Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumbuhan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) telah dimanfaatkan masyarakat sebagai

tanaman obat tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit antara lain pegal linu,

gondongan, rematik, sariawan, jerawat, panu, darah tinggi, dan sakit gigi. Kulit batang belimbing

wuluh juga diketahui memiliki aktivitas antimikrobia, baik terhadap bakteri Gram Positif, bakteri

Gram Negatif, maupun terhadap fungi (Siddique et. al., 2013). Sementara buah dan bunga

belimbing wuluh juga telah banyak digunakan masyarakat sebagai obat batuk (Ardananurdin et.

al., 2004).

Berbagai macam khasiat yang dimiliki daun belimbing wuluh tersebut disebabkan karena

tumbuhan ini memiliki banyak sekali kandungan senyawa antara lain flavonoid, saponin,

triterpenoid dan tanin (Faharani, 2009; Hayati, et al., 2010).

Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui mempunyai beberapa

khasiat diantaranya yaitu sebagai astringent, anti diare, antibakteri dan antioksidan (Desmiaty et

al., 2008). Secara kualitatif pengujian fitokimia senyawa tanin terhadap esktrak aseton-air (7:3)

daun belimbing wuluh dengan reagen FeCl3, gelatin dan campuran formalin : HCl menunjukan

adanya golongan senyawa tannin. Ekstrak tannin pada daun belimbing wuluh mempunyai

aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli ,Staphylococcus aureus,(Hayati, et al.,

2009).

Pengambilan tanin dari suatu senyawa dapat dilakukan dengan cara ekstraksi. Salah satu

faktor yang berpengaruh pada proses ekstraksi adalah jenis pelarut. Menurut Artati dan Fadilah
2

(2007), tanin merupakan golongan senyawa polifenol yang sifatnya polar, dapat larut dalam

gliserol, alkohol dan hidroalkoholik, air dan aseton. Tanin tidak larut dalam kloroform,

petroleum eter dan benzene. Menurut penelitian yang dilakukan Puji Lestari dkk (2014),

ekstraksi tanin dari daun alpukat dengan pelarut etanol 95% selama 180 menit menghasilkan

rendemen sebesar 68,07% dengan kadar tanin sebesar 22,07%. Selain itu dari hasil penelitian

Fachryl Rasyidi (2012), ekstraksi tannin dari daun jambu biji dengan menggunakan pelarut

etanol 96% pada temperature 50oC selama waktu ekstraksi 150 menit, yaitu tanin seberat 1,42

gram atau 14,24% dari berat sampel.

Salah satu parameter standarisasi terhadap simplisia adalah penetapan kadar senyawa marker

yang idealnya adalah merupakan senyawa aktif ataupun senyawa dominan dan khas dalam

simplisia tersebut (Depkes RI, 2000), dimana salah satu senyawa tersebut adalah tannin

(Harbone,1987).

Pada Penelitian Desinta (2015), penetapan kadar tanin pada kulit buah rambutan dapat

dilakukan dengan metode permanganometri. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan kadar tanin

pada kulit buah rambutan sebesar 23,25%. Sedangkan pada penelitian Besty (2015) kandungan

tanin pada daun belimbing wuluh yang diekstraksi menggunakan pelarut air pada suhu 80˚C

selama 20 menit adalah 11,28%. Permanganometri merupakan titrasi oksidasi reduksi yang

dilakukan berdasarkan oleh reaksi kalium permanganat (KMnO4) (Day and Underwood,1998).

Berdasarkan uraian diatas, pada penelitian ini akan dilakukan pengambilan dan penetapan

kadar tanin pada daun belimbing wuluh belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan cara

ekstraksi menggunakan solven etanol. Metode ini diharapkan dapat menunjukkan kandungan

senyawa tanin dalam daun belimbing wuluh belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) sehingga
3

dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat tradisional dan meningkatkan pemanfaatan

tanaman belimbing wuluh selain dari buahnya saja.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh variabel konsentrasi solven, suhu dan waktu ekstraksi terhadap

pengambilan tanin pada daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan cara ekstraksi

menggunakan solven etanol?

2. Bagaimana kondisi ekstraksi yang optimum pada pengambilan tanin pada daun belimbing

wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan cara ekstraksi menggunakan solven etanol?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh variabel konsentrasi solven, suhu dan waktu ekstraksi terhadap

pengambilan tanin pada daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan cara ekstraksi

menggunakan solven etanol.

2. Untuk mengetahui kondisi ekstraksi yang optimum pada pengambilan tanin pada daun

belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan cara ekstraksi menggunakan solven etanol.

1.4 Manfaat Penelitian

IPTEK

1. Untuk memberikan informasi awal tentang kandungan tanin pada daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi L.) sehingga selanjutnya dapat dijadikan acuan untuk melakukan

penelitian lebih lanjut tentang pemanfaatan tanin pada daun belumbing wuluh sebagai

antioksidan.

2. Untuk meningkatkan pemanfaatan tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yang

selama ini masih terbatas pada buahnya saja yang biasa digunakan sebagai bahan pangan.
4

Lingkungan dan Masyarakat

1. Untuk memberikan informasi tentang kandungan tanin pada daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi L.) yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional karena khasiat tanin

yang dapat digunakan sebagai astringent, anti diare, antibakteri dan antioksidan.

2. Dengan adanya informasi tentang kandungan tanin pada daun belimbing wuluh (Averrhoa

bilimbi L.), diharapkan dapat dimanfaatkan masyarakat untuk meningkatkan nilai ekonomis

dari daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan dijadikan sediaan obat tradisional.

1.5 Batasan Masalah

1. Pada penelitian ini digunakan daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) segar yang

diperoleh dari daerah Sembungharjo, Semarang.

2. Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sokhletasi dan metode

penetapan kadar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode titrasi

permanganometri.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Belimbing wuluh (A. bilimbi L.) banyak ditanam sebagai pohon buah. Terkadang tumbuh

liar dan ditemukan di dataran rendah sampai 500 m dari permukaan laut. Pohon ini berasal

dari daerah Amerika dan menghendaki tumbuh di tempat yang terkena cahaya matahari

langsung. Pohonnya tergolong kecil, tinggi mencapai 10 m dengan batang tidak begitu

besar, dan mempunyai diameter sekitar 30 cm. Bunga kecil-kecil berbentuk bintang,

warnanya ungu kemerahan. Buahnya berbentuk bulat lonjong persegi, panjang 4,0-6,5 cm,

warnanya hijau kekuningan, bila masak berair banyak dan rasanya masam. Bijinya

berbentuk bulat telur. Daun majemuk menyirip berjumlah ganjil dengan 21-45 pasang anak

daun. Anak daun bertangkai pendek, bentuknya bulat telur sampai jorong, ujung runcing,

pangkal membundar, tepi rata, panjang 2-10 cm, lebar 1-3 cm, warnanya hijau dan

permukaan bawah warnanya lebih muda (Dalimartha, 2005).

Gambar 1. Belimbing Wuluh (A. Bilimbi L.)


6

Belimbing wuluh (A. bilimbi L.) termasuk dalam famili Oxalidaceae. Tanaman ini

dikenal dengan nama daerah limeng, selemeng, beliembieng, blimbing buloh, limbi, libi,

tukurela dan malibi. Klasifikasi ilmiah tanaman belimbing wuluh (A. bilimbi L.) adalah

(Dasuki, 1991):

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)

Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisio : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)

Sub-kelas : Rosidae

Ordo : Geraniales

Familia : Oxalidaceae (suku belimbing-belimbingan)

Genus : Averrhoa

Spesies : Averrhoa bilimbi L.

2.2 Kandungan Senyawa Kimia dalam Belimbing Wuluh (A. Bilimbi L.)

Buah belibing wuluh mengandung alkaloid, saponin, kumarin, karoten, thiamin,

riboflavin, niacin, pectin, minyak atsiri, dn asam oksalat baik dalam bentuk kalium oksalat

ataupun dalam bentuk enzim isositratliase (Galvao et al., 2001; Sudarsono et al., 2002).

Pada daunya ditemukan tanin, sulfur, asam format, peroksida, alkaloid, kumarin, pectin,

minyak atsiri, flavonoid dan saponin. Bagian batangnya mengandung saponin, tanin,

glukosid, kalsium oksalat, sulfur, peroksidase dan asam format (Muhlisah, 2001; Sudarsono

et al., 2002).
7

2.3 Khasiat dan Kegunaan Belimbing Wuluh (A. Bilimbi L.)

Ekstrak daun belimbing wuluh dilaporkan memiliki efek sebagai antidiuresis (Prasetya,

2007), antiinflamsi (Effendi,1998; Bashori, 2008), antihiperglikemik (Pushparaj, 2000), dan

antihipertensi (Hernanin et al., 2009). Ekstrak buah belimbing wuluh memiliki khasiat

antihiperglikemik (Damayanti, 1995), Antihipertensi (Hartadi, 1985); dan antibakteri

(Nurhayati, 1994). Dekok bunga belimbing wuluh memiliki khasiat antiinflamasi

(Ardananurdin, 2010) sedangkan batang belimbing wuluh telah dilaporkan memiliki efek

antimikroba (Faradisa, 2008).

2.4 Tanin

Tanin merupakan suatu nama deskriptif umum untuk satu grup substansi fenolik

polimer yang mampu menyamak kulit atau mempresipitasi gelatin dari cairan, suatu sifat

yang dikenal sebagai astringensia. Tanin ditemukan hampir di setiap bagian dari tanaman;

kulit kayu, daun, buah, dan akar (Hagerman, 1998). Tanin dibentuk dengan kondensasi

turunan flavan yang ditransportasikan ke jaringan kayu dari tanaman, tanin juga dibentuk

dengan polimerisasi unit quinon. Secara menyeluruh senyawa tanin menurun selama proses

pematangan dan pendewasaan. Senyawa tanin selalu mengalami perubahan sesuai dengan

perkembangan tanaman atau buah. Secara umum tanin mencapai kandungan tertinggi pada

waktu masih muda dan menurun setelah tua (Winarno dan Aman, 1981).
8

Gambar 2. Struktur senyawa tanin

2.4.1 Penggolongan tanin

1. Tanin terhidrolisis

Tanin terhidrolisis adalah tanin yang mengandung ikatan ester yang mudah terhidrolisis

menjadi asam fenolat dan glukosa seperti galotanin terhidrolisis menjadi ester asam galat

dan glukosa, elagitanin terhidrolisis menjadi ester asam heksahidroksidifenat dan glukosa.

Tanin terhidrolisikan jika didihkan dalam asam klorida encer. Tanin terhidrolisis berupa

amorf, higroskopis, berwarna coklat kuning yang larut dalam air (terutama air panas)

membentuk larutan koloid, tanin mudah diperoleh dalam bentuk kristal. Tanin terhidrolisis

larut dalam pelarut organik yang polar, tetapi tidak larut dalam pelarut organik nonpolar

(Robinson, 1995).

2. Tanin terkondensasi

Tanin terkondensasi disebut juga golongan proantosianidin. Tanin terkondensasi atau

flavolan secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal

(atau galokatekin) yang membentuk senyawa dimer dan oligomer yang lebih tinggi. Ikatan

karbon - karbon menghubungkan satu satuan flavon dengan satuan berikutnya melalui ikatan

4-8 atau 6-8. Kebanyakan flavolan memiliki 2-20 satuan flavon. Nama lain dari tanin
9

terkondensasi adalah proantosianidin karena bila direaksikan dengan asam panas, beberapa

ikatan karbon-karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskan monomer antosianidin.

Kebanyakan proantosianidin adalah prosianidin, ini berarti bila direaksikan dengan asam

akan menghasilkan sianidin (Harborne, 1987).

2.5 Ekstraksi

Bioaktifitas tanaman sangat dipengaruhi oleh kandungan senyawa kimia yang terdapat di

dalamnya. Sedangkan untuk mendapatkan senyawa kimia yang bersifat aktif tersebut

dipengaruhi oleh metode pemisahan meliputi cara ekstraksi dan pelarut yang digunakan.

Perbedaan kandungan senyawa kimia yang ada menunjukkan perbedaan aktifitas

farmakologis dari tanaman yang bersangkutan (Halimah, 2010).

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik dan memisahkan senyawa yang mempunyai

kelarutan berbeda–beda dalam berbagai pelarut komponen kimia yang terdapat dalam bahan

alam baik dari tumbuhan, hewan, dan biota laut dengan menggunakan pelarut organik

tertentu. Proses ekstraksi ini didasarkan pada kemampuan pelarut organik untuk menembus

dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel secara osmosis yang mengandung zat aktif. Zat

aktif akan larut dalam pelarut organik dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara di

dalam dan di luar sel, mengakibatkan terjadinya difusi pelarut organik yang mengandung zat

aktif keluar sel. Proses ini berlangsung terus menerus sampai terjadi keseimbangan

konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel (Dirjen POM, 2000 danHarborne 1987).

Metode ekstraksi menggunakan pelarut dapat dilakukan secara dingin yaitu maserasi dan

perkolasi, dan secara panas yaitu refluks, soxhlet, digesti, infus, dan dekok (Dirjen POM,

2000).
10

Sokletasi adalah ekstraksi dengan cara serbuk sampel ditempatkan dalam klonsong yang

telah dilapisi kertas saring, pelarut dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan

dikondensasikan oleh kondensor menjadi molekul-molekul pelarut yang jatuh ke dalam

klonsong melarutkan zat aktif di dalam sampel dan pelarut telah mencapai permukaan kertas

saring, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga

terjadi sirkulasi. Pemilihan sokletasi lebih efisien dikarenakan ekstraksi membutuhkan

waktu yang singkat serta pelarut yang sedikit. Pemilihan pelarut yang digunakan untuk

proses sokletasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan

senyawa bahan alam dalam pelarut akibat kontak langsung dan waktu yang cukup lama

dengan sampel (Djarwis,2004).

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi:

a. Tipe persiapan sampel.

Adanya beberapa jenis persiapan bahan yang dapat dilakukan sebelum ekstrajsi seperti

penghalusan yang bertujuan memperluas area kontak bahan dengan pelarut dan

pengeringan bahan yang bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam bahan yang akan

diektraksi.

b. Waktu ektraksi.

Semakin lama waktu ekstraksi maka kontak antara zat terlarut dengan pelarut makin

lama, sehingga banyak zat terlarut yang terambil.

c. Jumlah pelarut.

d. Temperatur.
Temperatur dalam proses ektrasksi sangat berpengaruh terhadap hasil ekstraksi. Beberapa
bahan peka terhadap suhu sehingga akan rusak ketika dipanaskan dengan suhu yang terlalu
tinggi.
11

e. Pelarut.

Dasar pemilihan pelarut adalah:

1. Dapat melarutkan zat yang akan diektraksi.

2. Pelarut mudah dipisahkan dari zat terlarut.

3. Titik didihnya rendah.

4. Harganya murah.

5. Mudah didapat.

6. Tidak bersifat toksik.

2.6 Etanol

Etanol merupakan larutan yang jernih, tidak berwarna, volatile dengan bau khas. Dalam

konsentrasi tinggi, akan menyebabkan rasa terbakar saat kontak dengan kulit. Etanol

merupakan kelompok alcohol, dimana molekulnya mengandung gugus hidroksil (-OH) yang

berikatan dengan atom karbon. Etanol dibuat sejak jaman dahulu dengan carafermentasi

gula. Proses ini banyak digunakan di industri dengan bahan mentah berupa gula.

Secara garis besar penggunaan etanol adalah sebagai pelarut organic maupun anorganik,

bahan dasar industri asam cuka, ester, spirtus, asetaldehid, dan bahan baku pembuatan etil

danetil ester (Wiratmaja, 2011). Etanol bersifat semipolar sehingga dapat larut pada larutan

yang bersifat polar dan nonpolar.Etanol merupakan satu-satunya jenis alcohol yang dapat

dikonsumsi. Etanol banyak digunakan sebagai pelarut terutama berbagai bahan kimia yang

ditunjukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya pada parfum, perasa,

pewarna makanan, obat-obatan. Struktur molekul etanol dapat ditunjukan


12

Gambar 3. Struktur Etanol

Tabel 2.6 Sifat-sifat etanol

2.7 Permanganometri

Permanganometri merupakan metode titrasi dengan menggunakan kalium

permanganat, yang merupakan oksidator kuat sebagai titran. Titrasi ini didasarkan atas

titrasi reduksi dan oksidasi atau redoks. Permanganometri juga bisa digunakan untuk

menentukan kadar belerang, nitrit, fosfit, dan sebagainya. Cara titrasi permanganometri ini

banyak digunakan dalam menganalisa zat-zat organik. Kalium permanganat telah

digunakan sebagai pengoksida secara meluas lebih dari 100 tahun. Reagensia ini

mudah diperoleh, murah dan tidak memerlukan indikator kecuali bila digunakan

larutan yang sangat encer. Permanganat bereaksi secara beraneka, karena mangan dapat

memiliki keadaan oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7 (Day, 2001).

Titrasi permanganometri dilakukan dengan bantuan pemanasan (± 70ºC) untuk

mempercepat reaksi. Pada awal reaksi titrasi, warna merah mantap untuk beberapa saat yang
13

menandakan reaksi berlangsung lambat. Pada pembuatan titran selanjutnya, warna merah

hilang makin cepat karena ion mangan (II) yang terjadi berfungsi sebagai katalis untuk

mempercepat reaksi Selanjutnya titran dapat ditambahkan lebih cepat sampai titik

akhir titrasi tercapai yaitu sampai pada tetesan dimana warna merah menjadi warna

merah jambu. (Harjadi,W.1993).

Dalam reaksi ini, ion MnO4-bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4- akan berubah

menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam. Teknik titrasi ini biasa digunakan untuk

menentukan kadar oksalat atau besi dalam suatu sample. Kalium permanganat adalah

oksidator yang paling baik untuk menentukan kadar besi yang terdapat dalam sampel

dalam suasana asam menggunakan larutan asam sulfat (H2SO4).

Reaksi dalam suasana netral :

MnO4 + 4H+ + 3e MnO4 + 2H2O

Kenaikan konsentrasi ion hidrogen akan menggeser reaksi kekanan. Reaksi dalam

suasana Alkalis :

MnO4-+ 3e MnO42-

MnO42-+ 2H2O + 2e MnO2 +4OH

MnO4-+ 2H2O + 3e MnO2 + 4OH

Reaksi ini lambat dalam larutan asam, tetapi sangat cepat dalam larutan netral.

Karena alasan ini larutan kalium permanganat jarang dibuat dengan melarutkan jumah-

jumlah yang ditimbang dari zat padatnya yang sangat dimurnikan misalnya proanalisis

dalam air, lebih lazim adalah untukmemanaskan suatu larutan yang baru saja dibuat

sampai mendidih dan mendiamkannya diatas penangas uap selama satu /dua jam lalu

menyaring larutan itu dalam suatu penyaring yang tak mereduksi seperti wol kaca yang telah
14

dimurnikan atau melalui krus saring dari kaca maser. Permanganat bereaksi secara

cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan pereaksi ini, namun beberapa pereaksi

membutuhkan pemanasan.

Prinsip titrasi permanganometri adalah reaksi oksidasi reduksi pada suasana asam yang

melibatkan elektron dengan jumlah tertentu, dibutuhkan suasana asam (H2SO4) untuk

mencapai tingkat oksidasi dari KMnO4 yang paling tinggi dan bilangan oksidasi +7

menjadi +2. Pada proses titrasi tidak dibutuhkan indikator lain. Karena KMnO 4 sudah

mampu memberikan perubahan warna saat titik akhir titrasi yang ditandai dengan

terbentuknya warna merah muda. Sifat dari KMnO4 ini dikenal sebagai autoindikator.
15

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metologi

Eksperimental Design

Eksperimental Design adalah sekumpulan percobaan(run) yang dirancang untuk

memperoleh data-data kongkret untuk membuktikan suatu hipotesa. Pada eksperimental design

setiap variable yang diuji ditentukan pada beberapa harga, lazimnya dipakai dua harga untuk

setiap variable bebas, kemudian beberapa variable bebas tadi dikombinasikan pada kemungkinan

yang ada. Dari hasil kombinasi tadi akan diperoleh data yang diperlukan untuk penarikan

kesimpulan, dimana akan digunakan metode statistic. Dengan pertimbangan tersebut,

penggunaan metode eksperimental design sangat memungkinkan untuk mendapatkan hasil-hasil

dari kesimpulan yang lebih teliti.

Eksperimental design adalah salah satu cara yang sering digunakan dibandingkan dengan

cara lain yang dianggap konvensional, karena :

1. Perancangan ini hanya memerlukan sedikit run untuk setiap variable sehingga menghemat

biaya dan waktu.

2. Meskipun tidak menyangkut range yang luas, namun dapat menunjukkan kecenderungan

yang nyata sehingga dapat menentukan arah penelitian lebih lanjut.

3. Pengambilan keputusan lebih pasti, karena didukung metode statistic.

Eksperimental design mempunyai beberapa cara, salah satunya adalah yang disebut metode

factorial design dua level yaitu level tinggi dan level rendah. Cara seperti inilah yang dipakai

pada penelitian ini.


16

3.1.1 Metode Faktorial Desain

Hasil pengamatan dari eksperimental design awal digunakan untuk membuat rancangan baru

untuk menentukan variable yang paling berpengaruh. Penentuan suatu variable utama dilakukan

secara bertahap dengan factorial design dimana pada setiap rancangan beberapa variable tertentu

yaitu yang berpengaruh kecil pada hasil produk dihilangkan hingga didapat suatu variable akhir

yang paling berpengaruh, karena pada setiap rancangan baru disusun harga-harga variable baru

untuk meningkatkan hasi, maka akhir percobaan akan didapat hasil atau kondisi optimum untuk

variable tanpa menghilangkan interaksinya.

Pada suatu bagian treatment yang memiliki kombinasi dari n factor yang masing-masing

dapat ditulis sebagai2n factorial. Pemilihan dua level yang masing-masing factor digunakan

untuk memilih atau menyaring percobaan-percobaan yang dilakukan.

Dalam memilih 2n factorial maksudnya adalah n = 3 faktor yang memiliki level jadi 23 = 8

pengamatan. Yang dimaksuddua level adalah bahwa untuk tiap variable digunakan dua nilai, satu

memiliki harga rendah dan satu lagi memiliki harga tinggi yang diberi symbol (-) dan (+).

Tabel 3.1.Variable Berubah dan Harga Level

Variabel Low High


Level Level
- Konsentrasi Solvent (%) 70 96
- Suhu Operasi (°C) 50 70
- Waktu Operasi (menit) 60 120

Dari ketiga variable di atas kemudian dibuat variasi. Setiap variasi diamati

hasilnya.Untuk mencari factor yang paling berpengaruh dari ketiga variable tadi dengan cara
17

menghitung harga I dengan metode factorial design dari setiap kombinasi main efek dan

interaksi ketiga variable tersebut.

Tabel 3.2 Kombinasi Variabel Berubah

Run Variabel Interaksi Yield


ϴ T T ϴT ϴt Tt ϴTt
(%) (°C) (menit)
1. - - - + + + - a1
2. + - - - - + + a2
3. - + - - + - + a3
4. + + - + - - - a4
5. - - + + - - + a5
6. + - + - + - - a6
7. - + + - - + - a7
8. + + + + + + + a8

AnalisaVarian :

1. Perhitungan Efek Utama

Rata-rata = I0 = 1/8(a1+ a2+ a3+ a4+ a5+ a6+ a7+ a8)

Efek ϴ = I1 = 1/4( -a1+ a2- a3+ a4 - a5+ a6 - a7+ a8)

Efek T = I2 = 1/4( -a1- a2+ a3+ a4 - a5- a6+ a7+ a8)

Efek t = I3 = 1/4( -a1- a2- a3- a4+ a5+ a6 + a7+ a8)

2. Perhitungan Efek Interaksi

Rata-rata = I12 = 1/4(a1- a2- a3+ a4+ a5- a6- a7+ a8)

Efek ϴ = I13 = 1/4(a1- a2+ a3- a4- a5+ a6- a7+ a8)
18

Efek T = I23 = 1/4(a1+ a2- a3- a4- a5- a6+ a7+ a8)

Efek t = I123= 1/4(-a1+ a2- a3- a4+ a5- a6- a7+ a8)

3. Perhitungan Konversi

Konversi = I0 + I1 ϴ + I2 T + I3t +I12ϴT + I13ϴt + I23 Tt + I123 ϴTt

N − Harga Tengah
Xn =
Interval/2

N = Variabel

4. Menentukan variabel yang berpengaruh

Dari perhitungan efek utama dan efek interaksi di atas, variabel yang paling

berpengaruh adalah yang harga mutlak yang paling besar.

5. Interpolasi Data

Dari analisa varian (persamaan y = f (x)) dapat dilihat kecenderungan setiap variabel.

Misal dari perhitungan efek didapat harga I1 maka :

- BilaI1> 0 berarti perubahan harga t menjadi t1 menjadi t2 akan menaikan hasil

sebesar l1

- Bila l1< 0 berarti t mempunyai efek penurunan sebesar l1

Untuk menaikan yield maka :

- Bila l1> 0 maka X1> 0 atau variable l > nilai tengahnya

- Bila l1< 0 maka X1< 0 atau variabel I < nilai tengahnya

Untuk variable 2 dan 3 dapat dilakukan dengan cara yang sama seperti diatas.
19

6. Metode Optimasi

Setelah didapat salah satu faktor yang paling berpengaruh, selanjutnya diuji pada

harga berapa dari factor tersebut yang memberikan respon paling maksimal. Harga-

harga faktor tersebut dipilih maksimal 5 harga atau titik yang berbeda agar representatif.

Dari hasil pengamatans ampai diperoleh data, maka data tersebut diplotkan dalam

grafik dan dicari persamaan grafiknya dengan pendekatan regresi. Dan dari 5 harga yang

telah ditentukan maka akan ditentukan harga yang optimum baik secara taktis maupun

teoritis.

3.2 Variabel Penelitian

1. Variabel Berubah

(-) (+)

Suhu : 50˚C 70˚C

Konsetrasi solven : 70% 96%

Waktu Operasi : 60 menit 120 menit

2. Variabel Tetap

Volume solven : 100 mL

Berat Sampel : 10 gram

Ukuran sampel : 50 - 80 mesh


20

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat
3

4 Keterangan gambar:

1. Statif

2. Erlenmeyer

3. Buret

4. Klem statif
2

Gambar 2. Alat Titrasi Permanganometri

Keterangan gambar:

1. Kondensor

2. Ekstraktor

3. Vapor by pass tube

4. Shifon tube

5. Labu alas bulat

6. Hot plate

Gambar 3. Alat Ekstraksi


21

3.3.2 Bahan

Sampel serbuk simplisia daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yang diambil dari

desa Sembungharjo, Semarang; aquadest, larutan KMnO4 0,1 N; asam indigo sulfonat LP;

larutan FeCl3; ammonia; kalium besi (III) sianida; asam klorida; Pb asetat 10%; KBr; larutan

gelatin 1%; asam asetat; Na asetat; formaldehid.

3.4 Cara Kerja

3.4.1 Pembuatan Simplisia Daun Belimbing Wuluh

1. Daun belimbing wuluh segar dicuci kemudian ditiriskan.

2. Dijemur dibawah sinar matahari selama 2 hari.

3. Dioven hingga kering.

4. Dihaluskan menggunakan blender dan diayak dengan ukuran serbuk 50-80 mesh.

3.4.2 Pembuatan Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

1. Ditimbang masing-masing ±10 gram serbuk daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi
L.), kemudian dibungkus (dilapisi) dengan kertas saring.
2. Sampel selanjutnya dimasukan dalam ekstraktor.
3. Sampel diektraksi menggunakan pelarut etanol 70% dan 96% masing-masing 100 mL
selama 60 menit dan 120 menit.
4. Hasil ekstrak dipekatkan diatas waterbath.
3.4.3 Uji Kualitatif Tanin pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
Pada ± 2 mL ekstrak yang telah dimasukkan dalam masing–masing tabung reaksi, dilakukan
uji identifikasi adanya tanin sebagai berikut :
1. Ekstrak ditambah FeCl3
Gallotanin dan ellagotanin akan memberikan endapan biru-hitam dan tannin terkondensasi

memberikan endapan hitam kehijauan.


22

2. Gelatin test

Ekstrak ditambah larutan gelatin 1% yang mengandung NaCl, jika timbul endapan berarti

mengandung tanin.

3. Penambahan Kalium ferisianida dan ammonia

Ekstrak yang mengandung tanin akan bereaksi positif, memberikan warna coklat tua. Tes

untuk asam klorogenik

Ekstrak daun belimbing wuluh ditambahkan larutan ammonia kemudian dipijar dengan

udara, jika timbul warna hijau berarti mengandung tanin.

Pada ± 2 mL ekstrak yang telah dimasukkan dalam masing–masing tabung reaksi, dilakukan

uji identifikasi jenis tanin sebagai berikut :

1. Tanin terhidrolisis (hydrolysable tannin = Pyrogallotannin).

a. Ekstrak ditambah FeCl3 memberikan warna biru hitam

b. Ekstrak dengan HCl dipanaskan, tidak terbentuk warna merah

c. Ekstrak ditambah asam asetat 2 ml dan larutan Pb asetat 10% 1ml, terbentuk endapan.

d. Ekstrak ditambah pereaksi bromine (KBr), tidak memberikan endapan.

2. Tanin terkondensasi (condensed tanin = nonhydrolysed tannin = catechol tannin).

a. Ekstrak ditambah FeCl3 memberikan warna hitam kehijauan


b. Tes untuk katekin
Dipanaskan bersamaan dengan HCl terbentuk phloroglucinol,ini dapat dideteksi dengan
modifikasi seperti tes lignin. Batang korek api dimasukan ke dalam filtrate, dikeringkan,
dibasahi dengan HCl dan dipanaskan, terbentuk phloroglucinol yang menyebabkan
batang korek api berubah menjadi warna pink atau merah.
c. Ekstrak dengan HCl dipanaskan, terbentuk warna merah phlobaphenes yang tidak larut.
d. Ekstrak ditambah asam asetat 2 ml dan larutan Pb asetat 10% 1 ml, tidak menimbulkan
endapan atau tetap dalam bentuk larutan.
23

e. Ekstrak ditambah pereaksi bromine (KBr), akan memberikan endapan.

3.4.4 Uji Kuantitatif Tanin Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

1. Ekstrak daun belimbing wuluh ditimbang seksama sebanyak 1 gram.

2. Dipanaskan diatas waterbath dengan 50 mL aquades mendidih selama 30 menit, sambil


diaduk.

3. Didiamkan selama beberapa menit, diendapkan, lalu tuangkan melalui segumpal kapas
kertas saring kedalam labu ukur 250,0 mL.

4. Sari sisnya dengan aquades mendidih, saring larutan ke dalam labu ukur yang sama
(250,0 mL). ulangi penyarian beberapa kali, hingga larutan bila direaksikan dengan besi
(III) ammonium sulfat atau FeCl3 tidak menunjukan adanya tanin (tidak menunjukan
warna hitam). Didinginkan cairan, tambahkan aquades hingga 250,0 mL.

5. Pipet 25,0 ml larutan ekstrak ke dalam erlenmeyer 1000 ml

6. Tambahkan 750 ml aquadest dan 25,0 ml asam indigo sulfonat LP.

7. Titrasi dengan KMnO 4 0,1 N hingga larutan berwarna kuning emas (1 ml KMnO4 0,1N
setara dengan 0,004157 g tanin). Volume KMnO4 yang digunakan dicatat.

8. Lakukan percobaan blanko.


24

3.5 Diagram Alir Pengambilan Tanin Pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Daun belimbing wuluh Pencucian Air


segar cucian

Oven Uap Air

Dihaluskan

dengan blender

Diayak dengan
>50-80 mesh
Ayakan 50 – 80
mesh

Ekstraksi
Etanol 70%
T= 50˚C dan 70˚C
Etanol 96%
t= 60 menit dan
120 menit

Filtrat Ampas dibuang

Waterbath suhu Solven menguap


60-80˚C

Hasil

Analisa

Gambar 4. Diagram Alir Pengambilan Tanin Pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa

bilimbi L.
25

DAFTAR PUSTAKA

Ardananurdin, A., Winarsih, S., & Widayat, M. (2004). Uji efektifitas dekok bunga belimbing
wuluh (Averrhoa bilimbi) sebagai antimikroba terhadap bakteri Salmonella Typhi secara
in vitro. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 20(1), 30-34.
Artati, Enny Kriswiyanti, dan Fadilah. 2007. Pengaruh Kecepatan Putar Pengadukan dan Suhu
Operasi pada Ekstraksi Tanin dari Jambu Mete dengan Pelarut Aseton. EKUILIBRIUM
6(1): 33-38.

Bashori, Y.M. 2008. Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbi L.) pada Tikus Putih Jantan. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Skripsi.

Dalimartha S, 2005, Tanaman Obat di Lingkungan Sekitar, Cetakan I, Puspawaran, Jakarta.

Damayanti, M. 1995. Pengaruh Pemberian Infus Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus). Skripsi.
Fakultas Kedokteran Hewan UGM. Yogyakarta.

Dasuki, U. 1991. Sistematika Tumbuhan Tinggi. Bandung: Pusat Universitas Ilmu Hayati ITB.

DepKes RI. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta: Depkes RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat, Jakarta, 7-12,34-35.

Desmiaty Y. Ratih H, Dewi MA, 2008, Penentuan Jumlah Total Daun Jati Belanda (Guazuma
Ulmifolia Lamk) dan Daun Sumbang Darah ( Excoecaria bicolor Hassk) Secara
Kolorimetri dengan Pereaksi Biru Prusia, Artoocarpus, Vol. 8, 105-109.

Desinta, Tirtawijaya, 2015, Penentuan Jenis Tanin Secara Kualitatif dan Penetapan Kadar
Tanin Dari Kulit Buah Rambutan (Nephelium lappaceum L.) Secara permanganometri,
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.1, Surabaya.

Djarwis, D. 2004. Teknik Penelitian Kimia Organik Bahan Alam. Universitas Andalas, Sumatera
Utara.

Effendi. 1998. Uji Daya Antiinflamasi Fraksi Petroleum Eter, Etil Asetat, dan Fraksi Air Daun
Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada Tikus Jantan Putih. Yogyakarta: UGM.
Skripsi.

Fachryl,A. Rasyidi, RM. Arief Sastrawan, dan Guntur Svingkoe. 2012. Kondisi Optimal Proses
Ekstraksi Tanin dari Daun Jambu Biji menggunakan Pelarut Etanol. Palembang:
Universitas Sriwijaya.

Faharani, G. B., 2009, Uji Aktifitas Antibakteri Daun Belimbing Wuluh Terhadap Bakteri
Streptococcus Aureus dan Achercia Coli secara Bioautografi, FMIPA UI, Jakarta
26

Faradisa, M. 2008. Uji Efektifitas Antimikroba Senyawa Saponin dari Batang Tanaman
Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Malang: Universitas Islam Negeri Malang.
Skripsi.

Galvao de Lima, V.L.A, de Almedia Melo, E. and Santos Lima, L.D. 2001. Physisochemical
Characteristics of Bilimbi (Averrhoa bilimbi L.). Revista Brasiliera de Fructicultura 23 (2),
pp: 421-424

Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, ITB,
Bandung

Harjadi, W.1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar, Jakarta : Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.

Hartati, S. 1996. Efek Antibakteri Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan
Etanol 95% terhadap Pertumbuhan Bakteri Lactobacillus sp. (in vitro). Yogyakarta: UGM.
Skripsi.

Hayati, E. K., Jannah, A., dan Fasya, A. G., 2009, Aktivitas Antibakteri Komponen Tanin
Ekstrak Daun Blimbing Wuluh (Averrhoa Billimbi L) Sebagai Pengawet Alami, Penelitian
Kompetitif Depag. Malang, UIN, Malang

Hayati E. K., Jannah A., dan Mukhlisoh W., 2010, Pengaruh Ekstrak Tunggal dan Gabungan
Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) Terhadap Efektivitas Antibakteri Secara
In Vitro, Kimia, UIN Malang, Malang

Lestari, P., Susinggih Wijana,dan Widelia Ika Putri. 2012. Ekstraksi Tanin dari Daun Alpukat
(Persea americana Mill.) sebagai Pewarna Alami (Kajian Proporsi Pelarut Dan Waktu
Ekstraksi). Malang: Universitas Brawijaya.

Muhlisah, Fauziah. 2004. Tanaman Obat keluarga (TOGA). Jakarta: Penebar Swadaya. pp: 21-
45.

Nurhayati, E. 1994. Pengaruh Kumur Perasan Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap
Pertumbuhan Streptococcus alfa dari Plak Gigi. Yogyakarta: UGM. Skripsi.

Prasetya, A. A. 2007. Efek Diuresis Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada
Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus). Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Skripsi.

Pushparaj, P., Tan, C.H., Tan, B.K. 2000. Effects of Averrhoa bilimbi Leaf Extracts on Blood
Glucose and Lipid in Stretozotocin-diabetic Rats. Journal of Ethanopharmacology 72 (1-
20: 69-76)

Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, Hal 191-216,
Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung.
27

Siddique, K. I., Uddin, M. N., Islam, S., Parvin, S., & Shahriar, M. (2013). Phytochemical
screenings, thrombolytic activity and antimicrobial properties of the bark extracts of
Averrhoa bilimbi. J App Pharm. Sci., 3 (03), 094-096.

Sudarsono, D. Gunawan, S. Wahyuono, I.A Donatus, Purnomo. 2002. Tumbuhan Obat II : Hasil
Penelitian, Sifat-Sifat, Penggunaan. Cet I. Pusat Studi Obat Tradisional Yogyakarta.

Underwood AL dan Day RA, 2001, Analisa Kuatitatif, Edisi IV, Terjemahan oleh Lis Spyan,
2001, Erlangga, Jakarta, 290-291.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia PustakaUtama.

Wiratmaja. I.G., I Gusti. BWK., dan I Nyoman. SW.2011. Pembuatan Etanol Generasi Kedua
Dengan Memanfaatkan Limbah Rumput Laut Eucheuma Cottonii Sebagai Bahan Baku.
Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Universitas Udayana No.1(5): 20-25.

Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, Hal 191-216,
Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung.

Winarno, F.G dan W.M. Aman, 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya, Jakarta.
28

3.6 Diagram Alir Pengambilan Tanin Pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Gambar 4. Diagram Alir Pengambilan Tanin Pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa

bilimbi L.
29

Daun belimbing wuluh Pencucian Air


segar cucian

Oven Uap Air

Dihaluskan

dengan blender

Diayak dengan
>50-80 mesh
Ayakan 50 – 80
mesh

Ekstraksi
Etanol 70% T= 50˚C dan
70˚C
Etanol 96%
t= 60 menit dan
120 menit
t
Ampas dibuang
filtrasi
Filtrat

Uap solven
Waterbath
Hasil

Untuk analisa
30

>50-80 mesh
Ampas
Solven dibuang
menguap
Daun
Daunbelimbing
Daun
Daun belimbingwuluh
belimbing
belimbing wuluh
wuluh
wuluh Diayak dengan
Dihaluskan
Hasil Air
Air
Air
Air
Air
Oven Uap Air
cucian
segar
segar
segar
segar cucian
cucian
cucian
cucian
Ayakan 50 – 80
dengan blender
mesh
Oven
Oven
Oven
Oven
Oven Uap
Uap
Uap Air
UapAir
Uap Air
Air
Air

Dihaluskan
Dihaluskan
Dihaluskan
Dihaluskan
dengan
dengan
dengan blender
denganblender
blender
blender

Diayak
Diayak dengan
dengan
>50-80
>50-80 mesh
>50-80 mesh
mesh
Ayakan 50 –– 80
Ayakan 50 80
mesh
mesh

Etanol
Etanol 70%
Etanol 70%
70%
Etanol
Etanol 96%
Etanol 96%
96%

Ampas
Ampas dibuang
Ampas dibuang
dibuang

Gambar 5. Skema Kerja Tanin suhu


Waterbath
Waterbath Terkondensasi
suhu Solven menguap
60-80˚C
60-80˚C
31

Ditimbang ± 2 gram serbuk daun belimbing wuluh (Averrhoa

bilimbi L.)

3.6.1 Uji Kuantitatif Tanin pada Daun Belimbing


50 mL Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
Ditambah aquadest

Dipanaskan dalam tangas air selama 30 menit

Didiamkan selama beberapa menit, diendapkan, lalu dituangkan


melalui segumpal kapas atau kertas saring ke dalam labu ukur 250,0
ml

Disari sisanya dengan aquadest mendidih selama 5 menit, disaring


larutan ke dalam labu ukur yang sama (250,0 ml)

Diulangi penyarian, hingga larutan bila direaksikan FeCl3 tidak


menunjukkan adanya tanin (terbentuk warna biru hitam)

Dinginkan cairan, ditambahkan aquadest hingga 250,0 ml.

Dipipet 25,0 ml larutan ke dalam erlenmeyer 1000 ml. Ditambahkan


750 ml aquadest dan 25,0 ml asam indigo sulfonat LP.

Dititrasi dengan KMnO 4 0,1 N hingga larutan berwarna kuning


emas

Dilakukan percobaan blanko


32

Gambar 6. Skema Kerja Uji Kuantitatif

3.6.2 Gambar Alat

1
33

Keterangan gambar:

1. Statif

2. Erlenmeyer

3. Buret

4. Klem

5. Gambar 6. Skema Kerja Uji Kuantitatif


34

3.6.3 Uji Kuantitatif Tanin pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Ditimbang ± 2 gram serbuk daun belimbing wuluh (Averrhoa

bilimbi L.)

Ditambah 50 mL aquadest

Dipanaskan dalam tangas air selama 30 menit

Didiamkan selama beberapa menit, diendapkan, lalu dituangkan melalui


segumpal kapas atau kertas saring ke dalam labu ukur 250,0 ml

Disari sisanya dengan aquadest mendidih selama 5 menit, disaring


larutan ke dalam labu ukur yang sama (250,0 ml)

Diulangi penyarian, hingga larutan bila direaksikan FeCl33 tidak


menunjukkan adanya tanin (terbentuk warna biru hitam)

Dinginkan cairan, ditambahkan aquadest hingga 250,0 ml.

Dipipet 25,0 ml larutan ke dalam erlenmeyer 1000 ml. Ditambahkan 750


ml aquadest dan 25,0 ml asam indigo sulfonat LP.
35

3.6.4 Uji Kuantitatif Tanin pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Ditimbang ± 2 gram serbuk daun belimbing wuluh (Averrhoa

bilimbi L.)

Ditambah 50 mL aquadest

Dipanaskan dalam tangas air selama 30 menit

Didiamkan selama beberapa menit, diendapkan, lalu dituangkan melalui


segumpal kapas atau kertas saring ke dalam labu ukur 250,0 ml

Dinginkan cairan, ditambahkan aquadest hingga 250,0 ml.


Disari sisanya dengan aquadest mendidih selama 5 menit, disaring
larutan ke dalam labu ukur yang sama (250,0 ml)

Diulangi penyarian, hingga larutan bila direaksikan FeCl33 tidak


menunjukkan adanya tanin (terbentuk warna biru hitam)

Dinginkan cairan, ditambahkan aquadest hingga 250,0 ml.

Dipipet 25,0 ml larutan ke dalam erlenmeyer 1000 ml. Ditambahkan 750


ml aquadest dan 25,0 ml asam indigo sulfonat LP.

Anda mungkin juga menyukai