OLEH :
BANDA ACEH
2023
BAB I PENDAHULUAN
1
daunnya dapat menghasilkan suatu zat warna tertentu setelah melalui proses perebusan,
penghancuran maupun proses lain. Zat warna diperoleh dari tumbuhan yang diambil
dari hutan atau sengaja ditanam, digunakan untuk mewarnai ukiran, makanan, tenun
serta bahan kerajinan lainnya berasal dari pohon, perdu, semak, terna yang diolah secara
tradisional (Nugraheni, 2013). Pewarna alami merupakan pewarna yang diperoleh dari
bahan tumbuhan yang memliki zat warna. Pewarna alami dapat diperoleh mulai dari
daun, kulit batang pohon, bunga bahkan juga dapat diperoleh dari biji-bijian dan kulit
buah tertentu. Salah satu pewarna alami yang berasal dari tumbuhan yaitu pepaya.
Pepaya digunakan sebagai bahan pewarna untuk kosmetik baik daunnya maupun
bijinya. Secara umum pewarna alami berasal dari tumbuhan yang berbeda- beda
kandungan zat di dalamnya, dan ditandai dengan warna yang dihasilkan (Achir, 2015).
Menurut Darmanto, (Hadrian, 2017) pembinaan kepada pengrajin agar tetap
menggunakan pewarna alam untuk melestarikan budaya setempat dan nilai jual yang
lebih tinggi. Selain itu transformasi ilmu tanaman sebagai sumber pewarna alam
terancam punah apabila penggunaan pewarna alam ditinggalkan. Dalam hal ini
pengawet alami merupakan pengawet yang terbuat dari tumbuhan yang
mempertahankan keadaan makanan, ataupun hewan menjadi berbentuk tetap sehingga
dapat di konsumsi lebih lama lagi, pengawet alami ini biasanya terbuat dari tanaman.
Komponen pengawet atau antimikroba adalah suatu komponen yang bersifat dapat
menghambat pertumbuhan bakteri atau kapang (bakteristatik atau fungistatik) atau
membunuh bakteri atau kapang (bakterisidal atau fungisidal). Zat aktif yang terkandung
dalam berbagai jenis ekstrak tumbuhan diketahui dapat menghambat beberapa mikroba
patogen maupun perusak makanan. Zat aktif tersebut dapat berasal dari bagian
tumbuhan seperti biji, buah, rimpang, batang, daun, dan umbi. Sebagai contoh misalnya
biji picung mengandung senyawa antioksidan dan golongan flavonoid. Senyawa
antioksidan yang berfungsi sebagai antikanker dalam biji picung antara lain: vitamin C,
ion besi, dan B karoten. Sedangkan golongan flavonoid biji picung yang memiliki
aktivitas antibakteri yakni asam sianida, asam hidnokarpat, asam khaulmograt, asam
gorlat dan tanin. Khusus senyawa asam sianida dan tanin, kedua senyawa inilah yang
mampu memberikan efek pengawetan terhadap ikan. Contoh lainnya adalah tanaman
yang dijumpai bumbu dapur dan obat tradisional ini, ternyata memiliki potensi sebagai
bahan pengawet alami yang banyak memberikan keuntungan. Khususnya zat kimia
2
yang terdapat dalam umbi tanaman lengkuas (Alpinia galanga). Merupakan tanaman
terna tahunan, berbatang semu yang tumbuh tegak dengan tinggil-3 meter (Oddy, 2009).
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tidak pernah terlepas dari proses
pengawetan dan pewarnaan karena bahan pengawet dan bahan pewarna memberikan
banyak keuntungan dalam penggunaannya. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam
penggunaan bahan pengawet dan pewarna adalah pemilihan bahan pengawet dan
pewarna yang aman dan tidak memberikan efek samping yang membahayakan. Namun
ternyata pengawet dan pewarna yang banyak digunakan saat ini, khususnya untuk
makanan sangat berbahaya. Bahan pengawet makanan yang banyak digunakan saat ini
berbahaya bagi kesehatan manusia, contohnya asam borak (boric acid) atau boraks dan
formalin (formaldehyde). Dari jurnal yang kami baca diperoleh 8 spesies tumbuhan
yang digunakan sebagai pengawet alami oleh masyarakat Using yang termasuk dalam 7
famili, yaitu famili Araceae, Menispermaceae, Rutaceae, Euphorbiaceae, Arecaceae,
dan Musaceae. Dari 8 spesies tumbuhan tersebut terdapat 4 spesies tumbuhan yang
paling banyak digunakan sebagai pengawet alami, yaitu pisang (Musa paradisiaca) yang
mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol yang berfungsi sebagai senyawa
antifungal alami pada tumbuhan, pinang (Areca catechu L.) mengandung senyawa
alkaloid arekolin yang memiliki efek antioksidan dan antimutagenik, serta kemiri
(Aleurites moluccana) yang mengandung saponin dan polifenol.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui etnobotani sebagai
pewarna dan pengawet serta mengetahui contoh-contohnya.
3
BAB II. ISI
Tabel 1. Jenis Tumbuhan Pewarna Alam, bagian yang digunakan, dan warna yang
dihasilkan (The natural color plant, plant organs utilized, and color produced)
Bagian yang Warna yang
No. Spesies Nama Lokal
digunakan dihasilkan
1 Melastoma polyanthum Bt Kemunting Bunga dan buah Ungu
Psychotria viridiflora Reinw. Ex
2 Rengat Daun Hijau
Blume
3 Albizia procera (Roxb.) Benth Engkerebai Daun Coklat
4 Eusideraxylon zwageri Teijsm. & Binn Ulin Batang Merah marun
5 Shorea spp Tengkawang Daun Kuning
6 Morinda citrifolia L. Mengkudu Akar Kuning
7 Garcinia mangostana L. Manggis Daun Coklat
8 Areca catechu L. Pinang Buah Coklat
9 Mangifera indica L. Mangga Daun Kuning
10 Cocos nucifera L. Kelapa Buah Coklat
11 Nephelium lappaceum L. Rambutan Buah Merah
12 Durio zibethinus Murs. Durian Kulit batang Kuning
13 Artocarpus heterophyllus Lamk. Nangka Daun Kuning
4
1. Kemunting (M. polyanthum BI).
Waktu pengambilan bunga dan buah pagi atau sore hari. Bunga dan buah
ditumbuk atau dihaluskan kemudian direbus sampai mendidih. Tambahkan kapur sirih
secukupnya (± 1 sendok makan) kemudian diangkat dan diamkan selama kurang lebih
15 menit. Langkah berikutnya adalah menyaring rebusan dan mencelupkan benang
kedalamnya. Benang selanjutnya di cuci bersih dengan detergen dan dibiarkan sampai
meresap pada keseluruhan benang dan menghasilkan warna ungu.
2. Rengat
5
3. Engkerebai (A. procera)
6
lebih 15 menit. Selanjutnya disaring dan celupkan benang yang sudah dicuci bersih
dengan detergen. Tunggu beberapa menit sampai warna meresap pada keseluruhan
benang dan menghasilkan warna merah marun.
5. Tengkawang (Shorea spp)
7
Pengambilan dapat dilakukan pada pagi, siang, sore atau malam hari. Dengan
mengambil akar seperlunya kemudian dipotong-potong kecil dan direbus. Takaran air ½
dari sampel bahan baku pewarna, direbus sampai air mendidih selama kurang lebih 2
jam, campurkan kapur sirih secukupnya setelah itu angkat panci dan diamkan selama
kurang lebih 15 menit selanjutnya air disaring kemudian celupkan benang yang sudah di
cuci bersih dengan detergen dan tunggu beberapa menit (15 menit) sampai warna
meresap pada keseluruhan benang dan menghasilkan warna kuning.
7. Manggis (G. mangostana L.)
8
Buah yang sudah tua atau berwarna kuning dapat diambil pada pagi, siang, sore
atau malam hari. Buah yang sudah tua dibersihkan dan ambil bakal biji. Biji dicincang-
cincang atau dipukul menggunakan palu agar didapatkan hasil yang halus. Rebus dalam
panci sampai mendidih dengan takaran air ½ sampai airnya berkurang kurang lebih 1
jam setelah itu angkat dan didiamkan selama 15 menit kemudian tambahkan kapur sirih
secukupnya untuk mencerahkan warna dan lebih tahan lama. Siapkan benang yang
sudah dicuci dengan detergen agar pewarna mudah meresap Celupkan benang yang
sudah diikat sesuai motif yang diiginkan oleh penenun dalam air panas sampai warna
menyerap kesemua bagian benang dan menghasilkan warna coklat.
9. Mangga (M.indica L.)
9
Buah kelapa yang sudah tua/sudah jatuh ditanah dikupas buang kulit luar buah
kelapa, ambil serabut kelapa yang lembut setelah itu sabut kelapa dimasak sampai air
mendidih dengan takaran air ½ dengan bahan baku yang digunakan, rebus selama
kurang lebih 2 jam, kemudian angkat dan didinginkan selama kurang lebih 15 menit,
tambahkan kapur sirihsecukupnya, setelah itu celupkan benang dalam air rebusan sabut
kelapa yang sudah di cuci bersih dengan detergen dan tunggu beberapa menit sampai
warna menyerap pada keseluruhan benang dan menghasilkan warna coklat.
11. Rambutan (N. lappaceum L.)
10
Pengambilan dapat dilakukan pada pagi, siang, sore atau malam hari. Kulit
batang secukupnya dipotong halus kemudian direbus. Takaran air ½ dari sampel bahan
baku pewarna yang digunakan. Tambahkan kapur sirih secukupnya, angkat dan
diamkan selama kurang lebih 15 menit. Selanjutnya air disaring kemudian celupkan
benang yang sudah dicuci bersih dengan detergen. Diamkan beberapa menit (15 menit)
sampai warna meresap pada keseluruhan benang dan menghasilkan warna kuning.
13. Nangka (A.heterophyllus Lamk)
11
memberikan efek warna yang berbeda-beda sesuai dengan zat fiksasi yang digunakan.
Proses fiksasi pada prinsipnya adalah mengkondisikan zat pewarna yang telah terserap
dalam waktu tertentu agar terjadi reaksi antara bahan yang diwarnai dengan zat warna
dan bahan yang digunakan untuk fiksasi (Pujilestari, 2014).
12
dosis 0,1 ml per cakram), sedangkan ekstrak bawang putih menghambat Bacillus cereus
dan Escherichia coli dengan diameter zona penghambatan berturut-turut 20 dan 26 mm
(pada dosis 0,1 ml per cakram). Ekstrak etanol maupun air dari Eugenia jambos
memiliki sifat antimikroba terhadap bakteri-bakteri seperti: Staphylococcus aureus,
Yersenia enterocolitica, Staphylococcus hominis, Staphylococcus cohnii,
Staphylococcus warneri (Djipa, et al., 2000). Ekstrak biji picung (Pagium edule) segar
efektif menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan konsentrasi
penghambatan minimal 3,46 persen. Velickovic, et al. (2002), menyatakan ekstrak
etanol daun Salvia pratensis mampu menghambat Escherichia coli, Bacillus cereus dan
Saccharomyces cerevisiae.
Adapun jenis-jenis antimikroba pada tumbuhan adalah:
1. Senyawa-senyawa fenol dan turunannya
a) Fenol sederhana dan asam fenolat
b) Kuinon
c) Ksanton
d) Flavonoid
e) Tanin
f) Koumarin
2. Terpena dan Terpenoid
3. Alkaloid
4. Polipeptida
5. Steroid
Tabel 1. Jenis-jenis pelarut yang digunakan untuk mengekstrak berbagai jenis
antimikroba dari tumbuhan
13
Dalam proses ekstraksi, jumlah dan jenis senyawa yang masuk ke dalam cairan
pelarut sangat ditentukan oleh jenis pelarut yang digunakan. Proses ekstraksi bahan
tumbuhan meliputi dua fase yaitu fase pembilasan dan fase ekstraksi. Pada fase
ekstraksi digunakan larutan untuk melarutkan senyawa antimikroba dari bagian
tumbuhan. Pada Tabel 1 ditunjukkan jenis-jenis pelarut yang sering digunakan untuk
mengekstrak berbagai jenis senyawa antimikroba pada bahan tumbuhan. Etanol dan
metanol merupakan pelarut-pelarut yang paling sering digunakan untuk mengekstrak
senyawa antimikroba dari tumbuhan, oleh karena seyawa-senyawa tersebut umumnya
merupakan seyawa aromatik dan organik jenuh.
14
BAB III. PENUTUP
3.1. Simpulan
Adapun simpulan dari Etnobotani sebagai pewarna dan pengawet yaitu:
1. Etnobotani merupakan suatu bidang yang mempelajari keterkaitan antara manusia
dengan tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari yang tercermin dalam kebudayaan
dan realitas kehidupan. Etnobotani tidak hanya terfokus mempelajari pengembangan
wawasan masyarakat yang berkaitan dengan pemanfaatannya tumbuhan, tetapi
etnobotani juga melekat pada kehidupan masyarakat dalam pemanfaatanya
(Suryadarma, 2008).
2. Tumbuhan pewarna alami dapat diartikan sebagai tumbuhan yang secara
keseluruhan maupun salah satu bagiannya baik batang, kulit, buah, bunga, maupun
daunnya dapat menghasilkan suatu zat warna tertentu setelah melalui proses
perebusan, penghancuran maupun proses lain. Zat warna diperoleh dari tumbuhan
yang diambil dari hutan atau sengaja ditanam, digunakan untuk mewarnai ukiran,
makanan, tenun serta bahan kerajinan lainnya berasal dari pohon, perdu, semak,
terna yang diolah secara tradisional.
3. Pengawet alami merupakan pengawet yang terbuat dari tumbuhan yang
mempertahankan keadaan makanan, ataupun hewan menjadi berbentuk tetap
sehingga dapat di konsumsi lebih lama lagi, pengawet alami ini biasanya terbuat
dari tanaman.
15
DAFTAR PUSTAKA
Putra, Nengah Kencana. 2014. Potensi Ekstrak Tumbuhan Sebagai Pengawet Produk
Pangan. Media Ilmiah Teknologi Pangan. Vol. 1, No. 1, 81 – 95.
Velickovic. 2002. Chemical composition and antimicrobial action of the ethanol
extracts of Salvia pratensis L., Salvia glutinosa L. and Salvia aethiopis L. J.
Serb. Chem. Soc., 67 (10): 639-646.
16