BAB I
PENDAHULUAN
Tumbuhan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) telah dimanfaatkan masyarakat sebagai
tanaman obat tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit antara lain pegal linu,
gondongan, rematik, sariawan, jerawat, panu, darah tinggi, dan sakit gigi. Kulit batang belimbing
wuluh juga diketahui memiliki aktivitas antimikrobia, baik terhadap bakteri Gram Positif, bakteri
Gram Negatif, maupun terhadap fungi (Siddique et. al., 2013). Sementara buah dan bunga
belimbing wuluh juga telah banyak digunakan masyarakat sebagai obat batuk (Ardananurdin et.
al., 2004).
Berbagai macam khasiat yang dimiliki daun belimbing wuluh tersebut disebabkan karena
tumbuhan ini memiliki banyak sekali kandungan senyawa antara lain flavonoid, saponin,
Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui mempunyai beberapa
khasiat diantaranya yaitu sebagai astringent, anti diare, antibakteri dan antioksidan (Desmiaty et
al., 2008). Secara kualitatif pengujian fitokimia senyawa tanin terhadap esktrak aseton-air (7:3)
daun belimbing wuluh dengan reagen FeCl3, gelatin dan campuran formalin : HCl menunjukan
adanya golongan senyawa tannin. Ekstrak tannin pada daun belimbing wuluh mempunyai
2009).
Pengambilan tanin dari suatu senyawa dapat dilakukan dengan cara ekstraksi. Salah satu
faktor yang berpengaruh pada proses ekstraksi adalah jenis pelarut. Menurut Artati dan Fadilah
2
(2007), tanin merupakan golongan senyawa polifenol yang sifatnya polar, dapat larut dalam
gliserol, alkohol dan hidroalkoholik, air dan aseton. Tanin tidak larut dalam kloroform,
petroleum eter dan benzene. Menurut penelitian yang dilakukan Puji Lestari dkk (2014),
ekstraksi tanin dari daun alpukat dengan pelarut etanol 95% selama 180 menit menghasilkan
rendemen sebesar 68,07% dengan kadar tanin sebesar 22,07%. Selain itu dari hasil penelitian
Fachryl Rasyidi (2012), ekstraksi tannin dari daun jambu biji dengan menggunakan pelarut
etanol 96% pada temperature 50oC selama waktu ekstraksi 150 menit, yaitu tanin seberat 1,42
Salah satu parameter standarisasi terhadap simplisia adalah penetapan kadar senyawa marker
yang idealnya adalah merupakan senyawa aktif ataupun senyawa dominan dan khas dalam
simplisia tersebut (Depkes RI, 2000), dimana salah satu senyawa tersebut adalah tannin
(Harbone,1987).
Pada Penelitian Desinta (2015), penetapan kadar tanin pada kulit buah rambutan dapat
dilakukan dengan metode permanganometri. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan kadar tanin
pada kulit buah rambutan sebesar 23,25%. Sedangkan pada penelitian Besty (2015) kandungan
tanin pada daun belimbing wuluh yang diekstraksi menggunakan pelarut air pada suhu 80˚C
selama 20 menit adalah 11,28%. Permanganometri merupakan titrasi oksidasi reduksi yang
dilakukan berdasarkan oleh reaksi kalium permanganat (KMnO4) (Day and Underwood,1998).
Berdasarkan uraian diatas, pada penelitian ini akan dilakukan pengambilan dan penetapan
kadar tanin pada daun belimbing wuluh belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan cara
ekstraksi menggunakan solven etanol. Metode ini diharapkan dapat menunjukkan kandungan
senyawa tanin dalam daun belimbing wuluh belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) sehingga
3
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat tradisional dan meningkatkan pemanfaatan
1. Bagaimana pengaruh variabel konsentrasi solven, suhu dan waktu ekstraksi terhadap
pengambilan tanin pada daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan cara ekstraksi
2. Bagaimana kondisi ekstraksi yang optimum pada pengambilan tanin pada daun belimbing
wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan cara ekstraksi menggunakan solven etanol?
1. Untuk mengetahui pengaruh variabel konsentrasi solven, suhu dan waktu ekstraksi terhadap
pengambilan tanin pada daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan cara ekstraksi
2. Untuk mengetahui kondisi ekstraksi yang optimum pada pengambilan tanin pada daun
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan cara ekstraksi menggunakan solven etanol.
IPTEK
1. Untuk memberikan informasi awal tentang kandungan tanin pada daun belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L.) sehingga selanjutnya dapat dijadikan acuan untuk melakukan
penelitian lebih lanjut tentang pemanfaatan tanin pada daun belumbing wuluh sebagai
antioksidan.
2. Untuk meningkatkan pemanfaatan tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yang
selama ini masih terbatas pada buahnya saja yang biasa digunakan sebagai bahan pangan.
4
1. Untuk memberikan informasi tentang kandungan tanin pada daun belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L.) yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional karena khasiat tanin
yang dapat digunakan sebagai astringent, anti diare, antibakteri dan antioksidan.
2. Dengan adanya informasi tentang kandungan tanin pada daun belimbing wuluh (Averrhoa
bilimbi L.), diharapkan dapat dimanfaatkan masyarakat untuk meningkatkan nilai ekonomis
dari daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan dijadikan sediaan obat tradisional.
1. Pada penelitian ini digunakan daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) segar yang
2. Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sokhletasi dan metode
penetapan kadar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode titrasi
permanganometri.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Belimbing wuluh (A. bilimbi L.) banyak ditanam sebagai pohon buah. Terkadang tumbuh
liar dan ditemukan di dataran rendah sampai 500 m dari permukaan laut. Pohon ini berasal
dari daerah Amerika dan menghendaki tumbuh di tempat yang terkena cahaya matahari
langsung. Pohonnya tergolong kecil, tinggi mencapai 10 m dengan batang tidak begitu
besar, dan mempunyai diameter sekitar 30 cm. Bunga kecil-kecil berbentuk bintang,
warnanya ungu kemerahan. Buahnya berbentuk bulat lonjong persegi, panjang 4,0-6,5 cm,
warnanya hijau kekuningan, bila masak berair banyak dan rasanya masam. Bijinya
berbentuk bulat telur. Daun majemuk menyirip berjumlah ganjil dengan 21-45 pasang anak
daun. Anak daun bertangkai pendek, bentuknya bulat telur sampai jorong, ujung runcing,
pangkal membundar, tepi rata, panjang 2-10 cm, lebar 1-3 cm, warnanya hijau dan
Belimbing wuluh (A. bilimbi L.) termasuk dalam famili Oxalidaceae. Tanaman ini
dikenal dengan nama daerah limeng, selemeng, beliembieng, blimbing buloh, limbi, libi,
tukurela dan malibi. Klasifikasi ilmiah tanaman belimbing wuluh (A. bilimbi L.) adalah
(Dasuki, 1991):
Sub-kelas : Rosidae
Ordo : Geraniales
Genus : Averrhoa
2.2 Kandungan Senyawa Kimia dalam Belimbing Wuluh (A. Bilimbi L.)
riboflavin, niacin, pectin, minyak atsiri, dn asam oksalat baik dalam bentuk kalium oksalat
ataupun dalam bentuk enzim isositratliase (Galvao et al., 2001; Sudarsono et al., 2002).
Pada daunya ditemukan tanin, sulfur, asam format, peroksida, alkaloid, kumarin, pectin,
minyak atsiri, flavonoid dan saponin. Bagian batangnya mengandung saponin, tanin,
glukosid, kalsium oksalat, sulfur, peroksidase dan asam format (Muhlisah, 2001; Sudarsono
et al., 2002).
7
Ekstrak daun belimbing wuluh dilaporkan memiliki efek sebagai antidiuresis (Prasetya,
antihipertensi (Hernanin et al., 2009). Ekstrak buah belimbing wuluh memiliki khasiat
(Ardananurdin, 2010) sedangkan batang belimbing wuluh telah dilaporkan memiliki efek
2.4 Tanin
Tanin merupakan suatu nama deskriptif umum untuk satu grup substansi fenolik
polimer yang mampu menyamak kulit atau mempresipitasi gelatin dari cairan, suatu sifat
yang dikenal sebagai astringensia. Tanin ditemukan hampir di setiap bagian dari tanaman;
kulit kayu, daun, buah, dan akar (Hagerman, 1998). Tanin dibentuk dengan kondensasi
turunan flavan yang ditransportasikan ke jaringan kayu dari tanaman, tanin juga dibentuk
dengan polimerisasi unit quinon. Secara menyeluruh senyawa tanin menurun selama proses
pematangan dan pendewasaan. Senyawa tanin selalu mengalami perubahan sesuai dengan
perkembangan tanaman atau buah. Secara umum tanin mencapai kandungan tertinggi pada
waktu masih muda dan menurun setelah tua (Winarno dan Aman, 1981).
8
1. Tanin terhidrolisis
Tanin terhidrolisis adalah tanin yang mengandung ikatan ester yang mudah terhidrolisis
menjadi asam fenolat dan glukosa seperti galotanin terhidrolisis menjadi ester asam galat
dan glukosa, elagitanin terhidrolisis menjadi ester asam heksahidroksidifenat dan glukosa.
Tanin terhidrolisikan jika didihkan dalam asam klorida encer. Tanin terhidrolisis berupa
amorf, higroskopis, berwarna coklat kuning yang larut dalam air (terutama air panas)
membentuk larutan koloid, tanin mudah diperoleh dalam bentuk kristal. Tanin terhidrolisis
larut dalam pelarut organik yang polar, tetapi tidak larut dalam pelarut organik nonpolar
(Robinson, 1995).
2. Tanin terkondensasi
flavolan secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal
(atau galokatekin) yang membentuk senyawa dimer dan oligomer yang lebih tinggi. Ikatan
karbon - karbon menghubungkan satu satuan flavon dengan satuan berikutnya melalui ikatan
4-8 atau 6-8. Kebanyakan flavolan memiliki 2-20 satuan flavon. Nama lain dari tanin
9
terkondensasi adalah proantosianidin karena bila direaksikan dengan asam panas, beberapa
Kebanyakan proantosianidin adalah prosianidin, ini berarti bila direaksikan dengan asam
2.5 Ekstraksi
Bioaktifitas tanaman sangat dipengaruhi oleh kandungan senyawa kimia yang terdapat di
dalamnya. Sedangkan untuk mendapatkan senyawa kimia yang bersifat aktif tersebut
dipengaruhi oleh metode pemisahan meliputi cara ekstraksi dan pelarut yang digunakan.
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik dan memisahkan senyawa yang mempunyai
kelarutan berbeda–beda dalam berbagai pelarut komponen kimia yang terdapat dalam bahan
alam baik dari tumbuhan, hewan, dan biota laut dengan menggunakan pelarut organik
tertentu. Proses ekstraksi ini didasarkan pada kemampuan pelarut organik untuk menembus
dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel secara osmosis yang mengandung zat aktif. Zat
aktif akan larut dalam pelarut organik dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara di
dalam dan di luar sel, mengakibatkan terjadinya difusi pelarut organik yang mengandung zat
aktif keluar sel. Proses ini berlangsung terus menerus sampai terjadi keseimbangan
konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel (Dirjen POM, 2000 danHarborne 1987).
Metode ekstraksi menggunakan pelarut dapat dilakukan secara dingin yaitu maserasi dan
perkolasi, dan secara panas yaitu refluks, soxhlet, digesti, infus, dan dekok (Dirjen POM,
2000).
10
Sokletasi adalah ekstraksi dengan cara serbuk sampel ditempatkan dalam klonsong yang
telah dilapisi kertas saring, pelarut dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan
klonsong melarutkan zat aktif di dalam sampel dan pelarut telah mencapai permukaan kertas
saring, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga
waktu yang singkat serta pelarut yang sedikit. Pemilihan pelarut yang digunakan untuk
proses sokletasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan
senyawa bahan alam dalam pelarut akibat kontak langsung dan waktu yang cukup lama
Adanya beberapa jenis persiapan bahan yang dapat dilakukan sebelum ekstrajsi seperti
penghalusan yang bertujuan memperluas area kontak bahan dengan pelarut dan
pengeringan bahan yang bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam bahan yang akan
diektraksi.
b. Waktu ektraksi.
Semakin lama waktu ekstraksi maka kontak antara zat terlarut dengan pelarut makin
c. Jumlah pelarut.
d. Temperatur.
Temperatur dalam proses ektrasksi sangat berpengaruh terhadap hasil ekstraksi. Beberapa
bahan peka terhadap suhu sehingga akan rusak ketika dipanaskan dengan suhu yang terlalu
tinggi.
11
e. Pelarut.
4. Harganya murah.
5. Mudah didapat.
2.6 Etanol
Etanol merupakan larutan yang jernih, tidak berwarna, volatile dengan bau khas. Dalam
konsentrasi tinggi, akan menyebabkan rasa terbakar saat kontak dengan kulit. Etanol
merupakan kelompok alcohol, dimana molekulnya mengandung gugus hidroksil (-OH) yang
berikatan dengan atom karbon. Etanol dibuat sejak jaman dahulu dengan carafermentasi
gula. Proses ini banyak digunakan di industri dengan bahan mentah berupa gula.
Secara garis besar penggunaan etanol adalah sebagai pelarut organic maupun anorganik,
bahan dasar industri asam cuka, ester, spirtus, asetaldehid, dan bahan baku pembuatan etil
danetil ester (Wiratmaja, 2011). Etanol bersifat semipolar sehingga dapat larut pada larutan
yang bersifat polar dan nonpolar.Etanol merupakan satu-satunya jenis alcohol yang dapat
dikonsumsi. Etanol banyak digunakan sebagai pelarut terutama berbagai bahan kimia yang
ditunjukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya pada parfum, perasa,
2.7 Permanganometri
permanganat, yang merupakan oksidator kuat sebagai titran. Titrasi ini didasarkan atas
titrasi reduksi dan oksidasi atau redoks. Permanganometri juga bisa digunakan untuk
menentukan kadar belerang, nitrit, fosfit, dan sebagainya. Cara titrasi permanganometri ini
digunakan sebagai pengoksida secara meluas lebih dari 100 tahun. Reagensia ini
mudah diperoleh, murah dan tidak memerlukan indikator kecuali bila digunakan
larutan yang sangat encer. Permanganat bereaksi secara beraneka, karena mangan dapat
memiliki keadaan oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7 (Day, 2001).
mempercepat reaksi. Pada awal reaksi titrasi, warna merah mantap untuk beberapa saat yang
13
menandakan reaksi berlangsung lambat. Pada pembuatan titran selanjutnya, warna merah
hilang makin cepat karena ion mangan (II) yang terjadi berfungsi sebagai katalis untuk
mempercepat reaksi Selanjutnya titran dapat ditambahkan lebih cepat sampai titik
akhir titrasi tercapai yaitu sampai pada tetesan dimana warna merah menjadi warna
Dalam reaksi ini, ion MnO4-bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4- akan berubah
menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam. Teknik titrasi ini biasa digunakan untuk
menentukan kadar oksalat atau besi dalam suatu sample. Kalium permanganat adalah
oksidator yang paling baik untuk menentukan kadar besi yang terdapat dalam sampel
Kenaikan konsentrasi ion hidrogen akan menggeser reaksi kekanan. Reaksi dalam
suasana Alkalis :
MnO4-+ 3e MnO42-
Reaksi ini lambat dalam larutan asam, tetapi sangat cepat dalam larutan netral.
Karena alasan ini larutan kalium permanganat jarang dibuat dengan melarutkan jumah-
jumlah yang ditimbang dari zat padatnya yang sangat dimurnikan misalnya proanalisis
dalam air, lebih lazim adalah untukmemanaskan suatu larutan yang baru saja dibuat
sampai mendidih dan mendiamkannya diatas penangas uap selama satu /dua jam lalu
menyaring larutan itu dalam suatu penyaring yang tak mereduksi seperti wol kaca yang telah
14
dimurnikan atau melalui krus saring dari kaca maser. Permanganat bereaksi secara
cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan pereaksi ini, namun beberapa pereaksi
membutuhkan pemanasan.
Prinsip titrasi permanganometri adalah reaksi oksidasi reduksi pada suasana asam yang
melibatkan elektron dengan jumlah tertentu, dibutuhkan suasana asam (H2SO4) untuk
mencapai tingkat oksidasi dari KMnO4 yang paling tinggi dan bilangan oksidasi +7
menjadi +2. Pada proses titrasi tidak dibutuhkan indikator lain. Karena KMnO 4 sudah
mampu memberikan perubahan warna saat titik akhir titrasi yang ditandai dengan
terbentuknya warna merah muda. Sifat dari KMnO4 ini dikenal sebagai autoindikator.
15
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metologi
Eksperimental Design
memperoleh data-data kongkret untuk membuktikan suatu hipotesa. Pada eksperimental design
setiap variable yang diuji ditentukan pada beberapa harga, lazimnya dipakai dua harga untuk
setiap variable bebas, kemudian beberapa variable bebas tadi dikombinasikan pada kemungkinan
yang ada. Dari hasil kombinasi tadi akan diperoleh data yang diperlukan untuk penarikan
Eksperimental design adalah salah satu cara yang sering digunakan dibandingkan dengan
1. Perancangan ini hanya memerlukan sedikit run untuk setiap variable sehingga menghemat
2. Meskipun tidak menyangkut range yang luas, namun dapat menunjukkan kecenderungan
Eksperimental design mempunyai beberapa cara, salah satunya adalah yang disebut metode
factorial design dua level yaitu level tinggi dan level rendah. Cara seperti inilah yang dipakai
Hasil pengamatan dari eksperimental design awal digunakan untuk membuat rancangan baru
untuk menentukan variable yang paling berpengaruh. Penentuan suatu variable utama dilakukan
secara bertahap dengan factorial design dimana pada setiap rancangan beberapa variable tertentu
yaitu yang berpengaruh kecil pada hasil produk dihilangkan hingga didapat suatu variable akhir
yang paling berpengaruh, karena pada setiap rancangan baru disusun harga-harga variable baru
untuk meningkatkan hasi, maka akhir percobaan akan didapat hasil atau kondisi optimum untuk
Pada suatu bagian treatment yang memiliki kombinasi dari n factor yang masing-masing
dapat ditulis sebagai2n factorial. Pemilihan dua level yang masing-masing factor digunakan
Dalam memilih 2n factorial maksudnya adalah n = 3 faktor yang memiliki level jadi 23 = 8
pengamatan. Yang dimaksuddua level adalah bahwa untuk tiap variable digunakan dua nilai, satu
memiliki harga rendah dan satu lagi memiliki harga tinggi yang diberi symbol (-) dan (+).
Dari ketiga variable di atas kemudian dibuat variasi. Setiap variasi diamati
hasilnya.Untuk mencari factor yang paling berpengaruh dari ketiga variable tadi dengan cara
17
menghitung harga I dengan metode factorial design dari setiap kombinasi main efek dan
AnalisaVarian :
Rata-rata = I12 = 1/4(a1- a2- a3+ a4+ a5- a6- a7+ a8)
Efek ϴ = I13 = 1/4(a1- a2+ a3- a4- a5+ a6- a7+ a8)
18
Efek T = I23 = 1/4(a1+ a2- a3- a4- a5- a6+ a7+ a8)
Efek t = I123= 1/4(-a1+ a2- a3- a4+ a5- a6- a7+ a8)
3. Perhitungan Konversi
N − Harga Tengah
Xn =
Interval/2
N = Variabel
Dari perhitungan efek utama dan efek interaksi di atas, variabel yang paling
5. Interpolasi Data
Dari analisa varian (persamaan y = f (x)) dapat dilihat kecenderungan setiap variabel.
sebesar l1
Untuk variable 2 dan 3 dapat dilakukan dengan cara yang sama seperti diatas.
19
6. Metode Optimasi
Setelah didapat salah satu faktor yang paling berpengaruh, selanjutnya diuji pada
harga berapa dari factor tersebut yang memberikan respon paling maksimal. Harga-
harga faktor tersebut dipilih maksimal 5 harga atau titik yang berbeda agar representatif.
Dari hasil pengamatans ampai diperoleh data, maka data tersebut diplotkan dalam
grafik dan dicari persamaan grafiknya dengan pendekatan regresi. Dan dari 5 harga yang
telah ditentukan maka akan ditentukan harga yang optimum baik secara taktis maupun
teoritis.
1. Variabel Berubah
(-) (+)
2. Variabel Tetap
3.3.1 Alat
3
4 Keterangan gambar:
1. Statif
2. Erlenmeyer
3. Buret
4. Klem statif
2
Keterangan gambar:
1. Kondensor
2. Ekstraktor
4. Shifon tube
6. Hot plate
3.3.2 Bahan
Sampel serbuk simplisia daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yang diambil dari
desa Sembungharjo, Semarang; aquadest, larutan KMnO4 0,1 N; asam indigo sulfonat LP;
larutan FeCl3; ammonia; kalium besi (III) sianida; asam klorida; Pb asetat 10%; KBr; larutan
4. Dihaluskan menggunakan blender dan diayak dengan ukuran serbuk 50-80 mesh.
1. Ditimbang masing-masing ±10 gram serbuk daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi
L.), kemudian dibungkus (dilapisi) dengan kertas saring.
2. Sampel selanjutnya dimasukan dalam ekstraktor.
3. Sampel diektraksi menggunakan pelarut etanol 70% dan 96% masing-masing 100 mL
selama 60 menit dan 120 menit.
4. Hasil ekstrak dipekatkan diatas waterbath.
3.4.3 Uji Kualitatif Tanin pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
Pada ± 2 mL ekstrak yang telah dimasukkan dalam masing–masing tabung reaksi, dilakukan
uji identifikasi adanya tanin sebagai berikut :
1. Ekstrak ditambah FeCl3
Gallotanin dan ellagotanin akan memberikan endapan biru-hitam dan tannin terkondensasi
2. Gelatin test
Ekstrak ditambah larutan gelatin 1% yang mengandung NaCl, jika timbul endapan berarti
mengandung tanin.
Ekstrak yang mengandung tanin akan bereaksi positif, memberikan warna coklat tua. Tes
Ekstrak daun belimbing wuluh ditambahkan larutan ammonia kemudian dipijar dengan
Pada ± 2 mL ekstrak yang telah dimasukkan dalam masing–masing tabung reaksi, dilakukan
c. Ekstrak ditambah asam asetat 2 ml dan larutan Pb asetat 10% 1ml, terbentuk endapan.
3.4.4 Uji Kuantitatif Tanin Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
3. Didiamkan selama beberapa menit, diendapkan, lalu tuangkan melalui segumpal kapas
kertas saring kedalam labu ukur 250,0 mL.
4. Sari sisnya dengan aquades mendidih, saring larutan ke dalam labu ukur yang sama
(250,0 mL). ulangi penyarian beberapa kali, hingga larutan bila direaksikan dengan besi
(III) ammonium sulfat atau FeCl3 tidak menunjukan adanya tanin (tidak menunjukan
warna hitam). Didinginkan cairan, tambahkan aquades hingga 250,0 mL.
7. Titrasi dengan KMnO 4 0,1 N hingga larutan berwarna kuning emas (1 ml KMnO4 0,1N
setara dengan 0,004157 g tanin). Volume KMnO4 yang digunakan dicatat.
3.5 Diagram Alir Pengambilan Tanin Pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
Dihaluskan
dengan blender
Diayak dengan
>50-80 mesh
Ayakan 50 – 80
mesh
Ekstraksi
Etanol 70%
T= 50˚C dan 70˚C
Etanol 96%
t= 60 menit dan
120 menit
Hasil
Analisa
Gambar 4. Diagram Alir Pengambilan Tanin Pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbi L.
25
DAFTAR PUSTAKA
Ardananurdin, A., Winarsih, S., & Widayat, M. (2004). Uji efektifitas dekok bunga belimbing
wuluh (Averrhoa bilimbi) sebagai antimikroba terhadap bakteri Salmonella Typhi secara
in vitro. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 20(1), 30-34.
Artati, Enny Kriswiyanti, dan Fadilah. 2007. Pengaruh Kecepatan Putar Pengadukan dan Suhu
Operasi pada Ekstraksi Tanin dari Jambu Mete dengan Pelarut Aseton. EKUILIBRIUM
6(1): 33-38.
Bashori, Y.M. 2008. Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbi L.) pada Tikus Putih Jantan. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Skripsi.
Damayanti, M. 1995. Pengaruh Pemberian Infus Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus). Skripsi.
Fakultas Kedokteran Hewan UGM. Yogyakarta.
Dasuki, U. 1991. Sistematika Tumbuhan Tinggi. Bandung: Pusat Universitas Ilmu Hayati ITB.
DepKes RI. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta: Depkes RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat, Jakarta, 7-12,34-35.
Desmiaty Y. Ratih H, Dewi MA, 2008, Penentuan Jumlah Total Daun Jati Belanda (Guazuma
Ulmifolia Lamk) dan Daun Sumbang Darah ( Excoecaria bicolor Hassk) Secara
Kolorimetri dengan Pereaksi Biru Prusia, Artoocarpus, Vol. 8, 105-109.
Desinta, Tirtawijaya, 2015, Penentuan Jenis Tanin Secara Kualitatif dan Penetapan Kadar
Tanin Dari Kulit Buah Rambutan (Nephelium lappaceum L.) Secara permanganometri,
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.4 No.1, Surabaya.
Djarwis, D. 2004. Teknik Penelitian Kimia Organik Bahan Alam. Universitas Andalas, Sumatera
Utara.
Effendi. 1998. Uji Daya Antiinflamasi Fraksi Petroleum Eter, Etil Asetat, dan Fraksi Air Daun
Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada Tikus Jantan Putih. Yogyakarta: UGM.
Skripsi.
Fachryl,A. Rasyidi, RM. Arief Sastrawan, dan Guntur Svingkoe. 2012. Kondisi Optimal Proses
Ekstraksi Tanin dari Daun Jambu Biji menggunakan Pelarut Etanol. Palembang:
Universitas Sriwijaya.
Faharani, G. B., 2009, Uji Aktifitas Antibakteri Daun Belimbing Wuluh Terhadap Bakteri
Streptococcus Aureus dan Achercia Coli secara Bioautografi, FMIPA UI, Jakarta
26
Faradisa, M. 2008. Uji Efektifitas Antimikroba Senyawa Saponin dari Batang Tanaman
Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Malang: Universitas Islam Negeri Malang.
Skripsi.
Galvao de Lima, V.L.A, de Almedia Melo, E. and Santos Lima, L.D. 2001. Physisochemical
Characteristics of Bilimbi (Averrhoa bilimbi L.). Revista Brasiliera de Fructicultura 23 (2),
pp: 421-424
Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, ITB,
Bandung
Harjadi, W.1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar, Jakarta : Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.
Hartati, S. 1996. Efek Antibakteri Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan
Etanol 95% terhadap Pertumbuhan Bakteri Lactobacillus sp. (in vitro). Yogyakarta: UGM.
Skripsi.
Hayati, E. K., Jannah, A., dan Fasya, A. G., 2009, Aktivitas Antibakteri Komponen Tanin
Ekstrak Daun Blimbing Wuluh (Averrhoa Billimbi L) Sebagai Pengawet Alami, Penelitian
Kompetitif Depag. Malang, UIN, Malang
Hayati E. K., Jannah A., dan Mukhlisoh W., 2010, Pengaruh Ekstrak Tunggal dan Gabungan
Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) Terhadap Efektivitas Antibakteri Secara
In Vitro, Kimia, UIN Malang, Malang
Lestari, P., Susinggih Wijana,dan Widelia Ika Putri. 2012. Ekstraksi Tanin dari Daun Alpukat
(Persea americana Mill.) sebagai Pewarna Alami (Kajian Proporsi Pelarut Dan Waktu
Ekstraksi). Malang: Universitas Brawijaya.
Muhlisah, Fauziah. 2004. Tanaman Obat keluarga (TOGA). Jakarta: Penebar Swadaya. pp: 21-
45.
Nurhayati, E. 1994. Pengaruh Kumur Perasan Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap
Pertumbuhan Streptococcus alfa dari Plak Gigi. Yogyakarta: UGM. Skripsi.
Prasetya, A. A. 2007. Efek Diuresis Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada
Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus). Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Skripsi.
Pushparaj, P., Tan, C.H., Tan, B.K. 2000. Effects of Averrhoa bilimbi Leaf Extracts on Blood
Glucose and Lipid in Stretozotocin-diabetic Rats. Journal of Ethanopharmacology 72 (1-
20: 69-76)
Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, Hal 191-216,
Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung.
27
Siddique, K. I., Uddin, M. N., Islam, S., Parvin, S., & Shahriar, M. (2013). Phytochemical
screenings, thrombolytic activity and antimicrobial properties of the bark extracts of
Averrhoa bilimbi. J App Pharm. Sci., 3 (03), 094-096.
Sudarsono, D. Gunawan, S. Wahyuono, I.A Donatus, Purnomo. 2002. Tumbuhan Obat II : Hasil
Penelitian, Sifat-Sifat, Penggunaan. Cet I. Pusat Studi Obat Tradisional Yogyakarta.
Underwood AL dan Day RA, 2001, Analisa Kuatitatif, Edisi IV, Terjemahan oleh Lis Spyan,
2001, Erlangga, Jakarta, 290-291.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia PustakaUtama.
Wiratmaja. I.G., I Gusti. BWK., dan I Nyoman. SW.2011. Pembuatan Etanol Generasi Kedua
Dengan Memanfaatkan Limbah Rumput Laut Eucheuma Cottonii Sebagai Bahan Baku.
Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Universitas Udayana No.1(5): 20-25.
Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, Hal 191-216,
Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung.
Winarno, F.G dan W.M. Aman, 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya, Jakarta.
28
3.6 Diagram Alir Pengambilan Tanin Pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
Gambar 4. Diagram Alir Pengambilan Tanin Pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbi L.
29
Dihaluskan
dengan blender
Diayak dengan
>50-80 mesh
Ayakan 50 – 80
mesh
Ekstraksi
Etanol 70% T= 50˚C dan
70˚C
Etanol 96%
t= 60 menit dan
120 menit
t
Ampas dibuang
filtrasi
Filtrat
Uap solven
Waterbath
Hasil
Untuk analisa
30
>50-80 mesh
Ampas
Solven dibuang
menguap
Daun
Daunbelimbing
Daun
Daun belimbingwuluh
belimbing
belimbing wuluh
wuluh
wuluh Diayak dengan
Dihaluskan
Hasil Air
Air
Air
Air
Air
Oven Uap Air
cucian
segar
segar
segar
segar cucian
cucian
cucian
cucian
Ayakan 50 – 80
dengan blender
mesh
Oven
Oven
Oven
Oven
Oven Uap
Uap
Uap Air
UapAir
Uap Air
Air
Air
Dihaluskan
Dihaluskan
Dihaluskan
Dihaluskan
dengan
dengan
dengan blender
denganblender
blender
blender
Diayak
Diayak dengan
dengan
>50-80
>50-80 mesh
>50-80 mesh
mesh
Ayakan 50 –– 80
Ayakan 50 80
mesh
mesh
Etanol
Etanol 70%
Etanol 70%
70%
Etanol
Etanol 96%
Etanol 96%
96%
Ampas
Ampas dibuang
Ampas dibuang
dibuang
bilimbi L.)
1
33
Keterangan gambar:
1. Statif
2. Erlenmeyer
3. Buret
4. Klem
3.6.3 Uji Kuantitatif Tanin pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
bilimbi L.)
Ditambah 50 mL aquadest
3.6.4 Uji Kuantitatif Tanin pada Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
bilimbi L.)
Ditambah 50 mL aquadest