Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan mega center di dunia sehingga terkenal dengan
keragaman hayati tanaman obat tradisional. Sebanyak 30.000 spesies
tumbuhan yang hidup di kepulauan Indonesia, serta diketahui sekurang-
kurangnya 9.600 spesies tumbuhan berkhasiat sebagai obat dan kurang lebih
300 spesies telah digunakan sebagai bahan obattradisional oleh industri obat
tradisional (Depkes RI, 2007).
Metabolit sekunder (bahan organik sekunder) merupakan hasil akhir
dari suatu metabolisme yang dapat dihasilkan dari suatu makhluk hidup. Bahan
organik sekunder ini juga dapat berperan pada proses fisiologi. Salah satu
tanaman yang dapat menghasilkan senyawa metabolit sekunder yaitu daun
mengkudu (Morinda citrifolia L.)dimana senyawa yang terkandung yaitu
saponin, flavonoid, polifenol, tannin dan triterpen(Afiff & Amilah, 2017).
Senyawa flavonoid pada daun mengkudu mempunyai aktivitas antibakteri
yaitu dengan cara mengganggu fungsi dinding sel sehingga terjadi lisis pada
sel bakteri. Senyawa tanin mampu mengkerutkan dinding sel atau membran sel
sehinggamengganggu permeabilitas sel bakteri, dan saponin dapat
menyebabkan lisis pada dindingsel mikroba (Afni et al., 2015).
Mengkudu (Morinda Citrifolia L) merupakan tanaman jenis tropis yang
terdistribusi di asia tenggara, pasifik, amerika selatan dan amerika tengah.
Tanaman ini juga dapat dimanfaatkan dari buah, daun, dan biji, dan bagian
bunganya, secara empiris daun mengkudu dipergunakan sebagai kompres
untuk menyembuhkan kulit yang luka, juga untuk mengurangi sendi yang
terkilir, dan juga untuk mengurangi rasa nyeri. Bahan aktif yang terdapat pada
daunya yaitu saponin, triterpen, tannin, alkaloid, glikosida iridoid dan
flavonoid, efek utama senyawa kimia dalam daun mengkudu yang
berhubungan dengan proses penyembuhan luka antara lain saponin sebagai
antibakteri, tannin sebagai hemostatic serta astringensia, alkaloid berguna
sebagai analgetik, dan senyawa glikosida iridoid sebagai antiinflamasi,

1
sedangkan flavonoid sebagai antioksidan dan antiinflamasi. (Nayak BS, dkk
2009)
Mengkudu merupakan salah satu tanaman yang memiliki efek
farmakologik. Kulit, akar, daun, dan buah mengkudu mengandung senyawa
yang dipercaya memiliki efek farmakologik bagi kesehatan tubuh seperti
protein, zat kapur, zat besi, karoten, askorbin, senyawa moridin, moridon,
aligerin-d-methyleter, soranyideal, xeronin, proxeronin, vitamin A. vitamin C,
anti oksidan, mineral (kalium, natrium, kalsium, zat besi), protein, karbohidrat,
kalori, lemak, niamin, thiamin dan riboflavin, alkaloida, saponin, flavonoida,
antrakinon, polifenol, metal 7-9 asetil ester."
Mengkudu (Morinda citrifolia L.) merupakan tanaman yang banyak
tumbuh di Indonesia dan menjadi salah satu tanaman obat yang cukup potensial
untuk dikembangkan. Menurut data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan
Hortikultura, pada tahun 2004 luas panen tanaman mengkudu di Jawa Barat
mencapai 2,581 ha dengan produksi 3.509,087 ton atau produktivitas tanaman
4,83 kg/m2⁵.
Pemanfaatan mengkudu sebagai obat dan sayuran dipergunakan untuk
mengobati berbagai penyakit seperti tumor, luka, penyakit kulit, gangguan
pernafasan (asma), demam dan penyakit usia lanjut. Masyarakat di Amerika
Tengah juga menyebut mengkudu sebagai pain killer tree karena diketahui
bahwa sari buah mengkudu berfungsi sebagai adaptogen yang dapat
menyeimbangkan fungsi sel-sel dan juga menormalkan fungsi otak tempat
pengendalian rasa sakit.
Daun mengkudu (Morinda citrifolia L.) memiliki kandungan
antrakuinon yang terbukti mempunyai efek farmakologik sebagai lisosim
terhadap sel bakteri dan jamur. Aloin, emodin, barbaloin, saponin, tannin dan
sterol merupakan campuran kandungan dalam antrakuinon yang bersinergi dan
berkontribusi menjadi suatu khasiat penyembuh yang bersifat analgesik,
antiseptik, antiinflamasi, antibakteri dan antijamur.

2
Simplisia menurut Depertemen Kesehatan RI adalah bahan alami
yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun,
dan dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan.
Ekstraksi merupakan salah satu cara untuk menarik senyawa
antioksidan yang terkandung di dalam daun kelor. Ekstraksi dapat dilakukan
dengan beberapa metode, seperti maserasi, sokletasi, destilasi, fraksinasi dan
perkolasi. Ekstraksi metode maserasi memiliki banyak keunggulan dan
metode yang paling banyak dilakukan. dibandingkan metode ekstraksi lain
(Sitepu, 2015). Ekstraksi metode maserasi adalah proses ekstraksi sederhana
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada suhu kamar.
Alasan pemilihan metode maserasi adalah prosedur dan peralatan
yang digunakan pada metode ini sederhana dan tidak memerlukan pemanasan,
sehingga bahan alam tidak terurai. Meskipun banyak senyawa dapat diekstraksi
dengan ekstraksi dingin, beberapa senyawa memiliki kelarutan yang terbatas
dalam pelarut ekstraksi pada suhu kamar.

B. Maksud Praktikum
Untuk mengetahui prinsip dasar ekstraksi dengan metode ekstraksi
dingin, yaitu maserasi pada Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L.) secara
sederhana.

C. Tujuan Praktikum
Untuk menentukan prinsip dasar ekstraksi dengan metode ekstraksi
dingin, yaitu maserasi pada Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L.)secara
sederhana.

D. Manfaat
Penarikan komponen kimia dari simplisia Daun Mengkudu (Morinda
citrifolia L.) dengan cara merendam simplisia dengan cairan penyari yang

3
sesuai yaitu methanol, dibiarkan beberapa lama disimpan diwadah tertutup dan
dilakukan pengadukan untuk mempercepat proses penyarian.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori umum
Mengkudu (Morinda Citrifolia L) merupakan tanaman jenis tropis yang
terdistribusi di asia tenggara, pasifik, amerika selatan dan amerika tengah.
Tanaman ini juga dapat dimanfaatkan dari buah, daun, dan biji, dan bagian
bunganya, secara empiris daun mengkudu dipergunakan sebagai kompres
untuk menyembuhkan kulit yang luka, juga untuk mengurangi sendi yang
terkilir, dan juga untuk mengurangi rasa nyeri. Bahan aktif yang terdapat pada
daunya yaitu saponin, triterpen, tannin, alkaloid, glikosida iridoid dan
flavonoid, efek utama senyawa kimia dalam daun mengkudu yang
berhubungan dengan proses penyembuhan luka antara lain saponin sebagai
antibakteri, tannin sebagai hemostatic serta astringensia, alkaloid berguna
sebagai analgetik, dan senyawa glikosida iridoid sebagai antiinflamasi,
sedangkan flavonoid sebagai antioksidan dan antiinflamasi. (Nayak BS, dkk
2009).

a. Klasifikasi

Dalam taksonomi tumbuhan, mengkudu diklasifikasikan sebagai


berikut (Sjabana dan Bahalwan, 2002):

Kindom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

5
Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledone

Anak kelas : Sympatalae

Bangsa : Rubiales

Suku : Rubiaceae

Marga / genus : Morinda

Jenis / spesies : Morinda citrifolia

b. Morfologi
Faktor lingkungan dan faktor genetika merupakan ketentuan dari
morfologi setiap tumbuhan. Keduanya berinteraksi selama siklus hidup
tumbuhan, maka hal tersebut memunculkan bentuk yang berbeda antar
spesies. Perkembangan tumbuhan berawal dari biji sampai dewasa akan
mengalami berubahan biokimia, fisiologi, anatomi, dan morfologi.
Contoh hal tersebut adalah tumbuhan akan mengalami elastisitas yakni
faktor lingkungan yang dapat merubah morfologi suatu tumbuhan.
(Sandi dkk, 2019)
Tumbuhan mengkudu berbentuk pohon dengan tinggi 4-8 cm.
Batang berkayu, bulat, kulit kasar, percabangan monopoidal. Daun
tunggal, bulat telur, ujung dan pangkal runcing. Panjang 10-40 cm.
Bunga majemuk, bentuk bongkol, bertangkai, benang sari 5. Buah
bongkol, permukaan tidak teratur, berdaging, panjang 5-10 cm, hijau
kekuningan (Syamsuhidayat dan Hutapea,1991).
Daun mengkudu berbentuk jorong-lanset, yang memiliki
ukuran 15-50 x 5-17 cm. Tepi daunnya rata, ujung daun lancip sampai
lancip pendek, pangkalnya berbentuk pasak, urat daun menyirip, warna
hijau mengkilap, tidak berbulu. Perbungaan mengkudu memiliki tipe
bonggol bulat, bergagang 1-4 cm. Bunga mengkudu tumbuh di ketiak

6
daun penumpu yang berhadapan dengan daun yang 3 tumbuh normal,
bunga mengkudu berkelamin dua, mahkota bunga putih berbentuk
corong, panjang mencapai 1,5 cm.
Benang sari tertancap di mulut mahkota, kepala putik berputing
dua, bunga mekar dari kelopak berbentuk seperti tandan, bunga
berwarna putih dan harum. Bui mengkudu berwarna hitam, memiliki
albumen yang keras, dengan ruang udara yang tampak jelas. Biji
mengkudu tetap memiliki daya tumbuh yangtinggi meskipun telah
disimpan selama 6 bulan. Perkecambahan mengkudu 3-9 minggu
setelah biji disemai.
c. Kandungan senyawa
Tanaman mengkudu adalah salah satu tanaman yang dapat
digunakan sebagai pestisida nabati. Mengkudu mengandung acubin, L..
asperulosida, alizarin dan beberapa zat antraquinon telah terbukti
sebagai zat antibakteri (Waha, 2001: Kameswari dkk., 2013). Di dalam
daun mengkudu juga terkandung wberbagai senyawa seperti argine,
aparatic acid, a-sitosterol, cystenin, cystine, glutamic acid, S
antraquinon, glikosida, dan resin yang diantaranya berfungsi sebagai
anti mikroba (Efri, 2010).
Menurut Rahmawati (2009), daun mengkudu mengandung
glikosida indoid, glikosida flavonoid dan triterpenen. Flavonoid
merupakan golongan senyawa fenol terbesar di alam yang terdapat pada
tumbuhan yang mempunyai sifat antimikroba (Dinata, 2008). Daun
mengkudu juga mengandung bahan aktif seperti triterpenoid, tannin,
saponin,citrifolinoside, flavonoid dan folipenol. Citrifolinoside pada
daun mengkudu mempunyai efek menghambat aktivitas protein
activator pada kultur sel jamur C. capsici (Kardinan, 2004), Senyawa
flavonoid dan terpenoid mempunyai aktivitas fungistatik karena
mengandung. senyawa metabolit sekunder yang dapat menyebabkan
gangguan terhadap membran jamur C. capsici (Kartikaningtyas, 2009).

7
Zat-zat yang terkandung didalam daun mengkudu telah terbukti
menunjukan kekuatan melawan golongan bakteri infeksi, kandungan
zat kimia daan mengkudu juga memiliki efek antifungsi dan antibiotik,
berupa Scopoletin sebagai anti jamur, Antraquinone untuk melawan
infeksi bakteri dan jamur Terpenes sebagai bioflavanoid dan karotenoid
yang berfungsi sebagai zat anti inteksi fungi dan bakteri, dan Xeronine
sebagai infeksi jamur (Puspita dan Andriani, 2005).
Ekstrak daun mengkudu pada konsentrasi sebanyak 25 mg ml-
1 terbukti mampu menghambat pertumbuhan Escherichia coli dengan
zona penghambatan 5 mm (Ogundare dan Onifade, 2009) dan
menghambat pertumbuhan jamur Penicillium, Fusarinan, Rhizopus dan
Mucor mendekati 50% (Layaraman dkk. 2008). Penelitian Efri (2010)
membuktikan bahwa ekstrak daun niengkudu dapat menekan
perkembangan keterjadian dan keparahan penyakit antraknosa (C.
capsici) pada buah cabai. Senyawa yang terkandung didalam ekstrak
daun mengkudu efektif menghambat pertumbuhan diameter koloni C.
capsici (Rani dkk., 2013). Hasil penelitian Giofanny (2014)
memperlihatkan ekstrak daun mengkudu efektif dalam menekan
keterjadian penyakit bulai pada jagung manis.

B. Simplisia
Pengertian simplisia menurut Depertemen Kesehatan RI adalah bahan
alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses
apapun, dan dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan.
(Dapertemen kesehatan RI: 1989).

1. Penggolongan Simplisia
Simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:
a. Simplisia Nabati
Simplisia nahati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh,
bagian tanaman, eksudat tanaman, dan gabungan diantara ketiganya.

8
b. Simplisia Hewani
Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh
tau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan
kimia murni.
c. Simplisia Mineral
Simplisia mineral adalah simplisia berupa bahan mineral yang
belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa
bahan kimia murni, contoh serbuk seng dan serbuk tembaga. (Dep. Kes
RI, 1989)

2. Cara Pembuatan Simplisia


a. Pemanenan
Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus
bersih. dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang
digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau
tanah yang tidak diperlukan.
b. Penanganan Pasca Panen.
Pasca panen merupakan kelanjutan dari proses panen terhadap
tanaman budi daya atau hasil dari penamangan alam yang fungsinya antara
lain untuk membuat bahan hasil panen tidak mudah rusak dan memiliki
kualitas yang baik serta mudah disimpan untuk diproses selanjutnya.
Untuk memulai proses pasca panen perlu diperhatikan cara dan tenggang
waktu pengumpulan bahan tanaman yang ideal setelah dilakukan proses
panen tanaman tersebut. Selama proses pasca panen sangat penting
diperhatikan kebersihan dari alat-alat dan bahan yang digunakan, juga bagi
pelaksananya perlu memperhatikan perlengkapan seperti masker dan
sarung tangan. Tujuan dari pasca panen ini untuk menghasilkan simplisia
tanaman obat yang bermutu, efek terapinya tinggi sehingga memiliki nilai
jual yang tinggi.

9
b. Penyortiran
Penyortiran segar setelah panen dengan tujuan untuk memisahkan
kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, bahan nabati yang baik memiliki
kandungan campuran bahan organik asing tidak lebih dari 2%. Proses
penyortiran pertama bertujuan untuk memisahkan bahan yang busuk atau
bahan yang muda dan yang tua serta untuk mengurangi jumlah pengotor
yang ikut terbawa dalam bahan.

c. Pencucian

Pencucian bertujuan menghilangkan kotoran-kotoran dan


mengurangi mikroha-mikroba yang melekat pada bahan. Pencucian harus
segera dilakukan setelah panen karena dapat mempengaruhi mutu bahan.
Pencucian menggunakan air bersih seperti air dari mata air, sumur atau
PAM. Penggunaan air kotor menyebabkan jumlah mikroba pada bahan
tidak akan berkurang bahkan akan bertambah. Pada saat pencucian
perhatikan air cucian dan air bilasannya, jika masih terlihat kotor ulangi
pencucian/pembilasan sekali atau dua kali lagi. Perlu diperhatikan bahwa
pencucian harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin untuk
menghindari larut dan terbuangnya zat yang terkandung dalam bahan.
d. Pengeringan
Pengeringan menurut James C Atuonwu (2011) pada dasarnya
adalah proses pengurangan kadar air dari suatu bahan atau pemisahan yang
relatif kecil dari bahan dengan menggunakan energi panas. Hasil dari
proses pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai kadar air yang
lebih rendah. Pada proses pengeringan ini air diuapkan menggunakan
udara tidak jenuh yang dihembuskan pada bahan yang akan dikeringkan.
Air (atau cairan lain) menguap pada suhu yang lebih rendah dari titik
didihnya karena adanya perbedaan kandungan uap air pada bidang antar-
muka bahan padat-gas dengan kandungan uap air pada fasa gas.
e. Penyortiran

10
Penyortiran dilakukan bertujuan untuk memisahkan benda-benda
asing yang terdapat pada simplisia misalnya akar-akar, pasir, kotoran
unggas atau benda asing lainnya. Proses penyortiran merupakan tahap
akhir dari pembuatan simplisia kering sebelum dilakukan pengemasan,
penyimpanan atau pengolahan lebih lanjut.

g. Pengemasan
Pengemasan dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah di
keringkan. Jenis kemasan yang digunakan dapat berupa plastik, kertas
maupun karung goni. Persyaratan jenis kemasan yaitu dapat menjamin
mutu produk yang dikemas, mudah dipakai, tidak mempersulit
penanganan, dapat melindungi isi pada waktu pengangkutan, tidak
beracun dan tidak bereaksi dengan isi dan kalau boleh mempunyai bentuk
dan rupa yang menarik.
h. Penyimpanan
Penyimpanan simplisia dapat di-lakukan di ruang biasa (suhu kamar)
ataupun di ruang ber AC. Ruang tempat penyimpanan harus bersih,
udaranya cukup kering dan ber-ventilasi. Dosis ini tidak merubah kadar air
dan kadar minyak atsiri simplisia selama penyimpanan 36 bulan. Jadi
sebelum disimpan pokok utama yang harus diperhatikan adalah cara
penanganan yang tepat dan hygienic.
Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai tempat penyimpanan simplisia
adalah:
1) Gudang harus terpisah dari tempat penyimpanan bahan lainnya
ataupun penyimpanan alat dan dipelihara dengan baik.
2) Ventilasi udara cukup baik dan bebas dari kebocoran atau ke-
mungkinan masuk air hujan.
3) Suhu gudang tidak melebihi 30°C.
4) Kelembaban udara sebaiknya di-usahakan serendah mungkin

11
(65° C) untuk mencegah terjadinya penyerapan air. Kelembaban udara
yang tinggi dapat memacu pertumbuhan mikroorganisme se-hingga
menurunkan mutu bahan baik dalam bentuk segar maupun kering.
5) Masuknya sinar matahari langsung menyinari simplisia harus
dicegah.
6) Masuknya hewan, baik serangga maupun tikus yang sering
memakan simplisia yang disimpan harus dicegah (Anonim:
2009).

C. Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan
kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya air
dan yang lainnya pelarut organik. Sesdangkan hasil dari ekstraksi adalah ekstrak.
Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk
yang tersisa diperlakukan
sedemikian hingga memenuhi persyaratan baku yang telah ditetapkan.
1. Ekstraksi memiliki beberapa tahapan antara lain sebagai berikut:
a. Penyerbukan
Tahapan awal pada proses ekstraksi adalah tahapan pembuatan serbuk
simplisia kering (penyerbukan). Dari simplisia dibuat serbuk simplisia
dengan peralatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. Proses ini dapat
mempengaruhi mutu ekstrak dengan dasar beberapa hal Makin halus serbuk
simplisia, proses ekstraksi makin efektif efisien namun makin halus serbuk.
maka makin rumit secara teknologi peralatan untuk tahapan filtrasi. Selama
penggunaan peralatan penyerbukan dimana ada gerakan dan interaksi dengan
benda keras (logam, dll) maka akan timbul panas yang dapat berpengaruh
pada senyawa kandungan. Namun hal ini dapat dikompensasi dengan
penggunaan nitrogen air.
b. Penambahan pelarut

12
Tahap selanjutnya adalah menambahkan pelarut yang sesuai untuk
mengekstraksi kandungan zat aktif dari serbuk simplisia. Pemilihan pelarut
atau cairan penyari yang baik harus mempertimbangkan beberapa kriteria
yaitu murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi
netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, selektif yakni hanya
menarik zat berkhasiat yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat,
dan diperbolehkan oleh peraturan. Untuk penyarian ini, Farmakope Indonesia
menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah air, etanol, etanol-air atau
eter. Penyarian pada perusahaan obat tradisional masih terbatas pada
penggunaan cairan penyari air, etanol atau etanol-air.
c. Separasi dan pemurnian
Tujuan dari tahapan ini adalah menghilangkan (memisahkan)
senyawa yang tidak dikehendaki semaksimal mungkin tanpa berpengaruh
pada senyawa berkhasiat yang dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang
lebih murni. Proses-proses pada tahapan ini adalah pengendapan, pemisahan
dua cairan tak campur, sentrifugasi, filtrasi serta proses adsorbsi dan penukar
ion.
d. Evaporasi
Selanjutnya dilakukan pemekatan dengan cara penguapan atau
evaporasi cairan pelarut tapi tidak sampai pada kondisi kering, hanya sampai
diperoleh ekstrak kental atau pekat.

2. Terdapat dua metode pada proses ekstraksi antara lain sebagai berikut:
a. Ekstraksi secara dingin.
1) Maserasi
Maserasi merupakan metode ekstraksi sederhana yang dilakukan dengan
cara merendam serbuk simplisia dalam cairan pelarut selama beberapa
hari pada suhu kamar. Metode maserasi digunakan untuk menyari
simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam
cairan pelarut, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin. Keuntungan
dari metode ini adalah peralatannya sederhana dan mudah untuk

13
dilakukan. Sedangkan kerugiannya antara lain membutuhkan waktu yang
cukup lama selama masa perendaman, cairan pelarut yang digunakan
cukup banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang
mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin.
2) Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui
serbuk simplisia yang telah dibasahi. Keuntungan metode ini adalah tidak
memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat (marc) telah terpisah
dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak
merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut
menjadi dingin selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan
komponen secara efisien.
b. Ekstraksi secara panas
1) Refluks
Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relative
konstan dengan adanya pendinginan balik. Ekstraksi refluks digunakan
untuk mengekstraksi bahan-bahan yang tahan terhadap pemanasan.
Prinsip dari metode refluks adalah pelarut volatil yang digunakan akan
menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan kondensor
sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan mengemban pada
kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan
tetap ada selama reaksi berlangsung. Sedangkan aliran gas N2 diberikan
agar tidak ada uap air atau gas oksigen yang masuk terutama pada
senyawa organologam untuk sintesis senyawa anorganik karena
sifatnya reaktif.
2) Soxhletasi
Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu
baru. Umunya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
berlanjut sampai jumlah pelarut relatif konstan adanya pendinginan
balik. Sokletasi dilakukan dengan cara bahan yang akan diekstraksi

14
diletakkan dalam kantung ekstraksi (kertas, karton, dan sebagainya)
dibagian dalam alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinyu
(perkulator). Wadah gelas yang mengandung kantung ndiletakkan
diantar labu penyulingan dengan pendingin aliran balik dan
dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu tersebut berisi bahan
pelarut yang menguap dan mencapai kedalam pendingin aliran balik
melalui pipet yang berkodensasi didalamnya. Menetes ketas bahan
yang diekstraksi dan menarik keluar bahan yang diekstraksi. Larutan
berkumpul didalam wadah gelas dan setelah mencapai tinggi
maksimalnya, secara otomatis dipindahkan kedalam labu. Dengan
demikian zat yang terekstraksi terakumulasi melaui penguapan bahan
pelarut murni.
3) Destilasi uap
Destilasi uap adalah ekstraksi kandungan senyawa mudah menguap
dari bahan segar atau simplisa dengan uap air. Cara ini didasarkan pada
peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase
uap air dari ketel secara berlanjut sampai sempurna dan diakhiri dengan
kondensasi fase uap campuran menjadi destilat air bersama senyawa
kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian.

4) Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan berlanjut) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruang, secara umum
dilakukan pada temperatur 40°C-50°C.
5) Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
mendidih, temperatur terukur 96°C 98°C selama waktu tertentu (15-20
menit). Infus pada umumnya digunakan untuk menarik atau
mengektraksi zat aktif yang larut dalam air dari bahan nabati. Hasil dari
ekstrak ini akan menghasilkan zat aktif yang tidak stabil dan mudah

15
tercemar oleh kuman dan kapang. Sehingga ekstrak yang di peroleh
dangan infus tidak boleh disimpan lebih 24 jam.
6) Detok
Detok adalah infus yang waktunya lebih lama (lebih dari 30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air.

Ekstraksi merupakan salah satu cara untuk menarik senyawa


antioksidan yang terkandung di dalam daun kelor. Ekstraksi dapat dilakukan
dengan beberapa metode, seperti maserasi, sokletasi, destilasi, fraksinasi
dan perkolasi. Ekstraksi metode maserasi memiliki banyak keunggulan dan
metode yang paling banyak dilakukan dibanding metode ekstraksi lain
(Sitepu, 2015). Ekstraksi metode maserasi adalah proses ekstraksi
sederhana menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada
suhu kamar. (Istiqomah, 2013)

Keuntungan dari metode ekstraksi maserasi adalah prosedur dan


peralatan yang digunakan sederhana dan metode ekstraksi maserasi tidak
memerlukan pemanasan, sehingga bahan alam tidak terurai. Meskipun
banyak senyawa dapat diekstraksi dengan ekstraksi dingin, beberapa
senyawa memiliki kelarutan yang terbatas dalam pelarut ekstraksi pada suhu
kamar.

16
BAB III
METODOLOGI

A. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah oven, gunting,
kertas penyaring, bejana maserasi, aluminium foil, timbangan, beaker
glass, batang pengaduk, corong, rotary vacum evaporator, kain kasa,
labu alas bulat, vial, cawan porselen dan sendok tanduk
2 .Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daun
mengkudu (Morinda citrifolia L.), dan pelarut methanol

B. Cara Kerja
1. Pembuatan Simplisia daun Mengkudu (Morinda citrifolia L.)
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Disortir basah daun mengkudu dari kotoran dan benda asing seperti
tanah dan rumput
c. Dicuci daun mengkudu dengan air mengalir untuk membersihkan
sisa kotoran
d. Dipisahkan daun mengkudu dari tulang daunnya
e. Digunting daun mengkudu menjadi potongan-potongan kecil
f. Dikeringkan potongan-potongan kecil daun mengkudu

2. Pembuatan Ekstrak daun Mengkudu (Morinda citrifolia L.)


a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Ditimbang simplisia daun mengkudu sebanyak 50 gram
c. Dimasukkan simplisia daun mengkudu yang telah ditimbang ke
dalam bejana maserasi
d. Diukur pelarut methanol sebanyak 500ml menggunakan beaker glass

17
e. Dimasukkan pelarut methanol sebanyak 100ml ke dalam bejana
maserasi untuk melembabkan simplisia, didiamkan selama 6 jam
sambil sesekali diaduk
f. Dimasukkan methanol ke dalam bejana maserasi sambil diaduk,
lalu didiamkan selama 18 jam.
g. Dipisahkan maserat dengan cara disaring rendaman simplisia
menggunakan kain kasa
h. Diulangi proses penyarian sekurang-kurangnya satu kali dengan
jenis pelarut yang sama dan jumlah volume pelarut sebanyak
setengah kali jumlah volume pelarut penyarian pertama
i. Dikumpulkan semua maserat, kemudian diuapkan menggunakan
rotavapor hingga diperoleh ekstrak kental.
j. Dihitung rendamen yang diperoleh yaitu persentase bobot (b/b)
antara rendamen dan bobot serbuk simplisia yang digunakan dengan
penimbangan.

18

Anda mungkin juga menyukai