Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu keanekaragaman hayati yang ada pada spesies Rutaceae yang

terdapat pada keluarga jeruk seperti jeruk nipis (Citrus aurantium L.), jeruk pontianak

(Citrus nobilis Lour.), jeruk sunkist (Citrus sinensis L. Osbeck), jeruk purut (Citrus

hystrix DC) dan jeruk lemon (Citrus limon L.). Wilayah suku bugis khususnya di

daerah Sinjai dan Bone terdapat jenis jeruk yang morfologinya menyerupai jeruk

lemon. Namun, masyarakat mengenal dengan sebutan “Lemo Cuco”. Jeruk ini

memiliki aroma yang khas biasanya digunakan untuk masakan sebagai pemberi

aroma, pereda batuk serta sebagai penghilang bau amis pada ikan dan daging. Salah

satu kandungan dalam kulit jeruk yaitu minyak atsiri (Al Mujaizah, 2019: 2).

Manfaat dari tumbuh-tumbuhan telah lebih awal dijelaskan oleh Allah dalam

firmanNya dalam Qs. Ar-Rad 13/4 yang berbunyi:

        


        
          
Terjemahnya:
“Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun
anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak
bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-
tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.”

Menurut tafsir Quraish Shihab bahwa bumi juga mengandung berbagai

keajaiban. Ada kepingan-kepingan tanah yang saling berdekatan. Meskipun

demikian, jenis tanahnya dapat berbeda-beda. Ada yang kering tandus, ada pula yang

1
2

basah subur. Ada pula tanah yang, kalaupun jenisnya sama, menjadi lahan

perkebunan anggur, lahan persawahan, dan lahan perkebunan korma. Kebun-kebun

itu ada yang berkumpul di atas satu area, ada pula yang tumbuh berpisah-pisah.

Selain itu, meskipun kebun-kebun itu disiram dan tumbuh dari sumber air yang sama,

rasa yang dihasilkan oleh buah-buahannya beraneka ragam. Sungguh, di dalam

keajaiban alam itu, benar-benar terdapat bukti yang jelas atas kemahakuasaan Allah

bagi orang yang memiliki akal dan mau berfikir.

Hubungan ayat tersebut dengan percobaan ini telah dijelaskan bahwasanya

Allah telah menciptakan beranekaragaman tanaman dimuka bumi ini dengan

masing-masing perbedaan baik dari bentuk, rasa dan manfaatnya. Keanekaragaman

yang Allah ciptakan menunjukkan tanda-tanda akan kekuasaan Allah yang jelas

hanya diketahui bagi orang-orang yang mau berfikir. Sebagaiman pada percobaan ini

dengan memanfaatkan buah lemo cuco (Citrus sp.) dengan mengolah kulit buahnya

menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat melalui metode maserasi.

Maserasi umumnya proses ekstraksi yang sederhana dan praktis, dilakukan

dengan cara merendam simplisia dengan kondisi dingin diskontinyu untuk menarik

senyawa yang diinginkan. Kekurangan dari metode maserasi ini adalah lamanya

waktu ekstraksi dan banyaknya pelarut yang dibutuhkan dalam proses ekstraksi

(Ambaro, dkk., 2020: 891). Berdasarkan penelitian Badaring, dkk (2020: 21), proses

maserasi merupakan proses atau metode ekstraksi yang cukup sederhana tanpa sistem

pemanasan atau dikenal dengan ekstraksi dingin. Jadi pada proses sampel dan pelarut

yang digunakan tidak mengalami proses pemanasan sehingga dapat digunakan pada

senyawa yang tidak tahan panas. Salah satu pelarut yang digunakan pada metode

maserasi yaitu metanol (CH3OH).


3

Efektivitas ekstraksi suatu senyawa oleh pelarut sangat tergantung kepada

kelarutan senyawa tersebut dalam pelarut, sesuai dengan prinsip like dissolve like

yaitu suatu senyawa akan terlarut pada pelarut dengan sifat yang sama. Pelarut yang

bersifat polar diantaranya adalah etanol (C2H5OH), metanol (CH3OH), aseton

(C3H6O) dan air (H2O) (Verdiana, dkk., 2018: 214). Berdasarkan pada penelitan

Mutiara, dkk (2016: 53) pemilihan pelarut metanol (CH3OH) karena dapat

mengeksplorasi jenis senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak.

Sebab diketahui bahwa senyawa metabolit sekunder ada yang bersifat polar dan ada

juga yang bersifat non polar, sehingga diyakini bahwa senyawa metabolit sekunder

yang bersifat polar akan terekstrak oleh pelarut metanol sebagai akibat dari kesamaan

sifatnya dengan pelarut tersebut. Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan

percobaan untuk mengekstrak komponen bahan alam dari daun lemo cuco (Citrus

sp.) dengan menggunakan metode maserasi.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaiman cara mengekstraksi komponen dari daun lemo cuco (Citrus sp.)

melaui metode maserasi?

2. Berapa bobot ekstrak kental daun lemo cuco (Citrus sp.)?

C. Tujuan Percobaan
Tujuan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui cara mengekstraksi komponen dari daun lemo cuco (Citrus sp.)

melaui metode maserasi.

2. Mengetahui bobot ekstrak kental daun lemo cuco (Citrus sp.).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lemo Cuco (Citrus sp.)


Jeruk lokal (Citrus sp.) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang lazim

digunakan sebagai flavor alami pada berbagai produk makanan dan minuman di
Indonesia dan negara-negara Asia lainnya. Flavor dari daun jeruk lokal berasal dari

minyak atsiri yang dikandungnya yang komponen utamanya yaitu sitronellal.

Kandungan sitronellal yang tinggi menjadi salah satu kelebihan minyak daun jeruk

lokal di bidang industri, khususnya industri parfum dan kosmetik. Ekstraksi daun

jeruk lokal belum banyak dilakukan, namun dengan berkembangnya industri

makanan, minuman dan flavor, minyak atsiri daun jeruk lokal merupakan salah satu

alternatif yang potensial (Khasanah, dkk., 2015: 48). Buah jeruk jika dilihat dari

bagian luar ke arah dalam, mempunyai bagian-bagian utama kulit, segmen-segmen

dan core. Kulit jeruk tersusun atas bagian epidermis, flavedo, kelenjar minyak, dan

bagian paling dalam ikatan pembuluh. Bagian segmen-segmen jeruk, terdiri dari

dinding segmen, rongga cairan dan biji jeruk (Yustinah dan Dena, 2016: 26).

Menurut Al Mujaizah (2019: 11), Morfologi dari Citrus sp. dengan buah yang

jorong atau memanjang, pada ujung buah terdapat penonjolan yang jelas, memiliki

biji kecil. Sedangkan berdasarkan penelitian Adelina, dkk (2017: 62-63), bentuk daun

tanaman jeruk lokal (Citrus sp.) sebagian besar berbentuk lanceolate (meruncing),

bentuk ujung daun acute (runcing), tepi daun bergerigi, permukaan daun kasar,

bentuk tangkai daun oblique (bundar dan lurus), dengan warna tangkai daun hijau,

luas dan panjang tangkai daun bervariasi, warna flush daun hijau muda dan hijau.

4
5

Daun tanaman jeruk termasuk daun tunggal, daun terdiri dari dua bagian, yaitu

lembaran daun besar dan kecil. Ujung daun runcing, demikian pula pangkalnya juga

meruncing, tetapi daun agak rata, helai daun kaku dan tebal. Permukaan daun bagian

atas mengandung lilin, pektin, licin dan mengkilap berwarna hijau tua dan memiliki

tulang-tulang daun menyirip, sedangkan permukaan daun bagian bawah berwarna

hijau muda.

Gambar II.1 Daun Lemo Cuco (Citrus sp.)


Sumber: Dokumentasi Praktikum

Menurut Al Mujaizah (2019: 11), tanaman lemo cuco (Citrus sp.) dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Rutales

Suku : Rutaceae

Marga : Citrus

Jenis : Citrus sp.

Daun jeruk purut (Citrus sp.) merupakan tanaman berdaun yang kaya vitamin

C dan vitamin. Terdapat 38 senyawa yang dapat diidentifikasi dalam minyak atsiri

jeruk purut. Dimana minyak atsri mengandung monoterpen sebanyak 87% dengan

ß-pinene sebagai komponen utama (10%) dan limonene rendah (4,7%). Minyak atsiri
6

daun jeruk purut ditandai dengan tingginya konten terpinen-4-ol (13,0%), α-terpineol

(7,6%), 1,8-cineole (6,4%), dan citronellol (6,0%). Minyak daun jeruk purut memiliki

beberapa bioaktifitas impotant seperti antileukemia, antitusif, antioksidan dan sifat

antibakteri (Melani, 2020: 11-12).

B. Metabolit Sekunder

Metabolit sekunder merupakan senyawa yang tidak digunakan sebagai proses

pertumbuhan, tetapi sebagai bentuk pertahan diri dari lingkungannya. Metabolit

sekunder terdiri dari molekul-molekul kecil yang mengandung senyawa spesifik

dengan fungsi dan peranan yang berbeda-beda. Alkaloid, flavonoid, saponin dan

terpenoid termasuk ke dalam golongan metabolit sekunder yang sering dijumpai pada

ekstrak tanaman (Variani, dkk., 2021: 65). Setiap jenis senyawa metabolit sekunder

memiliki fungsi yang berbeda. Metabolit sekunder berfungsi sebagai mekanisme

pertahanan tumbuhan, baik dari cekaman biotik maupun abiotik. Selain sebagai

mekanisme pertahanan, senyawa ini juga berfungsi sebagai atraktan. Senyawa

metabolit sekunder tertentu juga dapat dimanfaatkan oleh manusia sebagai

antioksidan (Angin, dkk., 2019: 40).


Menurut Mujaizah (2019: 16-18), senyawa metabolit sekunder pada tanaman

umumnya berupa senyawa alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin dan steroid.

1. Alkaloid

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloid

bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam

gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid biasanya berwarna, sering kali

bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa

cairan pada suhu kamarAlkaloid bisa dijumpai pada bagian daun, ranting, biji, dan
7

kulit batang. Alkaloid mempunyai efek dalam bidang kesehatan berupa pemicu

sistem saraf, menaikkan tekanan darah, mengurangi rasa sakit, antimikroba.

2. Flavonoid

Flavanoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol mempunyai sifat

efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri dan jamur. Senyawa flavanoid

umumnya bersifat antioksidan dan sebagai bahan baku obat-obatan. Flavonoid

bersifat polar, memiliki 15 atom karbon yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6

(dua cincin aromatik yang terhubung oleh tiga karbon yang tidak dapat membentuk

cincin ketiga).

3. Terpenoid

Terpenoid merupakan komponen tumbuhan yang mempunyai aroma dan

dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan. Senyawa terpenoid terdiri dari

kerangka karbon 2 atau lebih unit karbon disebut isopren. Fraksi hasil penelitian yang

mudah menguap terdiri dari golongan terpenoid yang mengandung 10 atom karbon

Terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat dalam sitoplasma sel tumbuhan

dengan struktur siklik dan mempunyai satu gugus fungsi atau lebih.

4. Saponin

Saponin merupakan senyawa glikosida kompleks dengan berat molekul tinggi

yang dihasilkan oleh tanaman, hewan laut tingkat rendah dan beberapa bakteri.

Saponin dapat larut dalam air tetapi tdak larut dalam eter. Sifat khas dari saponin

yaitu terasa pahit, berbusa dalam air, beracun pada binatang berdarah dingin.

5. Steroid

Steroid termasuk terpenoid lipid yang dikenal dengan empat cincin kerangka

dasar karbon yang menyatu dan struktur senyawanya cukup beragam. Perbedaan
8

disebabkan karena adanya gugus fungsi teroksidasi yang terikat pada cincin dan

terjadinya oksidasi cincin karbonya.

Berdasarkan pada penelitian Adrianto dan Hamidah (2018: 61), ekstrak

metanol daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dari Sudan dilaporkan memiliki

senyawa metabolit sekunder saponin, fenolik dan antrakuinon. Sedangkan pada

penelitian Hanina dan Sarah (2020: 11), daun jeruk perut positif mengandung

alkaloid, flavonoid, monoterpenoid dan sesquiterpenoid. Flavonoid berfungsi

mengganggu respirasi dan menyebabkan penurunan fungsi oksigen menyebabkan

segala gangguan saraf dan gangguan spirakel yang berakhir pada kematian pada

serangga, alkaloid menghambat sintesis protein sel, monoterpenoin serta

sesquiterpenoid penyusun minyak atsiri yang menghalangi proses difusi masuknya

oksigen kedalam tubuh. Penelitian Dhavesia (2017: 6), hasil uji senyawa metabolit

sekunder ekstrak daun jeruk purut menunjukkan hasil positif pada uji alkaloid,

flavanoid, steroid, saponin dan tanin.

Berdasarkan penelitian Arfania (2017: 134), hasil positif pada uji alkaloid

ditandai dengan terbentuknya endapan putih dan keruh. Hasil positif pada uji

flavonoid terbentuk endapan kuning. Hasil positif pada uji polifenolat terbentuk

endapan hitam tidak terlalu pekat. Hasil positif pada uji kuinon terbentuk warna

kuning kemerahan. Hasil positif pada uji monoterpenoid dan sesquiterpenoid

terbentuk warna hitau hitam kebiruan. Hasil positif pada uji triterpenoid dan steroid

terbentuk warma biru ungu. Hasil positif pada uji saponin terbentuk busa. Hasil

positif pada uji tanin terbentuk endapan putih.

Senyawa metabolit sekunder berasal dari hasil biogenesis dari metabolit

primer. Umumnya dihasilkan oleh tumbuhan tingkat tinggi yang bukan merupakan
9

senyawa penentu kelangsungan hidup secara langsung, tetapi lebih sebagai hasil

mekanisme pertahanan diri organisma. Aktivitas biologi tanaman dipengaruhi oleh

jenis metabolit sekunder yang terkandung didalamnya. Aktivitas biologi ditentukan

pula oleh struktur kimia dari senyawa. Unit struktur atau gugus molekul

mempengaruhi aktivitas biologi karena berkaitan dengan mekanisme kerja senyawa

terhadap reseptor di dalam tubuh (Suteja, 2018: 10).

Senyawa metabolit sekunder tidak berperan langsung untuk kehidupan

tumbuhan namun berperan dalam interaksi sel dengan lingkungannya, seperti untuk

perlindungan tanaman melawan tekanan biotik dan abiotik. Metabolit sekunder

biasanya digunakan sebagai bahan obat-obatan, perasa, wewangian, insektisida dan

lain-lain. Metabolit sekunder dibentuk oleh tanaman di luar jalur biosintesis

karbohidrat dan protein. Jalur pembentukan metabolit sekunder ada tiga, yaitu jalur

asam malonat contohnya palmitat, oleat, linoleat. Jalur asam mevalonat contohnya

steroid, terpenoid, saponin. Sedangkan jalur asam sikhimat contohnya, fenol, asam

benzoic, lignin, tanin, quinon (Lathifah, 2020: 9).

C. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan salah teknik pemisahan kimia untuk memisahkan atau

menarik satu atau lebih komponen atau senyawa-senyawa (analit) dari suatu sampel

dengan menggunakan pelarut tertentu yang sesuai. Ekstraksi dari sampel padatan

dapat dilakukan jika analit yang diinginkan dapat larut dalam pelarut pengekstraksi.

Pada ekstraksi ini prinsip pemisahan didasarkan pada kemampuan atau daya larut

analit dalam pelarut tertentu. Pelarut yang digunakan harus mampu menarik

komponen analit dari sampel secara maksimal (Leba, 2017: 1).


10

Proses ekstraksi merupakan pemisahan kimia yang digunakan untuk

memisahkan air terlarut melalui dua buah pelarut (biasanya cair) yang dapat

melarutkan zat tersebut namun kedua pelarut ini tidak dapatr saling melarutan. Proses

ekstraksi dihentikan ketika telah tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa

dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut

akan dipisahkan dari sampel dengan cara penyaringan. Ekstrak awal akan sulit

dipisahkan melalui teknik pemisahan tunggal untuk mengisolasi senyawa tunggal.

Oleh karena itu, proses ekstrak awal perlu dipisahkan ke dalam fraksi yang memiliki

polaritas dan ukuran molekul yang sama (Mukhriani, 2014: 361).

Ekstraksi memanfaatkan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut

yang tidak dapat bercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut

kepelarut lain. Misalnya iodine sebagai pencemar dalam air yang juga mengandung

zat terlarut lain yang tidak larut dalam karbon tetraklorida. Kasus seperti ini, hamper

semua iodine dapat diambil dengan mengaduk larutan air dengan tetraklorida yang

memungkinkan kedua fasa terpisah kemudian mengurangi lapisan air dari lapisan

karbon tetraklorida yang lebih besar. Makin besar tetapan keseimbangan untuk partisi

zat terlarut dari pelarut awalnya dalam pelarut pemisah maka makin sempurna proses

pemisahannya (Oxtoby, 2001: 340).

Microwave assisted-extraction adalah salah satu metode ekstraksi non

konvensional yang digunakan dalam proses mengekstraksi senyawa bioaktif dari

suatu tanaman. Metode baru ini dapat mengekstraksi dengan waktu yang lebih

singkat dan dengan konsumsi pelarut yang minimal dengan kualitas hasil ekstraksi

yang lebih tinggi. Metode MAE ini merupakan metode yang memanfaatkan radiasi

gelombang mikro dengan frequensi frekuensi 30 GHz – 300 MHz. Selain MAE,
11

Ultrasonic assisted extraction juga merupakan metode ekstraksi non konvensional

yang memanfaatkan gelombang ultrasonik, yaitu merupakan gelombang suara yang

memiliki frekuensi lebih dari 20 kHz. Ekstraksi dengan bantuan UAE dilakukan

dengan membuat gelembung kecil dalam pelarut karena adanya ultrasound dari

gelombang suara yang memungkinkan penetrasi pelarut yang lebih besar. Metode ini

dilakukan dengan membantu migrasi semua senyawa aktif dengan lebih cepat dari

padatan ke pelarut (Azizy, 2021: 14-17).

Menurut Cahyani dan Ifra (2016: 14-15), ekstraksi konvensional berupa

maserasi, perkolasi dan sokhletasi.

1. Maserasi

Maserasi merupakan metode yang sangat sederhana dan sering digunakan

dalam sekala kecil maupun dalam sekala industri. Metode ini dilakukan dengan

memasukkan bahan yang ingin diekstrak kedalam pelarut yang sesuai dan diletakkan

pada wadah tertutup rapat pada suhu kamar. Proses ekstraksi akan dihentikan ketika

sudah tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan

konsentrasi dalam sel bahan. Setelah proses ekstraksi, pelarut kemudian dipisahkan

dari sampel dengan proses penyaringan.

2. Perkolasi

Pada metode perkolasi, bahan sampel dibasahi perlahan dalam sebuah perkolator

(wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian bawahnya).Pelarut

ditambahkan dari bagian atas dan dibiarkan menetes perlahan. Kelebiahan dari

metode ini adalah sampel akan terus dialiri oleh pelarut baru, sehingga akan banyak

senyawa yang terekstrak. Namun kerugian dari metode ini adalah jika sampel pada

perkolator tidak homogeny, maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh area.
12

3. Sokhletasi

Metode ini dilakukan dengan menempatkan sampel pada kertas saring dan

diletakkan didalam wadah sokhlet. Pelarut yang sesuai dimasukkan kedalam labu

untuk selanjutnya dipanaskan dan dibiarkan menguap. Uap ini yang kemudian akan

terkondensasi dan masuk keladam wadah sokhlet dan membasahi sampel.

Keuntungan metode ini adalah dapat menghemat penggunaan pelarut. Kerugian

metode ini karena pelarut didaur ulang ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah

bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi penguraian

oleh panas.

D. Maserasi
Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik yang

digunakan pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi

senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi

pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara didalam dan

diluar sel sehingga senyawa metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan

terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat

diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi

akan memberikan efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa

bahan alam pelarut tersebut. Secara umum pelarut metanol merupakan pelarut yang

paling banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam, karena

dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder (Fitri, 2015: 8).

Maserasi adalah cara penarikan simplisia dalam cairan penyari pada suhu

biasa yaitu 15-25°C. Penyarian zat aktif dilakukan dengan merendam serbuk

simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar
13

terlindung dari cahaya, cairan penyari masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi

sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan

di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh

cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang

sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.

Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap

hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan, hasil dari

maserasi disebut dengan maserat (Rotinsulu dan Defny, 2021: 14).

Berdasarkan penelitian Hakim, dkk (2019: 6), kandungan sitronelal yang

terkandung dalam jeruk sebagai bahan baku penghasil minyak atsiri dapat diperoleh

dengan metode maserasi. Percobaan tersebut dapat terlihat hasil secara kualitatif dari

segi warna dan aroma minyak essensial jeruk purut. Pada penelitian Prastiwi, dkk

(2019: 28), peningkatan kadar total fenolik sejalan dengan peningkatan waktu

maserasi, hal ini memungkinkan terjadinya degradasi senyawa fenolik karena waktu

kontak ekstrak dengan oksigen dan cahaya yang terlalu lama. Waktu maserasi yang

relatif lama dapat menyebabkan terjadinya dekomposisi bahan aktif dalam campuran

bahan atau sampel tersebut. Pemilihan metode ekstraksi dapat mempengaruhi kadar

polifenol dimana polifenol yang diperoleh dari ekstraksi cara refluks (cara panas)

lebih tinggi kadarnya dan berbeda secara signifikan dibandingkan dengan cara

maserasi.

Berdasarkan penelitian Sari dan Risma (2018: 71), hasil maserasi dari 1 kg

sampel daun jeruk purut segar didapat ekstrak kental sebanyak 53,8 gram. efektivitas

proses ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, jenis pelarut yang

digunakan menentukan senyawa yang terambil, jumlah solut yang terekstrak dan
14

kecepatan proses ekstraksi. Kedua, metode yang digunakan, karena pemilihan metode

yang tepat dapat menghasilkan ekstrak yang baik. Pemilihan metode dilihat dari sifat

masing-masing dari senyawa yang akan diekstrak. Ketiga, ukuran partikel simplisia,

semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas bidang kontak antara padatan dan

solven, serta semakin pendek jalur difusinya, yang menjadikan laju transfer massa

semakin tinggi

Keuntungan ekstraksi maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang

digunakan sederhana serta mudah dilakukan. Kerugiannya adalah pengerjaannya

lama dan penyariannya kurang sempurna. Ekstraksi secara maserasi diperlukan

pengadukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia,

sehingga derajat perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan pelarut

akan tetap terjaga. Hasil penyarian atau maserat perlu dibiarkan selama waktu

tertentu agar zat-zat yang tidak diperlukan mengendap (Imani, 2018: 33).

E. Pelarut
Pelarut organik merupakan pelarut yang memiliki titik didih yang relatif

rendah, bersifat non polar sehingga kelarutannya rendah di dalam air namun tinggi di

dalam pelarut non polar. Pelarut organik berdifat mudah terbakar dan tidak mengion

sehingga tidak dapat menghantarkan listrik. Reaksi kimia pada pelarut organik

berlangsung secara lambat. Adapun jenis ikatan kimianya sebagian besar merupakan

ikatan kovalen. Beberapa contoh dari pelarut organik yaitu alkohol, etanol, metanol

dan n-heksan (Roni dan Legiso, 2021: 4).

Alkohol merupakan salah satu senyawa organik yang mengandung gugus

hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon, sedangkan alkohol terikat pada atom

hidrogen dan atom karbon lain. Alkohol memiliki dua penamaan berbeda atau yang
15

sering disebut dengan radicofunctional. Penamaan pada alkohol diturunkan dengan

memberi nama gugus alkil yang mengandung substituen hidroksil (-OH). Gugus

hidroksil pada alkohol bersifat polar karena atom oksigen dan hidrogen memiliki

keelektronegatifan yang berbeda. Hal ini disebabkan karena alkohol tidak terikat pada

ikatan polar dan ikatan hidrogen dapat terbentuk diantara molekul alkohol. Alkohol

memiliki titik didih pada suhu yang sangat tinggi dibandingan dengan hidrokarbon

yang memiliki berat yang sama. Titik didih yang tinggi ini disebabkan oleh besarnya

suhu yang diperlukan untuk memecah ikatan hidrogen yang saling tarik menarik antar

molekul alkohol (Husna, 2019: 19).

Alkohol yang dipakai pada proses transesterifikasi yakni metanol dan etanol.

Metanol merupakan jenis alkohol yang paling disukai dalam pembuatan biodiesel

karena metanol (CH3OH) mempunyai keuntungan lebih mudah bereaksi/lebih stabil

dibandingkan dengan etanol (C2H5OH). Metanol memiliki satu ikatan karbon

sedangkan etanol memiliki dua ikatan karbon, sehingga metanol lebih mudah

memperoleh pemisahan gliserol. Sifat dari metanol adalah memiliki massa molar

32,04 gram/mol, wujud yang tidak berwarna, memiliki titik didih 64,7 oC dan titik

leleh -97oC. Kelarutan dalam air yaitu sangat larut (Sarastina, 2014: 10-11). Gultom,

dkk (2020: 444-445), Jenis pelarut berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan

dari ekstrak daun ubi jalar putih. Pelarut terbaik dalam mengekstrak daun ubi jalar

putih adalah pelarut metanol dengan nilai rendemen ekstrak sebesar 32,11, total

flavonoid sebesar 226,45 mg QE/g, total tanin sebesar 16,58 mg TAE/g, vitamin C

sebesar 119,42 mg AAE/g dan aktivitas antioksidan 82,42 %.

Berdasarkan penelitan Fajarwati (2013: 21), hasil ekstraksi didapatkan 31

gram simplisia dari 500 gram daun jeruk yang dikeringkan. Dimana setelah maserasi
16

didapatkan larutan ekstrak sebanyak 480 mL. Kemudian setelah dilakukan evaporasi

didapatkan ekstrak kental daun jeruk nipis sebesar 3,6 gram. Dalam penelitian ini

menggunakan pelarut metanol karena berdasarkan penelitian sebelumnya, aktivitas

antioksidan daun jeruk nipis lebih baik dengan menggunakan pelarut metanol

dibandingkan pelarut lainnya. Penelitian Agustien dan Susanti (2021: 46), pelarut

berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen ekstrak. rendemen ekstrak tertinggi

diperoleh dari ekstrak dengan pelarut etanol yaitu sebesar 6.02±0.03%, kemudian etil

asetat sebesar 5.99±0.03% dan terendah metanol sebesar 5.78±0.02%. Sedangkan

pada penelitian

n-Heksana umumnya salah satu pelarut yang memiliki banyak kegunaan

dalam industri kimia dan makanan, baik dalam bentuk murni atau sebagai komponen

dari campuran n-heksana komersial. n-Heksana digunakan sebagai pelarut dalam

ekstraksi secara sokletasi yang bertujuan untuk menghilangkan lemak. Penelitian

Munawaroh dan Prima (2010: 78), ekstraksi daun jeruk purut dengan pelarut etanol

menghasilkan rendemen minyak sebesar 13,39% dan kadar sitronellal 65,99%,

sedangkan pada pelarut n-heksan diperoleh rendemen minyak 10,50% dan kadar

sitronellal 97,27%. Sehingga pelarut n-heksan pada ekstraksi daun jeruk purut

menghasilkan kadar sitronellal lebih tinggi daripada pelarut etanol. Hal ini

dikarenakan n-heksan dapat mengekstrak dengan baik komponen sitronellal.

n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar, volatil, mempunyai bau khas

yang dapat menyebabkan pingsan. Berat molekul n-heksana adalah 86,2 gram/mol

dengan titik leleh -94,3 sampai -95,3°C. Titik didih n-heksana pada tekanan 760

mmHg adalah 66 sampai 71°C (Azkiyah, 2013: 24).


17

Berdasarkan penelitian (Rifky, dkk., 2018: 3), rendemen ekstrak n-heksan

daun kesum yang dihasilkan dari proses ekstraksi menggunakan metode maserasi

menghasilkan rendemen sebesar 1,56%. Hasil rendemen yang didapatkan kecil

karena senyawa bioaktif yang terkandung dalam daun kesum cenderung polar dan

semi polar dan sedikit senyawa yang bersifat non polar, sehingga rendemen ekstrak

n-heksan daun kesum yang dihasilkan bernilai kecil. Hasil ini sesuai dengan konsep

like disolve like yang berarti zat akan terlarut dan terekstrak dengan baik apabila

pelarut yang digunakan memiliki tingkat kepolaran yang sama. Sedangkan pada

penelitian Rahmi dan Salfauqi (2021: 619), hasil uji fitokimia n-heksan memiliki

senyawa saponin dan terpenoid sedangkan etilasetat memiliki senyawa alkaloid,

fenolik dan flavonoid dan ekstrak n-heksan kulit alpukat memliki aktivitas

antioksidan dengan nilai IC50 1058,181 ppm

Etil asetat merupakan senyawa yang dihasilkan dari pertukaran gugus

hidroksil pada asam karboksilat dengan gugus hidrokarbon yang terdapat pada etanol.

Etil asetat seringkali disintesis dengan mengunakan katalisator cair berupa asam

sulfat (Nuryoto, 2008: 24). Etil asetat merupakan pelarut dengan toksisitas rendah

yang bersifat semi polar sehingga dapat menarik senyawa senyawa yang bersifat

polar maupun non polar. Etil asetat merupakan pelarut yang baik digunakan untuk

ekstraksi karena dapat dengan mudah diuapkan, tidak hogroskopis dan memiliki

toksisitas rendah (Putri, dkk., 2013: 58).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Putri, dkk (2013: 58) proses ekstraksi

dengan menggunakan pelarut etil asetat (C4H8O2) pada ekstraksi kulit buah manggis

menghasilkan kulit buah manggis dapat menarik senyawa golongan alkaloid,

flavonoid, sapionin, tanin, polifenol dan triterpenoid. Penelitian yang dilakukan


18

Nabilah dan Peni (2019: 16) menggunakan pelarut etil asetat (C4H8O2) pada ekstrak

kulit buah jeruk purut menghasilkan bahwa kulit buah jeruk purut mengandung

senyawa golongan flavonoid, terpenoid, alkaloid dan fenolik. Sedangkan pada

penelitian Rahmi dan Salfauqi (2021: 619), hasil uji fitokimia etil asetat memiliki

senyawa alkaloid, fenolik dan flavonoid dan ekstrak etil asetat kulit alpukat memiliki

aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 123,72 ppm.


BAB III

METODE PERCOBAAN

A. Waktu dan Tempat


Percobaan ini telah dilaksanakan pada hari Selasa, 14 Juni sampai Selasa, 21

Juni 2022. Bertempat di Laboratorium Kimia Organik Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

B. Alat dan Bahan


1. Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini, yaitu rotary evaporator

Heidolph, neraca analitik, blender, hairdrayer, gelas kimia 250 mL, statif dan klem,

rangkaian alat destilasi, toples kaca besar, toples kaca kecil, wadah maserat, batang

pengaduk, spatula dan corong plastik.

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah air (H 2O),

aluminium foil, daun lemo cuco (Citrus sp.), metanol (CH3OH), kain blacu dan tissu.

C. Prosedur Kerja
Mengeringkan daun lemo cuco (Citrus sp.) pada suhu ruang kemudian

dihaluskan menggunakan blender. Setelah itu, menimbang sampel sebanyak

250 gram lalu dimasukkan ke dalam wadah toples dan direndam menggunakan

pelarut metanol 1×24 jam sebanyak dua kali. Setelah itu, sampel disimpan ditempat

yang gelap. Selanjutnya, sampel disaring menggunakan kain blacu untuk memperoleh

filtratnya, kemudian dilakukan proses evaporasi menggunakan rotary evaporator

19
20

untuk menghasilkan ekstrak kental. Selanjutnya, menimbang bobot ekstrak kental

yang dihasilkan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan

Tabel 4.1 Ekstrak Daun Lemo Cuco (Citrus sp.)


No. Variabel yang Diamati Hasil Pengamatan
1 Bobot daun lemo cuco 250 gram
2 Bobot wadah kosong
3 Bobot wadah + ekstrak
4 Bobot ekstrak kental
5 Warna hasil ekstrak Hijau Tua

2. Analisis Data

B. Pembahasan

Maserasi adalah cara penarikan simplisia dalam cairan penyari pada suhu

biasa yaitu 15-25°C. Penyarian zat aktif dilakukan dengan merendam serbuk

simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar

terlindung dari cahaya, cairan penyari masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi

sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan

di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh

cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang

sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.

Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap

hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan, hasil dari

maserasi disebut dengan maserat (Rotinsulu dan Defny, 2021: 14).

21
22

Percobaan ini dilakukan ekstraksi senyawa bahan alam dengan menggunakan

teknik maserasi yaitu suatu teknik ekstraksi dingin dengan cara merendam sampel

bahan alam dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Sampel yang digunakan pada

metode ini adalah daun lemo cuco (Citrus sp.). Hal yang pertama dilakukan adalah

memotong kecil sampel daun lemo cuco (Citrus sp.) fungsi dari pemotongan secara

kecil agar metabolit sekunder dapat keluar dari sampel kemudian dijemur selama

kurang lebih 3 minggu pada suhu kamar, tujuan dari penjemuran pada suhu kamar

bukan pada sinar matahari langsung adalah agar metabolit sekunder yang terdapat

pada daun lemo cuco (Citrus sp.) tidak rusak karena terkena cahaya matahari

langsung. Setelah itu, dilakukan penghalusan daun lemo cuco (Citrus sp.) hingga

menjadi serbuk dengan tujuan agar untuk memperkecil luas permukaan sampel

sehingga kontak pelarut dengan sampel semakin besar dan mempercepat

terbentuknya ekstrak.

Langkah selanjutnya yaitu menimbang daun lemo cuco (Citrus sp.) untuk

mengetahui bobot sampel. Kemudian perendaman sampel daun lemo cuco (Citrus

sp.) 1×24 jam sebanyak dua kali menggunakan pelarut metanol (CH3OH) bertujuan

untuk melarutkan isi sel sampel dengan pelarut sehingga didapatkan ekstrak sampel.

Pada percobaan ini digunakan pelarut metanol (CH3OH) karena metanol dapat

melarutkan hampir semua senyawa metabolit sekunder. Selanjutnya menyaring hasil

rendemen sampel tersebut dengan menggunakan kain blacu agar endapan yang ada

pada sampel tidak ikut ke dalam ekstrak cair daun lemo cuco (Citrus sp.) yang

disaring.

Ekstrak daun lemo cuco (Citrus sp.) cair yang diperoleh selanjutnya dilakukan

evaporasi yang berfungsi untuk menguapkan sehingga akan terpisah antara pelarut
23

metanol yang digunakan dengan ekstrak daun lemo cuco (Citrus sp.) kental yang

diperoleh. Proses isolasi bahan alam yang digunakan adalah masera, dimana prinsip

maserasi adalah untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun

yang tidak tahan pemanasan. Mareasi termasuk metode ekstraksi dengan prinsip

pecapaian konsentrasi pada kesetimbangan. Dari hasil percobaan tersebut didapatkan

persentase ekstrak kental daun lemo cuco sebesar % dalam 250 gram.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Kesimpulan pada percobaan ini adalah ekstraksi komponen kimia dari kulit

buah lemo cuco (Citrus sp.) menggunakan metode maserasi selama 2×24 jam.

Maserat yang diperoleh diuapkan sisa pelarutnya dengan menggunakan rotary

evaporator hingga diperoleh ekstrak kental dengan bobot .......gram dan nilai

rendeman ekstrak sebesar .......%

2. Persentase ekstrak kental daun lemo cuco (Citrus sp.) adalah sebesar …%

B. Saran
Saran pada percobaan ini sebaiknya pada percobaan selanjutnya

menggunakan sampel lain seperti kulit alpukat (Persea ameicana Mill) agar dapat

dibandingkan hasil metabolit sekunder daun lemo cuco (Citrus sp.)

24
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran al-Karim.
Adelina, dkk. “Identifikasi Morfologi Dan Anatomi Jeruk Lokal (Citrus sp) Di Desa
Doda Dan Desa Lempe Kecamatan Lore Tengah Kabupaten Poso”.
Agrotekbis 5, no.1 (2017): h. 58-65.
Adrianto, H. dan Hamidah. “Evaluasi Toksisitas Ekstrak Metanol Daun Jeruk
Nipis(Citrus aurantifolia) terhadap Kematian Larva Nyamuk Aedes aegypti”.
Aspirator 10, no. 1 (2018): h. 57-64.
Agustien dan Susanti. “Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap Hasil Ekstraksi Daun Lidah
Mertua (Sansevieria trifasciata)”. Prosiding Seminar Nasional Farmasi 1, no.
1 (2021): h. 39-45.
Al Mujaizah. “Uji Aktivitas Antibakteri Dan Karakterisasi Komponen Penyusun
Minyak Atsiri Kulit Buah Lemo Cuco (Citrus sp.)”. Skripsi. Makassar:
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar,
2019.
Ambaro, F.Y., Fitrianti, D. dan Mentari, L.D. “Prosedur Ekstraksi Maserasi Daun
Bidara Arab (Ziziphus spina-christi L.) Menggunakan Pelarut Etanol dan
Air”. Prosiding Farmasi 6, no. 2 (2020): h. 890-893.
Angin, Yusfachri, dkk. “Pemanfaatan Kandungan Metabolit Sekunder yang
Dihasilkan Tanaman pada Cekaman Biotik”. Agriland 7, no. 1 (2019): h.
39-47.
Arfania, M. “Telaah Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix Dc)
Di Kabupaten Karawang”. Ilmu Farmasi 2, no. 2 (2017): h. 131-135.
Azizy, Z. A. B. “Optimasi Proses Ekstraksi Senyawa Metabolit Sekunder Dari
Tanaman Daun Afrika (Vernonia amygdalina) Secara Microwave-Assisted
Extraction”. Skripsi. Makassar: Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin,
2021.
Azkiyah, Siti Zamilatul. “Isolasi senyawa aktif antioksidan dari fraksi n-heksana
tumbuhan paku Nephrolepis falcata”. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2013.
Badaring, D.R., Sari, P.M., Satrina, N., Wirda, W., dan Sintiya, A.R.L. “Uji Ekstrak
Daun Maja (Aegle marmelos L.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia
coli dan Staphylococcus aureus”. Indonesian Journal of Fundamental
Sciences 6, no. 1 (2020): h. 16-26.
Cahyani dan Ifra. “Ekstraksi Zat Warna Alami Dari Kayu Bakau (Rhizophora
mucronata) Dengan Metode Microwave Assisted Extraction”. Skripsi.
Surabaya: Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
2016.
Dhavesia, V. “Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix D.
C.) terhadap Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus epidermidis”.
Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Teknobiologi Universitas Atma Jaya, 2017.

25
26

Fajarwati, N. “Uji Aktivitas Antioksidan Pada Ekstrak Daun Jeruk Nipis (Citrus
Aurantifolia) Dengan Menggunakan Metode DPPH”. Skripsi. Jakarta:
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah, 2013.
Fitri, L. “Ekstraksi Senyawa Fitokimia Dari Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz
& Pav) Menggunakan Air Subkritis”. Skripsi. Surabaya: Fakultas Teknologi
Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 2015.
Gultom, dkk. “Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun
Ubi Jalar Putih (Ipomoea Batatas L) menggunakan Metode Maserasi”. Itepa 9,
no. 4 (2020): h. 438-447.
Hakim, dkk. “Pemilihan Bagian Tanaman Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C) Potensial
Sebagai Minyak Essensial Aromaterapi Hasil Proses Maserasi Dengan
Metode Analytical Hierarkhi Process (AHP)”. Seminar Nasional Sains dan
Teknologi 1, no. 1 (2019): h. 1-7.
Hanina dan Sarah, M.B. “Efektivitas Ekstrak Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix)
Sebagai Insektisida Alami Terhadap Kecoak Amerika (Periplaneta
americana) Dengan Metode Semprot”. JMJ 8, no. 1 (2020): h. 8-14.
Husna, Zahra Razani. “Pengembangan Sensor Untuk Mendeteksi Alkohol Berbasis
Polyvinylidene Fluoride (PVDF)”. Skripsi. Jakarta: Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2019.
Imani, N.M. “Pengaruh Modifikasi Metode Maserasi Terhadap Kadar Fenolat Total
dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Cincau Hijau Perdu (Premna
oblongifolia Merr)
Khasanah, dkk. “Pengaruh Perlakuan Pendahuluan Terhadap Karakteristik Mutu
Minyak Atsiri Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix DC)”. Aplikasi Teknologi
Pangan 4, no. 2 (2015): h. 48-65.
Lathifah, Umi. “Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder dan Aktivitas Antioksidan
Daun Tebu (Saccharum offinarum L.)”. Skripsi. Semarang: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang, 2020.
Leba, M.A.U. Ekstraksi dan Real Kromatografi. Yogyakarta: Deepublish, 2017.
Melani, I.R. “Potensi Antibakteri Ekstrak Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix) Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Shigella dysenteriae Secara In Vitro”. Skripsi. Malang:
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim, 2020.
Mukhriani.“Ekstraksi, Pemisahan Senyawa dan Identifikasi Senyawa Aktif”.
Kesehatan 7, no.2 (2014): h. 361-67.
Munawarah dan Prima. “Ekstraksi minyak daun jeruk purut (Citrus hystrix D.C.)
Dengan Pelarut Etanol dan n-heksan”. Kompetensi Teknik 2, no. 1 (2010):
h.73-78.
Mutiara, R., Muhammad, J.D. dan Netti, H. “Isolasi dan Uji Aktivitas Antioksidan
Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Metanol Kulit Buah Mangrove Pidada
(Sonneratia caseolaris)”. Chemica 17, no. 2 (2016): h. 52-62.
27

Nabilah, Isya dan Peni Indrayudha. “Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Etanol, Fraksi
Etanol, Etil Asetat dan Heksana Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix DC.)
terhadap Sel Kanker Payudara T47D”. Farmasi Indonesia 16, no. 1 (2019): h.
11-17.
Nuryoto. “Studi Kinerja Katalisator Lewatit Monoplus s-100 pada Reaksi Esterifikasi
antara Etanol dan Asam Asetat” Jurnal Rekayasa 2, no. 1,(2008): h. 24-27.
Oxtoby David W. Principles Of Modern Chemistry. Terj. Suminar Satiati Achmadi.
Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Jakarta: Erlangga, 2001.
Prastiwi, dkk. “Variasi Lama Maserasi Terhadap Rendemen, Indeks Bias, Total
Fenolik Dan Sitronelal Oleoresin Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix DC)”.
Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian 14, no. 1 (2019): h. 23-31.
Putri, W.S, dkk. “Skrining Fitokimia Ekstrak etil Asetat Kulit Buah Manggis
(Garcinia mongostana L)”. Farmasi Udayana (2013): h. 56-60.
Rifky, dkk. “Uji Kualitatif Senyawa Flavonoid Dalam Ekstrak N-Heksan Daun
Kesum (Polygonum minus Huds.) Menggunakan Metode Kromatografi Lapis
Tipis”. Mahasiswa Farmasi 4, no. 1 (2018): h. 1-4.
Roni dan Legiso. Kimia Organik. Palembang: NoerFikri Offest, 2021.
Rotinsulu dan Defny. Gelenika. Jawa Tengah: Lakeisha, 2021.
Sarastina. “Penggunaan Minyak Goreng Curah terhadap Biodiesel dengan Teknik
Destilasi”. Skripsi. Semarang: Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, 2014.
Sari dan Risma. “Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Jeruk Purut
(Citrus hystrix D.C) Dengan Metode DPPH(1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl)”.
Current Pharmaceutical Sciences 1, no. 2 (2018): h. 69-74.
Suteja, Aji. “Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder pada Daun Durian (Durio
zibethinus Murr)”. Skripsi. Medan: Fakultas Biologi Universitas Medan Area,
2018.
Variani Y.S, dkk. “Analisis Senyawa Bioaktif Ekstrak Metabolit Sekunder Serratia
marcescens Strain MBCI”. Chemical Analysis 4, no. 2 (2021): h. 64-71.
Verdiana, M., I Wayan, R.W. dam I Dewa, G.M.P. “Pengaruh Jenis Pelarut Pada
Ekstraksi Menggunakan Gelombang Ultrasonik Terhadap Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Lemon (Citrus limon Linn.) Burm F. Ilmu
dan Teknologi Pangan 7, no. 4 (2018): h. 213-222.
Yustinah dan Dena. “Ekstraksi Minyak Atsiri Dari Kulit Jeruk Sebagai Bahan
Tambahan Pada Pembuatan Sabun” konversi 5, no. 1 (2016): h, 25-30.

Anda mungkin juga menyukai