konstituen aktif

potensial tidak hilang atau terdistorsi selama proses ekstraksi (Junaidi, 2019: 29).
Metode maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi yang sederhana yang

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisa dalam cairan selama beberapa hari

pada temperatur kamar dan terlindungi dari cahaya. Metode ini digunakan untuk

menyari simplisa mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan

penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang seperti lilin. Penggunaan

metode ini misalnya pada sampel yang berupa daun. Maserasi umumnya dilakukan

dengan cara memasukkan simplisa yang sudah diserbukkan dengan derajat tertentu
sebanyak 10 bagian dalam bejana maserasi yang dilengkapi pengaduk mekanik,

kemudian ditambahkan 75 bagian cairan penyari ditutup rapat dan biarkan selama 5

hari pada temperatur kamar dan terlindungi cahaya sembari diaduk berulang-ulang.

Hasil yang diperoleh dilakukan penyaringan di dalam wadah penampung, kemudian

residu yang tertinggal dipenyaringan diperas dan ditambah cairan penyari

secukupnya dan dilakukan pengadukan, selanjutnya disaring sehingga diperoleh sari

(Saputra, 2020: 8).


C. Fraksinasi

Fraksinasi adalah suau cara untuk memisahkan senyawa berdasarkan sifat

kepolarannya. Senyawa polar akan masuk ke polar, begitu pula senyawa non polar

akan masuk pada pelarut non polar. Pelarut yang digunakan yaitu n-heksana (pelarut

non polar), etil asetat (pelarut semi polar) dan air (pelarut polar). Senyawa metabolit

yang dapat tertarik pada pelarut polar diantaranya yaitu senyawa-senyawa polifenol,

flavonoid dan lain-lain. Selain itu juga, garam alkaloid, minyak menguap, glikosida,

tanin, saponin, gula, gom, pati, protein, enzim, lilin, zat warna dan asam organik.

Senyawa yang dapat tertarik pada pelarut semi polar antara lain flavonoid, saponin

dan alkaloid. Senyawa yang dapat tertarik pada pelarut ini yaitu golongan kandungan

kimia minyak atsiri, lemak dan asam lemak tinggi, steroid, alkaloid dan triterpenoid
(Anjaswati, dkk., 2021: 2).

Teknik yang biasa digunakan dalam fraksinasi adalah kromatografi. Teknik

kromatografi dengan cara partisis dilakukan apabila jumlah komponen di dala

ekstrak terdapat puluhan senyawa. Pemisahan dengan cara partisis adalah perbedaan

kelarutan dalam dua pelarut tidak saling bercampur. Dua pelarut yang tidak

bercampur adalah n-heksana-metanol, kloroform-air dan etil asetat-air. Jika

melakukan ekstrak metanol pekat ke dalam kloroform dan etil asetat maka fraksi sisa
metanol akan banyak mengandung banyak air yang dapat dihilangkan dengan cara

penguapan pada tekanan rendah. Partisi dapat digunakan untuk memisahkan

komponen ke dalam komponen yang terlarut dalam n-heksana, kloroform dan etil

asetat (Haryanto, 2018: 71).

Metode fraksinasi didasarkan pada sifat kepolaran eluen yang digunakan

sebagi fase gerak dan akan menarik senyawa dengan sifat kepolaran yang sama dan

akan melalui silika yang berfungsi sebagai fase diam sehingga senyawa-senyawa
tersebut akan terpisah-pisah dalam beberapa fraksi. Metode kromatografi kolom cair

vakum (KKCV) merupakan metode awal untuk memisahkan sampel dalam jumlah

banyak dan dilanjutkan dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Fraksinasia

dilakukan dengan menggunakan silika gel yang memiliki ukuran partikel halus

sehingga memiliki kerapatan yang tinggi di dalam kolom (Amaliah, dkk., 2020: 82).

D. Metabolit sekunder
Tumbuhan memiliki dua jenis senyawa metabolit, yaitu metabolir primer dan

metabolit sekunder. Metabolit primer digunakan oleh tanaman untuk pertumbuhan,

sedangkan metabolit sekunder tidak berperan langsung dalam pertumbuhan tanaman,


tetapi diproduksi oleh tanaman dalam jumlah tertentu dalam kondisi cekaman. Setiap

jenis senyawa metabolit sekunder memiliki fungsi yang berbeda. Senyawa ini tidak

esensial untuk kelangsungan hidup tanaman, tetapi memberikan beberapa manfaat

(Perangin-Angin, dkk., 2019: 40).

Metabolit sekunder merupakan senyawa yang tidak digunakan sebagai proses

pertumbuhan, tetapi sebagai bentuk pertahan diri dari lingkungannya. Metabolit

sekunder terdiri dari molekul-molekul kecil yang mengandung senyawa spesifik

dengan fungsi dan peranan yang berbeda-beda. Alkaloid, flavonoid, saponin dan
terpenoid termasuk ke dalam golongan metabolit sekunder yang sering dijumpai pada

ekstrak tanaman (Variani, dkk., 2021: 65).

Metabolit sekunder berada dalam bentuk molekul kecil, bersifat spesifik

mempunyai struktur yang bervariasi dan setiap senyawa memiliki fungsi atau

peranan yang berbeda-beda. Metabolit sekunder merupakan senyawa metabolit yang

tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan disintesis dalam jumlah sedikit,

namun peranannya sangat vital. Senyawa ini diproduksi hanya dalam jumlah sedikit,
tidak terus menerus untuk mempertahankan diri dari habitatnya. Tanaman memiliki

senyawa metabolit sekunder memiliki beberapa fungsi diantaranya sebagai atraktan

(menarik serangga penyerbuk), melindungi dari stress lingkungan, pelindung dari

serangan hama/ penyakit, pelindung terhadap sinar ultraviolet, sebagai zat pengatur

tumbuh dan untuk bersaing dengan tanaman lain (Botahala, dkk., 2020: 13).

E. Identifikasi senyawa
Keberagaman senyawa yang merupakan metabolit pada tumbuhan ini

dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor yang paling utama adalah reaksi yang

terjadi pada tanaman yang melibatkan enzim dan jenis organel yang ada dan
berinteraksi dengan enzim tersebut. Setiap enzim memiliki karakteristik yang khas

dan berbeda pada tiap tumbuhan. Perbedaan senyawa atau golongan ini akan

membentuk sebuah jalur reaksi yang sifatnya spesifik sehingga rangkaian reaksi pada

pembentukan senyawa atau golongan senyawa tersebut akan membentuk sebuah jalur

reaksi yang beragam. Jalur metabolit yang seragam dan tempat terjadinya reaksi juga

tidak sama, maka ada sebuah kecenderungan pada bagian tanaman atau tanaman

tertentu memiliki kandungan kimia yang spesifik dan juga akan terakumulasi lebih

banyak hanya pada bagian tumbuhan (Najib, 2018: 4).


Jenis golongan komponen kimia yang terdapat pada ekstrak dapat diketahui

dengan melakukan pengujian pendahuluan atau biasa disebut dengan istilah

screening fitokimia. Screening fitokimia adalah sebuah pengujian yang bersifat

kualitatif yang menggunakan reagen tertentu sesuai dengan tujuan pemeriksaan yang

akan dianalisis. Screening pada hakikatnya dapat digunakan pada saat sampel masih

segar ataupun dalam bentuk simplisa. Hasil screening akan menentukan orientasi

dalam melakukan penarikan komponen yang ada pada sampel (Najib, 2018: 4).
Menurut Al-Mujaizah (2019: 16-25), jenis-jenis identifikasi senyawa

metabolit sekunder adalah sebagai berikut:

1. Uji Flavonoid

Flavanoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol mempunyai sifat

efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri dan jamur. Senyawa flavanoid

umumnya bersifat antioksidan dan sebagai bahan baku obat-obatan. Flavanoid

berkerja sebagai antibakteri dengan cara menghambat sintesis asam nukleat bakteri

dan mampu menghambat motilitas bakteri. Penghambatan kerja dari enzim reduktase

pada proses transfer elektron bakteri mengakibatkan pertumbuhan bakteri terganggu.

Penambahan HCl pekat dalam uji flavonoid pada metode Wilstater

dimaksudkan untuk menghidrolisis flavonoid menjadi aglikonnya, yaitu dengan


menghidrolisis O-glikosil. Glikosil akan tergantikan oleh H+ dari asam karena

sifatnya yang elektrofilik. Glikosida berupa gula yang biasa dijumpai yaitu glukosa,

galaktosa dan ramnosa. Reduksi dengan Mg dan HCl pekat ini menghasilkan

senyawa kompleks yang berwarna merah atau jingga pada flavonol, flavanon,

flavanonol dan xanton (Latifah, 2019: 14).


2. Uji Alkaloid

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloid

bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam

gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid biasanya berwarna, sering kali

bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa

cairan pada suhu kamar.

Gambar II.4 Struktur Alkaloid


(Sumber: Al Mujaizah, 2019: 17)
Identifikasi senyawa alkaloid dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa

pereaksi yaitu pereaksi Mayer, pereaksi Wagner dan pereaksi Dragendorff.

Pembuatan pereaksi Mayer, larutan mercuri (II) klorida (HgCl 2) ditambah KI akan

membentuk endapan merah mercuri (II) iodida (HgI2) (Latifah, 2019: 14).

Penambaan KI berlebih maka akan terbentuk kalium tetraiodomerkurat (II)

(K2[HgI4]) dengan ion logam. Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan

nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari K2[HgI4] membentuk

kompleks kalium alkaloid yang mengendap (Ergina, 2014: 168). Hasil positif

senyawa alkaloid dengan pereaksi Wagner yaitu adanya endapan cokelat karena
adanya pengikatan oleh nitrogen dalam cincin alkaloid yang akan bereaksi dengan

ion logam K+ dari kalium Iodida (KI) sehingga menbentuk endapan berwarna

cokelat.

Pembuatan pereaksi Dragendroff, bismuth nitrat (Bi(NO3)3) dilarutkan dengan

asam sehingga terhidrolisis menjadi ion bismutil (BiO+). Bismuth nitrat bereaksi

dengan KI membentuk endapan hitam bismuth (III) iodida (BiI3) yang akan larut

dalam KI berlebih membentuk kalium tetraiodobismutat (K[BiI4]. Uji alkaloid


dengan pereaksi Dragendroff, nitrogen dalam cincin alkaloid akan bereaksi dengan

ion logam K+ dari K[BiI4] membentuk senyawa kompleks kalium alkaloid yang akan

mengendap (Ergina, 2014: 169).

Bi(NO3)3 + 3KI → BiI3 + 3KNO3

BiI3 + KI →K[BiI4]

3. Uji Terpenoid

Terpenoid merupakan komponen tumbuhan yang mempunyai aroma dan


dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan. Senyawa terpenoid terdiri dari

kerangka karbon 2 atau lebih unit karbon disebut isopren. Fraksi hasil penelitian yang

mudah menguap terdiri dari golongan terpenoid yang mengandung 10 atom karbon.

Sedangkan fraksi yang mempunyai titik didih tinggi biasanya terdiri dari terpenoid

yang mengandung 15 atom karbon.

Gambar II.8 Struktur Isoprena


(Sumber: Al Mujaizah, 2019: 18)
Idenifikasi senyawa terpenoid dilakukan dengan menggunakan pereaksi

Lieberman Burchard yang akan terkondensasi atau melepaskan H 2O dan

penggabungan dengan karbokation. Reaksinya diawali dengan proses asetilasi gugus


hidroksil menggunakan asam asetat anhidrida. Gugus asetil merupakan gugus

pergiyang baik akan lepas sehingga memebentuk ikatan rangkap. Selanjutnya terjadi

pelepasan gugus hidrogen beserta elektronnya, mengakibatkan ikatan rangkap

berpindah. Senyawa akan mengalami resonansi yang bertindak sebagai elektrofil atau

karbokation. Serangan karbokation menyebabkan adisi elektrofilik diikuti pelepasan

hidrogen. Gugus hidrogen dilepas dengan elekronnya akibatnya senyawa mengalami


perpanjangan konjugasi yang menghasilkan munculnya warna merah sampai ungu

(Siadi, 2012: 80-81).

4. Uji Steroid

Steroid merupakan senyawa penting dalam pengobatan. Keberadaannya

sebagai salah satu diantara golongan senyawa metabolit sekunder yang memberi nilai

pengobatan pada suatu tumbuhan. Steroid termasuk terpenoid lipid yang dikenal

dengan empat cincin kerangka dasar karbon yang menyatu. Struktur senyawanya pun
cukup beragam. Perbedaan disebabkan karena adanya gugus fungsi teroksidasi yang

terikat pada cincin dan terjadinya oksidasi cincin karbonya. Struktur dasar golongan

steroid dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar II.10 Struktur Dasar Golongan Steroid


(Sumber: Latifah, 2019: 19)
Uji steroid dilakukan dengan menggunakan pereaksi Lieberman Burchard

hasil positifnya ditandai dengan timbulnya warna hijau sampai kuning muda.

5. Uji Saponin
Saponin merupakan senyawa glikosida kompleks dengan berat molekul tinggi

yang dihasilkan oleh tanaman, hewan laut tingkat rendah dan beberapa bakteri.

Saponin dapat larut dalam air tetapi tidak larut dalam pelarut eter. Sifat khas dari

saponin yaitu terasa pahit, berbusa dalam air, beracun pada binatang berdarah dingin

(Latifa, 2015: 33).


Gambar II.12 Struktur Saponin
(Sumber: Al Mujaizah, 2019: 18)
Uji saponin dilakukan dengan menggunakan aquades (H2O) panas dengan

pengocokan selama 30 detik hasil positifnya terdapat busa. Busa yang terbentuk

menunjukkan bahwa sampel mengandung senyawa saponin. Timbulnya busa

menujukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam

air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa yang lainnya (Latifa, 2015).
BAB III

METODE PERCOBAAN

A. Waktu dan Tempat

Percobaan ini telah dilaksanakan pada Selasa, 08-15 Juli 2022. Bertempat di

Laboratorium Kimia Organik Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri

Alauddin Makassar.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu Fourier Transformed

Infrared (FTIR) tipe nicolet iS10, vortex, hotplate, gelas kimia 250 mL, plat tetes,

tabung reaksi, gegep, spatula dan pipet tetes.

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu air (H2O), ekstrak

kental kulit batang lemo cuco (Citrus sp.), etil asetat (C4H8O2), fraksi C hasil KKCV,

fraksi C hasil KKG, kalium bromida (KBr) kertas saring, label, metanol (CH3OH),

n-heksana (C6H14), pereaksi asam sulfat (H2SO4) pekat, pereaksi besi(III)klorida

(FeCl3) 5%, pereaksi Dragendorff, pereaksi Liebermann-Burchard, pereaksi Mayer,

pereaksi Wagner dan tissu.

C. Prosedur Kerja

1. Uji Flavonoid

a. Uji dengan H2SO4 Pekat

Mengencerkan masing-masing ekstrak kental kulit batang lemo cuco (Citrus

sp.), fraksi C hasil KKCV, fraksi C hasil KKG dengan pelarut yang sesuai.
Kemudian, memipetnya ke dalam plat tetes dan menetesi dengan H2SO4 pekat.

Mengamati perubahan warna yang terjadi dari kuning tua menjadi merah tua.

b. Uji dengan FeCl3 5%

Mengencerkan masing-masing ekstrak kental kulit batang lemo cuco (Citrus

sp.), fraksi C hasil KKCV, fraksi C hasil KKG dengan pelarut yang sesuai.

Kemudian, memipetnya ke dalam plat tetes dan menetesi dengan FeCl 3 5%.

Mengamati perubahan warna yang terjadi menjadi biru hitam atau hijau kekuningan.
2. Uji Alkaloid

Mengencerkan masing-masing ekstrak kental kulit batang lemo cuco (Citrus

sp.), fraksi C hasil KKCV, fraksi C hasil KKG dengan pelarut yang sesuai.

Kemudian, Kemudian, memipetnya ke dalam plat tetes dan menetesi masing-masing

dengan pereaksi Dragendorff, Wagner dan Mayer. Mengamati perubahan warna yang

terjadi yaitu Dragendorff positif berwarna coklat, Mayer positif jika terbentuk

endapan putih atau kuning dan Wagner positif berwarna jingga.

3. Uji Terpenoid dan Steroid

Mengencerkan masing-masing ekstrak kental kulit batang lemo cuco (Citrus

sp.), fraksi C hasil KKCV, fraksi C hasil KKG dengan pelarut yang sesuai.

Kemudian, memipetnya ke dalam plat tetes dan menetesi masing-masing dengan


pereaksi Liebermann-Burchard. Mengamati perubahan warna yang terjadi yaitu

Terpenoid positif jika terbentuk larutan berwarna merah-ungu dan steroid positif jika

terbentuk warna biru atau hijau.

4. Uji Saponin

Mengencerkan masing-masing ekstrak kental kulit batang lemo cuco (Citrus

sp.), fraksi C hasil KKCV, fraksi C hasil KKG dengan pelarut yang sesuai.

Kemudian, memasukkan masing-masing hasil pengenceran ke dalam tabung reaksi.


Kemudian, memanaskan dengan penangas air. Selanjutnya, menghomogenkan

dengan vortex. Selanjutnya mengamati terbentuknya busa atau tidak yang bertahan

selama 30 detik.

5. Uji FTIR

Melakukan preparasi dengan memasukkan sedikit fraksi C hasil KKG ke

dalam lumpang. Kemudian, menambahkan KBr dengan perbandingan 8:1 dari

jumlah fraksi C hasil KKG, kemudian menghomogenkan. Selanjutnya, memasukkan


campuran ke dalam cetakan pellet lalu menutup bagian atas dan bawah dengan

menyisakan 3 gerigi pada leher penutup cetakan. Kemudian, menekan penutup atas

dan bahwah cetakan hingga terbentuk pellet. Setelah itu, membuka penutup cetakan

dan memasukkan pellet yang terbentuk ke dalam chamber FTIR dan menganalisis

dengan FTIR metode KBr.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

1. Tabel Hasil Pengamatan

Tabel 4.1 Hasil Uji Fitokimia Ekstrak KentalKulit Batang Lemo Cuco (Citrus sp.)

No. Golongan Pereaksi Hasil Keterangan

Hasil uji positif


FeCl3 5%
(+)

(Hijau)
1. Flavonoid

Hasil uji positif


H2SO4 pa
(+)

(Merah tua)

Hasil uji positif


Mayer
(+)

(Kuning)

Hasil uji negatif


2. Alkaloid Wagner
(-)

(Hijau)

Hasil uji positif


Dragendorff
(+)

(Coklat)
3. Hasil uji positif
Steroid dan
untuk terpenoid
Terpenoid Lebermann-Burchard
(+)
(Merah)

Hasil uji positif


4. Saponin -
(+)

(Terbentuk busa
selama 30 detik)

Tabel 4.2 Hasil Uji Fitokimia Fraksi C Hasil KKCV dengan Beberapa Pereaksi

No. Golongan Pereaksi Hasil Keterangan

Hasil uji positif


FeCl3 5%
(+)

(Hijau Kekuningan)
1. Flavonoid

Hasil uji negatif


H2SO4 pa
(-)

(Hijau)
2. Alkaloid

Hasil uji positif


Mayer
(+)

(Kuning)
Wagner Hasil uji positif
(+)

(Endapan Jingga)
Hasil uji negatif
Dragendorff
(-)

(Kuning Kehijauan)

Hasil uji positif


Steroid dan
3. Lebermann-Burchard untuk steroid
Terpenoid
(+)

(Hijau)

Hasil uji negatif


4. Saponin -
(-)

(Tidak terbentuk busa


selama 30 detik)

Tabel 4.3 Hasil Uji Fitokimia Hasil KKG dengan Beberapa Pereaksi

No. Golongan Pereaksi Hasil Keterangan

Hasil uji negatif


FeCl3 5%
(-)

(Kuning)
1. Flavonoid

Hasil uji negatif


H2SO4 pa
(-)

(Bening)

Hasil uji positif


2. Alkaloid Mayer
(+)

(Kuning Jernih)
Hasil uji positif
Wagner
(+)

Alkaloid (Endapan Jingga)

Hasil uji negatif


Dragendorff
(-)

(Bening)

Hasil uji negatif


Steroid dan untuk steroid dan
3. Lebermann-Burchard
Terpenoid terpenoid
(-)
(Bening)

Hasil uji negatif


4. Saponin -
(-)

(Tidak terbentuk busa


selama 30 detik)

2. Reaksi
a. Uji Flavonoid

- Flavonoid + FeCl3
- Flavonoid + H2SO4

b. Uji Alkaloid

- Alkaloid + Pereaksi Mayer

- Alkaloid + Pereaksi Wagner

- Alkaloid + Pereaksi Dragedorff

c. Uji steroid dan Uji Terpenoid


d. Uji Saponin

3. Spektrum

Spektrum 4.1 Hasil FTIR Isolasi Fraksi C


B. Pembahasan

Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa-senyawa organik yang

berasal dari sumber alami tumbuhan, yang dapat memberikan efek fisiologis terhadap

makhluk hidup dan pada umumnya termasuk senyawa bioaktif. Senyawa metabolik

sekunder tidaklah sepenting metabolik primer dalam kelangsungan hidup organisme,

senyawa ini sangat berperan dalam mempertahankan kehidupan organisme. Senyawa


metabolit sekunder dapat berupa alkaloid, flavonoid, terpenoid, fenolik, steroid dan

tanin (Suteja, 2018: 9).

Percobaan ini menggunakan 3 sampel yaitu ekstrak kental kulit batang lemo

cuco (Citrus sp.), fraksi C hasil KKCV dan fraksi C hasil KKG. Percobaan

identifikasi senyawa ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa flavonoid,

alkaloid, steroid dan terpenoid dengan menggunakan beberapa pereaksi. Tujuan dari

penggunaan pereaksi yang berbeda-beda yaitu sebagai standar untuk melihat hasil
positif antara uji pereaksi yang satu dengan yang lainnya sehingga mempermudah

dalam penarikan kesimpulan. Identifikasi flavonoid dilakukan dengan dua pereaksi

yaitu asam sulfat pekat (H2SO4) dan besi (III) klorida (FeCl3). Penambahan asam

sulfat pekat digunakan untuk menghidrolisis flavonoid menjadi aglikonnya yaitu

O-glikosil. Glikosil akan tergantikan oleh H+ dari asam karena sifatnya yang

elektrofilik. Reduksi dengan asam sulfat akan menghasilkan senyawa kompleks yang

berwarna merah pada senyawa flavonoid. Warna merah yang terbentuk pada uji

dengan asam sulfat dikarenakan terbentuknya garam flavilium.

Uji flavonoid dengan asam sulfat (H2SO4) pada sampel ekstrak kental kulit

batang lemo cuco (Citrus sp.) diperoleh hasil reaksi positif yang berwarna merah tua

dan pada sampel fraksi C hasil KKCV serta fraksi C hasil KKG juga memberikan
hasil negatif yaitu masing-masing berwarna hijau untuk fraksi C hasil KKCV dan

bening untuk fraksi C hasil KKG yang menandakan bahwa senyawa flavonoid pada

sampel tidak bereaksi dengan pereaksi asam sulfat (H 2SO4). Penambahan pereaksi

FeCl3 5%, menghasilkan hasil warna positif pada sampel ekstrak kental kulit batang

lemo cuco (Citrus sp.) dan fraksi C hasil KKCV yang berwarna hijau kekuningan

sedangkan fraksi C hasil KKG memberikan hasil negatif yang berwarna kuning.

Hasil positif berwarna hijau kekuningan menunjukkan bahwa terbentuknya warna


hijau kekuningan terjadi ketika FeCl3 bereaksi dengan gugus hidroksil pada flavonoid

sedangkan warna kuning menunjukkan FeCl3 tidak bereaksi dengan gugus hidroksil

pada flavonoid.

Identifikasi alkaloid dilakukan dengan tiga pereaksi yaitu pereaksi

Dragendorff, Meyer dan Wagner. Hasil positif pada uji Dragendorff ditandai dengan

adanya endapan coklat muda sampai kuning. Endapan tersebut adalah kalium

alkaloid. Hasil yang diperoleh pada reagen Dragendorff dengan menggunakan


sampel ekstrak kental daun lemo cuco (Citrus sp.), fraksi C hasil KKCV dan fraksi C

hasil KKG yaitu negatif yang menandakan bahwa kalium tidak bereaksi dengan

flavonoid sehingga tidak menghasilkan warna yang positif.

Uji aikaloid dengan pereaksi Mayer ditandai dengan terbentuknya endapan

putih yang merupakan kalium alkaloid. Uji Mayer pada sampel sampel ekstrak kental

kulit batang lemo cuco (Citrus sp.) menghasilkan reaksi yang positif sedangkan

sampel fraksi C hasil KKCV dan KKG menghasilkan reaksi yang positif berwarna

endapan putih dan kuning yang menandakan bahwa nitrogen (N) pada alkaloid

bereaksi dengan ion logam K dari kalium tetraiodomerkurat (II) membentuk

kompleks kalium alkaloid yang mengendap. Uji alkaloid dengan pereaksi wagner

ditandai dengan terbentuknya endapan warna jingga. Endapan tersebut diduga adalah
kalium alkaloid. Uji ini akan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen

dan membentuk kompleks kalium alkaloid yang mengendap. Uji Wagner pada semua

sampel fraksi hasil KKCV dan KKG menghasilkan reaksi positif, sedangkan pada

sampel ekstrak kulit batang lemo cuco (Citrus sp.) diperoleh hasil negtif.

Identifikasi terpenoid dan steroid dalam percobaan ini menggunakan pereaksi

Liebermann-Burchard yang memberikan warna hijau dan biru. Terjadinya perubahan

warna disebabkan oleh terjadinya oksidasi pada golongan senyawa terpenoid maupun
steroid melalui pembentukan ikatan rangkap terkonjugasi. Uji steroid/ terpenoid pada

sampel ekstrak kentalkulit batang lemo cuco (Citrus sp.) menghasilkan reaksi positif

untuk uji terpenoid dan fraksi C hasil KKCV menghasilkan reaksi yang positif untuk

steroid yang berwarna hijau dan hasil negatif untuk uji terpenoid. Sedangkan pada

sampel fraksi C hasil KKG diperoleh hasil negatif yang berwarna bening.

Uji saponin menggunakan akuades (H2O) panas dengan pengocokan selama

30 detik akan memberikan hasil positif dengan terdapatnya busa. Busa yang
terbentuk menunjukkan bahwa sampel mengandung senyawa saponin. Timbulnya

busa menujukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih

dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa yang lainnya. Uji saponin

pada sampel ekstrak kental kulit batang lemo cuco (Citrus sp.) menghasilkan reaksi

positif untuk saponin, sedangkan fraksi C hasil KKCV dan fraksi C hasil KKG

memberikan hasil reaksi yang negatif yang menandakan bahwa pada semua sampel

tidak terdapat senyawa saponin.

Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh Senyawa yang diperoleh pada

ekstrak kulit batang lemo cuco (Citrus sp.) yaitu senyawa flavonoid, alkaloid,

terpenoid dan saponin. Fraksi hasil KKCV mengandung senyawa flavonoid, alkaloid

dan steroid. Fraksi hasil KKG mengandung alkaloid. Berdasarkan hasil penelitian
Harahap (2021: 22) menyatakan bahwa berdasarkan hasil uji fitokimia dapat

diketahui kandungan kimia pada ekstrak daun jeruk lemon (Citrus limon L.).

Kandungan metabolit ekstrak daun jeruk lemon (Citrus limon L.) terdiri dari

alkaloid, flavonoid, fenol dan tanin.

Berdasarkan hasil FTIR diperoleh gugus fungsi O-H pada panjang gelombang

3726,44 cm-1, N-H pada panjang gelombang 3449,40 cm-1, C-H pada panjang

gelombang 2924,94 cm-1 dan 2863,99 cm-1, C=O (aldehid) pada panjang gelombang
1740,16 cm-1, C≡C pada panjang gelombang 1608,14 cm-1, -CH2 pada panjang

gelombang 1462,25 cm-1, -CH3 pada panjang gelombang 1377,07 cm-1, C-O pada

panjang gelombang 1237,07 cm-1 dan 1171,19 cm-1, C-O (stretch) pada panjang

gelombang 973,40 cm-1.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan pada percobaan ini yaitu sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi suatu senyawa pada sampel lemo cuco (Citrus sp.) dengan

uji flavonoid menggunakan pereaksi asam sulfat (H2SO4) pekat dan pereaksi

besi (III) klorida (FeCl3), uji alkaloid menggunakan pereaksi Dragendorff,

Wagner dan Mayer, uji terpenoid dan steroid dengan menggunakan pereaksi

Liebermann-Burchard serta uji saponin.

2. Senyawa yang diperoleh pada ekstrak kulit batang lemo cuco (Citrus sp.)

yaitu senyawa flavonoid, alkaloid, terpenoid dan saponin. Fraksi hasil KKCV

mengandung senyawa flavonoid, alkaloid dan steroid. Fraksi hasil KKG

mengandung alkaloid.

B. Saran

Saran pada percobaan ini yaitu sebaiknya pada percobaan selanjutnya

dilakukan identifikasi flavonoid dengan menggunakan uji Wilstat dengan pereaksi


Mg dan HCl untuk membedakan hasilnya dengan uji H2SO4 dan FeCl3.
DAFTAR PUSTAKA

Adelina, S, O, Enny, A dan Hasriyanty. “Identifikasi Morfologi dan Anatomi Jeruk


Lokal (Citrus sp) di Desa Doda dan Desa Lempe Kecamatan Lore Tengah
Kabupaten Poso”. Agrotekbis 5, No. 1 (2017): h. 58-65.
Al Mujaizah. “Uji Aktivitas Antibakteri Dan Karakterisasi Komponen Penyusun
Minyak Atsiri Kulit Buah Lemo Cuco (Citrus sp.)”. Skripsi. Makassar:
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar,
2019.
Amaliah, N., Pince, S dan Muharram. “Isolasi dan Identifikasi Senyawa Metabolit
Sekunder Fraksi Metanol Batang Belajang Susu (Scindapsus pictus Hassk.)”.
Chemica 21, No. 1 (2018): h. 78-85.
Anjaswati, D., Diah, P dan Ardy, P, N. “Perbandingan Rendemen Ekstrak Etanol,
Fraksi n-heksana, Etil Asetat dan Air Daun Bit (Beta vulgaris L.)
Menggunakan Fraksinasi Bertingkat”. Farmasi 2, No. 1 (2021): h. 1-6.
Arsa, A, K, dan Zubaidi, A. “Ekstraksi Minyak Atsiri dari Rimpang Temu Ireng
(Curcuma aeruginosa Roxb) dengan Pelarut Etanol dan N-Heksana”.
Teknologi Technoscientia 13, no. 1 (2020): h.83-94.
Botahala L, dkk. Deteksi Dini Metabolit Sekunder pada Tanaman. Selayo: Mitra
Cendekia Media. 2020.
Budiman, A. Destilasi: Teori dan Pengendalian Operasi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. 2021.
Ergina, dkk. “Uji Kualitatif Senyawa Metabolit Sekunder pada Daun Palado (Agave
Angustifolia) yang Diekstraksi Dengan Pelarut Air dan Etanol” J. Akad. Kim.
3, no.3 (2014): h. 165-172.
Haryoto dan Priyatno. Potensi Buah Salak Sebagai Suplemen Obat dan Pangan.
Surakarta: Muhammadiyah University Press. 2018.
Junaidi, L. Teknologi Ekstraksi Bahan Aktif Alami. Bogor: IPB Press, 2019.
Lathifah. “Identifikasi Golongan Senyawa Flavonoid dan Uji Aktivitas Antioksidan
pada Ekstrak Rimpang Kencur Kaemferia galanga L. dengan Metode DPPH
(1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil)”. Skripsi. Malang: Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2019.
Najib, A. Ekstraksi Senyawa Bahan Alam. Yogyakarta: Deepublish, 2018.
Perangin-Angin Y, dkk. “Pemanfaatan Kandungan Metabolit Sekunder yang
Dihasilkan Tanaman pada Cekaman Biotik”. Agriland 7, no. 7 (2019):
h. 39-47.
Rizalina, H., Edy, C., Sri, M., Bowo N dan Supartono. “Optimasi Penentuan Kadar
Metanol dalam Darah Menggunakan Gas Chromatography”. Chemical
Science 7, No. 3 (2018): h.254-261.
Saputra, S, H. Mikroemulsi Ekstrak Bawang Tiwai sebagai Pembawa Zat Warna,
Antioksidan dan Antimikroba Pangan. Yogyakarta: Deepublish, 2020.
Sari, dkk. “Optimasi Metode Microwave-Assisted Extraction (MAE) untuk
Menentukan Kadar Flavonoid Total Alga Coklat Padina australis”. Alchemy
16, no. 1 (2020): h. 37-48.
Siadi, K “Ekstrak Bungkil Biji Jarak Pagar Ȍjatropha Curcasȏ Sebagai Biopestisida
yang Efektif dengan Penambahan Larutan NaCl”. Jurnal Mipa 35, no.1
(2012): h. 77-83.
Suteja, Aji. “Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder pada Daun Durian (Durio
zibethinus Murr)”. Skripsi. Medan: Fakultas Biologi Universitas Medan Area,
2018.
Tuasamu, Y. “Karakterisasi Morfologi Daun dan Anatomi Stomata pada Beberapa
Species Tanaman Jeruk (Citrus sp)”. Agribisnis Perikanan 11, No. 2 (2018):
h. 85-90.
Variani Y.S, dkk. “Analisis Senyawa Bioaktif Ekstrak Metabolit Sekunder Serratia
marcescens Strain MBCI”. Chemical Analysis 4, no. 2 (2021):
h. 64-71.
Victoria, K, A., Maria, K E., Bernadeta, S dan Natassa, C, S. Ekstraksi Oleoresin Biji
Pala. Semarang: UNIKA Soegijapranata, 2020.
LAMPIRAN I

SKEMA KERJA

1. Uji Flavonoid

a. Uji dengan H2SO4 Pekat

Fraksi

- Diencerkan masing-masing ekstrak kental daun lemo cuco (Citrus sp.),

fraksi C hasil KKCV, fraksi C hasil KKG dengan pelarut yang sesuai.
- Dipipet fraksi ke dalam plat tetes dan diteteskan dengan H2SO4 pekat.

- Diamati perubahan warna yang terjadi dari kuning tua menjadi merah tua.

Hasil

b. Uji FeCl3 5%

Fraksi

- Diencerkan masing-masing ekstrak kental daun lemo cuco (Citrus sp.),

fraksi C hasil KKCV, fraksi C hasil KKG dengan pelarut yang sesuai.

- Dipipet fraksi ke dalam plat tetes dan diteteskan dengan FeCl3 5%

- Diamati perubahan warna yang terjadi dari biru hitam atau hijau
kekuningan.

Hasil
2. Uji Alkaloid

Fraksi

- Diencerkan masing-masing ekstrak kental daun lemo cuco (Citrus sp.),

fraksi C hasil KKCV, fraksi C hasil KKG dengan pelarut yang sesuai.

- Dipipet fraksi ke dalam plat tetes dan diteteskan dengan Dragendorff,

Wagner dan Mayer

- Diamati perubahan warna yang terjadi yaitu Dragendorff positif berwarna

coklat, Mayer positif jika terbentuk endapan putih atau kuning dan

Wagner positif berwarna jingga.

Hasil

3. Uji Terpenoid dan Steroid

Fraksi

- Diencerkan masing-masing ekstrak kental daun lemo cuco (Citrus sp.),

fraksi C hasil KKCV, fraksi C hasil KKG dengan pelarut yang sesuai.
- Dipipet fraksi ke dalam plat tetes dan diteteskan dengan Liebermann-

Burchard

- Diamati perubahan warna yang terjadi yaitu Terpenoid positif jika

terbentuk larutan berwarna merah-ungu dan steroid positif jika terbentuk

warna biru atau hijau.

-
Hasil
4. Uji Saponin

Fraksi

- Diencerkan masing-masing ekstrak kental daun lemo cuco (Citrus sp.),

fraksi C hasil KKCV, fraksi C hasil KKG dengan pelarut yang sesuai.

- Dimasukkan masing-masing hasil pengenceran ke dalam tabung reaksi

- Dipanaskan dengan penangas air

- Dihomogenkan dengan vortex

- Diamati terbentuknya busa atau tidak yang bertahan selama 30 detik.

-
Hasil
LAMPIRAN II

DOKUMENTASI PRAKTIKUM

1. Preparasi Sampel

Memasukkan ekstrak Mengencerkan ekstrak Menghomogenkan ekstrak


kental kulit batang lemo kental kulit batang lemo dan pelarut dengan
cuco (Citrus sp.) ke dalam cuco (Citrus sp.) dengan menggunakan vortex
tabung reaksi pelarut yang sesuai

2. Uji Flavonoid

Memipet ekstrak sampel ke Menghasilkan warna merah Memipet ekstrak sampel ke


dalam plat tetes dan tua yang menandakan hasil dalam plat tetes dan menetesi
menetesi dengan H2SO4 uji positif (+) dengan FeCl3 5%.
pekat.

Menghasilkan warna hijau


yang menandakan hasil uji
positif (+)
3. Uji Alkaloid

Memipet ekstrak sampel ke Hasil uji mayer Hasil uji wagner


dalam plat tetes dan menghasilkan warna kuning menghasilkan warna hijau
menetesi dengan pereaksi yang menandakan hasil uji yang menandakan hasil
Dragendorff, Wagner dan positif (+) uji negatif (-)
Mayer

Hasil uji dragendorff


menghasilkan warna coklat
yang menandakan hasil uji
positif (+)

4. Uji Terpenoid dan Steroid

Memipet ekstrak sampel ke Hasil uji Liebermann-


dalam plat tetes dan Burchard menghasilkan
menetesi dengan pereaksi warna merah yang
Liebermann-Burchard menandakan hasil uji positif
(+) terpenoid
5. Uji Saponin

Memanaskan ekstrak Hasil uji saponin yaitu


sampel di atas penangas air terbentuk busa selama 30
detik yang menandakan hasil
uji positif (+)

Anda mungkin juga menyukai