Anda di halaman 1dari 6

POTENSI SANG PUTRI MALU

Indonesia merupakan negara kedua terkaya di dunia dalam hal


keanekaragaman hayati. Terdapat sekitar 30.000 jenis (spesies) yang telah
diidentifikasi dan 950 spesies diantaranya diketahui memiliki fungsi biofarmaka
yaitu tumbuhan, hewan, maupun mikroba yang memiliki potensi sebagai obat,
makanan kesehatan, nutraseuticals, baik untuk manusia, hewan maupun
tanaman. Dengan kekayaan hayati tersebut, Indonesia berpeluang besar dalam
mengembangkan produk obat tradisional dan kosmetik berbahan alami yang
memiliki harga jual pasarnya yang tinggi.

Pengetahuan tentang khasiat dan keamanan tanaman obat di Indonesia


biasanya hanya berdasarkan pengalaman empiris yang biasanya diwariskan
secara turun temurun dan belum teruji secara ilmiah. Maka dari itu, beberapa
ilmuwan muda dari berbagai universitas dalam negeri, telah melakukan beberapa
penelitian tentang obat tradisional, sehingga nantinya obat tersebut dapat
digunakan dengan aman dan efektif. Salah satunya penelitian tentang
penggunaan tanaman putri malu yang dapat dijadikan obat tradisional.

Beberapa keuntungan pemakaian obat tradisional antara lain dapat


diperoleh tanpa resep dokter, dapat disajikan sendiri oleh si pemakai, bahan
bakunya mudah diperoleh serta tanaman tersebut dapat dibudidayakan di daerah
pemukiman. Kriteria tersebut yang dibutuhkan saat ini. Maka dari itu dalam hal ini
kita mencoba untuk membahas lebih dalam mengenai potensi lebih dari tanaman
putri malu yang selalu kita anggap sebagai tanaman liar ini.

Putri malu atau yang memiliki nama latin mimosa pudica ini, ternyata
memiliki banyak khasiat untuk kesehatan, baik dari daun, batang dan akarnya.
Putri malu merupakan tanaman herba unik dari kelas magnoliopsida. Tanaman
asli Amerika tropis ini mempunyai banyak nama sebutan, di Jawa sering disebut
sebagai kucingan, di Minahasa disebut rebah bangun, di Menado sering disebut
sebagai daun kaget dan di Suku Sunda sendiri sering disebut sebagai si kejut.
Sedangkan dalam bahasa Inggris sang putri malu ini sering disebut sebagai
Sensitive Plant Spray. Penamaan tersebut berlatar belakang dari tingkah laku
sang putri malu itu sendiri yaitu apabila daunnya disentuh, ditiup atau dipanaskan
akan segera menutup.(Jenova, 2009)
Kondisi tersebut hanya bersifat sementara karena setelah beberapa menit
keadaannya akan pulih seperti semula. Keunikan tingkah laku sang putri ini
dapat terjadi oleh karena perubahan turgor pada tulang daun, sehingga daun
dapat menutup ketika disentuh, ditiup, atau dipanaskan. Gerak pada putri malu
ini sering disebut dengan gerak seimonasti. Sang putri malu selalu menutup
daunnya untuk melindungi diri dari hewan pemakan tumbuhan (herbivora) yang
ingin memakannya. Warna daun bagian bawah tanaman putri malu akan
berwarna lebih pucat, sehingga mampu mengelabui hewan yang tadinya ingin
memakan jadi tidak berminat karena hewan akan berfikir bahwa sang putri malu
ini telah layu atau bahkan mati.

Tanaman putri malu merupakan herba memanjat dengan ciri-ciri tinggi


kurang lebih 0,3-1,5 m, dengan batang berbentuk bulat, berambut dan berduri
tempel. Rambut sikat pada batang mengarah ke bawah. Daun kecil-kecil
tersusun majemuk berbentuk lonjong, dengan berujung lancip dan berwarna
hijau. Daun putri malu dapat menutup/layu dengan sendirinya ketika disentuh
ketika ada rangsangan maupun pada waktu-waktu tertentu, seperti pada saat
matahari terbenam. Bunga sang putri malu berbentuk bulat seperti bola, dan
berwarna merah muda. Memiliki buah berbentuk polong dan pipih, biji juga bulat
dan pipih, sedangkan akar sang putri malu berupa akar pena yang kuat.

Sifat kimiawi yang ada pada sang putri malu diantaranya manis, astringen
dan agak dingin. Dalam pengendalian hayati putri malu juga banak dimanfaatkan
sebagai pestisida nabati. Bagian tanaman yang dimanfaatkan sebagai pestisida
nabati yaitu akar, batang dan daun. Kandungan kimia dari tanaman ini adalah
senyawa mimosin, asam pipekolinat, tannin, alkaloid, saponin, triterpenoid,
sterol, polifenol dan flavonoid. Kandungan senyaawa inilah yang kemudian
dimanfaatkan sebagai pestisida nabati. Dari beberapa hasil penelitian ekstraksi
akar dan daun putri malu ternyata mampu mengendalikan penyakit atraknosa,
dan alternaria.(Setiawati dkk, 2008)

Ekstraksi sang putri malu juga mempunyai efek farmakologis (khasiatnya)


yaitu dapat digunakan sebagai penenang (tranquiliser), sedative, peluruh dahak
(expectorant), anti batuk (antitusive), penurun panas (antipiretic), anti radang
(anti inflammatory), dan sebagai peluruh air seni (diuretic). Para ahli pengobatan
Cina dan penelitian di Amerika Serikat serta di Indonesia mengindikasikan putri
malu dapat dipakai pula untuk mengobati berbagai penyakit lain diantaranya
radang mata akut, kencing batu, panas tinggi pada anak-anak, cacingan,
insomnia, peradangan saluran pernapasan (bronchitis) dan herpes.(Marnoto dkk,
2012)

Apabila kita teliti lebih dalam, sang putri malu ini memiliki beberapa fakta
yang menarik. Pertama, putri malu sangat invasiv terhadap tanaman lain dimana
dia hidup, artinya putri malu dapat berkembang dengan cepat melebihi populasi
tanaman lain. Kedua, putri malu tahan terhadap cekaman abiotik, bila kita
perhatikan disaat kondisi kekurangan air, dia mampu tumbuh dengan baik.
Seandainya tanaman tersebut ditebang atau dipotong sekalipun, akan tetap
kembali survive. Fakta ini membuktikan adanya sesuatu yang luar biasa pada
area perakaran putri malu sehingga mampu memberi kelangsungan hidup yang
baik bagi sang putri malu.

Ternyata dalam perakaran putri malu memang memiliki sesuatu yang


istimewa yang membantu sang putri malu hidup. Diantaranya terdapat bintil-bintil
akar yang mengandung koloni mikroba yang bersimbiosis mutualisme dengan
akar putri malu tersebut. Beberapa mikroba tersebut antara lain, Rhizobium,
merupakan bakteri gram negatif yang bersimbiosis dengan inang tertentu.
Mikroba ini menginfeksi akar sehingga timbul bintil akar. Rhizobium mampu
menambat nitrogen, melarutkan fosfat dan kalsium sekaligus, sehingga putri
malu nampak hijau dalam kondisi tanah kritis sekalipun.

Mikroba yang kedua, Bacillus sp. Bakteri ini mampu melarutkan fosfat dan
kalium serta menghasilkan zat pengatur tumbuh tanaman dan menekan
perkembangan mikroba patogen. Mikroba ketiga, Pseudomonas putida
merupakan salah satu strain bakteri yang terdapat pada perakaran putri malu.
Bakteri ini mampu menekan serangan penyakit layu bakteri pada tanaman
tembakau di Sumatera Utara. Kemudian mikroba yang terakhir adalah
Actinomycetes, merupakan bakteri yang memiliki kemampuan untuk
menghasilkan antibiotik. Bakteri ini banyak terdapat pada perkaran putri malu.

Dari berbagai penelitian Uji Zona Hambat Ekstraksi Daun Putri Malu
Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Methicillin-resistant
Staphylococcus aureus. Dalam penelitian ini membuktikan bahwa bagian daun
dari sang putri malu mengandung 9% senyawa aktif dan dinyatakan positif
mengandung berbagai senyawa polifenol seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid,
sterol, tannin, dan saponin. Senyawa aktif tersebut merupakan metabolit
sekunder yang dihasilkan oleh putri malu sebagai mekanisme pertahanan
terhadap mikroorganisme lain, seperti insektisida dan herbivora, sehingga
kandungannya dalam tanaman bervariasi tergantung keadaan lingkungan.
Ditinjau dari potensi antimikrobial serta ketersediaannya yang melimpah di alam,
maka putri malu dapat dijadikan tanaman obat yang mudah di dapat dan berguna
untuk kesehatan. (Sari dkk, 2013)

Pada penelitian tersebut, cara dalam pembuatan ekstrak sebagian besar


dilakukan dengan tahapan penerapan menggunakan angin atau yang sering
disebut maserasi bertingkat dengan n-heksana kemudian etanol 96%, dan
diinkubasi selama 72 jam. Dalam penelitian lain yang berkaitan dengan tannin
pada sang putri malu ini, pemanfaatan tanaman putri malu (Mimosa pudica)
dengan sumber tannin pada daunnya dapat digunakan untuk bahan pewarna
alami. Zat warna alami untuk tekstil ini dapat diperoleh dari hasil ekstrak berbagai
bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji atau bunga seperti dari tanaman
putri malu, daun indigo, daun mangga, kulit kayu nangka, kulit buah manggis dan
biji buah kesumba.(Putri dkk, 2015)

Flavonoid, saponin, tannin, dan antosianin merupakan golongan zat


warna ekstraktif kayu. Flavonoid merupakan senyawa yang menyebabkan kayu
berwarna merah, kuning, coklat atau biru. Tannin merupakan senyawa organik
komplek dan kristalnya berbentuk amorf, dapat larut dalam air dengan
membentuk cairan berwarna. Selain dari kayu, tanpa kita sadari, semua
golongan zat warna tersebut ada pada tanaman putri malu. Terutama pada akar
sang putri malu yang diketahui 10% mengandung tannin.(Putri dkk, 2015)

Penggunaan tannin sebagai bahan pewarna yaitu sebagai mordant


biasanya dilakukan dengan mengkombinasikan dengan bahan logam tertentu.
Sebagai mordant alami yang dicampur dengan tembaga sulfat ternyata mordant
dengan menggunakan tannin lebih tahan luntur dibandingkan dengan
menggunakan pewarna alami seperti dengan kunyit dan kulit delima tanpa adana
mordant. Proses pengambilan tannin tersebut dapat dilakukan dengan metode
ekstraksi. Metode ekstraksi ada tiga jenis yang dapat digunakan yaitu maserasi,
sokletasi, dan perkolasi (Jayanudin dkk, 2013). Ekstraksi maserasi merupakan
metode ekstraksi yang sederhana, namun membutuhkan waktu yang cukup lama
karena perendaman pada suhu ruang.
Untuk mempercepat proses ekstraksi, dilakukan modifikasi menggunakan
pemanasan dan pengadukan. Perubahan suhu sangat efektif dalam
mempercepat proses ekstraksi karena suhu menyebabkan solubilitas pelarut dan
pori-pori padatan semakin besar. Tannin dari batang dan daun tanaman putri
malu dapat diekstraksi menggunakan etanol lalu menggunakan pemodelan
matematika untuk mendapatkan kemurnian tannin sebesar 3,65% berat.

Pada penelitian Uji Zona Hambat Ekstraksi Daun Putri Malu Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus dan Methicillin-resistant Staphylococcus aureus,
data yang diambil berupa data kuantitatif diameter zona hambat pada media agar
yang telah diletakkan cakram ekstrak daun putri malu. Pengukur diameter
dilakukan keesokan harinya dengan menggunakan jangka sorong pada zona
yang jernih. Pengukuran dilakukan dari beberapa sisi lingkaran kemudian dirata-
ratakan. Apabila tidak terdapat zona yang jernih, maka ekstrak tersebut tidak
memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri.

Data kuantitatif diameter zona daerah hambat dianalisa dengan metode


uji statistika diantaranya, uji normalitas data dengan Shapiro-Wilk Test, uji
homogenitas antar kelompok dengan Levene Test, uji statistik parametrik
ANOVA satu arah apabila data terdistribusi normal dan homogen, apabila dua
kriteria tersebut tidak terpenuhi, digunakan uji statistik non parametrik dengan
Robust Test, uji beda nyata terkecil menggunakan Post-Hoc Test, dan
pembacaan serta evaluasi kepekaan mengikuti kriteria CLSI, yaitu S (sensitif), I
(intermediate), dan R (resisten). (Sari dkk, 2013)

Berdasarkan penelitian yang ada, membuktikan bahwa sang putri malu


memang memiliki keistimewaan. Walaupun hanya tumbuhan liar bukan berarti
dia tidak bermanfaat. Inilah salah satu kuasa Sang Pencipta, sekecil apapun itu
pasti ada manfaat terselubung didalamnya. Jadilah kita, makhluk ciptaannya
yang peduli alam sekitar kita. Bukan malah merusak dan tidak peduli akan
perkembangannya.

DAFTAR PUSTAKA

Jayanudin; Indrayatmi; Utami, S.U,. 2013. Proses Pengambilan Oleoresin dari


Cabe Jawa Menggunakan Metode Ekstraksi Multi Tahap dengan Pelarut
Etanol, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa dan Proses, Semarang,
28-29 Agustus 2013, A.14
Jenova, Rika. 2009. Uji Toksisitas Akut Yang Diukur Dengan Penentuan LD50
Ekstrak Herba Putri Malu (Mimosa pudica L) Terhadap Mencit Bal B/C.
Semarang

Marnoto, Tjukup; Haryono, G.; Gustinah, D.; Putra, F.A.,. 2012. Ekstraksi Tannin
Sebagai Bahan Pewarna Alami Dari Tanaman Putri Malu (mimosa
pudica) Menggunakan Pelarut Organik Reaktor, April 2012, 14(1), 39-45

Putri, Novi Pralisa; Jurin, Anggi Puspita Sari;& Ganna, Siti Aminah. 2015.
Pemodelan Transfer Massa Tannin Pada Tanaman Putri Malu.
Samarinda. Jurnal Integrasi Proses Vol. 5, No. 3. Hlm: 115 - 119

Sari, Nyoman.R.C; Wardana, Putu.W.A; Indrayani, Agung.W. 2013. Uji Zona


Hambat Ekstraksi Daun Putri Malu Terhadap Bakteri Staphylococcus
aureus dan Methicillin-resistant Staphylococcus aureus. Denpasar

Setiawati, Murtiningsih, Gunaeni dan Rubati, 2008. Tumbuhan Bahan Pestisida


Nabati dan Cara Pembuatannya Untuk Pengendalian Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT), Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Hlm.153.

Anda mungkin juga menyukai