Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kekayaan alam hutan tropis Indonesia menyimpan beribu-ribu tumbuhan yang berkhasiat obat.
Tanaman berkhasiat obat telah dimanfaatkan manusia sejak zaman dahulu untuk mengobati
penyakit. Tanaman-tanaman obat ditelaah secara ilmiah dan terbukti bermanfaat bagi kesehatan,
murah, mudah didapat dan memiliki efek samping jauh lebih rendah tingkat bahayanya jika
dibandingkan dengan obat-obatan kimia (Muchlisah, 2001). Salah satu contoh tanaman berkhasiat
obat adalah Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) mempunyai berbagai khasiat, salah satunya
adalah sebagai antimalaria. Andrographis paniculata Nees. atau yang biasa dikenal dengan nama
daerah sambiloto merupakan tanaman obat yang secara empiris digunakan sebagai antimalaria.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa ekstrak tanaman ini mempunyai aktivitas antimalaria
dengan cara menghambat pertumbuhan Plasmodium falciparum in vitro (Suyanto, 1995;
Widyawaruyanti, dkk, 1995; Rahman et al.., 1999). Uji in vivo dari ekstrak sambiloto terhadap
Plasmodium berghei pada mencit juga menunjukkan aktivitas`antimalaria (Rahman et al.., 1999).
Sedangkan pada penelitian yang terbaru dilaporkan bahwa isolat andrografolida menghambat 50%
pertumbuhan Plasmodium berghei (ED50) secara in vivo sebesar 3,6000 mg/kg BB
(Widyawaruyanti dkk, 2003). Namun, masih belum ada penelitian lebih lanjut mengenai dosis
efektif untuk ekstrak sambiloto terstandar (parameter kadar andrografolida) sebagai antimalaria.
Penggunaan daun sambiloto umumnya digunakan dengan cara direbus atau diseduh. Cara ini
kurang efektif dan efisien apalagi daun sambiloto memiliki rasa pahit sehingga mengakibatkan tidak
jarang dari masyarakat sulit untuk mengkonsumsi sambiloto secara langsung sehingga perlu
difomulasikan dalam suatu sediaan yang dapat menutupi rasa pahit dari sambiloto. sehingga perlu
pengembangan ke bentuk modern agar lebih praktis, seperti salah satunya tablet hisap.
Tablet hisap adalah sediaan padat yang mengandung satu atau lebih zat aktif, umumnya dengan
bahan dasar beraroma dan manis, yang dapat membuat tablet melarut atau hancur perlahan lahan
dalam mulut (FI, 1995). Tablet hisap biasanya mengandung satu atau lebih kombinasi kategori
berikut, yaitu antiseptik, anastesi lokal, antibiotik, antihistamin, antitusif, analgesik atau
dekongestan (Siregar dan Wikarsa, 2010). Keuntungan tablet hisap menurut Banker & Anderson
(1994) adalah memiliki rasa manis yang menyenangkan, mudah dalam penggunaan, kepastian dosis,
dan tidak diperlukannya air minum untuk menggunakannya. Tablet hisap memiliki keuntungan lain
yaitu cocok digunakan untuk orang orang yang sukar menelan tablet konvensional.
Berdasar paparan di atas inilah yang menjadi latar belakang kami untuk membuat suatu sediaan
obat yang berasal dari tanaman menjadi formula yang lebih modern yaitu menjadi tablet hisap.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam pembuatan produk ini
adalah “bagaimana formulasi sediaan tablet hisap ekstrak Andrographolid sebagai
antimalaria ?

1.3 Batasan Masalah


1. Simplisia sambiloto Ds Wonokaton, Kec Nguling, Kab Pasuruan
2. Pengujian ekstraksi sambiloto (Andrographolid) untuk pengobatan antimalaria
3. Sediaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sediaan tablet hisap.

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan pembuatan produk fitofarmaka ini adalah untuk membuat suatu inovasi terbaru
yang memiliki banyak manfaat khususnya dalam bidang farmasi yaitu untuk membuat
formulasi tablet hisap berbahan dasar ekstrak Andrographolid sebagai antimalaria.

1.5 Manfaat Penelitian


1. Sebagai sumber informasi kandungan zat aktif dalam tanaman sambiloto.
2. Menambah pengetahuan tentang khasiat antimalaria dari tanaman sambiloto.
3. Pada penelitian ini dapat dijadikan landasan untuk penelitian lebih lanjut pada
penggunaan khasiat yang lain.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Andrographis paniculata L.Ness
Sambiloto (Andrographis paniculata L. Ness) merupakan salah satu tanaman obat
yang menjadi prioritas utama untuk dikembangkan di Indonesia dan dinyatakan sebagai
bahan obat fitofarmaka yang aman (Nugroho et al. 2000).
komponen utama tersebut terdapat juga senyawa lain yaitu saponin, flavonoid, alkaloid
dan tanin. Kandungan kimia lain yang terdapat pada daun dan batang adalah lakton,
panikulin, kalmegin dan hablur kuning yang memiliki rasa pahit (Yusron dan Januwati
2004).
Secara klinis andrographolide terbukti aktivitasnya dapat berpengaruh pada
hepatoprotective, cardiovascular, hypoglycemic, psycho-phaemacological, anti-fertilitas,
antibakteri, immunostimulan, antipiretik, antidiarrhoeal, anti-inflammatory, antimalaria,
antivenom, antihepatotoxic.

Gambar 1. Molekul senyawa dari sambiloto (a) Andrographolide, (b) Dehydroandrographolide


(Yang et al.2012)

Bentuk Kristal andrografolida adalah prisma rombik atau kepingan. Bobot molekul
andrografolida 350,46. Titik leleh andrografolida adalah 218-221 oC. rotasi jenis -92,2o,
panjang gelombang maksimal 223 nm. Andrografolida sedikit larut dalam air, larut dalam
aseton, metanol, kloroform, eter (Merck and Co., Inc.,1989). Andrografolid merupakan kristal
tidak berwarna, larut dalam metanol, etanol, aseton, piridin, etil asetat, kloroform, dan asam
asetat, namun sedikit larut dalam air dan tidak larut dalam dietil eter (Qiang, 2007)
2.1.2 Morfologi Sambiloto
Tumbuhan sambiloto dapat tumbuh liar di tempat terbuka, seperti kebun kopi, tepi
sungai, tanah kosong yang agak lembab, atau di pekarangan. Merupakan daun yang berasa
pahit dan dingin. Tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 700 meter di atas permukaan
laut. Tumbuhan sambiloto merupakan tumbuhan semusim, dengan tinggi 50-90 cm.
Tumbuhan sambiloto memiliki batang yang disertai dengan banyak cabang berbentuk
segi empat. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan bersilang, bentuk lanset,
pangkal runcing, ujung meruncing, tepi rata, permukaan atas daun berwarna hijau tua, bagian
bawah daun berwarna hijau muda, panjang 2-8 cm, lebar 1-3 cm. Bunga tumbuh dari ujung
batang atau ketiak daun, berbentuk tabung, kecil-kecil, warnanya putih bernoda ungu. Memiliki
buah kapsul berbentuk jorong, panjang sekitar 1,5 cm, lebar 0,5 cm, pangkal dan ujung tajam,
bila masak akan pecah membujur menjadi 4 keping. Biji gepeng, kecil-kecil, warnanya cokelat
muda. Tumbuhan ini dapat dikembang biakkan dengan biji atau stek batang (Yuniarti, 2008).

2.1.3 Klasifikasi Sambiloto


Dalam sistematika (taksonomi), tumbuhan sambiloto dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Solanales
Famili : Acanthaceae
Genus : Andrographis
Spesies : Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness
Nama umum tumbuhan adalah sambiloto. Tumbuhan ini dikenal masyarakat Indonesia
dengan nama daerah yaitu: ki oray, ki peura, takilo (Sunda), bidara, sadilata, sambilata, takila
(Jawa), pepaian (Sumatera) (Yuniarti, 2008). Untuk memperbanyak tumbuhan ini dilakukan
dengan menyemai biji yang sudah tua. Daun sambiloto tumbuh tunggal dan memanjang,
tersusun bersilang dan berhadapan di batang. Ujung daunnya runcing berwaran hijau agak
mengkilap, tinggi tanaman 40-90 cm. Batang tumbuhan ini berbentuk persegi empat dan
rasanya pahit. Bunga tumbuhan ini berukuran kecil berwarna putih keunguan. Buahnya
memanjang dengan pangkal dan ujung buah yang tajam (Nazaruddin, 2009).
2.1.4 Manfaat Sambiloto
Daun tumbuhan sambiloto bermanfaat untuk menurunkan demam tinggi dan malaria.
Selain itu, daun tumbuhan sambiloto berkhasiat untuk mengatasi: - Hepatitis, infeksi saluran
empedu - Disentri basiler, tifoid, diare, influenza, radang amandel (tonsilitis), - Abses paru,
radang paru (pneumonia), radang saluran napas - (Bronkitis), radang ginjal akut (pielonefritis
akut), radang telinga - Kencing nanah (gonore), kencing manis (diabetes melitus) - Tumor
trofoblas (trofoblas ganas), serta tumor paru - Kanker: penyakit trofoblas seperti kehamilan
anggur (mola hidatidosa) - Batuk rejan (pertusis), sesak napas (asma) - Darah tinggi
(hipertensi) (Yuniarti, 2008).
Tumbuhan sambiloto berkhasiat sebagai obat amandel, obat asam urat, obat batuk
rejan, obat diabetes melitus, obat hipertensi, hepatitis, stroke, TBC, menguatkan daya tahan
tubuh terhadap serangan flu babi dan flu burung (Nazaruddin, 2009).
Selain itu, Wijayakusuma, et al. (1994) mengatakan bahwa daun tumbuhan sambiloto
dapat merusak sel trophocyt dan trophoblast, berperan pada kondensasi sitoplasma dari sel
tumor, pyknosis dan menghancurkan inti sel. Dalimartha (1996) mengatakan bahwa daun
tumbuhan sambiloto juga berkhasiat sebagai obat luar untuk gatal-gatal dan untuk penawar bisa
ular atau gigitan serangga lainnya. Dan menurut Sastrapradja et al. (1978) rebusan tanaman ini
mempunyai sifat bakteriostatik dan meningkatkan daya phagositosis sel darah putih.

2.1.5 Kandungan Kimia Sambiloto


Daun tumbuhan sambiloto yang memiliki sifat kimiawi berasa pahit, dingin, memiliki
kandungan kimia sebagai berikut: daun dan percabangannya mengandung laktone yang terdiri
dari deoksiandrografolid, andrografolid (zat pahit), neoandrografolid, 14-deoksi-11-12-
didehidroandrografolid dan homoandrografolid. Terdapat juga flavonoid, alkane, keton,
aldehid, mineral (kalium, akarnya mengandung flavotioid, dimana hasil isolasi terbanyaknya
adalah polimetoksiflavon, andrografin, pan ikulin, mono-0-metilwithin dan apigenin-7,4-
dimetileter (Yuniarti, 2008).
Daun dan batang tumbuhan ini rasanya sangat pahit karena mengandung senyawa yang
disebut andrographolid yang merupakan senyawa keton diterpena. Kadarnya dalam daun antara
2,5 – 4,8 % dari berat kering. Senyawa ini diduga merupakan salah satu zat aktif dari daun
sambiloto yang juga banyak mengandung unsur-unsur mineral seperti kalium, natrium dan
asam kersik (Wijayakusuma, et al., 1994).
2.1.7 Pengertian Ekstrak
Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diperoleh
dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat menggunakan pelarut yang
cocok, uapkan semua atau hampir semua dari pelarutnya dan sisa endapan atau serbuk diatur
untuk ditetapkan standarnya (Ansel, 1995).

2.1.8 Metode Pembuatan Ekstrak


a. Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel
atau masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif tersebut akan larut
karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar
sel. Larutan yang lebih pekat (di dalam sel) didesak keluar sel, masuk ke dalam larutan di luar
sel. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di
luar sel dan di dalam sel. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan
dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan (Anonim, 1986).
Maserasi ganda yaitu jika simplisia dimaserasikan dua kali dengan bahan pelarut yang
sama artinya bahan simplisia mula-mula hanya dengan setengah bagiannya kemudian dengan
sisanya, diekstraksi dengan sedikit bagian bahan pelarut dan akhirnya dengan seluruh jumlah
sisanya (Voigt, 1984).
b. Perkolasi
Prinsip perkolasi adalah serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang
bagian bawah diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk
tersebut, kemudian melarutkan zat aktif dari sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan
jenuh (Anonim, 1986).
c. Soxhletasi
Soxhletasi merupakan metode dengan prinsip perendaman bahan yang diekstraksi
melalui pengaliran ulang cairan perkolat secara kontinu, sehingga bahan yang diekstraksi tetap
terendam dalam cairan (Voigt, 1984).
2.1.9 Cairan Penyari
Kriteria cairan penyari yang baik antara lain murah, mudah didapat, stabil secara kimia
dan fisika, bereaksi netral, tidak mudah menguap, tidak mudah terbakar, selektif yaitu hanya
menarik zat berkhasiat yang dikehendaki dan tidak mempengaruhi zat berkhasiat (Anonim,
1986). Cairan penyari yang dapat digunakan adalah air, etanol, etanol – air atau eter (Anonim,
1979).

2.2.1 Tablet
Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung
pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau
lebih dengan atau tanpa zat tambahan (Anonim, 1979).
Untuk mendapatkan tablet dengan kualitas yang baik, ada beberapa kriteria yang harus
dipenuhi, antara lain:
(1) mempunyai kekerasan yang cukup dan tidak rapuh, sehingga kondisinya baik selama
fabrikasi, pengemasan, pengangkutan sampai pada konsumen.
(2) dapat melepaskan obatnya.
(3) memenuhi persyaratan keseragaman bobot tablet dan kandungan obatnya (Sheth et al.,
1980).
Pada dasarnya bahan pembantu tablet harus bersifat netral, tidak berbau, tidak berasa
dan sedapat mungkin tidak berwarna (Voigt, 1984). Bentuk sediaan tablet mempunyai
keuntungan antara lain:
(1) merupakan bentuk sediaan yang utuh dan mempunyai ketepatan ukuran serta variabilitas
kandungan yang paling rendah daripada bentuk yang lain.
(2) merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan kompak.
(3) merupakan bentuk sediaan yang mudah dan murah dalam pembuatan, pengemasan dan
pengiriman.
(4) merupakan sediaan oral yang paling mudah pemakaiannya (Banker and Anderson, 1986).

2.2.2. Bahan Tambahan Dalam Pembuatan Tablet


a. Bahan Pengisi (Diluent)
Bahan pengisi ditambahkan untuk menjamin tablet memiliki ukuran atau massa yang
dibutuhkan (Voigt, 1984). Bahan pengisi ditambahkan jika jumlah zat aktif sedikit atau sulit
dikempa sehingga sifat tablet secara keseluruhan ditentukan oleh bahan pengisi yang besar
jumlahnya (Anonim, 1995). Bahan pengisi yang biasa digunakan antara lain sukrosa, laktosa,
amilum, kaolin, kalsium karbonat, dekstrosa, manitol, selulosa, sorbitol dan bahan lain yang
cocok (Banker and Anderson, 1986).
b. Bahan Pengikat (Binder)
Bahan ini untuk memberikan kekompakan, daya tahan tablet dan menjamin penyatuan
beberapa partikel serbuk dalam sebuah butir granulat (Voigt, 1984). Jika bahan pengikat dalam
formulasi terlalu sedikit akan dihasilkan granul yang mudah rapuh. Sebaliknya, terlalu banyak
bahan pengikat akan dihasilkan granul yang keras (Aulton, 1994). Bahan pengikat yang biasa
digunakan antara lain gula, jenis pati, gelatin, turunan selulosa, gom arab dan tragakan (Voigt,
1984).
c. Bahan Pelicin (Lubricant)
Bahan pelicin berfungsi mengurangi gesekan antar sisi tablet dengan dinding ruang
cetakan (die) dan antara dinding die dengan dinding punch sehingga tablet mudah dikeluarkan
dari cetakan (Voigt, 1984). Bahan pelicin yang biasa digunakan adalah talk, magnesium stearat,
asam stearat, kalsium stearat, natrium stearat, licopodium, lemak, parafin cair (Banker and
Anderson, 1986).

2.2.3 Metode Pembuatan Tablet


1). Metode Granulasi Basah
Metode granulasi basah ini merupakan metode yang sering digunakan dalam
memproduksi tablet kompresi. Langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan tablet
dengan metode ini dapat dibagi sebagai berikut :
(1) menimbang dan mencampur bahan-bahan.
(2) pembuatan granulasi basah.
(3) pengayakan adonan lembab menjadi pellet atau granul.
(4) pengeringan.
(5) pengayakan kering.
(6) pencampuran bahan pelicin.
(7) pembuatan tablet dengan kompresi (Ansel, 1995).
Keuntungan metode granulasi basah (Sheth et al., 1980) antara lain :
a). Meningkatkan kohesivitas dan kompresibilitas serbuk sehingga diharapkan tablet yang
dibuat dengan mengempa sejumlah granul pada tekanan kompresi tertentu akan menjadi massa
yang kompak, mempunyai penampilan bagus, cukup keras dan tidak rapuh.
b). Serbuk yang memiliki sifat alir yang jelek dapat dibuat dengan menggunakan metode
granulasi basah bisa memperbaiki sifat alir dan kohesi untuk pencetakan tablet.
c). Zat aktif yang kompaktibilitasnya rendah dalam dosis yang tinggi harus dibuat dengan
metode granulasi basah karena jika digunakan metode cetak langsung memerlukan banyak
eksipien sehingga berat tablet terlalu besar.
d). Sistem granulasi basah dapat mencegah segregasi komponen penyusun tablet yang telah
homogen sebelum proses pencampuran.
2). Metode Granulasi Kering
Metode granulasi kering dilakukan dengan cara menekan massa serbuk pada tekanan
tinggi sehingga menjadi tablet besar kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul
dengan ukuran partikel yang diinginkan (Anonim, 1995). Metode ini khususnya untuk bahan-
bahan yang tidak dapat diolah dengan metode granulasi basah karena kepekaannya terhadap
uap air atau karena untuk mengeringkannya diperlukan temperatur yang dinaikkan (Ansel,
1995).
3). Metode Kempa Langsung
Metode ini digunakan untuk bahan yang mempunyai sifat mudah mengalir sebagaimana
sifat-sifat kohesinya yang memungkinkan untuk langsung dikompresi dalam tablet tanpa
memerlukan granulasi basah atau kering (Ansel, 1995).

2.2.4 Masalah Dalam Pembuatan Tablet


Pada pembuatan tablet sering timbul masalah-masalah yang menyebabkan tablet yang
dihasilkan tidak memenuhi persyaratan kualitas, menurut Gunsel and Kanig (1976) masalah-
masalah tersebut antara lain :
1) Capping dan lamination
Capping adalah keadaan yang menggambarkan bagian atas atau bawah tablet terpisah
sebagian atau seluruhnya. Lamination adalah keadaan tablet terbelah menjadi dua lapis atau
lebih. Keadaan ini disebabkan oleh adanya udara yang ikut dikempa.
2) Picking dan sticking
Picking adalah keadaan yang menggambarkan sebagian permukaan tablet menempel
pada permukaan punch. Sticking adalah adanya granul yang melekat pada die atau permukaan
punch.
3) Mottling
Mottling adalah terjadinya warna yang tidak merata pada permukaan tablet, disebabkan
perbedaan obat atau hasil uraiannya dengan bahan tambahan, juga karena terjadinya migrasi
obat selama pengeringan atau adanya bahan tambahan berupa larutan berwarna yang tidak
terbagi merata.
2.2.5 Pemeriksaan Sifat Fisik Granul
a. Waktu Alir
Waktu alir merupakan waktu yang diperlukan bila sejumlah granul dituangkan pada
suatu alat kemudian dialirkan. Mudah atau tidaknya aliran granul dipengaruhi oleh bentuk
granul, bobot jenis, keadaan permukaan dan kelembabannya. Kecepatan aliran granul sangat
penting karena berpengaruh pada keseragaman bobot tablet. Apabila 100 gram serbuk
mempunyai waktu alir lebih dari 10 detik, akan mengalami kesulitan pada saat penabletan
(Sheth et al., 1980).
b. Sudut Diam
Sudut diam merupakan sudut maksimal yang mungkin terjadi antara permukaan suatu
tumpukan serbuk dan bidang horizontal. Bila sudut diam lebih kecil dari 30o menunjukkan
bahwa bahan dapat mengalir bebas, bila sudutnya lebih besar atau sama dengan 400 biasanya
mengalirnya kurang baik (Banker and Anderson, 1986).
c. Pengetapan
Pengukuran sifat alir dengan metode pengetapan yaitu dengan penghentakan (tapping)
terhadap sejumlah serbuk dengan menggunakan alat volumenometer (mechanical tapping
device). Pengetapan dilakukan dengan mengamati perubahan volume sebelum pengetapan (Vo)
dan volume setelah pengetapan setelah konstan (Vt). Serbuk memiliki sifat alir baik jika indeks
pemampatannya kurang dari 20 % (Fasshihi and Kanfer, 1986).

2.2.6 Pemeriksaan Kualitas Tablet


a. Keseragaman Bobot Tablet
Ditimbang 20 tablet satu persatu, dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Tidak boleh lebih
dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar
dari harga yang ditetapkan kolom A dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari
bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan kolom B (Anonim, 1979).
b. Kekerasan Tablet
Kekerasan tablet merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam
melawan takanan mekanik seperti guncangan dan terjadinya keretakan tablet selama
pengemasan dan transportasi. Kekerasan tablet biasanya antara 4 – 8 kg, tablet kunyah
mempunyai nilai kekerasan kira-kira 3 kg (Parrott, 1970). Alat yang biasa digunakan adalah
hardness tester (Monsanto Stokes) dan hardness tester (Strong – Cobb) (Banker and Anderson,
1986).
c. Kerapuhan
Kerapuhan dinyatakan sebagai massa seluruh partikel yang dilepaskan dari tablet akibat
adanya beban penguji mekanik. Kerapuhan dinyatakan dalam persen yang mengacu pada
massa tablet awal sebelum pengujian dilakukan (Voigt, 1984). Sifat tablet yang berhubungan
dengan kerapuhan diukur dengan menggunakan friability tester. Nilai kerapuhan lebih besar
dari 1% dianggap kurang baik (Banker and Anderson, 1986).

2.3. Pengertian Tablet Hisap


Tablet hisap adalah bentuk sediaan obat tablet yang diberi penambah rasa untuk dihisap
(dikulum) dan didiamkan (ditahan) di dalam mulut atau faring (Charles, 2010). Tablet hisap
atau yang disebut dengan lozenges merupakan salah satu bentuk sediaan padat yang
mengandung zat tambahan, yang diharapkan untuk lepas secara lambat pada mulut dan
bertujuan untuk pengobatan lokal (Allen, 2002). Tablet hisap mempunyai kekerasan yang lebih
tinggi dari pada tablet biasa, yaitu 7 – 14 kg (Cooper dan Gunn, 1975). Untuk memperoleh
kekerasan itu, maka diperlukan bahan pengikat yang sesuai. Bahan pengikat yang digunakan
pada penelitian ini adalah gelatin. Dalam penelitian ditunjukkan bahwa peningkatan kandungan
gelatin dalam tablet menyebabkan peningkatan kekerasan dan waktu hancur, dan
memperlambat laju disolusi (Charles, 2010).

2.5 Monografi Bahan Tambahan


a. Manitol
Digunakan sebagai bahan pengisi yang berfungsi untuk menambah bobot tablet, selain
sebagai bahan pengisi manitol juga diguanakan sebagai bahan pemanis. Manitol mengandung
tidak kurang dari 96,0% dan tidak lebih dari 101,5% C6H14O6 dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan.
Manitol berupa serbuk hablur atau granul mengalir bebas, tidak berbau dan memiliki
rasa manis. Mudah larut dalam air, larut dalam basa, sukar larut dalam piridina, sangat sukar
larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam eter ( Departemen Kesehatan RI, 1995). Manitol
berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,5 – 0,7 kali tingkat kemanisan sukrosa,
nilai kalori manitol sebesar 1,6 kkal / gram atau 6,69 kj / gram (Wade dan Weller, 1994).
b. Larutan gelatin 15%
Larutan gelatin 15% umumnya digunakan pada produk oral dan parenteral, gelatin
digunakan sebagai gel agent, pensuspensi, bahan pengikat pada tablet dan meningkatkan
kekentalan (viskositas). Gelatin umumnya berupa lembaran, kepingan, potongan atau serbuk
kasar sampai halus, kuning lemah atau coklat terang. Warna gelatin bervariasi tergantung
ukuran partikel. Larutannya berbau lemah seperti kaldu dan jika kering stabil diudara.
Gelatin merupakan protein alam yang lebih konsisten dari pada akasia atau tragakan.
Gelatin pada pembuatan tablet mempunyai konsentrasi tertentu yang berbeda-beda antara lain
2-10% dan pada proses granulasi basah gelatin dibuat solutio, musilago, atau suspensi.
c. Pewarna dan perasa
Dua bahan tambahan ini biasa digunakan untuk memperbaiki sifat fisik dari sediaan
tablet bai dari segi warna maupun rasa sehingga dapat menarik minat konsumen.
d. Aerosil
Aerosil adalah merupakan uap silika submikroskopik dengan ukuran partikel sekitar 15
nm. Berwarna putih terang, tidak berbau, tidak berasa.
Inkompatibilitas : dengan dietil stil bestrol
Penggunaan : absorben anticakeking agent, penstabil emulsi ( emulgator ), glidan.
Suspending agent, disintegran tablet, peningkat viskositas (American Pharmaceutical
Association and The Pharmaceutical Society of Great Britian, 1986)
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Obyek Penelitian


Obyek yang diteliti pada penelitian ini adalah Extrak Andrografolid sebagai obat
antimalaria.

3.2. Sampel dan Teknik sampling


Tanaman yang akan digunakan pada penelitian ini adalah sambiloto. Sampel berupa
simplisia kering, Adapun bagian yang digunakan adalah bagian daun dan batang. Adapun
teknik sampling menggunakan random sampling (sampel ditentukan secara acak).

3.3.Variabel Penelitian
3.3.1 Variabel Bebas
Tanaman sambiloto (Andrographolide)
3.3.2 Variabel Terikat
Tablet hisap dari sambiloto (Andrographolide) sebagai antimalaria
3.4. Teknik Pengumpulan Data
1. Bahan :
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah, etanol 70 %, gelatin (Brataco No.
Batch J0514/13), manitol (Pharm mannidex No. Batch 1670005085543), FDC Red
1%(coloris), essent strawberi (flavour agent), simplisia sambiloto (Andrographis paniculata
Nees).
2. Alat
Alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, alat pencetak tablet Single Punch (STC-
93674, Single Punch Tablet Press), timbangan digital (Denver Instrumen® ), timbangan gram
(Ohaus Triple Beam Balance US.PAT.No.2.729,439), alat ukur kekerasan tablet (Stokes-
Monsanto® ), alat ukur waktu hancur (Pharma Test PT2-E), alat uji granul (fluidity tester® ),
alat ukur kerapuhan tablet (Roche Friabilator® ), tap volumeter (Bulk Density teste® ), jangka
sorong, lemari pengering, timbangan analitik, dan stopwatch.
Alat yang digunakan untuk penyarian adalah seperangkat alat penyari, tangas air, KLT
dengan fase diam silika gel 60 F254.
3.5. Langkah Penelitian
3.5.1 Prosedur Kerja
a. Preparasi sampel
Herba sambiloto yang digunakan dikeringan untuk mengurangi kadar air dalam
tanaman agar reaksi enzimatik dapat dihentikan sehingga tidak mudah rusak.
Pengeringan dilakukan dengan memasukkan herba kedalam oven dengan suhu
40°C untuk mendapatkan kadar air simplisia < 10%. Herba sambiloto yang
sudah kering dihaluskan dengan mesin blender hingga menjadi serbuk. Serbuk
simplisia sambiloto kemudian diayak dengan ayakan 20 mesh.
b. Ekstraksi
Ekstraksi sampel dilakukan dengan metoda maserasi (perendaman). Sebanyak
500 g rimpang kering dimaserasi dengan pelarut etanol 70 % selama 5 hari
sambil sekali-sekali diaduk. Sarinya disaring dan ampasnya dimaserasi kembali
dengan perlakuan yang sama sebanyak 3 kali pengulangan. Maserat
dikumpulkan untuk diuapkan dengan destilasi vacum dan dikentalkan dengan
rotary evaporate hingga diperoleh ekstrak kental dengan berat konstan.
Ekstrak kental ini kemudian di deteksi menggunakan HPLC.

c. Uji deteksi dengan HPLC


Pada uji kualitatif andrografolid dalam ekstrak kasar dengan KLT, sesuai
dengan uji kualitatif yang telah dilakukan oleh DepKes RI (2009) dan Aulia
(2008). Pengujian secara kualitatif dengan KLT dilakukan dengan menyiapkan
larutan uji 10 mg/ml dalam etanol untuk ekstrak. Sedangkan pembanding
androgafolid 0,1 mg/ml dalam etanol. Sebagai fase gerak adalah
kloroform:methanol (9:1) (Depkes, 2009). Fase diam menggunakan plat KLT
silika gel 60 F254. Volume penotolan larutan uji dan pembanding sebanyak 5
μL. Pengamatan noda pada UV254.
d. Uji kuantitatif Andrographolide
Uji kuantitatif andrografolid Tujuan dari uji kuantitatif adalah memberikan data
kadar kandungan kimia tertentu sebagai identitas. Menurut Saifudin et al.
(2011), informasi data kadar kandungan senyawa aktif dapat berkaitan pada
efek farmakologinya.
Dalam hal ini penetapan kadar andrografolid dilakukan dengan metode
densitometri. Tahap yang dilakukan adalah menimbang ekstrak ± 20,0 mg
kemudian dilarutkan dengan 2 ml etanol sehingga diperoleh konsentrasi 10
mg/mL. Buat variasi konsentrasi standar andrografolid yaitu 1 mg/mL; 0,5
mg/mL; 0,25 mg/mL; 0,125 mg/mL. Tujuan dilakukannya variasi konsentrasi
untuk andrografolid standar adalah untuk membuat kurva baku. Kemudian
totolkan pada plat KLT silika gel 60 F254 dan lakukan elusi dengan fase gerak
(kloroform:metanol= 9:1). Volume penotolan untuk larutan uji ekstrak dan
andrografolid standar sebanyak 5μL. Plat yang sudah dielusi dianalisis dengan
KLT densitometer. Dihitung perolehan kembali andrografolid dalam ekstrak.
e. Pembuatan Larutan Gelatin 15%
Pembuatan larutan gelatin 15% yaitu ditimbang 10 g serbuk gelatin
kemudian dibiarkan mengembang dalam 100 mL air selanjutnya larutan
dipanaskan (Siregar, 2010).
f. Pembuatan Granul
Pada penelitian ini digunakan metode granulasi basah. Keuntungan granulasi
basah adalah pada homogenitas campuran dan efisien dalam penggunaan bahan
pengikat. Pertama yang harus dilakukan dalam pembuatan granul adalah
pencampran bahan pengisi manitol dengan ekstrak sambiloto pencampuran
dilakukan secara merata kedalam lumpang, sehingga diperoleh campuran
homogen. Campuran ekstrak dengan manitol kemudian ditambahkan bahan
pengikat hingga terbentuk massa yang kempal. Kemudian diayak dengan ayakan
yang basah dan dikeringkan selama satu malam. Selanjutnya diayak kembali
dengan ayakan kering.
Evaluasi Granul
a) Uji Sudut Diam
Penetapan sudut diam dilakukan dengan menggunakan corong yang
bagian atas berdiameter 12 cm, diameter bawah 1 cm dan tinggi 10 cm.
Granul dimasukkan ke dalam corong, lalu dialirkan melalui ujung corong
dan ditentukan besar sudut diamnya dengan rumus: α= tan-1 2H/D.
Persyaratan : uji dikatakan memenuhi syarat apabila 25⁰ > α < 40⁰
(Voight, 1994).
b) Uji Waktu Alir
Granul dimasukkan ke dalam corong setinggi 2/3 tinggi corong lalu
dialirkan melalui ujung corong dan dihitung waktu alirnya. Persyaratan :
10 detik untuk 100 g granul (Voight, 1994).
g. Penyiapan Formula Tablet Hisap Ekstrak Andrographolid
Bahan pengisi yang digunakan pada tablet hisap adalah manitol karena
memberikan hasil sifat fisik tablet yang lebih baik dan penanganannya lebih
mudah. Manitol bersifat nonhigroskopik, mempunyai kompresibilitas dan
sifat alir yang baik, bersifat inert, tidak menunjukkan perubahan warna,
menimbulkan sensasi dingin pada mulut dan tidak bersifat karsinogenik.
Bahan pengikat yang baik pada pembuatan berbagai macam tablet adalah
gelatin.
h. Pembuatan tablet
Granul kering yang telah dihasilkan, diayak dengan pengayak kering kemudian
ditambah dengan Magnesium stearat 0,5% (5mg pertablet) sebagai bahan
pelican, dan dikempa dalam mesin tablet.
Tablet yang akan dibuat berbentuk bulat dengan berat 600 mg per tablet.
Mesin pencetak tablet disiapkan selanjutnya massa granul yang telah diuji
dimasukkan ke dalam mesin pencetak tablet

i. Formulasi
Formulasi dilakukan untuk mencari teknologi proses pembuatan tablet hisap
yang memberikan tekstur, penampakan dan rasa terbaik.

Formulasi Sediaan Tablet Hisap


No. Komposisi Jumlah (mg)
1. Ekstrak sambiloto 20 mg
2. Manitol 455 mg
3. Aerosil 100 mg
4. Larutan gelatin 5% 25 mg
5. Talcum q.s
6. Total bobot tablet 600mg
3.5 Evaluasi Granul
a. Laju Alir
Untuk uji ini digunakan alat uji laju alir (flowmeter). Pengukuran laju alir dan sudut
istirahat dilakukan dengan alat flowmeter. Untuk pengukuran laju alir, sejumlah sampel (±75
gram) dimasukkan ke dalam corong flowmeter dan diratakan. Alat dijalankan dan waktu yang
diperlukan oleh seluruh sampel untuk mengalir melalui corong dicatat. Laju alir dinyatakan
dalam gram/detik (Lachman, Lieberman & Kanig, 1994).
b. Sudut Diam
Untuk pengukuran sudut reposa, sejumlah sampel ditimbang (+ 25 gram), dimasukkan
ke dalam corong alir, lalu permukaannya diratakan. Sampel dibiarkan mengalir dan sudut
reposa ditentukan dengan mengukur sudut kecuraman bukit yang dihitung sebagai berikut :
Tan α = (3.1)
dengan :
α = sudut reposa (º) R = jari-jari alas bukit (cm)
H = tinggi bukit (cm)
Tabel hubungan sifat alir terhadap sudut reposa
Sudut istirahat ( 0 ) Sifat Alir
25 – 30 Istimewa
31 – 35 Baik
36 – 40 Cukup baik
41 – 45 Agak baik
46 – 55 Buruk
56 – 65 Sangat buruk
>66 Sangat buruk sekali

c. Indeks Kompresibilitas
Sejumlah ± 25 gram sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml, lalu diukur
volumenya (V1). Berat jenis bulk = m/V. Gelas ukur yang berisi sampel diketuk-ketukkan
sebanyak 300 kali.
Bj bulk = m/V
Indeks kompresibilitas (%) = Bj mampat-Bj Bulk/Bj mampat x 100%

Tabel skala kemampuan mengalir


Indeks Kompresibilitas (%) Laju Alir
< 10 Istimewa
11 – 15 Baik
16 – 20 Cukup baik
21 - 25 Agak baik
26 – 31 Buruk
32 – 37 Sangat buruk
>38 Sangat buruk sekali

d. Uji Kandungan Lembab


Pada uji ini digunakan moisture balance. Pada alat tersebut dimasukkan 1 gram granul
dalam aluminium foil lalu ditara dan diukur kadar airnya dengan menekan tombol start
maka akan didapat persen kadar air. Pengukuran dilakukan hingga didapat kadar air yang
konstan pada 3 kali pengukuran.

3.5.2 Skema Kerja


3.5.2.1 Ekstraksi Sampel
Serbuk sambiloto
dimaserai
Etanol 70%
3x pengulangan
Ekstrak
Beker Glass
Destilasi vacum
Ekstrak kental
Beker Glass
Rotary evaporator
Ekstrak kental
3.5.2.2 Isolat andrographolid
Ekstrak kental

Dikocok menggunakan
Pelarut campuran etilasetat:air
(1:1)

fraksi etilasetat
Dipekatkan-diamkan
Terbentuk Kristal dan saring

Rekristalisasi
methanol panas
Diperoleh
Isolate andrographolid

3.5.2.3 Identifikasi dengan Kromatografi Lapis Tipis


Kloroform:methanol (9:1)
Chamber

Dijenuhkan dengan kertas saring

Senyawa sampel ditotolkan pada plat silika gel 60 F254

Dimasukkan ke dalam chamber yang sudah jenuh

Setelah elusi selesai plat silika gel 60 F254 diambil dilihat pada sinar
UV254 nm dan hitung Rfnya
1.5.2.2 Uji kuantitatif andrografolid

Ditimbang ekstrak ± 20,0 mg kemudian dilarutkan dengan 2 ml etanol

diperoleh konsentrasi 10 mg/mL. Buat variasi konsentrasi standar


andrografolid yaitu 1 mg/mL; 0,5 mg/mL; 0,25 mg/mL; 0,125 mg/mL.

totolkan pada plat KLT silika gel 60 F254 dan lakukan elusi dengan
fase gerak (kloroform:metanol = 9:1)

Plat yang sudah dielusi dianalisis dengan KLT densitometer.

3.5.2.4 Pembuatan Tablet Hisap


Ekstrak manitol

Ditambahkan bahan pengikat formula masing-masing

Diayak dengan ayakan No.12

Granul basah & Granul kering

Diayak dengan No.14 uji sifat fisik granul

Ditambah bahan pelican

Dikempa dengan mesin pencetak tablet

Tablet hisap uji sifat fisik tablet

3.6 Evaluasi tablet


a. Penampilan Fisik
Evaluasi dilakukan dalam untuk melihat penampilan umum tablet dan parameter-
parameter seperti bentuk, warna, bentuk permukaan, serta deteksi adanya cacat fisik.

b. Keseragaman Ukuran
Keseragaman ukuran tablet dilakukan dengan mengukur diameter masing- masing
tablet menggunakan jangka sorong. Keseragaman ukuran tablet dipengaruhi sifat alir,
keseragaman densitas dan stabilitas punch pada alat cetak tablet. Menurut Farmakope
Indonesia III, kecuali dinyatakan lain, diameter tablet tidak lebih dari tiga kali dan tidak kurang
dari 1 1/3 kali tebal tablet.

c. Keseragaman Bobot
Sebanyak 20 tablet dari masing-masing formula ditimbang dan dihitung bobot rata-
ratanya. Kemudian ditimbang satu per satu. Persyaratan keseragaman bobot adalah tidak lebih
dari 2 tablet menyimpang lebih besar dari kolom A dan tidak satu pun yang menyimpang lebih
besar dari kolom B (Departemen Kesehatan RI, 1979).
Tabel Syarat keseragaman bobot
Berat rata-rata Selisih (%)
A B
25 mg atau kurang 15 30
25 – 150 mg 10 20
151 – 300 mg 7,5 15
Lebih dari 300 5 10

d. Kekerasan Tablet
Alat penguji kekerasan tablet yang digunakan adalah Hardness tester Erweka.
Umumnya kekerasan tablet berkisar antara 4 – 10 Kp (tergantung pada diameter dan besar
tablet yang dibuat). Caranya adalah satu buah tablet diletakkan tegak lurus pada alat, kemudian
dilihat pada tekanan berapa tablet tersebut pecah (Lachman, Lieberman, & Kanig, 1994).

e. Keregasan Tablet
Awalnya dua puluh tablet dibersihkan dari debu dan ditimbang lalu masukkan dua
puluh tablet tersebut ke dalam alat dan jalankan alat dengan kecepatan 25 rpm selama 4 menit
(100 kali putaran). Kemudian keluarkan tablet, bersihkan dari debu dan timbang kembali.
Hitung selisih berat sebelum dan sesudah perlakuan.

f. Uji tanggapan rasa


Formula tablet hisap dicoba oleh tiga puluh responden, lalu responden memberi
pendapat terhadap penampilan, rasa dan aroma dari formula yang dibuat berdasarkan selera
mereka pada kuesioner. Karakteristik responden yang diambil yaitu karyawan perusahaan laki-
laki dan perempuan.

g. Uji Disolusi
Sebanyak 3 tablet, masing-masing ditempatkan dalam 500 ml media disolusi pada suhu
37 ± 0,5 oC menggunakan alat disolusi tipe dayung dengan kecepatan putaran 50 rpm. Disolusi
dilakukan selama 20 menit dalam larutan metanol-air (1:1). Pada menit ke 2,5 ; 5 ; 7,5 ; 10 ; 15
dan 20, diambil sebanyak 10 ml sampel yang langsung digantikan kembali dengan jumlah yang
sama ke dalam labu disolusi. Kemudian sampel diukur serapannya dengan spektrofotometer
UV- Vis pada panjang gelombang 316,80 nm (Pothitirat, Chomnawang, Supabphol, &
Gritsanapan, 2009; Zarena & Sankar, 2009). Kadar ekstrak daun sambiloto yang terdisolusi
dihitung berdasarkan kurva kalibrasi ekstrak daun sambiloto.

h. Uji Kadar Ekstrak daun Sambiloto dalam tablet hisap


Sebanyak 20 tablet digerus sampai halus dan homogen (Departemen Kesehatan RI,
1995), kemudian timbang sebanyak 500 mg masukkan kedalam labu 50 ml dan disaring.
Larutan tersebut kemudian diencerkan hingga konsetrasi 2000 ppm dan diukur serapannya
dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis panjang gelombang 316,80 nm (Pothitirat,
Chomnawang, Supabphol, & Gritsanapan, 2009; Zarena & Sankar, 2009). Kadar ekstrak daun
sambiloto dihitung berdasarkan kurva kalibrasi ekstrak daun sambiloto.

i. Uji Aktivitas Antimalaria.


Dalam penelitian ini dosis ekstrak sambiloto terstandar yang digunakan adalah 0,0046;
0,0463; 0,4629; 4,6296; 23,1482; 46,2963; 231,4815; 462,9629 dan 925,9259 mg ekstrak/kg
BB mencit yang setara dengan 0,0005- 100mg andrografolida/kg BB. Bahan uji diberikan pada
mencit dalam bentuk suspensi, yaitu bulk ekstrak sambiloto yang disuspensikan dalam larutan
CMC Na 0,5% dan DMSO 2%, setelah itu baru diberikan per oral pada mencit yang terinfeksi
Plasmodium berghei 1-5%. Sebagai kontrol positif digunakan larutan klorokuin difosfat 10
mg/kg BB mencit dan sebagai kontrol negatif digunakan larutan CMC Na 0,5% dan DMSO
2%.
Pengujian aktivitas antimalaria in vivo dilakukan dengan menggunakan metode Peter, The 4-
day suppressive test of blood schizontocidal action (Phillipson, 1991). Perlakuan diberikan 4
hari berturut-turut, sedangkan parasitemia diamati tiap hari sampai hari ke tujuh (D0- D6).
Untuk menentukan %-parasitemia, dihitung jumlah eritrosit terinfeksi parasit tiap 5000 sel
eritrosit. Sedangkan untuk menentukan harga ED50 dibuat analisis probit dari % penghambatan
selama 5 hari dengan program SPSS.
Cara mengeringkan ekstrak andrographolid :
Prosedur penelitian terdiri dari 3 tahap. Tahap pertama adalah penyiapan bahan baku yang
meliputi penyortiran, pencucian, penirisan, dan penjemuran. Sambiloto yang sudah dicuci
bersih ditiriskan diatas rak pengering. Setelah airnya tiris herbal dikeringkan menggunakan alat
pengering fresh dryer pada suhu 300 C. simplisia yang dihasilkan menggunakan alat penepung
(hammer mills) lalu diayak dengan saringan berukuran 60 mesh. Berikutnya dilakukan analisis
terhadap mutu serbuk, yang meliputi kadar air, kadar sari air, kadar sari alkohol , kadar abu,
dan kadar tak larut asam.
Serbuk telah siap untuk diekstraksi. Tahap kedua adalah ekstraksi, Serbuk sambiloto hasil
tahap pertama diekstrak selama 6 jam dengan meng-gunakan pelarut etanol 70%,
dimana perbandingan bahan terhadap pelarutadalah 1:10. Setelah diekstrak, bahan didiamkan
selama 24 jam, kemudian disaring menggunakan kertas saring sehingga diperoleh filtrat (sari).
Filtrat diuapkan dengan penguap berputar (rotavapor) pada suhu 400C
sampai pelarutnya sudah tidak menetes sehingga dihasilkan ekstrak kental.
Tahap ketiga adalah pengolahan ekstrak kental menjadi ekstrak kering. Ekstrak kental
ditimbang kemudian ditambahkan bahan pengisi dengan kadar dan konsentrasi sesuai dengan
perlakuan. Selanjutnya ekstrak kental dan bahan baku pengisi diaduk hingga merata dan siap
untuk dikeringkan.

3.6 Analisis Data


Dari hasil identifikasi awal, dilakukan perhitungan harga Rf dengan rumus sebagai
berikut :
Jarak titik pusat bercak dari titik awal
Rf = .........................(1)
Jarak garis depan dari titik awal

Dari data yang diperoleh, maka dilakukan perhitungan dengan menggunakan uji anava.
Contoh Kemasan

Anda mungkin juga menyukai