Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN BAHAN ALAM

Disusun oleh :
1. Annisa (33178K20074)
2. Femi Ainul Fahmi (33178k19076)
3. Irna Apriyani (33178K20051)
4. Mei layasari (33178K20079)
5. Mumun Oktafiani (33178K20080)
6. Nurin Farlina (33178K20082)
7. Siti Romlah (33178K20085)

PROGRAM STUDI DIII FARMASI


STIKES MUHAMMADIYAH KUNINGAN
Tahun 2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahan alam memberi potensi pada masa kini dan masa depan.
Alam telah menjadi sumber agen terapi selama ribuan tahun, dan sejumlah
besar obat-obatan modern berasal dari sumber alam yang banyak
didasarkan pada penggunaannya dalam pengobatan tradisional. Selama
berapa abad terakhir, sejumlah obat komersil telah dikembangkan dari
bahan alam (vincristine dari vinca rosen, morfin dari papaver somniferum,
Taxol dari Taxus brevifolia, dll.) Dalam bebrapa tahun terakhir,
perkembangan yang signifikan dari kajian bahan alam sebagai sumber
potensial untuk obat-obatan baru, telah diamati oleh para akademis serta
perusahaan farmasi (Ilyas, 2013).
Senyawa bahan alam umumnya tergolong kedalam jenis senyawa
metabolit sekunder yang dihasilkan oleh manusia, hewan, dan mikroba.
Senyawa metabolit sekunder secara fungsi tidak diperlukan oleh tumbuhan
dalam proses pertumbuhan, tetapi memiliki fungsi ekologis untuk bertahan
hidup pada lingkungannya. Senyawa metabolit sekunder yang umumnya
dimanfaatkan karena efek farmakologisnya umumnya senyawa metabolit
sekunder dari tumbuhan. Senyawa metabolit sekunder tumbuhan tergolong
menjadi alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin, fenolik, lateks, toksin,
tanin, dan sebagainya.
Daun kemangi (Ocimum basilicum L.) digunakan oleh orang Asia
sebagai obat dan bahan masakan dari generasi ke generasi. Secara
tradisional daunnya digunakan sebagai obat untuk mengobati mengusir
nyamuk, mual, kembung, panu, sariawan, bau mulut, bau badan dan
mengurangi baru keringat. Selain itu daun kemangi juga sering dikonsumsi
oleh masyarakat sebagai lalapan.
Kandungan kimia tertinggi dari tanaman kemangi terdapat pada
daunnya. Kemangi telah terbukti memiliki sifat antioksidan, antikanker,
anti jamur, anti mikrobial, analgesik. Zat aktif dari kemangi ialah eugenol,
kandungan eugenol kemangi berkisar antara 40% hingga 71%. Ocimum
santum memiliki antivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus
merupakan organisme yang paling sensitif. Aktivitas antibakteri
dikombinasikan dengan antiinflamasi dan analgesik membuat Ocimum
santum berguna dalam mengatasi inflamasi yang disebabkan oleh infeksi
streptococcal
Pada semua pekerjaan fitokimia diperlukan metode pemisahan,
pemurnian, dan identifikasi kandungan yang terdapat dalam tumbuhan
yang sifatnya berbeda-beda. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan
percobaan ini untuk mengetahui cara-cara skrining fitokimia untuk
mengidentifikasi jenis senyawa metabolit sekunder yang terkandung
dalam suatu tumbuhan.
Pada penelitian ini dibuat sediaan sirup, granul effervescent, dan
masker gel peel off. Yang terbuat dari dari ekstrak daun kemangi dan
bahan-bahan tambahan lainnya yang di perlukan, agar terciptanya suatu
produk dengan berbahan dasar ekstrak daun kemangi. Sebagai salah satu
syarat dari suatu formulasi maka perlu di lakukan uji evaluasi sediaan,
untuk mengetahui standarisasi suatu produk tersebut layak di gunakan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana skrining fitokimia ekstrak Daun kemangi?
2. Bagaimana formulasi sediaan masker gel peel of, granul effervescent,
sirup dengan bahan dasar ekstrak daun kemangi?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui cara mengidentifikasi awal terhadap tumbuh-tumbuhan
yang mengandung senyawa kimia aktif dan mengetahui pereaksi spesifik
serta pembuatannya.
D. Manfaat Penelitian
1. Sebagai sumber informasi kepada pembaca tentang senyawa yang
terkandung dalam ekstrak daun kemangi.
2. Untuk mengetahui ilmu pengetahuan serta memberikan pengalaman
kepada peneliti dalam hal melakukan penelitian.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Daun Kemangi
a. Asal usul Daun Kemangi
Tanaman kemangi (Ocimum basilicum L.) tersebar luas di
Asia, Afrika, Amerika tengah, Amerika Selatan. Kemangi banyak
dibudidayakan secara komersial di eropa bagian selatan, maroko,
mesir, california, dan Indonesia. Kemangi di Indonesia dikenal dengan
banyak nama lokal. Kemangi di Jawa dikenal dengan nama kemangi
atau kemangi, bahasa sunda dikenal dengan nama
lampes/sarawung/ruku-ruku. Di Jawa kemangi secara umum ditanam
oleh masyarakat dikebun, pagar rumah dan di pinggir jalan (Maghfoer.
2019).
b. Klasifikasi Daun Kemangi
Tanaman kemangi menurut ilmu tumbuh-tumbuhan termasuk
dalam sistematika, adapun klasifikasi dari tanaman kemangi sebagai
berikut:

Gambar Tanaman Daun Kemangi


Kingdom : Plantae
Divisi :Magnoliophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Sub-kelas : Asteridae
Ordo : Lamiales
Famili : Labiat
Genus : Ocimum
Spesies : Ocimum basilicum L.
c. Morfologi Daun Kemangi
Kemangi merupakan tanaman semusim yang memiliki tinggi
berkisar antara 0,3. Tanaman kemangi merupakan herba tegak atau
semak yang memiliki aroma harum.
1. Akar
Tanaman kemangi memiliki sistem perakaran serabut dengan
ujung akar berwarna coklat.
2. Daun
Daun kemangi merupakan daun tunggal dengan bentuk bulat
telur, runcing pada bagian ujung daun dan tumpul pada
pangkalnya, serta sistem pertulangan daun kemangi yaitu
menyirip. Panjang daun tanaman kemangi mencapai 2,5-5 cm atau
lebih dengan tangkai daun mencapai panjang 1,3-2,5 cm. Daun
berwarna hijau serta memiliki bau yang khas.
3. Batang
Tanaman kemangi memiliki batang tegak dan bercabang yang
pada umumnya berwarna hijau. Tinggi tanaman kemangi dapat
mencapai 0,6-0,9 m dan bagian dasar batang berkayu serta
memiliki sedikit rambut kasar pada tanaman muda.
4. Bunga
Bunga kemangi tersusun bergerombol pada tangkai bunga
berupa tandan yang menegak, bunga kemangi terdiri dari dua
bagian, yaitu:
a) Bunga tunggal
Berbentuk bibir (bulat telur), mahkota berwarna putih hingga
keunguan, bagian atasnya tertutup rambut halus dan pendek
berwarna hijau.
b) Bunga majemuk
Berwarna putih keunguan, kelopak bunga berurat dan
bewarna hijau dan ditutupi rambut hias.34 Bunga kemangi
termasuk bunga majemuk tidak terbatas (indeterminate)
pertumbuhan monopodial. Pucuk ibu tangkai bunga tumbuh
terus, dan bunga-bunga mekar dari bawah ke atas. Masuk
dalam jenis bunga tandan (raceme, racemus, botrys), yakni
dengan bunga-bunga individual bertangkai tertancap di
sepanjang ibu tangkai bunga yang tak bercabang. (Anggraini
et al. 2017)
5. Biji
Buah kemangi berbentuk kotak dan tiap buah terdiri dari 4
biji, dimana biji kemangi berukuran 1-2 mm. Biji kemangi
tersebut diperoleh dari buah yang sudah masak di batang. Ciri biji
kemangi yang telah matang yaitu berwarna colat/kehitaman
kering.(Sarahmida.2019)
d. Kandungan senyawa kimia
Daun kemangi memiliki senyawa-senyawa aktif seperti
minyak atsiri,alkaloid, saponin, flavonoid, triterpenoid, steroid, tanin
dan fenol. Beberapa kandungan kimia tersebut dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan
klebsiella phneumonia seperti senyawa alkaloid, minyak atsiri dan
fenol. (Mencirim et al. 2021)
1. Minyak atsiri
Kemangi mengandung minyak atsiri yang memberikan
aroma yang khas. Minyak atsiri daun kemangi diketahui
mengandung sitral, kamfer dan metil sinamat. Sitral adalah
campuran dua monoterpen asiklik; (A sitral atau citral trans) dan
neral (cis citral atau citral B). Beberapa peneliti mengatakan
bahwa sitral mempunyai aktivitas anti-inflasi. (Fadlina Chany
Saputri dan Rita Zahara. 2016)
2. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa bahan alam (natural product)
yang memiliki unsur nitrogen dalam struktur kimianya, biasanya
dalam struktur yang heterosiklik. Alkaloid dapat dihasilkan dari
dari bahan alami seperti tanaman, hewan, bakteri maupun jamur,
namun kandungan terbesar terdapat di tanaman. Alkaloid biasanya
berasa pahit dan memiliki aktivitas farmakologis tertentu. (L
Hartanto Nugroho. 2021)
3. Saponin
Saponin adalah zat yang berfungsi sebagai pemacu
pembentukan kolagen, Yaitu protein struktural yang berperan
dalam proses penyembuhan luka. (Putri setyani. 2017)
4. Flavonoid
Flavonoid adalah substansi yang berasal dari
tumbuhtumbuhan (herbal) yang merupakan antioksidan yang
potensial. Flavonoid juga merupakan golongan terbesar dari
senyawa polifenol. (Sunarti. 2012)
5. Triterpenoid
Kandungan triterpenoid memiliki peran sebagai anti kanker,
antimikroba. (Sarahmaida.2018)
6. Steroid
Steroid adalah senyawa yang berasal dari triterpenoid dan
strukturnya adalah kelipatan 6 unit isopernayang bisanyanya
ditemukan pada tanaman. Senyawa ini merupakan komponen aktif
dalam tanaman obat yang telah digunakan untuk diabetes,
gangguan menstruasi, luka, gangguan kulit, kerusakan hati dan
malaria. (Angelia. 2017)
7. Tannin
Tanin pada industri farmasi digunakan sebagai obat anti
diare, disentri, obat batuk, obat sakit kulit, hemostatik,
antihemorrhoidal, sebagai senyawa antioksidan, antiseptik pada
jaringan luka yaitu penyembuhan luka bakar secara internal dan
menghentikan pendarahan serta sebagai anti bakteri.(Suharman.
2018)
8. Fenol
Kandungan fenol yang terdapat dalam kemangi berfungsi
sebagai antioksidan, antimikroba, dan membentuk citra rasa.
(Latif. 2017).
e. Manfaat bagi Kesehatan
Daun kemangi memiliki banyak manfaat dalam kesehatan
salah satunya yaitu sebagai anti mikroba, anti inflamasi, antioksidan
dan analgesik. Daun kemangi memiliki kandungan flavonoid bersifat
anti inflamasi yang dapat mengurangi rasa sakit apabila terjadi
pendarahan pada luka dan dapat membantu proses penyembuhan luka
(Ramdani. 2017).
2. Granul Effervescent
Secara umum, effervescent adalah tablet yang menghasilkan
gelembung-gelembung gas ketika dimasukkan ke dalam air akibat adanya
reaksi kimia. Campuran effervescent telah banyak digunakan sebagai
pengobatan selama beberapa tahun seperti analgesik, antibiotik, antasid,
ergotamin, digoxin, metadone, L-dopa, fenibutason. Effervescent ini
sangat banyak digunakan sebagai pengobatan karena menampilkan
sesuatu yang berbeda, yaitu dalam bentuk yang unik dan menarik pada
proses penyiapannya. Selain itu, effervescent menawarkan rasa yang
menyenangkan akibat dari karbonasi yang akan membantu menyamarkan
rasa dari bahan yang akan digunakan. Tablet effervescent itu sendiri
mempunyai beberapa keuntungan lain, seperti mudah diterima, mudah
digunakan, dan juga memiliki takaran dosis yang tepat. Tablet ini juga
mudah dikemas masing-masing untuk menghindari atau mengurangi
kelembaban, sehingga dapat mengurangi masalah-masalah yang
menyangkut ketidakstabilan selama penyimpanan (Thoke dkk., 2013).
Tablet effervescent yang larut dibuat dengan cara dikempa, selain
zat aktif, juga mengandung campuran asam (asam sitrat dan asam tartrat)
dan natrium bikarbonat yang jika dilarutkan didalam air akan
menghasilkan karbondioksida, disimpan dalam wadah tertutup rapat atau
dalam kemasan tahan lembab.
3. Metode pembuatan granul effervescent
Tablet effevescent dibuat menggunakan 2 metode umum, yaitu
metode granulasi kering (peleburan) dan metode granulasi basah.
a. Metode granulasi basah
Metode ini berbeda dengan granulasi kering atau peleburan.
Metode granulasi basah tidak memerlukan air kristal dari asam sitrat
melainkan menggunakan air yang ditambahkan dalam pelarut
(seperti alkohol) yang digunakan sebagi unsur pelembab granul.
Begitu cairan yang cukup ditambahkan (sebagian) untuk mengolah
adonan yang tepat, baru granul diolah dan dikeringkan, diayak.
Kemudian selanjutnya proses penabletan (Siregar dan Wikarsa,
2010).
b. Metode granulasi kering
Metode yang digunakan adalah metode kering atau
peleburan, yaitu dengan cara: asam sitrat dihaluskan kemudian
diayak dengan ayakan 60 mesh kemudian dicampur dan diaduk
dengan bahan yang lain sampai homogen. Setelah selesai
pengadukan serbuk diletakkan diatas nampan dan di oven pada suhu
±54°C, panas akan menyebabkan lepasnya air kristal dari asam
sitrat, dimana yang pada gilirannya akan melarutkan sebagian dari
campuran serbuk, mengatur reaksi kimia dan akibat melepaskan
beberapa karbondioksida, ini menyebabkan bahan serbuk yang
dihaluskan menjadi agak seperti spons, kemudian serbuk
dikeluarkan dari oven dan diayak untuk membuat granul sesuai
ukuran yang diinginkan, dan selanjutnya proses penabletan (Siregar
dan Wikarsa, 2010).
4. Sirup
Sirup adalah sediaan sediaan cair berupa larutan yang mengandung
sakarosa. Kecuali dinyatakan lain, kadar sakarosa C12H22O11 tidak
kurang dari 64% dan tidak lebih dari 66% (Depkes RI, 1979). Kadar gula
dalam sirup pada suhu kamar maksimum 66% sakarosa, bila lebih tinggi
akan terjadi pengkristalan tetapi bila lebih rendah dari 62% maka sirup
akan membusuk. Untuk mencegah sirup tidak menjadi busuk ditambah
nipagin (methyl paraben) sebgai pengawet (Anief, 2006).
5. Komponen sirup
a. Anti caplocking
Agent Untuk mencegah kristalisasi gula di dalam botol maka umumnya
digunakan alkohol polihidrik seperti sorbitol, gliserol, atau
propilenglikol (Aulton, 2013).
b. Pengawet
Alasan penggunaan bahan pengawet secara kombinasi adalah dalam
rangka untuk meningjatkan kemampuan spectrum anti mikroba, efek
yang sinergis memungkinkan penggunaan pengawet dalam jumlah
kecil, sehingga kadar toksiknya menurun pula, dan menurunkan
terjadinya resistensi (Aulton, 2013).
c. Antioksidan
Antioksidan yang tepat bersifat toksi, non iritan, efektif pada
konsentrasi rendah, larut dalam fase pembawa, dan stabil (Aulton,
2013).
d. Pemanis
Zat pemanis digunakan untuk memperbaiki rasa pada sediaan yang
tidak enek seperti sirupus simplex yang mengandung gula, walaupun
dalam keadaan khusus dapat diganti seluruhnya atau sebagian dengan
gula-gula lainnya seperti dektrose atau bukan gula seperti sorbitol,
gliserin dan propilenglikol (Aulton, 2013).
6. Masker gel Peel off
Kosmetika wajah yang saat ini beredar luas di lingkungan
masyarakat tersedia dalam berbagai bentuk sediaan, salah satunya adalah
dalam bentuk masker peel off. Bentuk sediaan masker peel-off pun tidak
hanya satu bentuk sediaan, ada yang dalam bentuk gel dan ada yang
berbentuk serbuk yang kemudian dibuat menjadi bentuk pasta. Dalam
masker peel-off biasanya terkandung alkohol yang nantinya akan
menguap dan terbentuk lapisan film yang tipis dan transparan. Setelah
melekat selama 15-30 menit, lapisan tersebut diangkat dari permukaan
kulit dengan cara dikelupas (Slavtcheff, 2000).
Manfaat dari masker peel-off ini pun ada beberapa, diantaranya
mampu merelaksasikan oto-otot wajah, membersihkan, menyegarkan,
melembabkan dan melembutkan kulit wajah (Vieira, 2009). Keuntungan
dari masker gel peel-off dalam bentuk gel diantaranya penggunaannya
yang mudah, mudah dibilas (bila perlu) dan mudah dibersihkan, serta
dapat diangkat atau dilepaskan seperti membran elastis.
7. Komponen masker gel peel off
a. PVA
Polivinil alkohol adalah polimer sintetis yang larut dalam air.
Pemerian dari PVA adalah bubuk granular berwarna putih hingga
krem dan tidak berbau. PVA larut dalam air, sedikit larut dalam etanol
95% dan tidak larut dalam pelarut organik. PVA umumnya dianggap
sebagai bahan yang tidak beracun dan bersifat noniritan pada kulit dan
mata pada konsentrasi maksimal 10% serta digunakan pada kosmetik
dengan konsentrasi hingga 7% (Rowe, 2009).
PVA merupakan polimer yang paling umum digunakan sebagai
membran karena sifatnya yang hidrofilik. PVA dapat larut dalam air
dengan suhu air mencapai diatas 90°C. Pada suhu ruang, PVA
berwujud padat, lunak dalam pemanasan dan elastis seperti karet serta
dapat mengkristal. Berar molekul dari PVA adalah 85.000-146.000,
temperatur transisi gelas sebesar 85°C dan titik leleh 228°-256°C
(Perry,1997).
b. Carbopol
Carbopol atau Carbomer adalah suatu serbuk berwarna putih, fluffy,
asam dan higroskopis dengan karakteristik sedikit bau. Karbopol
dapat mengembang di air dan gliserin. Karbopol tidak larut melainkan
mengembang, karena karbopol adalah mikrogel silang tiga-dimensi.
Karbopol biasa digunakan dalam formulasi sediaan farmasi berupa
semisolid seperti krim, gel, lotion, dan salep dalam sediaan salep
mata, rektal, vaginal dan topikal sebagai agen modifikasi reologi.
Manfaat dari karbopol diantaranya sebagai material bioadhesive,
controlledrelease agent, agen pengemulsi, penstabil emulsi, agen
modifikasi reologi, zat penstabil, zat pensuspensi, dan zat pengikat
tablet. Konsentrasi penggunaan karbopol sebagai pengemulsi adalah
0,1-0,5%, sebagai gelling agent 0,5-2,0%,sebagai zat pensuspensi 0,5-
1,0%, sebagai pengikat dalam tablet 0,75-3,0% dan sebagai controlled
release agent 5-30,0% (Rowe, 2009).
c. Propilen glikol
Propilen glikol merupakan cairan bening tidak berwarna, kental, tidak
berbau, manis dan rasa sedikit tajam menyerupai gliserin. Propilen
glikol larut dalam aseton, kloroform, etanol 95%, gliserin dan air, larut
pada 6 bagian eter, tidak larut dengan minyak mineral ringan atau
fixed oil, tetapi akan melarutkan beberapa minyak esensial. Dalam
formulasi sediaan farmasi baik parenteral maupun nonparenteral,
propilenglikol sering digunakan sebagai pelarut, ekstraktan, dan
pengawet. Selain itu propilen glikol juga sering digunakan sebagai
pengawet antimikroba, desinfektan, humektan, platicizer, pelarut, dan
zat penstabil. Sebagai humektan, konsentrasi yang digunakan biasanya
15% (Rowe, 2009).
d. TEA
Trietanolamin (TEA) memiliki pemerian berbentuk larutan viskos
yang bening, tidak berwarna hingga sedikit kuning yang memiliki bau
sedikit amoniak. TEA biasanya digunakan sebagai agen pembasa dan
agen pengemulsi. Selain itu TEA juga sering digunakan dalam
pembuatan surfaktan, demulsfikasi minyak, zat warna, sebagai buffer,
pelarut dan plasticizer atau humektan. TEA dapat berubah warna
menjadi warna cokelat bila terpapar udara dan cahaya. Maka dari itu
TEA harus disimpan dalam wadah bebas udara yang terlindung dari
cahaya, dalam tempat dingin dan kering. TEA dapat larut dalam air,
metanol, karbon tetraklorida, aseton, dan dalam benzena dan etil eter
dengan perbandingan 1:20 dan 1:63 dalam suhu 20°C (Rowe, 2009)
e. Tween 80
Tween 80 merupakan surfaktan non-ionik hidrofilik yang digunakan
secara luas sebagai agen pengemulsi pada emulsi minyak dalam air.
Selain itu, tween 80 juga digunakan sebagai bahan peningkat
kelarutan. Tween 80 (Polisorbat 80) berbentuk cairan kental berwarna
kuning. Larut dalam air, dalam minyak biji kapas, praktis tidak larut
dalam minyak mineral (Rowe, 2009).
f. Pengawet
Pengawet digunakan untuk mencegah kontaminasi mikroba selama
masa penyimpanan. Pada sediaan masker ge peel-off ini, digunakan
pengawet karena penggunaannya yang berulang jadi dibutuhkan
pengawet untuk mencegah mikroba masuk ke dalamnya.
1. Metil paraben
Metil paraben atau biasa disebut nipagin memiliki pemerian
berbentuk kristal tidak berwarna atau bubuk kristal putih, tidak
berbau atau hampir tidak berbau. Berfungsi sebagai pengawet
antimikroba dalam sediaan kosmetik, produk makanan dan
formulasi sediaan farmasi lainnya. Metil paraben ini dapat
digunakan sendiri atau dapat dikombinasikan dengan zat
antimikroba lainnya. Metil paraben merupakan paraben yang
paling aktif. Kombinasi yang sering digunakan adalah metil-,
etil-, propil-, dan butil paraben. Aktivitas metil paraben dapat
ditingkatkan dengan penambahan zat tambahan lainnya seperti
propilen glikol (2-5%), feniletil alkohol, dan asam edetat (Rowe,
2009)
2. Propil paraben
Propil paraben atau biasa disebut nipasol memiliki pemerian
berbentuk bubuk putih, kristal, tidak berbau dan tidak berasa.
Digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam sediaan
kosmetik, produk makanan, dan formulasi sediaan farmasi
lainnya. Efikasi pengawet menurun dengan adanya peningkatan
pH karena terjadi pembentukaan anion fenolat. Zat ini lebih aktif
terhadap kapang dan khamir daripada terhadap bakteri dan lebih
aktif terhadap bakteri gram positif dibandingkan bakteri gram
negatif (Rowe, 2009).
8. Penggolongan simplisia
Menurut Fatyanti (2017), simplisia dapat digolongkan dalam 3
kategori yaitu:
a. Simplisia Nabati
Simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat
tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar
dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari
tanamannya dan belum berupa zat kimia.
b. Simplisia Hewani
Simplisia yang berupa hewan atau bagian hewan zat-zat berguna yang
dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
c. Simplisia Mineral
Simplisia yang berupa bahan-bahan pelikan (mineral) yang belum
diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat
kimia
9. Tahapan pembuatan simplisia
Menurut Prasetyo dan Inoriah (2013) menjelaskan tahapan pembuatan
simplisia yaitu:
a. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotorankotoran
atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya
simplisia yang dibuat dari akar atau tanaman obat bahan-bahan asing
seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak
serta pengotor lainnya harus dibuang. Tanah mengandung bermacam-
macam mikroba dalam jumlah yang tinggi, oleh karena itu
pembersihan simplisia dari tanah dapat mengurangi jumlah mikroba
awal.
b. Pencucian bahan
Pencucian bahan dilakukan untuk menghilangkan tanah dan
pengotor lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian
dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, atau air
sumur . Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah larut di
dalam air yang mengalir, pencucian hendaknya dilakukan dalam
waktu yang singkat mungkin.
c. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses
perajangan. Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk
mempermudah proses pengeringan, pengepakan, dan penggilingan.
Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat
penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan
tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya
atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap, sehingga
mempengarungi komposisi, bau, dan rasa yang diinginkan.
d. Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang
tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih
lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi
enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia.
Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat
merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya.
Proses pengeringan sudah dapat menghentikan proses enzimatik
dalam sel apabila kadar airnya dapat mencapai kurang dari 10%. Hal-
hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu
pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan,
dan luas permukaan bahan. Suhu yang terbaik dalam pengeringan
adalah tidak melebihi 60oC, tetapi bahan aktif yang tidak tahan panas
atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah
mungkin, misalnya 30 sampai 45oC.
Terdapat dua cara pengeringan yaitu pengeringan alamiah
(dengan panas matahari langsung atau dengan dianginanginkan) dan
pengeringan buatan (menggunakan instrumen). Dengan
menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan
mutu yang lebih baik karena pengeringan akan lebih cepat dan
merata, tanpa dipengaruhi cuaca.
e. Sortasi kering
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap
akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-
benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan
dan pengotor-pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada
simplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum simplisia dibungkus
untuk kemudian disimpan. Pada simplisia bentuk rimpang, sering
jumlah akar yang melekat pada rimpang terlampau besar dan harus
dibuang. Demikian pula adanya partikel-partikel pasir, besi, dan
benda-benda tanah lain yang tertinggal harus dibuang sebelum
simplisia dibungkus.
f. Penyimpanan
Selama penyimpanan ada kemungkinan terjadi kerusakan
pada simplisia. Kerusakan terserbut dapat mengakibatkan
kemunduran mutu sehingga simplisia bersangkutan tidak lagi
memenuhi syarat yang diperlukan atau yang ditentukan. Oleh karena
itu pada penyimpanan simplisia perlu diperhatikan beberapa hal yang
dapat mengakibatkan kerusakan simplisia, yaitu cara pengepakan,
pembungkusan dan pewadahan, persyaratan gudang simplisia, cara
sortasi dan pemeriksaan mutu serta cara pengawetannya. Penyebab
kerusakan pada simplisia yang utama adalah air dan kelembaban.
Cara menyimpan simplisia yang kurang tepat akan
menyebabkan rusaknya simplisia akibat hewan pengerat. Cara
pengemasan simplisia tergantung pada jenis simplisia dan tujuan
penggunaan pengemasan bahan dan bentuk pengemasan harus
sesuai. Wadah harus bersifat tidak racun dan tidak bereaksi (inert)
dengan isinya sehingga tidak menyebabkan terjadinya reaksi serta
penyimpangan warna, rasa, bau, dan sebagainya pada simplisia.
10. Ekstraksi dan ekstrak
a. Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan atau komponen dari
campuran dua komponen atau lebih dimana komponen mengalami
perpindahan masa dari suatu padatan atau cairan ke cairan lain yang
bertindak sebagai pelarut, penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat
aktif dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan
termasuk biota laut. Zat-zat aktif terdapat di dalam sel, namun sel
tanaman dan hewan berbeda demikian pula ketebalanya, sehingga
diperlukan metode ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam
mengekstraksinya. Tujuan ekstraksi bahan kimia adalah untuk
menarik komponen kimia yang terdapat dari bahan alam, ekstraksi
ini didasarkan oleh prinsip perpindahan massa komponen zat pelarut
dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian
berdifusi kedalam pelarut (Sudarmi dkk, 2015).
Proses ekstraksi khususnya untuk bahan yang berasal dari
tumbuhan menurut (Emilan dkk, 2011) :
1. Pengelompokan bagian tumbuhan (daun, bunga, dll)
pengeringan dan penggilingan bagian tumbuhan.
2. Pemilihan pelarut.
3. Pelarut polar : air,etanol, metanol, aseton dan lainya.
4. Pelarut semi polar : etilasetat, diklorometan, dan lainya.
5. Pelarut non polar : n-heksan, petroleum eter, klorofom, dan
lainya.
b. Ekstrak
Ekstrak menurut Saifudin (2014) diartikan sebagai suatu
produk hasil pengambilan zat aktif melalui proses ekstraksi
menggunakan pelarut, dimana pelarut yang digunakan diuapkan
kembali sehingga zat aktif ekstrak menjadi pekat. Bentuk dari
ekstrak yang dihasilkan dapat berupa ekstrak kental atau ekstrak
kering tergantung jumlah pelarut yang digunakan.
1) Ekstrak cair
Ekstrak cair adalah ekstrak hasil penyarian bahan alam dan
masih mengandung pelarut.
2) Ekstrak kental
Ekstrak kental merupakan ekstrak yang telah mengalami
proses penguapan dan sudah tidak mengandung cairan pelarut
lagi, tetapi konsentrasinya tetap cair pada suhu kamar.
3) Ekstrak kering
Ekstrak kering adalah ekstrak yang telah mengalami proses
penguapan dan tidak lagi mengandung pelarut dan berbentuk
padat (kering).
11. Maserasi
Menurut Marjoni (2016) mengatakan bahwa maserasi merupakan
salah satu 2metode ekstraksi yang dilakukan dengan cara meredam
simplisia nabati menggunakan pelarut tertentu selama waktu tertentu
dengan sesekali dilakukan pengadukan atau penggojokan. Prinsip
meserasi adalah cara penyaringan yang sederhana dengan pengikatan atau
pelarut zat aktif berdasarkan sifat kelarutannya dalam suatu pelarut (like
dissolved like), penyaringan zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga
hari pada temperatur kamar, terlindung dari cahaya, cairan penyari akan
menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung
zat aktif. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak dan
digantikan oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi),
peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi
antara larutan diluar sel dan didalam sel.
Selama proses meserasi dilakukan pengadukan dan penggantian
cairan penyari setiap hari dan endapan yang diproleh dipisahkan dan
filtratnya dipekatkan. Maserasi digunakan untuk menyari zat aktif yang
mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung stirak dan benzoin.
Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara merendam 10 bagian
serbuk simplisia dalam 75 bagian cairan penyari (pelarut). Keuntungan
cara penyajian dengan maserasi adalah pengerjaan dan peralatan yang
digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedangkan kerugian dari
cara maserasi adalah pengerjannya lama dan penyarian kurang sempurna
(Marjoni, 2016).
12. Skrining fitokimia
a. Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa bagian dari metabolit sekunder
terbanyak pada tanaman. Flavonoid memiliki struktur kimia C6-C3-
C6 dan 2 cincin aromatik yang terikat sebagai penghubung tiga rantai
karbon. Struktur flavonoid mempunyai ikatan terhadap aktivitas
antibakteri, mekanisme flavonoid seperti quercetin disebabkan
adanya hambatan DNA gyrase (Pater Suteja et al., 2016).
b. Saponin
Saponin dapat membentuk suatu efek pembentukan busa yang susah
hilang selama beberapa menit saat dilakukkan penggojokkan dengan
air (Julianto, 2019). Saponin terdapat pada seluruh tanaman yang
berkonsentrasi besar pada bagian-bagian tertentu. Saponin
merupakan senyawa metabolit sekunder dengan kelompok glikosida
triterpenoid atau steroid aglikon, saponin memiliki rasa pahit maupun
manis dan senyawa ini bisa larut dalam air tetapi tidak larut dalam
eter (Illing, Ilmiati, safitri, wulan, 2017)
c. Tannin
Tanin adalah suatu senyawa fenolik yang memiliki ciri khas rasa
pahit atau sepat, dapat bereaksi dan menggumpal jika bertemu
dangan senyawa organik yang memiliki kandungan alkaloid dan
asam amino (Julianto, 2019). Senyawa ini memiliki golongan
senyawa fenol yang dapat ditemukan pada buah atau daun yang
belum matang. Golongan tanin terbagi menjadi 2 golongan secara
kimia yaitu: tanin katekin atau juga biasa disebut tanin terkondensasi
dan tanin galat atau tanin terhidrolisis (Illing, Ilmiati, safitri, wulan,
2017).
d. Triterpenoid
Triterpenoid biasanya didapatkan dari proses biogenesis enam unit
isoprena. Triterpenoid mempunyai berbagai struktur kerangka dan
biasanya triterpenoid yang ditemukan mempunyai prekursor asiklik
skualena (C30). Triterpenoid biasanya didapatkan dari proses
biogenesis enam unit isoprena. Triterpenoid merupakan bagain dari
komponen suatu tumbuhan yang memiliki bau dan bisa diisolasi dari
bahan nabati dengan cara penyulingan sebagai minyak atsiri.
Senyawa ini mempunyai struktur siklik kebanyakan berbentuk
alkohol, asam karboksilat, dan aldehida. Biasanya triterpenoid
didapatkan dari tumbuhan berbiji sebagai glikosida, golongan
senyawa ini juga ditunjukan dengan bentuk cincin coklat saat
ditambahkan asam sulfat pekat (Sholikhah, 2016).
e. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa organik yang bermolekul kecil mempunyai
kandungan nitrogen yang memiliki efek farmakologi kepada manusia
dan hewan. Alkaloid juga digolongkan kedalam jenis senyawa yang
tidak mudah homogen dari segi biokimia, kimia, maupun fisiologi.
Alkaloid mempunyai ciri khas pada senyawa yaitu rasa pahit dan
biasanya hanya mempunyai satu molekul N. Senyawa ini juga
biasanya terdapat pada biji, buah, akar, batang, dan bagian tanaman
lainnya (Lully Hanni, 2016).
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah, maserator,
spatel logam, botol semprot, alat-alat gelas, cawan petri, mortir dan
stamper, pH meter, hot plate, mikroskop, rotary evaporator, viskometer,
skin analyzer, wadah maserasi, , timbangan analitik , lemari pengering,
gelas beaker , gelas ukur , piknometer 25 mL, kertas pH meter , botol
kaca,
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
simplisia daun kemangi, alcohol 96%, larutan pereaksi besi (III) klorida,
serbuk magnesium, larutan asam klorida, larutan natrium hidroksida, amil
alkohol, pereaksi mayer, pereaksi dragendorf, gelatin 1, air suling, PVA
(polyvinil alkohol), karbopol 940, proplin glikol, TEA, tween 80, metil
paraben, propil paraben,sirup simplex, nipagin, sukrosa, asam sitrat, asam
tartrat,natrium bikarbonat, laktosa,pereaksi mayer, pereaksi dragendroff.
C. Lokasi waktu praktikum
Lokasi praktikum di laboratorium Stikes Muhammadiyah
Kuningan pada tanggal 19 November 2022 dan 28 Januari 2023
D. Prosedur penelitian
1. Methode pemisahan ekstrak
Ekstraksi cair-cair
a. Timbang 0,5 gr ekstrak yang diperoleh dari hasil ekstraksi dengan
metode maserasi kemudian larutkan dalam 50 ml aquadest. Cara
melarutkan nya adalah ekstrak ditambahkan sedikit-sedikit
aquadest sampai ekstrak tercampur homogen.
b. Masukan larutan ekstrak kedalam corong pisah dan tambahkan
pelarut kedua (n-heksana) sama banyak dengan pelarut pertama.
c. Kocok larutan dalam corong pisah dengan seksama sambal sesekali
udara dalam corong dikeluarkan.
d. Diamkan larutan dalam corong pisah sampai kedua pelarut terpisah
sempurna dan pisahkan lapisan n-heksana.
e. Ulangi proses pengocokan sampai diperoleh fraksi n-heksana yang
hamper tidak berwarna
f. Lapisan air dalam corong pisah kemudian dikocok kembali dengan
pelarut etil asetat dengan cara yang sama seperti pelarut n-heksana.
2. Penapisan Fitokimia Daun Kemangi
Penapisan fitokimia dilakukan pada simplisia dan ekstrak meliputi
pemeriksaan terhadap kandungan senyawa alkaloid, saponin,
flavonoid, kuinon, polifenol, dan tanin.
a. Identifikasi alkaloid
Ekstrak sebanyak 0,3 gram ditambah 5 ml HCl 2N dipanaskan
diatas penangas air selama 2-3 menit, sambal diaduk, setelah
dingin ditambah 0,3 gram NaCl diaduk rata kemudian disaring.
Filtrat yang diperoleh ditambah 5 ml Hcl 2N dan dibagi menjadi
tiga bagian yang disebut sebagai larutan IA,IB,IC. Lapisan asam
dipipet kemudian dibagi menjadi 3 bagian : filtrat 1 ditambahkan
pereaksi mayer, terjadinya kekeruhan atau endapan putih
menunjukan adanya alkaloid. Filtrat 2 ditambahkan perekasi
dragendroff terjadinya endapan jingga coklat menunjukan adanya
alkaloid. Filtrat 3 digunakan sebagai blanko.
b. Identifikasi flavonoid
Reaksi warna : 0,3 gr ekstrak dikocok menjadi 3 ml N-heksana
berkali-kali sampai ekstrak n-heksana tidak berwarna. Residu
dilarutkan dalam etanol dan dibagi menjadi 4 bagian masing-
masing disebut sebagai larutan III A, IIIB,IIIC,IIID.
a) Uji Bate-Sith dan metalf
Larutan IIIA sebagai blanko, larutan IIIB ditambahkan 0,5 ml
HCl pekat dan diamati perubahan warna yang terjadi,
kemudian dipanaskan di atas penangas air dan diamati lalu
perubahan warna yang terjadi, bila perlahan-lahan menjadi
warna merah terang atau ungu menunjukan adanya senyawa
leukoantosianin (dibandingkan dengan blanko).
b) Uji Wilstater
Larutan IIIA sebagai blanko, larutan IIIC ditambahkan 0,5 ml
HCl pekat dan 4 potong magnesium. Diamati warna yang
terjadi. Diencerkan dengan air suling, kemudian ditambahkan
1 ml butanol. Diamati warna yang terjadi disetiap lapisan.
Perubahan warna merah jingga menunjukkan adanya flavon,
merah pucat menunjukan adanya flavonol, merah tua
menunjukan adanya flavonon.
c. Identifikasi tannin dan polifenol
Reaksi warna : 0,3 gr ekstrak ditambah 10 ml aquadest
panas,diaduk dan dibiarkan sampai temperature kamar, lalu
ditambah 3-4 tetes 10 % NaCl diaduk dan disaring filtrat dibagi
menjadi 3 bagian masing-masing 4 ml dan disebut sebagai IV A,
IV B, IV C.
a) Uji Ferriklorida
Larutan IVC diberi beberapa tetes larutan FeCl3, kemudian
diamati terjadinya perubahan warna. Jika terjadi warna hijau
kehitaman menunjukan adanya tanin. Jika pada penambahan
gelatin dan NaCl tidak timbul endapan tetapi setelah
ditambahkan dengan FeCl3, terjadi perubahan warna menjadi
hijau biru hingga hitam, menunjukan adanya senyawa
polifenol.
 FeCl3 positif, uji gelatin positif = (+) tanin.
 FeCl3 negatif, uji gelatin positif = (+) polifenol
 FeCl3 positif = (-) tanin, (-) polifenol.
b) Uji Gelatin
Larutan IVA digunakan sebagai blanko, larutan IVB
ditambahkan dengan sedikit larutan gelatin dan 5 ml larutan
NaCl 10% jika terjadi endapan putih menunjukan adanya
tanin.
d. Identifikasi saponin, triterpenoid dan steroid
Uji buih : ekstrak sebanyak 0,3 gr dimasukan ke dalam tabung
reaksi kemudian ditambah air suling 10 ml dikocok kuat-kuat
selama kira-kira 30 detik. Tes buih positif mengandung saponin
bila terjadi buih yang stabil selama lebih dari 30 menit dengan
tinggi 3 cm diatas permukaan cairan.
Reaksi warna : 0,3 gr ekstrak dilarutkan dalam 15 ml etanol lalu
di bagi menjadi 3 bagian ,masing-masing disebut sebagai larutan II
A. II B, II C . uji Lieberann-Burchard : larutan IIA digunakan
sebagai blangko, larutan IIB ditetesi asam asetat anhidrat dan 1
tetes asam H2SO4 pekat,lalu dikocok perlahan dan amati
terjadinya perubahan warna. Adanya warna biru menunjukan
adanya triterpenoid steroid dan warna kuning muda menunjukan
adanya saponin jenuh.
Uji Salkowski : Larutan II A digunakan sebagai blangko laruta II
C sebanyak 5 ml ditambah 1-2 ml H2SO4 pekat melalui dinding
tabung reaksi . adanya steroid tak jenuh ditandai dengan timbulnya
cincin berwarna merah.
e. Senyawa Golongan Antrakuinon
1. Reaksi Warna
a) Uji Borntrager
Ekstrak sebanyak 0,3 gram di ekstraksi dengan 10 ml air
suling, saring lalu filtrate diekstraksi dengan 3 ml toluene
dalam corong pisah. Ekstraksi dilakukan sebanyak dua kali.
Kemudian fase toluene dikumpulkn dan dibagi menjadi 2
bagian, disebut sebagai larutan VA dan VB. Larutan VA
sebagai blanko. Larutan VB ditambah ammonia dan
dikocok, warna merah menunjukan adanya senyawa
antrakuinon.
b) Uji Modifikasi Borntrager
Ekstrak sebanyak 0,3 gram ditambahkan dengan 1 ml KOH
5N dan 1 ml H2SO4 encer. Dipanaskan dan disaring filtrate
ditambahkan asam asetat glacial , kemudian diekstraksi
dengan toluene. Fase toluene diambil dan dibagi menjadi
dua sebagai VIA dan VIB. Larutan VIAsebagai blanko,
larutan VIB ditambah ammonia. Warna merah atau merah
muda pada lapisan alkalis menunjukan adanya antrakuinon.
3. Ekstraksi
Pembuatan ekstrak daun kemangi dilakukan dengan cara dingin yaitu
dengan cara maserasi. Ditimbang sebanyak 300 g simplisia daun
kemangi kemudian ditambahkan etanol 96% sampai simplisia
terendam sempurna di dalam maserator. Diaduk selama 30 menit
dengan batang pengaduk dan didiamkan selama 3 jam, diaduk lagi
selama 15 menit. Setelah itu didiamkan selama 72 jam (usahakan
maserator tidak pindah). Ekstrak disaring ekstrak yang lebih pekat.
Kemudian diuapkan diatas tangas air untuk mendapatkan ekstrak
kental.
4. Masker gel peel off
Formulasi pembuatan sediaan masker gel peel off yaitu dengan cara
mengembangkan PVA di wadah A dengan air suling panas. Di wadah
yang terpisah, dikembangkan juga karbopol 940 dengan air suling
yang telah dipanaskan dan ditambahkan TEA. Kedua masa yang sudah
dikembangkan, dicampurkan dengan propilen glikol, metil paraben,
propil paraben dan tween 80 dalam satu wadah, diaduk hingga
homogen. Kemudian ekstrak ditambahkan ke dalam basis sedikit demi
sedikit sambil diaduk hingga homogen.
Tabel formula sediaan masker gel peel,off

Bahan Jumlah (gram) Fungsi


PVA 12 Lapisan film
Karbopol 940 0,5% Gelling agent
Propilen glikol 12 Humektan
TEA 0,5 Stabilizer agent
Metil paraben 0,18 Pengawet
Propil paraben 0,02 Pengawet
Tween 80 1 Mencegah sineresis
Ekstrak daun 3 gram Zat aktif
kemangi
Air suling ad 100 pelarut

5. Sediaan sirup
Pada Formula sediaan sirup menggunakan konsentrasi 3%;
Propilenglikol yang digunakan sebanyak 12%, nipagin 0,2%, dan
sirupus simpleks ad 100 g . Langkah-langkah pembuatan sirup yaitu
membuat sirupus simpleks dengan cara menggerus sukrosa, kemudian
dilarutkan dengan aquadest dan sirupus simplek disaring menggunakan
kain flanel. Pembuatan sirup dimana ekstrak daun kemangi dilarutkan
dengan propilenglikol sedikit kemudian diaduk hingga homogen dalam
gelas beker. Nipagin dilarutkan dengan sisa propilenglikol hingga
homogen dalam gelas beker yang berbeda. Dimasukkan nipagin ke
dalam campuran ekstrak dan propilenglikol, kemudian diaduk hingga
homogen. Setelah itu, ditambahkan sirupus simplek sesuai dengan
yang diperlukan, diaduk sampai semua bahan larut dan homogen.
Dilanjutkan dengan evaluasi sediaan sirup.
6. Sediaan granul effervescent
Formula tablet effervescent ekstrak daun kemangi

Nama Konsentrasi Fungsi


Ekstrak daun kemangi 1,12 gr Zat aktif
PVP 2% Pengikat
Asam Sitrat 13,3% Sumber asam
Asam Tartrat 26,7% Sumber asam
Natrium bikarbonat 40% Sumber basa
Laktosa Ad 7 gr Pengisi

Granul effervescent dibuat secara terpisah antara granul asam dan


granul basa untuk menghindari reaksi effervescent dini. Ekstrak ditimbang
dan dilarutkan dengan etanol 96% dalam gelas kimia, kemudian dibuat
granul asam dengan mencampur asam sitrat, asam tartrat dan laktosa.
Sedangkan granul basa terdiri dari natrium bikarbonat. Kemudian PVP
dibasahi dengan larutan etanol ekstrak sampai terbentuk mucilage. Lalu
dicampurkan granul asam dan granul basa ke dalam mucilago dan
dilakukan pengeringan dengan oven pada suhu 40 – 60oC . setelah kering
granul diayak dengan ayakan no 20 mesh supaya mendapat granul dengan
ukuran yang homogen.
7. Evaluasi sediaan masker gel peel off
a. Uji organoleptis dan homogenitas
Pengujian dilakukan dengan mengamati perubahan-perubahan
warna, bau dan bentuk dari sediaan masker gel peel-off.
Pengamatan dilakukan pada hari ke0. Sedangkan uji homogenitas
dilakukan dengan cara mengoleskan basis pada kaca objek atau
pada punggung tangan. Sediaan yang homogen menunjukan tidak
adanya pemisahan. Pengujian dilakukan pada hari ke 0 selama
masa penyimpanan pada suhu ruang.
b. Uji pH
pH diukur dengan menggunakan pH meter. Basis gel dimasukkan
kedalam beaker glass 100 mL lalu dicelupkan alat pH meter
kemudian dilihat angka yang tertera pada alat. Pengukuran pH
dilakukan pada hari ke 0.
c. Uji waktu mengering
Pengujian dilakukan dengan cara mengoleskan sejumlah sampel
seperti saat mengaplikasikan masker pada punggung tangan dan
dihitung waktu yang dibutuhkan oleh sediaan untuk mengering
hingga dapat dikelupas dengan menggunakan stopwatch.
8. Evaluasi sediaan sirup
1. Uji Organoleptis
Uji organoleptis akan menguji warna dan rasa sediaan sirup ekstrak
etanol daun kemangi yang akan diuji dengan menggunakan panca
indera, dengan cara melihat warna sediaan dan mencoba rasa dari
sediaan sirup tersebut
2. Uji ph
Pada uji pH, pH yang baik untuk sediaan sirup adalah 4-8 . Uji pH
dilakukan dengan menggunakan pH universal, dengan cara yaitu
menuangkan sedikit dari formula tersebut ke dalam gelas beker.
Kemudian mencelupkan kertas pH universal ke dalam sediaan
tersebut
3. Uji homogenitas
Uji homogenitas merupakan salah satu jenis evaluasi yang
digunakan untuk memastikan apakah terdapat gumpalan/partikel
pada sediaan sirup, cara uji homogenitas yaitu dengan cara
menggunakan kertas putih sebagai latar belakang dan dilihat
dengan indera penglihatan menggunakan bantuan senter.
Kemudian diamati apakah masih terdapat partikel yang belum
larut.

4. Uji bobot jenis


Cara untuk menentukan bobot jenis suatu sediaan sirup yaitu
piknometer dibersihkan kemudian dikeringkan menggunakan oven
lalu ditimbang, setelah itu dimasukkan air suling ke dalam
piknometer sampai luber, ditimbang dan dicatat, air suling dibuang
kemudian dikeringkan lagi menggunakan oven. Jika sudah kering
ditambahkan sediaan sampai luber dan ditimbang kemudian
dicatat. Nilai yang baik untuk bobot jenis sediaan sirup adalah 1,3
g/mL.
5. Uji waktu tuang
Uji waktu tuang dilakukan dengan cara yaitu dengan menuangkan
suatu sediaan dari botol sebanyak 50 mL ke dalam gelas beaker
dengan sudut 45˚ dengan ketinggian 19,5 cm. Kemudian dihitung
waktunya saat penuangan.
6. Uji volume terpindahkan
Sirup yang memenuhi syarat uji volume terpindahkan apabila
volume sediaan tidak kurang dari 95%. Uji volume terpindahkan
dilakukan dengan cara yaitu diukur volume sebanyak 25 mL dari
masing-masing formula, kemudian sirup dituang kembali ke dalam
gelas ukur. Diamati perubahan volume yang terjadi dan dicatat
volume awal dan akhir. Sirup yang memenuhi syarat apabila
volume sediaan tidak kurang dari 95%.
9. Evaluasi sediaan granul effervescent
a. Uji organolpetis
Pemeriksaan organoleptic dilakukan dengan panca indera meliputi
warna secara kasat mata, rasa, bau atau aroma.
b. Uji laju alir
Laju alir dilakukan dengan menggunakan alat flow meter. 10 gram
granul dimasukan ke dalam alat dan dicatat waktu yang diperlukan
granul jatuh. Syarat granul yang ditentukan yaitu tidak kurang dari
10 g/detik.
c. Uji sudut diam
Sudut diam dilakukan dengan dimasukan granul ke dalam corong
pada flow meter yang dipasang dengan jarak 10 cm dari ujung
bawah corong hingga permukaan datar, lalu dihitung waktu yang
diperlukan granul untuk mengalir dan dihitung diameter serta
tinggi kerucut yang terbentuk. Uji sudut diam dikatakan memenuhi
syarat apabila 25>α>40.
d. Uji ph
Nilai pH diperoleh dengan menggunakan alat pH meter yang
dilakukan dengan cara melarutkan 5 gram granul effervescent ke
dalam 100 ml aquadest. Setelah larut sempurna pengukuran pH
dilakukan menggunakan pH meter. pH larutan effervescent
dikatakan baik jika mendekati netral yaitu 6-7.
e. Uji waktu larut
Data waktu larut atau disperse diperoleh dengan memasukan 100
ml aquadest dengan suhu 15-25oC ke dalam gelas kimia. Setelah
itu dimasukan 15 gram granul ke dalam air tersebut dan dicatat
waktu yang diperlukan granul untuk menyelesaikan reaksinya
didalam aquadest. Waktu larut serbuk effervescent yang baik
berkisar antara 1-2 menit.
f. Kompresibilitas
Menimbang berat gelas ukur 25 ml kosong lalu dimasukan granul
kedalam gelas ukur hingga mencapai volume 25 ml lalu dicatat dan
dihitung nilai bulk densitynya dan dilakukan penegtapan pada
gelas ukur sebanyak 500 kali. Kemudian diukur volume dan mutu
Bj mampat tidak melebihi 20%
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa)dideterminasi dan diindentifikasi


dengan pemeriksaan makroskopis tanaman. Setelah itu dilakukan ekstraksi
dengan metode maserasi. Proses maserasi dipilih karena efektif menarik
metabolit sekunder maupun senyawa pada tanaman. Sampel tanaman yang
direndam dalam pelarut akan mengalami pemecahan membran sel dan dinding
karena adanya perbedaan tekanan di dalam dan di luar sel simplisia. Hal ini
akan menyebabkan metabolit sekunder di dalam sitoplasma simplisia akan
larut ke dalam pelarut organik.
Pelarut yang digunakan pada ekstraksi ini adalah etanol 96%. Pelarut etanol
96% dipilih karena pelarut ini merupakan pelarut universal. Setelah ekstrak
cair didapatkan kemudian dipekatkan di whaterbath sehingga mengental
dengan menggunakan tangas air hingga didapatkan ekstrak kental.
Setelah bunga rosella (Hibiscus sabdariffa) diekstrasi maka dilakukan
penapisan senyawa untuk mengetahui hasil fitokimia dari daun tersebut.
Berdasarkan hasil uji fitokimia dan organoleptis dari ekstrak bunga rosella,
didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 1.1 Hasil Organoleptis Ekstrak Bunga Rosella (Hibiscus
sabdariffa)

Organoleptis Hasil
Bentuk Ekstrak Kental
Bau Khas
Warna Hitam
Rasa Agak Pedas
Setelah itu dilakukan uji skrining fitokimia pada bunga rosella (Hibiscus
sabdariffa) dengan didapat sebagai berikut:

Tabel 1 .2 Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Bunga Rosella

Senyawa Hasil Uji fitokimia Keterangan


Flavonoid Leukoantosiamin Senyawa -
berwarna hitam,
Senyawa berwarna merah +
muda
Alkaloid Adanya endapan coklat +
Saponin Tidak ada buih -
Polifenol dan Tanin Hijau kehitaman +
Antrakuinon Senyawa berwarna coklat tua -

Setelah dilakukan uji skrining fitokimia ekstrak bunga rosella, lalu dilakukan
uji ekstraksi cair-cair lalu dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis pada
ekstrak bunga rosella. Pada pembuatan formula sediaan bahan alam digunakan
ekstrak daun kemangi dengan formula sediaan sirup, granul effervescent, dan
masker gel peel off.
Pertama pembuatan sediaan serbuk effervescent adalah hasil dari
gabungan senyawa asam dan basa yang bila ditambahkan dengan air (H2O)
akan bereaksi melepaskan karbon dioksida (CO2), sehingga efek ini yang
akan menghasilkan buih pada sediaan. Pemilihan menjadi bentuk serbuk
effervescent karena serbuk effervescent disukai karena mempunyai warna bau
dan rasa menarik. Selain itu jika dibandingkan dengan minuman serbuk biasa,
serbuk effervescent memiliki keunggulan pada kemampuan untuk
menghasilkan gas karbon dioksida yang memberikan rasa segar seperti pada
air soda. Kemudian, jika dibandingkan dengan bentuk sediaan lain, kelebihan
dari sediaan serbuk everfecent diantaranya adalah dikonsumsi lebih mudah,
dalam hal penyiapan larutan dalam waktu seketika mengandung dosis obat
yang tepat, dan dapat diberikan kepada orang yang mengalami kesulitan
menelan tablet atau kapsul. Serbuk effervescent memiliki kemampuan untuk
menghasilkan gas karbon dioksida dimana adanya gas tersebut akan menutupi
rasa pahit serta mempermudah proses pelarutannya tanpa melibatkan
pengadukkan secara manual (Syamsul dan Supomo, 2014). Dalam pembuatan
granul effervescent dibutuhkan formulasi ekstrak kemangi (1,12gram), pvp 30
(0,14gram), asam sitrat (0,931gram), asam tartrat (1,869gram), natrium
bikarbonat (2,8gram) dan laktosa (ad 7 gram). Dalam formulasi granul
efervecent selain zat aktif ada juga beberapa bahan tambahan yang digunakan
diantaranya sumber asam yang terdiri dari asam sitrat dan asam tartrat, sumber
basa yaitu bikarbonat, pengisi yaitu laktosa dan pengikat yaitu PVP K30. Pada
proses pembuatannya, ekstrak kemangi ditimbang dan dilarutkan dengan
etanol 96% dalam gelas kimia, granul effervescent dibuat secara terpisah
antara granul asam dan granul basa untuk mencegah terjadinya reaksi dini.
Granul asam terdiri dari campuran asam sitrat, asam tratrat dan laktosa
sedangkan granul basa terdiri dari natrium bikarbonat. Kemudian mucilage
dibuat dengan mencampurkan PVP K30 dengan etanol, setelah itu granul basa
dan asam dicampurkan kedalam mucilage dan dilakukan pengeringan pada
suhu 40-60ᵒC yang bertujuan untuk membentuk massa yang akan digranulasi.

Setelah terbentuk, massa diayak dengan ayakan 20 mesh untuk


memudahkan pengeringan, memperkecil ukuran partikel. Setelah itu granulasi
dikeringkan lalu diayak lagi untuk mendapatkan granulasi dengan ukuran
yang homogen. Metode evaluasi yang di gunakan yaitu uji organoleptis
dengan warna kuning kehijauan, bau khas, dan rasa manis. Selanjutnya
metode evaluasi uji laju alir yang dilakukan dengan menggunakan alat flow
meter. 10 gram granul dimasukkan kedalam alat dan di catat waktu hasil yang
di dapat 44 detik yang memenuhi syarat granul yang ditentukan oleh faudholi
(2001) yaitu tidak kurang dari 10g/detik. Selanjutnya uji sudut diam dilakukan
dengan memasukkan granul kedalam corong pada flow meter yang dipasang
dengan jarak 10 cm dari ujung corong hingga permukaan datar, lalu di hitung
waktu yang di dapat adalah 44 detik granul mengalir, diameter yang di dapat
adalah 10 cm, dan tinggi kerucut yang terbentuk yaitu 1 cm. Selanjutnya uji
kompresibilitas dengan menimbang berat gelas ukur 100 ml kosong lalu
dimasukan granul kedalam gelas ukur hingga mencapai volume 100 ml lalu di
catat dan di hitung nilai yang di dapat yaitu volume awal 24 ml , volume akhir
19 ml, dan berat 9,76 gram, hasil tersebut tidak lebih dari 20%.

Selanjutnya uji pH diperoleh dengan menggunakan alat pH meter yang


dilakukan dengan cara melarutkan 3 gram granul effervescent ke dalam 100
ml aquadest, setelah larut sempurna pengukuran pH dilakukan menggunakan
pH meter hasil yang di dapat yaitu pH tersebut 6, hasil tersebut telah
memenuhi syarat. Selanjutnya uji waktu larut diperoleh dengan memasukkan
100 ml aquadest dengan suhu 15-25ᵒC kedalam gelas kima, setelah itu
dimasukkan 15 gram granul ke dalam air tersebut dan di catat waktu yang di
dapat yaitu 1 menit 5 detik hasil tersebut telah memenuhi syarat.

Kedua pembuatan sirup ekstrak daun kemangi menggunakan


konsentrasi 3% dengan formulasi ekstrak daun kemangi 3 gram,
propilenglikol 12%, nipagin 0,2%, dan sirupus simplex ad 100. Setelah itu
lakukan penimbangan bahan lalu dan siapkan alat-alat yang akan digunakan.
Untuk pembuatan sirup langkah pertama yang dilakukan yaitu pembuatan
sirupus simplex dengan cara menggerus sukrosa, kemudian dilarutkan dengan
aquadest dan sirupus simplex disaring menggunakan kain flanel atau kertas
saring. Pembuatan sirup dimana ekstrak daun kemangi dilarutkan dengan
sedikit propilenglikol kemudian diaduk hingga homogen dalam beaker gelas.
Nipagin dilarutkan dengan sisa propilenglikol hingga homogen dalam beaker
gelas yang berbeda. Dimasukan nipagin ke dalam campuran ekstrak dan
propilenglikol, kemudian diaduk hingga homogen. Setelah itu, ditambahkan
sirupus simplex sesuai dengan yang diperlukan, diaduk sampai semua bahan
larut dan homogen. Setelah itu dilanjutkan dengan evaluasi sediaan sirup.
Evaluasi yang dilakukan untuk sediaan sirup ekstrak daun kemangi yaitu uji
organoleptis, uji pH , uji homogenitas, uji bobot jenis , uji waktu tuang, dan
uji volume terpindahkan.

Evaluasi yang pertama yaitu evaluasi organoleptis yaitu evaluasi


dengan indera manusia, meliputi warna, rasa, dan bau. Warna yang dihasilkan
hijau, bau yang dihasilkannya bau khas, dan rasanya pahit sedikit panas.
Evaluasi yang kedua yaitu evaluasi uji pH sirup ekstrak daun kemangi. Uji pH
yang dilakukan menghasilkan pH 4 yaitu memenuhi standar , karena standar
pH nya antara 4-8. Evaluasi ketiga yaitu evaluasi homogenitas tujuan dari
evaluasi ini untuk melihat adanya partikel atau endapan pada sirup. Hasil dari
uji homogenitas pada sirup ektrak daun kemangi tidak terdapat partikel.

Evaluasi yang keempat yaitu evaluasi bobot jenis yaitu dengan cara
menimbang piknometer yaitu piknometer +air dan piknometer + sirup ekstrak
daun kemangi. Hasil dari piknometer + air 46,77 gram dan piknometer + sirup
49,72 gram. Evaluasi yang kelima yaitu evaluasi uji waktu tuang yang
bertujuan untuk megetahui kekentalan dari suatu sediaan sirup, sehingga
semakin kental sirup akan semakin sulit untuk dituang. Hasil dari uji waktu
tuang yaitu 08.93.

Evaluasi keenam yaitu evaluasi volume terpindahkan yaitu mengukur


volume awal dan volume akhir pada sediaan sirup ekstrak daun kemangi.
Volume awal dari uji terpindahkan yaitu 25 ml dan volume akhirnya 24 ml.
Dari keseluruhan evaluasi sirup yang dilakukan bahwa sirup ekstrak daun
kemangi memenuhi standar karena evaluasi yang dilakukan terpenuhi sesuai
dengan persyaratan.

Ketiga pembuatan masker gel peel of dari ekstrak daun kemangi. Pada
pembuatan masker gel peel of bahan-bahan yang digunakan yaitu PVA,
Carbopol, Propilen glikol, Metil paraben, Propil paraben, tween 80, Ekstrak
etanol daun kemangi, dan aquadest. Berdasarkan hasil pemeriksaan, bahan
bahan yang digunakan pada formulasi ini dalam keadaan baik dan sudah
sesuai dengan persyaratan. Polivinil alkohol berfungsi sebagai pembentuk
lapisan, carbopol 940 sebagai gelling agent, trietanolamin sebagai stabilizer
agent (pembasa), propilenglikol sebagai humektan, metil paraben dan propil
paraben sebagai pengawet, tween 80 untuk mencegah terjadinya sineresis, dan
air suling sebagai pelarut.

Sineresis merupakan peristiwa keluarnya air dalam gel. Sineresis dapat


terjadi karena beberapa faktor dalam pembentukan gel, yaitu pH (keasaman
atau kebasaan yang tinggi), mekanik (pengadukan dan tekanan) dan suhu
(suhu tinggi dapat menyebabkan denaturasi dan keluarnya cairan). Dibuatnya
formulasi sediaan ini karena sediaan masker gel peel off penggunaannya yang
mudah, mudah dikelupas, memberikan rasa nyaman dan dingin, serta tidak
lengket atau berminyak, karena basis pada formula sediaan ini tidak
mengandung basis minyak. Carbopol sangat mempengaruhi bentuk gel dari
sediaan masker gel peel off tersebut. Setelah itu terlebih dahulu pembuatan
basis untuk masker gel peel off. Setelah basis masker gel peel off terbuat lalu
tambahnkan sedikit ekstrak daun kemangi. Lalu diaduk sampai homogen.
Setelah itu dilakukan evaluasi pada masker gel peel off ekstrak daun kemangi.
Evaluasi yang di lakukan yaitu evaluasi organoleptis, evaluasi uji pH , dan
evaluasi waktu uji mengering. Evaluasi pertama kali dilakukan adalah
pemeriksaan organoleptis yaitu pemeriksaan dengan menggunakan panca
indera, yaitu dengan mengamati warna, bau, dan konsistensi (bentuk).

Hasil dari evaluasi uji organoleptis ekstrak daun kemangi yaitu warna
hijau tua, bau khas,dan bentuknya gel. Evaluasi kedua yaitu uji pH sediaan
masker gel peel off .Pada uji ini pH yang didapatkan yaitu 6 memenuhi
persyaratan untuk sediaan masker gel peel off. Evaluasi ketiga yaitu uji waktu
kering yang bertujuan untuk mengetahui berapa lama masker gel mengering
pada permukaan kulit dan membentuk lapisan film. Waktu sediaan kering
pada masker gel peel off yaitu 15-30 menit. Hasil dari evaluasi uji waktu
kering pada sediaan masker gel peel off ekstrak daun kemangi yaitu 51.04.
Pada uji waktu kering yang di dapatkan tidak memenuhi persyaratan. Dapat di
sebabkan karena beberapa faktor seperti bahan-bahan yang sudah tidak stabil
karena penyimpanan bahan-bahan tersebut sudah terlalu lama, ketidakstabilan
pada saat penimbangan bahan, pemilihan bahan yang kurang tepat,
penggerusan bahan yang terlalu lama pada saat pembuatan basis masker gel
peel off ekstrak daun kemangi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Ekstrak
daun kemangi (Ocimim basilicum L.) dapat diformulasikan sediaan sirup,
granul effervescent dan masker gel peel off. Hasil evaluasi fisik sediaan
menunjukan bahwa semua sediaan tidak menunjukan adanya perubahan
seperti bentuk, warna, dan bau.
Berdasarkan hasil evaluasi pengujian efektivitas sediaan, dapat
disimpulkan bahwa sediaan masker gel peel off memiliki efektivitas
bermakna dalam hal mengecilkan pori-pori. Semakin tinggi konsentrasi
ekstrak yang ditambahkan , maka semakin tinggi tingkat efektivitasnya.
Ekstrak daun kemangi (Ocimim basilicum L.) dapat diformulasikan
dalam bentuk sediaan tablet effervescent dengan variasi kadar Natrium
Bikarbonat berdasarkan hasil pengngujian baik pada massa cetak maupun
tablet effervescent. Penggunaan PVP sebagai bahan pengikat memberikan
pengaruh terhadap kekerasan dan waktu melarut tablet effervescent.
Kestabilan tablet effervescent masih perlu diteliti lebih lanjut untuk
menjamin aktivitas senyawa bioaktif ekstrak kemangi selama
penyimpanan.
Sirup ekstrak daun kemangi dengan konsentrasi 3% dapat di
formulasikan sebagai sediaan sirup dan memiliki aktivitas mukolitik
seiring dengan meningkatnya konsentrasi.

B. Saran
Proses produksi granul effervescent sebaiknya dikerjakan di ruang
dengan kondisi kelembaban relatif (RH) yang lebih rendah (≤ 25%)
sehingga menghasilkan granul effervescent yang lebih baik. Dari hasil
penelitian yang telah dilakukan pada sediaan masker gel peel off ekstrak
daun kemangi di sarankan untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut
dalam hal pengembangan bentuk sediaan laiinya dan menguji parameter
lain pada skin analyzer yaitu kelembaban dan kelembutan.
DAFTAR PUSTAKA

Angelia Utari Harapan Dan Rikardo Suaban, Mengenal Potensi Marica


Batak (Zanthoxylum acanthopodium) (Medan: Puspantara, 2017).
Anggraini, Ema, Cicilia Novi Primiani, Dan Joko Widiyanto, dan
Pendidikan Biologi. ―Famili Lamiaceae.‖ Prosiding Seminar
Nasional SIMBIOSIS II, no. September (2017): 469–77.
Fadlina Chany Saputri dan Rita Zahara, ―Uji Aktivitas Anti-Inflamasi
Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum americanum L.) pada Tikus
Putih Jantan yang Diinduksi Karagenan,‖ Pharmaceutical Sciences and
Research 3, no. 3 (2016): 107–19,
https://doi.org/10.7454/psr.v3i3.3619
Illing, Ilmiati, Safitri, Wulan, Erfiana. (2017). Uji Fitokimia Ekstrak Buah
Dengen. Jurnal Dinamika, 8(1), 66–84
Julianto, T. S. (2019). Fitokimia Tinjauan Metabolit Sekunder Dan
Skrining Fitokimia (1st Ed.). In Skripsi Universitas Islam Indonesia.
L Hartanto Nugroho, Struktur dan Produk Jaringan Sekretori Tumbuhan,
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2021).
Latif Suhubawa, Teknologi pengawetan dan pengolahan hasil perikanan
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2017)
Lully Hanni, E. (2016). Farmakognisi Dan Fitokimia. In A. Suryana & A.
Sutisna (Eds.), Farmakognisi Dan Fitokimia (1st Ed.).
Maghfoer, Moch Dewan. sayuran lokal indonesia. Malang: Ub Press, 2019
Mencirim, Sei, Deli Serdang, Yulvi Annisa, dan Ahla Siregar.
―Pemanfaatan Ekstrak Daun Kemangi sebagai ‗ Hand Sanitizer ‗ di
Lembaga Pendidikan al-‖ 01, no. 02 (2021): 73–80.
Pater Suteja, I. K., Susanah Rita, W., & Gunawan, I. W. G. (2016).
Identifikasi Dan Uji Aktivitas Senyawa Flavonoid Dari Ekstrak Daun
Trembesi (Albizia Saman (Jacq.) Merr) Sebagai Antibakteri
Escherichia Coli. Jurnal Kimia, 141–148.
Https://Doi.Org/10.24843/Jchem.2016.V10.I01.P19
Perry, R.H. and Green, D.W. (1997). Perry’s Chemical Engineers’
Handbook, 7th ed., McGraw-Hill Book Company, New York
Putri Setyani, ―Efek Lumatan Daun Pepaya (Carica Papaya L.) terhadap
Proses Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Dangkal Pada Tikus Putih
(Rattus Norvegicus) Galur Wistar,‖ Medica Hospitalia : Journal of
Clinical Medicine 4, no. 1 (2017): 51–56,
https://doi.org/10.36408/mhjcm.v4i1.246.
Ramdani, Nurul Fitri, dan Christi Mambo. ―Uji Efek Daun Kemangi
(Ocimum basilicum L.) Terhadap Penyembuhan Luka Insisi Pada
Kelinci (Oryctolagus cuniculus).‖ Jurnal e-Biomedik 2, no. 1 (2017).
https://doi.org/10.35790/ebm.2.1.2014.3708.
Rowe, R.C, Paul J.S, dan Marian. (2009). Handbook of Pharmaceutical
Science 6 th Edition. New york.
Sarahmaida, Potensi dan senyawa aktif Gianoderma ladicum sebagai
biopetisida nabati (Kota Baru Dryotejo: Graniti, 2018).
Sarahmaida. Potensi dan senyawa aktif Gianoderma ladicum sebagai
biopetisida nabati. Kota Baru Dryotejo: Graniti, 2018.
Sholikhah, R. M. (2016). Identifikasi Senyawa Triterpenoid Dari Fraksi N-
Heksan Ekstrak Rumput Bambu (Lophantherum Gracile Brongn.)
Dengan Metode Uplc-Ms. In Skripsi Universitas Islam Negri Maulana
Malik Ibrahim Malang.
Siregar, C., dan Wikarsa, S., 2010, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet:
Dasardasar Praktek, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Suharman, Peluang Pasar Budidaya dan pengolahannya (Yogyakarta: Cv
Budi Utama, 2018).
Sunarti, Antioksidan Dalam Penangan Sindrom Metabolik (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press , 2021).
Thoke, Sagar B., dkkl, 2013, Formulation Development and Evaluation of
Effervescent Tablet of Alentronate Sodium With Vitamin D3, Journal
of Drug Delivery and Therapeutics, 3(5), 65-74
Vieira, R.P. (2009). Physical and physicochemical stability evaluation of
cosmetic formulations containing soybean extract fermented by
bifidobacterium animalis. Brazilian Journal of Pharmaceutical
Sciences. 45(3): 515–525.
LAMPIRAN

Gambar 1. Penimbangan ekstrak kemangi Gambar 2. Penimbangan asam


salisilat

Gambar 3. Penimbangan PVP Gambar 4. Penimbangan asam


tantrat
Gambar 5. Penimbangan natrium bicarbonat Gambar 6. Penimbangan laktosa

Gambar 7. Ekstrak dilarutkan Gambar 8. Pencampuran bahan


Gambar 9. Bahan di oven Gambar 10. Pengayakan granul

Gambar 11. Hasil pengayakan Gambar 12. Penimbangan granul


Gambar 13. pH menunjukan pada 5 Gambar 14.Pemilihan Daun
Kemangi

Gambar 15. Proses pengeringan Daun Kemangi Gambar 16. Penimbangan serbuk Daun
Kemangi
Gambar 17.Penimbangan serbuk Daun Kemangi Gambar 18.Proses ekstraksi Daun
Kemangi yang sudah dimaserasi

Gambar 19.Penimbangan ekstrak Daun Kemangi Gambar 20.Ekstrak Bunga Rosella

Gambar 21.Penimbangan NaCl sebanyak 0,3 gr Gambar 22. Pereaksi mayer dan
pereaksi Dragendrof
Gambar 23. Peraksi Butanol Gambar 24. Pereaks Etil Asetat

Gambar 25. Penimbangan Ekstrak Bunga Rosella Gambar 26. Pereaksi NH3

Gambr 27.Pereaksi Etanol 96% Gambar 28.Pereaksi KOH


Gambar 29.Pereaksi H2SO4 Gambar 30. Pereaksi Toluen

Gambar 31.Pereaksi Asam Asetil Glasial Gambar 32.Skrining fitokimia

saponin, tripernoid, glikosida pada

ekstrak Bunga Rosella


Gambar 33.Penimbangan Piknometer + Air Gambar 34.Piknoketer Kosong

Gambar 35.Piknometer +Ekstrak Bunga Rosella Gambar 36. Pereaksi N-Heksana


Gambar 37. Hasil ekstraksi cai-cair ekstrak Gambar 38.Penimbangan Ekstrak
Daun Kemangi Bunga Rosella

Gambar 39.Penimbangan sirup simplex untuk Gambar 40.Metil Paraben untuk


pembuatan sirup ekstrak Daun Kemangi masker gel peel of ekstrak daun

kemangi
Gambar 41.Penimbangan Propilenglikol untuk Gambar 42. Penimbangan Piknometer +Air
Pembuatan sirup ekstrak Daun kemangi

Gambar 43.Penimbangan piknometer + sirup ekstrak Gambar 44.Pengukuran volume


Daun Kemangi sirup ekstrak Daun Kemangi
Gambar 45. Hasil Uji waktu tuang pada sirup Gambar 46. Uji pH pada sirup
ekstrak Daun Kemangi ekstrak Daun Kemangi

Gambar 47. Uji Waktu kering masker gel peel off Gambar 48. Proses pembuatan

Ekstrak Daun Kemangi masker gel peel off Ekstrak Daun

kemangi
Gambar 49. Hasil dari uji waktu kering Gambar 50.Hasil uji pH maker gel

maske gel peel of ekstrak Daun Kemangi peel off ekstrak Daun Kemangi

Gambar 51.Proses pembuatan masker gel peel of

ekkstrak Daun Kemangi

Anda mungkin juga menyukai