Anda di halaman 1dari 25

PERCOBAAN I

OPTIMASI METODE ANALISA OBAT

Tanggal Praktikum: 15 September 2017

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Memahami langkah – langkah analisa obat di dalam darah
2. Mampu melakukan validasi metode analisis obat di dalam darah

II. DASAR TEORI


Validasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter
tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa
parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya.
Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi
metode analisis diuraikan dan didefinisikan sebagaimana cara penentuannya.
1. Kecermatan (accuracy)
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis
dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai
persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan
hasil analis sangat tergantung kepada sebaran galat sistematik di dalam
keseluruhan tahapan analisis. Oleh karena itu untuk mencapai kecermatan
yang tinggi hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi galat sistematik
tersebut seperti menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi,
menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu, dan
pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur.
Cara penentuan: Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu metode
simulasi (spiked-placebo recovery) atau metode penambahan baku
(standard addition method).
(Harmita. 2004:117-118)
2. Keseksamaan (precision)
Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara
hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata
jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil
dari campuran yang homogen.
Cara penentuan: Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau
simpangan baku relatif (koefisien variasi). Keseksamaan dapat dinyatakan
sebagai,
 Keterulangan (repeatability): keseksamaan metode jika dilakukan
berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam
interval waktu yang pendek.
 Ketertiruan (reproducibility): keseksamaan metode jika dikerjakan pada
kondisi yang berbeda.
(Harmita.2004:121-122)

3. Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang
hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya
komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas
seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias)
metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang
ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing
lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak
mengandung bahan lain yang ditambahkan.
Cara penentuan: Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan
hasil analisis sampel yang mengandung cemaran, hasil urai, senyawa
sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa plasebo dengan hasil analisis
sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi.
(Harmita. 2004:127)

Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis fisika-kimia yang


mengamati tentang interaksi antara atom atau molekul dengan radiasi
elektromagnetik (REM). Radiasi elektromagnetik panjang gelombang 380 mm –
780 mm merupakan radiasi yang dapat diterima oleh panca indera mata manusia,
sehingga dikenal sebagai cahaya tampak (visibel). Diluar rentang panjang
gelombang cahaya tampak, REM sudah tidak dapat ditangkap oleh panca indera
mata manusia.

(Mulja dan Suharman, 1995 :19)

Spektrofotometer adalah alat yang terdiri atas spektrometer dan fotometer.


Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang
tertentu dan fotometer adalah alat untuk mengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur
energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau
diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang.

(Khopkar, 1990)

Dalam mempelajari analisis kuantitatif dan absorbsi, berkas radiasi


dikenakan pada sampel dan kemudian intensitas radiasi yang diteruskan atau
ditransmisikan diukur. Radiasi yang diabsorbsi oleh sampel ditentukan dengan
membandingkan intensitas dari berkas radiasi yang diteruskan bila ada zat
penyerap. Jika radiasi mengenai sampel memiliki energi sesuai dengan yang
dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan energi, maka terjadilah
absorbsi.

(Sudarmadji dkk., 1996)

Penentuan kadar secara spektrofotometri sinar tampak dilakukan dengan


mengukur absorbansi maksimum. Apabila senyawa fisik tidak berwarna maka
senyawa diubah dulu menjadi senyawa berwarna melalui reaksi kimia dan
absorbansi ditentukan dalam daerah sinar tampak.

(Roth dan Blaschke, 1998)


Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh
larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan. Hal
tersebut sesuai dengan persamaan :

A=a.b.c

A = Log Io/I

Yang mana A = absorban ; a = absorptivitas ; b = tebal kuvet (cm) ; c =


konsentrasi ; Io= intensitas mula-mula , I = intensitas sinar yang melewati media

Kuantitas spektroskopi yang diukur biasanya adalah transmitans (T) =


I/Iodan absorbansi (A) yang mana A = Log 1/T. Absorbtivitas (a) merupakan
suatu konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet, dan intensitas
radiasi yang mengenai larutan sampel. Absorptivitas tergantung pada suhu,
pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi. Satuan a ditentukan
oleh satuan-satuan b dan c. Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa
pembatasan yaitu:

a. Sinar yang digunakan dianggap monokromatis


b. Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang luas
yang sama
c. Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap
yang lain dalam larutan tersebut
d. Tidak terjadi peristiwa fluoresensi atau fosforesensi
e. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan

(Gandjar dan Rohman, 2007)

Tahapan-tahapan dalam analisis spektrofotometri secara garis besar adalah:

a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-VIS


Hal ini perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada
daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi
senyawa lain atau direaksikan dengan reaksi tertentu. Pereaksi yang
digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu :
 Reaksinya selektif dan sensitif
 Reaksinya cepat, kuantitatif, dan reproduksibel
 Hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama.
b. Waktu operasional (operating time)
Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan
warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil.
Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu
pengukuran dengan absorbansi larutan.

(Gandjar dan Rohman, 2007 : 253)

Pengukuran pada operating time akan diperoleh hasil pembacaan serapan


yang stabil karena dimungkinkan setelah operating time kompleks warna
yang terbentuk telah stabil. Penentuan operating time akan mempengaruhi
hasil pengukuran secara keseluruhan .

(Mulja dan Suharman, 1995)

c. Pemilihan panjang gelombang


Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang
gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih panjang
gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara
absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada
konsentrasi adalah panjang gelombang tertentu.

(Gandjar dan Rohman, 2007)

Pengertian maks suatu larutan dimana larutan tersebut memberikan serapan


terbesar. Cara adalah dengan melakukan pembacaan serapan pada berbagai
menentukan makspanjang gelombang dan serapan terbesar pada tertentu
tersebut digunakan sebagai maks.
(Mulja dan Suharman, 1995)

d. Pembuatan kurva baku


Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan
berbagaikonsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai
konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupa kan hubungan
antara absorbansi dengan konsentrasi.

III. ALAT DAN BAHAN


III.1. Alat :
1. Labu takar
2. Mikropipet
3. Tabung reaksi
4. Tabung centrifuge
5. Centrifuge
6. Spectrophotometer
7. Ephendrof
8. Vortex
9. Gunting Bedah
10. Holder
11. Pipet Volume
12. Filler
13. Beaker glass
14. Tissu lensa dan tissu

III.2. Bahan
1. Parasetamol
2. Asam trikloroasetat ( `TCA ) 20%
3. NaNO2 10%
4. Asam Sulfamat 15 %
5. HCL 6N
6. NaOH 10 %
7. Heparin
8. Aquadest
III.3. Hewan Uji
1. Tikus
2. Plasma

IV. SKEMA KERJA


Prosedur penetapan Parasetamol
1. Pembuatan Larutan stok Paracetamol

Parasetamol 100,0 mg larutan dalam aquadest


panas ada 100,0 ml

Kadar 1 mg/L atau 1000 μg/ml

2. Menetapkan panjang gelombang larutan parasetamol dengan resapan


maksimum

Larutan PCT kadar 100, 300, 500 μg/ml

Diukur resapannya pada λ 380-580 nm

λ maximum
3. Pembuatan kurva baku

250 μg darah yang mengandung heparin

Ditambah 250 μl larutan stok


parasetamol

Kadar larutan baku : 0, 100, 200, 300,


400, 500, 600, 700 μg/ml

Dicampur homogen

Ditambah 2,0 ml TCA 20% dengan


vortexing

Kurva baku

4. Pemrosesan sampel darah in vivo (sebagai blanko)

250 μg plasma yang mengandung antikoagulan

Ditambah 2,0 ml TCA 20%

Blanko
5. Pengukuran absorbansi

Kurva baku internal dan blanko


Tabung sentrifuge

Disentrifuge (10 menit), 2500 rpm

1,5 ml supernatan yang jernih


Labu takar 10,0 ml

Ditambah 0,5 ml Hcl 6N

Ditambah NaNO2 10% 1,0 ml

Dicampur baik-baik

Didiamkan 15 menit ditempat dingin


(suhu <15oC)

Ditambah 1,0 ml asam sulfamat 15%


melalui dinding tabung

Ditambah 3,5 ml NaOH 10%

Di ad dengan aquadest

Dibaca intensitas warnanya pada


spektrofotometer dengan λ 435 nm
6. Membuat kurva baku Parasetamol

Larutan PCT kadar 100-700 μg/ ml

Diukur pada λ max

Dibuat kurva absorbansi vs


kadar

Dibuat persamaan garis


y = bx + a

Dihitung nilai r

7. Menentukan perolehan kembali, kesalahan acak, kesalahan sistemik

Larutan PCT dalam darah 100, 300, 500 μg/ml

Tiap kadar dibuat replikasi 2 kali

Ditetapkan kadar masing-masing


menggunakan kurva baku

Dihitung kadar rata-rata dan simpangan baku


V. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Paracetamol
1. Pembuatan kurva baku internal Paracetamol
100 mg/100 ml  1 mg/ml  1000 µg/ml

Penimbangan Paracetamol
Kertas + Paracetamol = 0,5718gram
Kertas + sisa = 0,4765gram
Paracetamol = 0,0953 gram = 95,3 mg

Konsentrasi Paracetamol sebenarnya

95,3 mg mg μg
Konsentrasi Paracetamol ¿ =0,953 =953
100 ml ml ml

Deret Baku Koreksi Kadar


 100 µg/ml  100 µg/ml
V1 . C1 = V 2 . C2 V 1 . C1 = V2 . C2
μg μg μg
V1 . 953 = 250 µL . 100 26,23µL . 953 = 250µL.C2
ml ml ml
V1 = 26,23 µl induk + C2 = 99,99 µg/ml
223,77 µl darah
 200 µg/ml  200 µg/ml
V1 . C1 = V 2 . C2 V 1 . C1 = V2 . C2
μg μg μg
V1 . 953 = 250 µL . 200 52,46µL. 953 = 250µL.C2
ml ml ml
V1 = 52,46 µl induk + C2 = 199,98 µg/ml
197,54 µl darah
 300 µg/ml  300 µg/ml
V1 . C1 = V 2 . C2 V 1 . C1 = V2 . C2
μg μg μg
V1 . 953 = 250 µL . 300 78,70µL. 953 = 250µL.C2
ml ml ml
V1 = 78,70 µl induk + C2 = 300,00 µg/ml
171,30 µl darah
 400 µg/ml  400 µg/ml
V1 . C1 = V 2 . C2 V 1 . C1 = V2 . C2
μg μg μg
V1 . 953 = 250 µL . 400 104,93µL. 953 = 250µL.C2
ml ml ml
V1 = 104,93 µl induk + C2 = 399,99 µg/ml
145,07 µl darah
 500 µg/ml  500 µg/ml
V1 . C1 = V 2 . C2 V 1 . C1 = V2 . C2
μg μg μg
V1 . 953 = 250 µL . 500 131,16µL. 953 = 250µL.C2
ml ml ml
V1 = 131,16 µl induk + C2 = 499,98 µg/ml
118,84 µl darah
 600 µg/ml  600 µg/ml
V1 . C1 = V 2 . C2 V 1 . C1 = V2 . C2
μg μg μg
V1 . 953 = 250 µL . 600 157,39µL. 953 = 250µL.C2
ml ml ml
V1 = 157,39 µl induk + C2 = 599,97 µg/ml
92,61 µl darah
 700 µg/ml  700 µg/ml
V1 . C1 = V 2 . C2 V 1 . C1 = V2 . C2
μg μg μg
V1 . 953 = 250 µL . 700 183,63µL. 953 = 250µL.C2
ml ml ml
V1 = 183,63µl induk + C2 = 699,99 µg/ml
66,37µl darah

1. Pengukuran Kurva Baku Paracetamol max 435 nm

Konsentrasi
Absorbansi
(µg/ml)

99,98 0,013

300 0,112

499,98 0,206

599,97 0,226
699,99 0,343

Kurva Baku Parcetamol vs Absorbansi


0.4
0.35
0.3 f(x) = 0 x − 0.04
0.25 R² = 0.96
Absorbansi

Absorbansi
0.2
Linear (Absorbansi)
0.15
0.1
0.05
0
0 100 200 300 400 500 600 700 800
Konsentrasi (µg/ml)

ABSORBAN

a = -0,0430 b = 5,0690 x 10-4 r = 0,9815

y = bx + a

y = 5,0690 x 10-4 α +(– 0,0430)

 A = 0,013
Y = bx + a
0,013 = 5,0690x10−4 x – 0,0430
x = 110,4754 µg/ml

 A = 0,112
Y = bx + a
0,112 = 5,0690x10−4 x – 0,0430
x = 305,7802 µg/ml
 A = 0,206

Y =bx + a

0,206 = 5,0690x10−4 x – 0,0430

x = 491,2211µg/ml

 A = 0,226
Y = bx + a
0,226 = 5,0690x10−4 x – 0,0430
x = 530,6767 µg/ml

 A = 0,343
Y = bx + a
0,343 = 5,0690x10−4 x – 0,0430
x = 761,4914 µg/ml

2. Data Penetapan Kadar, Kesalahan Sistemik, dan Kesalahan Acak

Konsentrasi Absorbansi
99,98 0,083
99,98 0,056
99,98 0,075
300 0,0108
300 0,079
300 0,049
499,98 0,149
499,98 0,120
499,98 0,096
µg
a) 99,98
ml
0,083 = 5,0690x 10−4x – 0,0430
µg
X = 248,57
ml
0,056 = 5,0690x 10−4x – 0,0430
µg
X = 195,30
ml
0,075 = 5,0690x 10−4x – 0,0430
µg
X = 232,79
ml

µg
b) 300
ml
0,018 = 5,0690x 10−4x – 0,0430
µg
X = 297,89
ml
0,079 = 5,0690x 10−4x – 0,0430
µg
X = 240,68
ml
0,049 = 5,0690x 10−4x – 0,0430
µg
X = 181,49
ml
µg
c) 499
ml
0,149 = 5,0690x 10−4x – 0,0430
µg
X = 378,77
ml
0,120 = 5,0690x 10−4x – 0,0430
µg
X = 321, 56
ml
0,096 = 5,0690x 10−4x – 0,0430
µg
X = 274,21
ml
2.a. PERHITUNGAN % RECOVERY
Kadar Terukur
%P= x 100
Kadar Diketahui

Konsentrasi Absorbansi Recovery Rata-rata


µg 0,083 µg
99,98 Rata2 = 248,57
ml ml
225,60 %
248,57
%P= x100% = 248,62
99,98
%
0,056 µg
Rata2= 195,30
ml
195,30
%P= x100%= 195,34
99,98
%
0,075 µg
Rata2= 232, 79
ml
232,79
%P= x100%= 232,84%
99,98

µg 0,108 µg 80,01 %
300 Rata2 = 297,89
ml ml
297,89
%P= x100%= 99,30%
300

0,079 µg
Rata2 = 240,68
ml
240,68
%P= x100%= 80,23%
300

0,049 µg
Rata2 = 181,49
ml
181,49
%P= x100%= 60,50 %
300
µg 0,149 µg 64,97 %
499,98 Rata2 = 378,77
ml ml
378,77
%P= x100%= 75,76 %
499,98

0,120 µg
Rata2= 321,56
ml
321,56
%P= x100%= 64,31 %
499,98

0,096 µg
Rata2= 274,21
ml
274,21
%P= x100%= 54,84 %
499,98

2.b. PERHITUNGAN KESALAHAN SISTEMATIS


= 100% -P%
Konsentrasi Absorbansi Kesalahan Sistemik Rata-rata
µg 0,083 100% - P% 125,60 %
99,98
ml 100% - 248,62% = -148,62 %
0,056 100% - P%
100% - 195,34% = -95,34 %
0,075 100% - P%
100% - 232,84% = -132,84 %
µg 0,138 100% - P% 19,99 %
300
ml 100% - 99,30% = 0,7 %
0,079 100% - P%
100% - 80,23% = 19,77 %
0,049 100% - P%
100% - 60,50% = 39,50 %
µg 0,149 100% - P% 35,03 %
499,98
ml 100% - 75,76% = 24,24 %
0,120 100% - P%
100% - 64,31% = 35,69 %
0,096 100% - P%
100% - 54,04% = 45,16 %

2.c. Kesalahan Acak


Konsentrasi Absorbansi Kesalahan Acak
µg 0,083 SD
99,98 x100%
ml Rata 2
0,056 27,36
0,075 x100%=12,13 %
225,55
µg 0,108 SD
300 x100%
ml Rata 2
0,079 58,20
0,049 x100%=24,25 %
240,02
µg 0,149 SD
499,98 x100%
ml Rata 2
0,120 52,36
0,096 x100%=16,12 %
321,85

VI. PEMBAHASAN
Percobaan pertama pada praktikum biofarmasetika adalah optimasi metode
analisa obat yang bertujuan untuk memahami langkah-langkah analisa obat di
dalam darah dan untuk mengetahui kevalidan dari suatu metode yang digunakan
dalam menetapkan kadar suatu obat dalam darah. Validasi adalah konfirmasi
melalui pengujian dan pengadaan bukti yang objektif bahwa persyaratan tertentu
untuk suatu maksud khusus dipenuhi. Tujuan dilakukan validasi terhadap metode
analisa obat adalah agar setiap data yang diperoleh dari pengujian telah
distandarisasi, sehingga dapat langsung digunakan untuk kepentingan
dokumentasi data profil suatu obat.
Parameter farmakokinetik obat diperoleh berdasarkan hasil pengukuran
kadar obat utuh dan atau metabolitnya di dalam cairan hayati (darah, urine, saliva
atau cairan tubuh lainnya). Jika suatu metoda telah dinyatakan valid, maka
parameter-parameter farmakokinetik yang diperoleh dari metode tersebut juga
dapat dipercaya. Suatu metode dapat dikatakan valid apabila memenuhi beberapa
kriteria diantaranya sensitivitas, spesifitas, akurasi, presisi, dan praktis.
Pada percobaan ini, dilakukan analisa obat Paracetamol. Paracetamol adalah
derivat p-aminofenol yang mempunyai sifat analgetik antipiretik. Paracetamol
digunakan untuk menurunkan panas yang disebabkan oleh karena infeksi atau
sebab yang lainnya. Hewan uji yang akan digunakan adalah tikus, dimana tikus ini
diambil sampel darahnya pada bagian vena ekor dengan cara memotong bagian
ujung ekor. Bagian ekor dipilih karena bagian tersebut memiliki banyak pembuluh
darahnya. Sebelum diambil darahnya, bagian ekor dibersihkan dahulu dari
kotoran dan dikerok bulu-bulunya sekitar 1 cm dengan menggunakan scalpel
agar lebih mudah dalam proses pengambilan darah. Proses pengambilan darah
dilakukan dengan menorehkan luka pada vena tepi di bagian ekor. Darah yang
didapat ditampung ke dalam ephendrof yang sudah diberi heparin. Heparin
berfungsi sebagai antikoagulan. Jika sampel darah yang diambil mengalami
koagulasi atau menggumpal maka yang akan keluar adalah serumnya, sedangkan
yang digunakan untuk pemeriksaan adalah plasma darah karena obat akan
berinteraksi dengan protein plasma untuk membentuk suatu kompleks obat-
makromolekul yang sering disebut dengan ikatan obat-protein, dengan kata lain
maka percobaan tidak dapat dilakukan bila darah mengalami penggumpalan.
Preparasi sampel yang dilakukan mulai dari penggunaan alat dan bahan,
seperti pengkalibrasian dan pembuatan reagen berpengaruh juga terhadap validasi
metode analisis ini. Preparasi sampel yang dilakukan adalah:
3. Pembuatan larutan stok Paracetamol
Ditimbang 100,0 mg Paracetamol, dilarutkan dengan aquadest di dalam labu
takar 100,0 ml ad tanda batas. Sehingga diperoleh larutan stok dengan
konsentrasi 1000 ppm. Pembuatan larutan stok dilakukan di labu takar, agar
hasilnya memiliki ketepatan yang tinggi.
4. Pembuatan kurva baku internal
Fungsi utama dari pembuatan kurva baku adalah untuk menggambarkan
hubungan antara konsentrasi dan absorbansi, yang saling berbanding lurus.
Dari kurva baku yang didapat nantinya dapat digunakan untuk perhitungan
penetapan kadar Paracetamol.
 Penambahan heparin pada sampel darah yaitu agar darah tidak
menggumpal dan tidak mengganggu pembacaan alat spektrofotometri,
sehingga data yang dihasilkan akan mendekati akurat.
 Lalu dibuat pengenceran sesuai dengan konsentrasi yang ditentukan 0,
100, 200, 300, 400, 500, 600, 700 µg/ml.
 Ditambahkan 2,0 ml TCA 20% sesuai dengan metode jaffe reaction
yang berfungsi sebagai pengendap protein dalam sampel darah
(precipitating agent) (Human Diagnostik.Creatinin; ST.Reagensia.
Creatinin).
 Fungsi pem-vortexan yaitu menghomogenkan reagen antara sampel
darah dengan TCA 20%.
3. Pemrosesan sampel darah in vivo (sebagai blanko)
Dalam hal ini dilakukan penambahan HCL berfungsi untuk membentuk
suasana asam, sedangkan fungsi penambahan NaNO 2 adalah untuk
pembentukan reaksi diazotasi. Selain itu, paracetamol pada suasana asam
akan mengalami hidrolisis membentuk amina primer yaitu para-aminofenol.
Reaksi diazotasi sifatnya tidak stabil, sehingga perlu pengaturan suhu yaitu
mengkondisikan sampel pada suhu 15C. Pengaturan suhu ini juga
berfungsi untuk mencegah degradasi senyawa fenol dan gas nitrogen yang
terjadi akibat reaksi diazotasi (Higuchi,1968). Penambahan asam sulfamat
berfungsi untuk menghilangkan gas N2 secara perlahan dengan diberikan
getaran ultrasonik pada larutan. Gas N2 hilang ditandai dengan
berkurangnya gelembung gas yang terbentuk. Apabila gas N 2 ini tidak
hilang, maka akan mengganggu pengukuran absorbsi. Kemudian ditambah
NaOH bertujuan untuk memperpanjang gugus kromofor sehingga warna
yang terbentuk semakin jelas dan dapat terbaca absorbansinya dengan valid.
Berikut ini adalah reaksi diazonium yang terjadi pada paracetamol:

4. Pencarian panjang gelombang maksimum


Pada proses metode analisis obat ini tidak dilakukan operating time karena
tidak ada reaksi warna dari pelarut yang digunakan. Oleh karena itu,
langsung dilakukan screening pada panjang gelombang yang memberikan
serapan secara maksimal terhadap setiap perubahan pada konsenrasi larutan
yang dianalisa. Larutan stok yang digunakan untuk mencari panjang
gelombang maximal adalah 0, 100, 300 dan 500 µg/ml. Dari hasil
praktikum, diperoleh λ max 435 nm.
Diperlukan penentuan panjang gelombang maksimal dengan tujuan antara
lain :
1) Pada panjang gelombang yang maximal kepekaannya juga akan
maksimal sehingga diperoleh nilai absorbansi yang maximal pula.
2) Disekitar panjang gelombang maksimal bentuk kurva serapan datar
dan pada kondisi tersebut akan memenuhi hukum lambert-beer.
3) Jika dilakukan pengukuran ulang, maka kesalahan yang disebabkan
oleh pengukuran ulang panjang gelombang akan kecil.
5. Mencari harga Recovery, Kesalahan Acak (KA) dan Kesalahan Sistematik
(KS)
Harga perolehan kembali atau recovery dilakukan untuk mengetahui
kemampuan metode dalam memberikan pengukuran nilai rata-rata yang
sangat dekat dengan nilai sesungguhnya, dengan cara membandingkan
antara kadar terukur dengan kadar sesungguhnya dalam persentase. Dari
hasil praktikum didapatkan hasil recovery dengan konsentrasi 99,98
(µg/ml); 300 (µg/ml); 499,98 (µg/ml) berturut-turut adalah 225,60(µg/ml);
80,01 (µg/ml); 64,97 (µg/ml) Persyaratan untuk nilai perolehan kembali
adalah 75-90 % atau lebih, jadi perolehan kembali dari hasil praktikum kami
ada satu konsentrasi yang tidak memenuhi persyaratan.
Kesalahan sistematik merupakan tolak ukur inakurasi penetapan kadar. Dari
hasil praktikum didapatkan hasil KS dengan konsentrasi diatas diperoleh
hasil sebagai berikut 125,06% ; 19,99% dan 35,03%. Sedangkan kesalahan
acak merupakan tolak ukur impresisi suatu analisis dan dapat bersifat positif
atau negatif. Dari hasil praktikum didapatkan hasil KA dengan konsentrasi
diatas berturut turut adalah 12,13% ; 24,25% ; 16,12%. Persyaratan untuk
nilai kesalahan acak dan sistematik adalah <10% Dari tiga konsentrasi
persen nilai kesalahan acak tidak memenuhi persyaratan, sedangkan untuk
persen nilai kesalahan sistemik tidak memenuhi persyaratan. (Persyaratan
<10%).

VII. KESIMPULAN
a. Langkah-langkah dalam optimasi analisis obat meliputi penetapan OT,
penetapan panjang gelombang maksimal, pembuatan kurva baku, dan
perhitungan nilai recovery, kesalahan acak dan kesalahan sistemik.
b. Panjang gelombang maksimal untuk dan Paracetamol 435 nm.
c. Dapat disimpulkan bahwa nilai recovery Paracetamol pada konsentrasi
225,60(µg/ml); 80,01 (µg/ml); 64,97 (µg/ml) ada yang tidak memenuhi
persyaratan, karena konsentrasi 64,97 (µg/ml) <75-90 (µg/ml)
d. Nilai KA Paracetamol pada semua konsentrasi tidak memasuki persyaratan
karena >10%.
e. Nilai KS pada Paracetamol tidak memasuki persyaratan karena >10%.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.

E. F. Reynolds James. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia Twenty Eighth


Edition. London: Pharmaceutical Press

Dollery, Sir Collin. 1992. Therapeutic Drug. New York: Churchill Livingstone

Harmita. 2004. Majalah Kefarmasian Volume I - Petunjuk PelaksanaaValidasi


Metode dan Cara Perhitungannya. Jakarta: Departemen Farmasi FMIPA-UI
Moh.Arief.2002.Perjalanan Dan Nasib Obat Dalam Badan.Yogyakarta;UGM
Press.

Mengetahui, Semarang, 21 September 2017

Dosen Pengampu Praktikan

Ika Puspitaningrum M.Sc.,Apt Liya Lilistiana


(1041511)

Hesti W.S,S.Si.,Apt Lina Fatin F


(1041511)

Mita Budi Dwi A


(1041511114)

Avianti Burhan
(1041511)

Anda mungkin juga menyukai