I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Memahami langkah – langkah analisa obat di dalam darah
2. Mampu melakukan validasi metode analisis obat di dalam darah
(Khopkar, 1990)
A=a.b.c
A = Log Io/I
3.2. Bahan
1. Parasetamol
2. Asam trikloroasetat ( `TCA ) 20%
3. NaNO2 10%
4. Asam Sulfamat 15 %
5. HCL 6N
6. NaOH 10 %
7. Heparin
8. Aquadest
3.3. Hewan Uji
1. Tikus
2. Plasma
λ maximum
3. Pembuatan kurva baku
Dicampur homogen
Kurva baku
Blanko
5. Pengukuran absorbansi
Tabung sentrifuge
Dicampur baik-baik
Di ad dengan aquadest
Dihitung nilai r
Penimbangan Paracetamol
Kertas + Paracetamol = 0,5718gram
Kertas + sisa = 0,4765gram
Paracetamol = 0,0953 gram = 95,3 mg
95,3 𝑚𝑔 𝑚𝑔 𝜇𝑔
Konsentrasi Paracetamol = = 0,953 ⁄𝑚𝑙 = 953 ⁄𝑚𝑙
100 𝑚𝑙
223,77 µl darah
200 µg/ml 200 µg/ml
V1 . C1 = V2 . C2 V1 . C1 = V2 . C2
𝜇𝑔 𝜇𝑔
V1 . 953 ⁄𝑚𝑙= 250 µL . 52,46µL. 953 ⁄𝑚𝑙 =
𝜇𝑔 250µL.C2
200 ⁄𝑚𝑙
V1 = 52,46 µl induk + C2 = 199,98 µg/ml
197,54 µl darah
300 µg/ml 300 µg/ml
V1 . C1 = V2 . C2 V1 . C1 = V2 . C2
𝜇𝑔 𝜇𝑔
V1 . 953 ⁄𝑚𝑙= 250 µL . 78,70µL. 953 ⁄𝑚𝑙 =
250µL.C2
𝜇𝑔 C2 = 300,00 µg/ml
300 ⁄𝑚𝑙
V1 = 78,70 µl induk +
171,30 µl darah
400 µg/ml 400 µg/ml
V1 . C1 = V2 . C2 V1 . C1 = V2 . C2
𝜇𝑔 𝜇𝑔
V1 . 953 ⁄𝑚𝑙= 250 µL . 104,93µL. 953 ⁄𝑚𝑙 =
𝜇𝑔 250µL.C2
400 ⁄𝑚𝑙
V1 = 104,93 µl induk C2 = 399,99 µg/ml
+ 145,07 µl darah
500 µg/ml 500 µg/ml
V1 . C1 = V2 . C2 V1 . C1 = V2 . C2
𝜇𝑔 𝜇𝑔
V1 . 953 ⁄𝑚𝑙= 250 µL . 131,16µL. 953 ⁄𝑚𝑙 =
𝜇𝑔 250µL.C2
500 ⁄𝑚𝑙
V1 = 131,16 µl induk C2 = 499,98 µg/ml
+ 118,84 µl darah
600 µg/ml 600 µg/ml
V1 . C1 = V2 . C2 V1 . C1 = V2 . C2
𝜇𝑔 𝜇𝑔
V1 . 953 ⁄𝑚𝑙= 250 µL . 157,39µL. 953 ⁄𝑚𝑙 =
𝜇𝑔 250µL.C2
600 ⁄𝑚𝑙
V1 = 157,39 µl induk C2 = 599,97 µg/ml
+ 92,61 µl darah
700 µg/ml 700 µg/ml
V1 . C1 = V2 . C2 V1 . C1 = V2 . C2
𝜇𝑔 𝜇𝑔
V1 . 953 ⁄𝑚𝑙= 250 µL . 183,63µL. 953 ⁄𝑚𝑙 =
𝜇𝑔 250µL.C2
700 ⁄𝑚𝑙
V1 = 183,63µl induk + C2 = 699,99 µg/ml
66,37µl darah
1. Pengukuran Kurva Baku Paracetamol max 435 nm
Konsentrasi
Absorbansi
(µg/ml)
99,98 0,013
300 0,112
499,98 0,206
599,97 0,226
699,99 0,343
0.25
0.2
Absorbansi
0.15
Linear (Absorbansi)
0.1
0.05
0
0 200 400 600 800
Konsentrasi (µg/ml)
ABSORBAN
y = bx + a
A = 0,112
Y = bx + a
0,112 = 5,0690x10−4 x – 0,0430
x = 305,7802 µg/ml
A = 0,206
Y =bx + a
x = 491,2211µg/ml
A = 0,226
Y = bx + a
0,226 = 5,0690x10−4 x – 0,0430
x = 530,6767 µg/ml
A = 0,343
Y = bx + a
0,343 = 5,0690x10−4 x – 0,0430
x = 761,4914 µg/ml
2. Data Penetapan Kadar, Kesalahan Sistemik, dan Kesalahan Acak
Konsentrasi Absorbansi
99,98 0,083
99,98 0,056
99,98 0,075
300 0,0108
300 0,079
300 0,049
499,98 0,149
499,98 0,120
499,98 0,096
µ𝑔
a) 99,98 ⁄𝑚𝑙
0,083 = 5,0690x 10−4x – 0,0430
µ𝑔
X = 248,57 ⁄𝑚𝑙
0,056 = 5,0690x 10−4x – 0,0430
µ𝑔
X = 195,30 ⁄𝑚𝑙
0,075 = 5,0690x 10−4x – 0,0430
µ𝑔
X = 232,79 ⁄𝑚𝑙
µ𝑔
b) 300 ⁄𝑚𝑙
0,018 = 5,0690x 10−4x – 0,0430
µ𝑔
X = 297,89 ⁄𝑚𝑙
0,079 = 5,0690x 10−4x – 0,0430
µ𝑔
X = 240,68 ⁄𝑚𝑙
0,049 = 5,0690x 10−4x – 0,0430
µ𝑔
X = 181,49 ⁄𝑚𝑙
µ𝑔
c) 499 ⁄𝑚𝑙
0,149 = 5,0690x 10−4x – 0,0430
µ𝑔
X = 378,77 ⁄𝑚𝑙
0,120 = 5,0690x 10−4x – 0,0430
µ𝑔
X = 321, 56 ⁄𝑚𝑙
0,096 = 5,0690x 10−4x – 0,0430
µ𝑔
X = 274,21 ⁄𝑚𝑙
0,056 µ𝑔
Rata2= 195,30 ⁄𝑚𝑙
195,30
%P= 99,98 x100%= 195,34 %
0,075 µ𝑔
Rata2= 232, 79 ⁄𝑚𝑙
232,79
%P= 99,98 x100%= 232,84%
µ𝑔 0,108 µ𝑔 80,01 %
300 ⁄𝑚𝑙 Rata2 = 297,89 ⁄𝑚𝑙
297,89
%P= x100%= 99,30%
300
0,079 µ𝑔
Rata2 = 240,68 ⁄𝑚𝑙
240,68
%P= x100%= 80,23%
300
0,049 µ𝑔
Rata2 = 181,49 ⁄𝑚𝑙
181,49
%P= x100%= 60,50 %
300
µ𝑔 0,149 µ𝑔 64,97 %
499,98 ⁄𝑚𝑙 Rata2 = 378,77 ⁄𝑚𝑙
378,77
%P=499,98x100%= 75,76 %
0,120 µ𝑔
Rata2= 321,56 ⁄𝑚𝑙
321,56
%P=499,98x100%= 64,31 %
0,096 µ𝑔
Rata2= 274,21 ⁄𝑚𝑙
274,21
%P=499,98x100%= 54,84 %
0,056 27,36
x100%=12,13 %
225,55
0,075
µ𝑔 0,108 𝑆𝐷
300 ⁄𝑚𝑙 x100%
𝑅𝑎𝑡𝑎2
0,079 58,20
x100%=24,25 %
240,02
0,049
µ𝑔 0,149 𝑆𝐷
499,98 ⁄𝑚𝑙 x100%
𝑅𝑎𝑡𝑎2
0,120 52,36
x100%=16,12 %
321,85
0,096
VI. PEMBAHASAN
Percobaan pertama pada praktikum biofarmasetika adalah optimasi metode
analisa obat yang bertujuan untuk memahami langkah-langkah analisa obat di
dalam darah dan untuk mengetahui kevalidan dari suatu metode yang digunakan
dalam menetapkan kadar suatu obat dalam darah. Validasi adalah konfirmasi
melalui pengujian dan pengadaan bukti yang objektif bahwa persyaratan tertentu
untuk suatu maksud khusus dipenuhi. Tujuan dilakukan validasi terhadap metode
analisa obat adalah agar setiap data yang diperoleh dari pengujian telah
distandarisasi, sehingga dapat langsung digunakan untuk kepentingan
dokumentasi data profil suatu obat.
Parameter farmakokinetik obat diperoleh berdasarkan hasil pengukuran
kadar obat utuh dan atau metabolitnya di dalam cairan hayati (darah, urine, saliva
atau cairan tubuh lainnya). Jika suatu metoda telah dinyatakan valid, maka
parameter-parameter farmakokinetik yang diperoleh dari metode tersebut juga
dapat dipercaya. Suatu metode dapat dikatakan valid apabila memenuhi beberapa
kriteria diantaranya sensitivitas, spesifitas, akurasi, presisi, dan praktis.
Pada percobaan ini, dilakukan analisa obat Paracetamol. Paracetamol adalah
derivat p-aminofenol yang mempunyai sifat analgetik antipiretik. Paracetamol
digunakan untuk menurunkan panas yang disebabkan oleh karena infeksi atau
sebab yang lainnya. Hewan uji yang akan digunakan adalah tikus, dimana tikus ini
diambil sampel darahnya pada bagian vena ekor dengan cara memotong bagian
ujung ekor. Bagian ekor dipilih karena bagian tersebut memiliki banyak pembuluh
darahnya. Sebelum diambil darahnya, bagian ekor dibersihkan dahulu dari
kotoran dan dikerok bulu-bulunya sekitar 1 cm dengan menggunakan scalpel
agar lebih mudah dalam proses pengambilan darah. Proses pengambilan darah
dilakukan dengan menorehkan luka pada vena tepi di bagian ekor. Darah yang
didapat ditampung ke dalam ephendrof yang sudah diberi heparin. Heparin
berfungsi sebagai antikoagulan. Jika sampel darah yang diambil mengalami
koagulasi atau menggumpal maka yang akan keluar adalah serumnya, sedangkan
yang digunakan untuk pemeriksaan adalah plasma darah karena obat akan
berinteraksi dengan protein plasma untuk membentuk suatu kompleks obat-
makromolekul yang sering disebut dengan ikatan obat-protein, dengan kata lain
maka percobaan tidak dapat dilakukan bila darah mengalami penggumpalan.
Preparasi sampel yang dilakukan mulai dari penggunaan alat dan bahan,
seperti pengkalibrasian dan pembuatan reagen berpengaruh juga terhadap validasi
metode analisis ini. Preparasi sampel yang dilakukan adalah:
3. Pembuatan larutan stok Paracetamol
Ditimbang 100,0 mg Paracetamol, dilarutkan dengan aquadest di dalam labu
takar 100,0 ml ad tanda batas. Sehingga diperoleh larutan stok dengan
konsentrasi 1000 ppm. Pembuatan larutan stok dilakukan di labu takar, agar
hasilnya memiliki ketepatan yang tinggi.
4. Pembuatan kurva baku internal
Fungsi utama dari pembuatan kurva baku adalah untuk menggambarkan
hubungan antara konsentrasi dan absorbansi, yang saling berbanding lurus.
Dari kurva baku yang didapat nantinya dapat digunakan untuk perhitungan
penetapan kadar Paracetamol.
Penambahan heparin pada sampel darah yaitu agar darah tidak
menggumpal dan tidak mengganggu pembacaan alat spektrofotometri,
sehingga data yang dihasilkan akan mendekati akurat.
Lalu dibuat pengenceran sesuai dengan konsentrasi yang ditentukan 0,
100, 200, 300, 400, 500, 600, 700 µg/ml.
Ditambahkan 2,0 ml TCA 20% sesuai dengan metode jaffe reaction
yang berfungsi sebagai pengendap protein dalam sampel darah
(precipitating agent) (Human Diagnostik.Creatinin; ST.Reagensia.
Creatinin).
Fungsi pem-vortexan yaitu menghomogenkan reagen antara sampel
darah dengan TCA 20%.
3. Pemrosesan sampel darah in vivo (sebagai blanko)
Dalam hal ini dilakukan penambahan HCL berfungsi untuk membentuk
suasana asam, sedangkan fungsi penambahan NaNO2 adalah untuk
pembentukan reaksi diazotasi. Selain itu, paracetamol pada suasana asam
akan mengalami hidrolisis membentuk amina primer yaitu para-aminofenol.
Reaksi diazotasi sifatnya tidak stabil, sehingga perlu pengaturan suhu yaitu
mengkondisikan sampel pada suhu 15C. Pengaturan suhu ini juga
berfungsi untuk mencegah degradasi senyawa fenol dan gas nitrogen yang
terjadi akibat reaksi diazotasi (Higuchi,1968). Penambahan asam sulfamat
berfungsi untuk menghilangkan gas N2 secara perlahan dengan diberikan
getaran ultrasonik pada larutan. Gas N2 hilang ditandai dengan
berkurangnya gelembung gas yang terbentuk. Apabila gas N2 ini tidak
hilang, maka akan mengganggu pengukuran absorbsi. Kemudian ditambah
NaOH bertujuan untuk memperpanjang gugus kromofor sehingga warna
yang terbentuk semakin jelas dan dapat terbaca absorbansinya dengan valid.
Berikut ini adalah reaksi diazonium yang terjadi pada paracetamol:
4. Pencarian panjang gelombang maksimum
Pada proses metode analisis obat ini tidak dilakukan operating time karena
tidak ada reaksi warna dari pelarut yang digunakan. Oleh karena itu,
langsung dilakukan screening pada panjang gelombang yang memberikan
serapan secara maksimal terhadap setiap perubahan pada konsenrasi larutan
yang dianalisa. Larutan stok yang digunakan untuk mencari panjang
gelombang maximal adalah 0, 100, 300 dan 500 µg/ml. Dari hasil
praktikum, diperoleh λ max 435 nm.
Diperlukan penentuan panjang gelombang maksimal dengan tujuan antara
lain :
1) Pada panjang gelombang yang maximal kepekaannya juga akan
maksimal sehingga diperoleh nilai absorbansi yang maximal pula.
2) Disekitar panjang gelombang maksimal bentuk kurva serapan datar
dan pada kondisi tersebut akan memenuhi hukum lambert-beer.
3) Jika dilakukan pengukuran ulang, maka kesalahan yang disebabkan
oleh pengukuran ulang panjang gelombang akan kecil.
5. Mencari harga Recovery, Kesalahan Acak (KA) dan Kesalahan Sistematik
(KS)
Harga perolehan kembali atau recovery dilakukan untuk mengetahui
kemampuan metode dalam memberikan pengukuran nilai rata-rata yang
sangat dekat dengan nilai sesungguhnya, dengan cara membandingkan
antara kadar terukur dengan kadar sesungguhnya dalam persentase. Dari
hasil praktikum didapatkan hasil recovery dengan konsentrasi 99,98
(µg/ml); 300 (µg/ml); 499,98 (µg/ml) berturut-turut adalah 225,60(µg/ml);
80,01 (µg/ml); 64,97 (µg/ml) Persyaratan untuk nilai perolehan kembali
adalah 75-90 % atau lebih, jadi perolehan kembali dari hasil praktikum kami
ada satu konsentrasi yang tidak memenuhi persyaratan.
Kesalahan sistematik merupakan tolak ukur inakurasi penetapan kadar. Dari
hasil praktikum didapatkan hasil KS dengan konsentrasi diatas diperoleh
hasil sebagai berikut 125,06% ; 19,99% dan 35,03%. Sedangkan kesalahan
acak merupakan tolak ukur impresisi suatu analisis dan dapat bersifat positif
atau negatif. Dari hasil praktikum didapatkan hasil KA dengan konsentrasi
diatas berturut turut adalah 12,13% ; 24,25% ; 16,12%. Persyaratan untuk
nilai kesalahan acak dan sistematik adalah <10% Dari tiga konsentrasi
persen nilai kesalahan acak tidak memenuhi persyaratan, sedangkan untuk
persen nilai kesalahan sistemik tidak memenuhi persyaratan. (Persyaratan
<10%).
VII. KESIMPULAN
a. Langkah-langkah dalam optimasi analisis obat meliputi penetapan OT,
penetapan panjang gelombang maksimal, pembuatan kurva baku, dan
perhitungan nilai recovery, kesalahan acak dan kesalahan sistemik.
b. Panjang gelombang maksimal untuk dan Paracetamol 435 nm.
c. Dapat disimpulkan bahwa nilai recovery Paracetamol pada konsentrasi
225,60(µg/ml); 80,01 (µg/ml); 64,97 (µg/ml) ada yang tidak memenuhi
persyaratan, karena konsentrasi 64,97 (µg/ml) <75-90 (µg/ml)
d. Nilai KA Paracetamol pada semua konsentrasi tidak memasuki persyaratan
karena >10%.
e. Nilai KS pada Paracetamol tidak memasuki persyaratan karena >10%.
DAFTAR PUSTAKA
Dollery, Sir Collin. 1992. Therapeutic Drug. New York: Churchill Livingstone