Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Di Indonesia banyak berbagai macam tumbuhan obat yang telah

diteliti oleh para ahli yang mana sampai sekarang tercantum pada buku-

buku maupun artikel obat tradisional. Tumbuhan obat atau yang biasa

dikenal dengan obat herbal adalah sediaan obat baik berupa obat

tradisional , fitofarmaka dan farmasetika, dapat berupa simplisia ( bahan

segar atau yang dikeringkan ) ekstrak, kelompok senyawa atau senyawa

murni berasal dari alam, yang dimaksut dengan obat alami adalah obat

asal tanaman.

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat

yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan

lain, berupa bahan yang teralah dikeringkan yang terbagi menjadi

simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan/mineral (Gunawan

dan Mulyani, 2002).

Simplisia sangat mempunyai banyak manfaat, salah satunya dijadikan

sebagai bahan baku obat. Untuk menentukan apakah suatu simplisia

tersebut dapat dijadikan sebagai bahan baku obat maka perlu dilakukan

suatu proses standirasisasi untuk mengetahui persyaratan mutu simplisia

yang baik. Maka dilakukanlah percobaan untuk menentukan standarisasi

terhadap mutu simplisia.


Standarisasi adalah proses dalam penetapan atau merumuskan dan

merevisi standar yang dilaksanakan secara tertib, standarisasi merupakan

serangkaian parameter, prosedur, dan cara pengukuran yang hasilnya

merupakan unsure-unsur terkait paradigma mutudalam artian memenuhu

syarat standar baik dalam kimia dan biologi. Tujuan dari standarissi

adalah menjamin bahwa produk akhir mempunyai nilai parameter tertentu

yang konstan, bahan obat yang berkualitas, aman, dan bermanfaat.

Sehingga pemenuhan simplisia terhadap persyaratan sebagai bahan dan

penetapan nilai berbagai parameternya (tercantum dalam monografi MMI),

dan perlu dilaksanakan kegiatan praktikum standarisasi simplisia untuk

memberikan dasar-dasar pengetahuan tentang standarisasi simplisia.

I.2 Maksud Percobaan

Untuk mengetahui proses standarisasi terhadap mutu simplisia yang

diperlukan untuk mengetahui mutu simplisia yang baik.

I.3 Tujuan Percobaan

1. Mampu melakukan teknik pengambilan herbarium dan simplisia dengan

benar, mengumpulkan spesimen disertai dengan dokumentasi yang

benar, dan mengenal tumbuh-tumbuhan dari lapangan dengan mengisi

catatan lapangan (paspor tumbuhan).

2. Mampu memahami dengan baik teknik pengambilan sampel yang

representatif, pembuatan label, pengawetan, penyusunan sampel,

pengawetan, pengepresan, pengeringan, serta teknik penempelan

herbarium.
3. Mampu mepraktekkan teknik mengolah tumbuhan penghasil amilum,

mengekstraksi amilum, mengidentifikasi sifat kimia amilum, serta

mengetahui tipe amilum dengan menggunakan mikroskop.

4. Mampu mengaplikasikan teori pembuatan simplisia yang benar

sehingga memperoleh serbuk dan haksel yang bermutu serta

mengetahui fragmen-fragmen yang ada dalam serbuk simplisia

tanaman.

5. Dapat membedakan berbagai jenis heksel tanaman dan serbuk

simplisia secara organoleptis dan mengetahui fragmen-fragmen yang

ada dalam serbuk simplisia tanaman.

6. Mampu mengambil cuplikan sampel yang representatif dan

menentukan kadar air dari simplisia.

I.4 Prinsip Percobaan

1. Melaksanakan kegiatan koleksi spesimen tumbuhan dan melakukan

pencatatan karakteristik tumbuhan yang dikoleksi berdasarkan format

yang telah ditentukan.

2. Melakukan pembuatan herbarium kering dari tumbuhan daun ungu

(Graptophyllum pictum) dengan metode yang tepat untuk

menghasilkan herbarium yang baik.

3. Melakukan pembuatan amilum dari singkong (Manihot utilissima)

dengan metode yang tepat kemudian dilakukan identifikasi

mikroskopik, organoleptik, dan kimiawi.


4. Melakukan pembuatan simplisia dari daun Momordica charantia

Ldengan metode yang tepat dan menghasilkan simplisia yang sesuai

dengan kriteria simplisia yang baik.

5. Melakukan penentuan kadar air pada simplisia daun Momordica

charantia Ldengan metode destilasi air dan menghasilkan %v/b yang

menyatakan kadar air yang terdapat dalam simplisia.

6. Melakukan penentuan susut pengeringan yang dilakukan dengan

menggunakan cawan krus berisi sampel simplisia dari Momordica

charantia L.yang kemudian dipanaskan hingga berat konstan.

7. Untuk mengidentifikasi senyawa kimia yang terdapat di dalam

simplisia daun pepaya Momordica charantia L. (tanin, saponin,

flavonoid, dan alkaloid) dengan reagen tertentu.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Uraian Sampel

II.1.1 Tanaman Daun Wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff)

Gambar 1. Daun Wungu


a. Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Solanales

Suku : Acanthaceae

Marga : Graptophyllum

Jenis : Graptophyllum pictum Griff (Hutapea, 1993).

b. Morfologi

Daun wungu merupakan tumbuhan perdu menahun (parenial) yang

tegak, dengan ketinggian antara 1,8-2 meter. Batangnya aerial,

berkayu, silindris, tegak, warna ungu kehijauan, bagian dalam solid,

permukaan licin, percabangan simpodial (batang utama tidak tampak

jelas), arah cabang miring ke atas. penampang batangnya berbentuk


mendekati segi tiga tumpul. Kulit dan daun berlendir dan baunya kurang

enak. Daun tanaman wungu adalah tunggal, mempunyai struktur posisi

daun tersusun berhadapan (folia oposita), warna ungu tua, panjang 15-

25 cm, lebar 5-11 cm, helaian daun tipis tegar, bentuk bulat telur, ujung

runcing, pangkal meruncing (acuminatus), tepi rata, pertulangan

menyirip (pinnate), permukaan mengkilat (nitidus). Bunga tersusun

dalam 1 rangkaian tandan yang berwarna merah tua. Bunga majemuk,

muncul dari ujung batang (terminalis). Buah memiliki tipe buah kotak

sejati (capsula), lonjong, warna ungu kecoklatan, bentuk biji bulat -

berwarna putih (Namun di jawa jarang sekali terbentuk buah) (Hutapea,

1993).

II.1.2 Tanaman Daun Kemangi (Ocimum sanctum L)

Gambar 2. Daun Kemangi


a. Klasifikasi

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)


Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Lamiales

Famili : Lamiaceae

Genus : Ocimum

Spesies : Ocimum sanctum L (Hadipoentyanti & Wahyoeni,

2008).

b. Morfologi Tanaman

Batang kemangi berbentuk bulat, berbulu berwarna hijau dan

kadang keunguan. Memiliki aroma yang khas dengan tinggi tanaman

antara 60-70 cm dari permukaan tanah. Memiliki bunga yang

bergerombol, mahkota bunganya berwarna keunguan. Selain memiliki

bunga, kemangijuga memiliki biji dengan ukuran 0,1 mm. Bijinya bulat

berwarna cokelat dengan berat 100 butir sekitar 0,026 g. Hasil ternak

selama satu periode musim tanam (tiga kali panen) berkisar antara

34.117-83.958 kg/plot untuk 50 tanaman (Hadipoentyanti & Wahyoeni,

2008).

Kemangi (Ocimum sanctum) merupakan tumbuhan semak dengan

beberapa karakteristik (Dewi, 2007) :

1. Tinggi antara 30-150 cm

2. Batang dikotil yang berkayu dengan bentuk segi empat, beralur,

bercabang, berbulu, dan berwarna hijau.

3. Bunga terdapat pada penghujung batang. Panjangnya sekitar 5-7 mm

dan berbau wangi.


4. Memiliki 6 kuntum bunga dari atas sampai tengah. Kelompok bunga

berwarna hijau keunguan dan bagian atas bunga berwarna

putih/merah jambu pucat. Buahnya kecil, terdiri dari 4 biji yang

berwarna hitam.

5. Daun Ocimum sanctum berwarna hijau sampai hijau kecoklatan,

berbau aromatik yang khas dengan rasa agak pedas. Helaian daun

bentuk lonjong memanjang, bundar telur atau bundar telur

memanjang, tulang-tulang daun menyirip, tepi bergerigi dangkal atau

rata dan bergelombang, daging daun tipis, permukaan berambut

halus, panjang daun 2,5 cm sampai 7,5 cm, lebar 1-2,5 cm.

6. Akar tunggang dengan warna putih kotor.

c. Kandungan Kimia

Tanaman kemangi memiliki kandungan kimia pada bunga, daun,

ataupun batangnya. Kandungan kimia tertinggi dari tanaman kemangi

terdapat pada daunnya (Kicel, 2005). Jenis kandungan kimia yang

terkandung dalam kemangi (Ocimum sanctum)dipegaruhi oleh regio

geografis dan kuantitasnya bervariasi pada setiap periode vegetasi.

Kandungan kimia kemangi yang tumbuh di Kuba, Brazil, India, Jerman,

dan Thailand mengandung eugenol sebagi konstituen utama selain juga

β-caryophyliene atau α-bisabolenes dan β-bisabolenes. Methyl eugenol

merupakan konstituen utama dari minyakOcimum sanctum dari India

(25%) dan Thailand (23-52%). Sedangkan minyak dari Ocimum sanctum


yang tumbuh di Australia terutama mengandung methyl chavicol

(Evelyne, 2008).

Presentase kandungan minyak bervariasi secara signifikan pada tiap

tahapan pertumbuhan tanaman. Tahap pertumbuhan tanaman yang

paling banyak mengandung minyak esensial adalah pada akhir dari

masa berbunga yaitu 0,83%. Pada masa pre-flowering kandungan

minyaknya 0,68%. Saat masa berbunga kandungannya 0,59% dan

ketika berbuah kandungannnya 0,69% (Kicel, 2005).

Kemangi telah terbukti memiliki sifat antioksidan, antikanker,

antijamur, antimikrobial, analgesik (Uma, 2000). Zat aktif dari kemangi

ialah eugenol (1-hydroxy-2-methoxy-4-allybenzene) yang paling

berpotensi farmakologis (Evelyne, 2008). Kandungan eugenol kemangi

berkisar antara 40% hingga 71% (Prakash & Gupta, 2004). Selain

eugenol, kemangi juga mengandung zat farmakologis seperti ocimene,

alfapinene, geraniol (Kardinan, 2003). Kandungan zat aktif eugenol yang

mendominasi komponen daun Ocimum sanctum berfungsi sebagai

tempat antiparasit dan antioksidan (Liew & Cox, 1990). Pemberian

antioksidan dalam jumlah cukup besar akan menjadi radikal bebas

(Salganik, 2001).

Kandungan Ocimum sanctum memiliki aktifitas antibakteri terhadap

Staphylococcus aureus, Bacillus pumilus, dan Pseudomonas aeruginosa.

Staphylococcus aureus merupakan organisme yang paling sensitif.

Aktifitas antibakteri dikombinasikan dengan antiinflarmasi dan analgesik


membuat Ocimum sanctum berguna dalam mengatasi inflamasi yang

disebabkan oleh infeksi streptococcal (Waish, 2008).

d. Khasiat dan Penggunaan

Bagian tanaman kemangi adalah daun, bunga, batang, dan akar. Biji

diketahui memiliki potensi terapeutik dan telah digunakan sebagai

ekspetoran, analgesik, anti kanker, anti asmatik, anti diabetes, anti

fertilitas dan anti stress. Jus daun kemangi bersama dengan triphala

digunakan dalam tetes mata direkomendasikan untuk glucoma, katarak,

kronis konjungtivitis dan penyakit mata. Jus daun segar juga diberikan

kepada pasien untuk mengobati demam kronis, disentri, pendarahan dan

dyspepsia. Daun kemangi juga dapat mengurangi muntah sebagai

profilaksis terhada malaria (Dadang dan Prijono, 2008).

II.2.3 Tanaman Jagung (Zea mays L.)

Gambar 3. Jagung
a. Klasifikasi

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)


Sub Kelas : Commelinidae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan)

Genus : Zea

Spesies : Zea mays L. (Rukmana, 1997).

b. Morfologi

Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada

umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif

meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Buah Jagung siap panen

Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol

produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung

cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga

betinanya (protandri) (Nuning Argo Subekti, dkk. 2012).

Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung

varietas. Tongkol jagung diselimuti oleh daun kelobot. Tongkol jagung

yang terletak pada bagian atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih

besar dibanding yang terletak pada bagian bawah. Setiap tongkol terdiri

atas 10-16 baris biji yang jumlahnya selalu genap. Biji jagung disebut

kariopsis, dinding ovari atau perikarp menyatu dengan kulit biji atau testa,

membentuk dinding buah. Biji jagung terdiri atas tiga bagian utama, yaitu

(a) pericarp, berupa lapisan luar yang tipis, berfungsi mencegah embrio

dari organisme pengganggu dan kehilangan air; (b) endosperm, sebagai

cadangan makanan, mencapai 75% dari bobot biji yang mengandung 90%
pati dan 10% protein, mineral, minyak, dan lainnya; dan (c) embrio

(lembaga), sebagai miniatur tanaman yang terdiri atas plamule, akar

radikal, scutelum, dan koleoptil (Hardman and Gunsolus 1998).

Jagung memiliki sumber karbohidrat kompleks, dan sejumlah zat gizi

lainnya seperti vitamin B, dan C, karoten, kalium, zat besi, magnesium,

fosfor, omega 6, dan lemak tak jenuh yang dapat membantu menurunkan

kolesterol (Rukmana, 1997).

II.2.4 Tanaman Daun Pare (Momordica charantia L.)

Gambar 4. Daun Pare


a. Klasifikasi

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Ordo : Cucurbitales

Famili : Cucurbitaceae

Genus : Momordica

Spesies : Momordica charantia L. (Dalimartha, 2008).


b. Morfologi

Tanaman berupa terna setahun, merambat atau memanjat dengan alat

pembelit (sulur) berbentuk spiral, bercabang banyak, dan berbau tidak

enak. Batang berusuk lima dengan panjang 2-5 m. Daun tunggal,

bertangkai dengan panjang 1,5-5,3 cm, berbentuk bulat panjang dan

berwarna hijau tua. Berbunga tunggal, berkelamin dua dalam satu pohon,

bertangkai panjang dan berwarna kuning. Buah bulat memanjang,

berbintil-bintil tidak beraturan, panjang 8-30 cm, rasa pahit, berwarna

hijau, menjadi jingga bila masak (Dalimartha, 2008).

II.2 Dasar Teori

ll.2.1 Koleksi Spesimen Tumbuhan

Koleksi spesimen merupakan aset ilmiah yang penting sebagai

bahan penelitian keanekaragam flora dan fauna baik taraf nasional hingga

taraf internasional. Kegiatan pengelolaan yang dapat dilakukan adalah

proses pengawetan, perawatan, perekaman data, pengawasan dalam

penggunaan spesimen ilmiah (Suhardjono, 1999). Persiapan koleksi yang

baik di lapangan merupakan aspek penting dalam praktek pembuatan

herbarium. Spesimen herbarium yang baik harus memberikan informasi

terbaik mengenai tumbuhan tersebut kepada para peneliti. Dengan kata

lain, suatu koleksi tumbuhan harus mempunyai seluruh bagian tumbuhan

dan harus ada keterangan yang memberikan seluruh informasi yang

tidak nampak spesimen herbarium (Aththorick dan Siregar, 2006).


Beberapa tanaman dijadikan sebagai koleksi spesimen untuk

melakukan identifikasi terhadap morfologi dari tanaman tersebut dan

melakukan determinasi dari tanaman tersebut. Dalam pengumpulan

sampel yang nantinya akan dijadikan sebagai koleksi spesimen, ada

beberpa aspek yang perlu diperhatikan, yaitu cara pengambilan dari

sampel yang akan dijadikan koleksi spesimen. Saat pengambilan

spesimen perlu memperhatikan beberapa hal antara lain pengambilan

spesimen dibagian-bagiannya selengkap mungkin. Apabila tanaman

berukutan kecil maka mengoleksi secara menyeluruh namun apabila

tanaman berupa pohon-pohon yang tinggi, liana dan epifit dengan

mengumpulkan apa saja yang dimiliki oleh tanaman tersebut yang

melakukan seleksi tanpa merusak tanaman tersebut. Pada pengoleksian

idealnya harus berisi semua bagian tanaman seperti akar, batang, daun,

buah, biji dan sebagainya. Pengambilan tanaman dari lapangan

dikumpulkan kedalam plastik sementara atau masukkan diantara kertas

koran (Ristoja,2012).

Pada saat pengumpulan koleksi spesimen diperlukan adanya

catatan data yang menerengkan mengenai semua data identitas

specimen dari lapangan yang tercatat dalam buku lapangan dan

merupakan catatan kerja yang berisikan nama jenis tanaman , tanggal

pengambilan, kolektor, suhu, habitat hidup, nama local, dan teknik

pengambilan spesimen. Cara tersebut dilakukan untuk mempermudah

proses pelabelan dari spesimen yang akan dikoleksi. Label biasanya


berisikan data-data dari tanaman, yaitu nama jenis dan nama suku

tanaman, nomor katalog, koordinat dari habitat hidup spesimen, nama

lokasi, nama kolektor, nama identifikator, tanggal pengambilan dan alat

yang digunakan (Pratiwi, 2006).

Dalam pengumpulan tumbuhan dilapangan harus memperhatikan

hal-hal berikut: (Pratiwi, 2006).

a) Tumbuhan yang dibuat herbarium diusahakan selengkap mungkin dan

terutama tumbuhan yang sedang berbunga atau yang sedang berbuah.

b) Tumbuhan diberi etiket gantung dan diberi nomor urut, nama singkatan,

kolektor, dan tanggal pengambilan.

c) Pada buku koleksi dibuat catatan yang datanya tidak terbawa pada

spesimen yang diambil, empat tumbuh, tinggi tempat, keadaan

lingkungan, warna, bau, bagian-bagian dalam.

II.2.2 Pembuatan Herbarium Kering

a. Pengertian Herbarium

Herbarium berasal dari kata “Horcus dan Botanicus”, artinya kebun

botani yang dikeringkan. Secara sederhana yang dimaksud herbarium

adalah suatu koleksi spesimen tumbuhan yang umumnya telah

dikeringkan, agar mudah di transportasi di bandingkan basah dan

biasanya disusun berdasarkan klasifikasi (Onrizal, 2005).

Istilah herbarium adalah material tumbuhan yang telah diawetkan

(disebut juga spesimen herbarium). Herbarium juga bisa berarti tempat

dimana-mana material-material tumbuhan yang telah diawetkan dan


disimpan. Herbarium merupakan suatu spesimen dari bahan tumbuhan

yang telah dimatikan dan diawetkan melalui metode tertentu. Herbarium

biasanya dilengkapi dengan data-data mengenai tumbuhan yang

diawetka, baik data taksonomi, morfologi, ekologi maupun geografi.

Herbarium merupakan salah satu sumber pembelajaan yang penting

dalam ilmu biologi tumbuhan. Herbarium merupakan koleksi kering yang

dibuat berdasarkan prosedur-prosedur tertentu dan memiliki kriteria-

kriteria tersendiri (Ir. A. Muh. Rafii, MP. 2011).

b. Kegunaan Herbarium

Kegunaan herbarium secara umum antara lain (Onrizal, 2005 ):

1. Sebagai pusat referensi:

Herbarium merupakan sumber utama untuk identifikasi tumbuhan bagi

para ahli taksonomi, ekologi, petugas yang menangani jenis tumbuhan

langka, pecinta alam, para petugas yang bergerak dalam konservasi alam.

2. Sebagai lembaga dokumentasi

Herbarium merupakan koleksi yang mempunyai nilai sejarah, seperti

tipe dari taksa baru, contoh penemuan baru, tumbuhan yang mempunyai

nilai ekonomi dan lain -lain.

3. Sebagai pusat penyimpanan data

Herbarium dimanfaatkan oleh ahli kimia untuk mempelajari alkaloid,

ahli farmasi menggunakan untuk mencari bahan ramuan untuk obat

kanker, dan sebagainya.


4. Pembagian Herbarium

a. Herbarium Basah

Herbarium basah merupakan awetan dari hasil eksplorasi yang sudah

diidentifikasi dan ditanam bukan lagi di habitat aslinya. Spesies tumbuhan

yang telah diawetkan disimpan dalam suatu larutan yang di buat dari

komponen macam zat dengan komposisi yang berbeda-beda

(Tjitoseopomo, 2005).

b. Herbarium Kering

Herbarium kering adalah awetan yang dibuat dengan cara

pengeringan, namun tetap terlihat ciri-ciri morfologinya sehingga masih

bisadiamati dan dijadikan perbandingan pada saat determinasi

selanjutnya (Ardiawan, 1990).

Proses Pengeringan

Proses pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :

1. Pengeringan langsung

Pengeringan langsung yakni tumpukan material herbarium yang tidak

terlalu tebal di pres di dalam sasak, untuk mendpatkan hasil yang

optimum sebaiknya di pres dalam waktu dua minggu kemudian

dikeringkan diatas tungku pengeringan dengan panas yang diatur di

dalam oven. Pengeringan harus segera dilakukan karena jika terlambat

akan mengakibatkan material herbarium rontok daunnya dan cepat

menjadi busuk.
2. Pengeringan tidak langsung

Pengeringan tidak langsung yakni material herbarium dicelup terlebih

dahulu di dalam air mendidih selama 3 menit, kemudian dirapikan lalu

dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran. Selanjutnya, ditempuk dan

dipres, dijemur atau dikeringkan di atas tungku pengeringan. Selama

proses pengeringan material herbarium itu harus sering diperiksa dan

diupayakan agar pengeringan nya merata. Setelah kering, material

herbarium dirapikan dan diganti dengan kertas baru. Kemudian material

herbarium dapat dikemas untuk diidentifikasi ( Onrizal, 2005 ).

II.2.3 Pembuatan dan Pengamatan Amilum

a. Pengertian Amilum

Amilum adalah jenis polisakarida yang banyak terdapat di alam, yaitu

sebagian besar tumbuhan terdapat pada umbi, daun, batang, dan biji-

bijian. Amilum merupakan suatu senyawa organik yang tersebar luas pada

kandungan tanaman (Poedjian, A. 2009).

Amilum merupakan suatu senyawa organik yang tersebar luas pada

kandungan tanaman. Amilum dihasilkan dari dalam daun-daun hijau

sebagai wujud penyimpanan sementara dari produk fotosintesis. Amilum

juga tersimpan dalam bahan makanan cadangan yang permanen untuk

tanaman, dalam biji, jari-jari teras, kulit batang, akar tanaman menahun,

dan umbi. Amilum merupakan 50-65% berat kering biji gandum dan 80%

bahan kering umbi kentang (Gunawan,2004).


Amilum digunakan sebagai bahan penyusun dalam serbuk dan

sebagai bahan pembantu dalampembuatan sediaan farmasi yang meliputi

bahan pengisi tablet, bahan pengikat, dan bahan penghancur. Sementara

suspensi amilum dapat diberikan secara oral sebagai antidotum terhadap

keracunan iodium dam amilum gliserin biasa digunakan sebagai emolien

dan sebagai basis untuk supositoria (Gunawan, 2004).

Sebagai amilum normal, penggunaanya terbatas dalam industri

farmasi. Hal ini disebabkan karakteristiknya yang tidak mendukung seperti

daya alir yang kurang baik, tidak mempunyai sifat pengikat sehingga

hanya digunakan sebagai pengisi tablet bagi bahan obat yang mempunyai

daya alir baik atau sebagai musilago, bahan pengikat dalam pembuatan

tablet cara granulasi basah (Anwar, 2004).

Amilum terdiri dari dua macam polisakarida yang kedua-duanya

adalah polimer dari glukosa, yaitu amilosa (kira-kira 20-28 %) dan sisanya

amilopektin.

1. Amilosa

Terdiri atas 250-300 unit D-glukosa yang berikatan dengan ikatan

α 1,4 glikosidik. Jadi molekulnya menyerupai rantai terbuka. Amilosa

merupakan polimer tidak bercabang yang bersama-sama dengan

amilopektin menjadi komponen penyusun pati. Dalam masak, amilosa

memberi efek keras bagi pati atau tepung (Poedjiadi, A. 2009).


Gambar 5. Struktur Amilosa
2. Amilopektin

Amilopektin merupakan senyawa yang teridiri atas dua molekul yaitu:

a. Terdiri atas molekul D-glukosa yang sebagian besar mempunyai

ikatan 1,4-glikosidik dan sebagian ikatan 1,6-glikosidik. adanya ikatan

1,6- glikosidik menyebabkan terdjadinya cabang sehingga molekul

amilopektin berbentuk rantai terbuka dan bercabang. Molekul

amilopektin lebih besar dari pada molekul amilosa karena terdiri atas

lebih 1000 unit glukosa (Poedjiadi, A. 2009).

Gambar 6. Struktur Amilopektin


b. Pembagian Amilum

Amilum terbagi atas dua, yaitu berdasarkan letak hilus, dan

berdasarkan banyaknya hilus, pembagiannya sebagai berikut (Yayan.

2011):
1. Berdasarkan letak hilus

a. Konsentris yaitu apabila letak hilus berada ditengah dan kemudian

dikelilingi oleh lamella.

b. Eksentris yaitu apabila letak hilus berada pada pinggiran dan lamella

melindungi disampingnya.

2. Berdasarkan banyaknya hilus

1. Monodelf (amilum tunggal) yaitu butiran amilum yang mempunyai

sebuah hilus yang mengelilingi oleh lamella.

2. Diadelf (amilum setengah majemuk) yaitu mempunyai lebih dari satu

hilus yang masing-masing dikelilingi oleh lamella, dan diluarnya

dikelilingi oleh lamella secara bersama.

3. Poliadelf (amilum majemuk) yaitu butir amilum yang mempunyai lebih

dari satu hilus, masing masing dikelilingi oleh lamella dan diluarnya

tidak dikelilingi oleh lamella bersama.

II.2.4 Pembuatan Simplisia

Pengertian simplisia menurut Farmakope Indonesia Edisi III adalah

bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami

pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah

dikeringkan (Ditjen POM,1979).

Simplisia terbagi 3 golongan yaitu :

a) Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian

tanaman dan eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi yang

spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dikeluarkan dari selnya,
dengan cara tertentu atau zat yang dipisahkan dari tanamannya

dengan cara tertentu yang masih belum berupa zat kimia murni.

b) Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan

atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa

zat kimia murni.

c) Simplisia mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelican

(mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana

dan belum berupa zat kimia murni (Gembong,2004).

Simplisia yang kita butuhkan adalah simplisia yang bermutu baik,

maka dilakukan pemeriksaan mutu simplisia yang bertujuan agar

diperpoleh simplisia yang memenuhi persyaratan umum yang ditetapkan

oleh Depkes RI dalam buku resmi seperti Materi Medika Indonesia,

Farmakope Indonesia, dan ekstra Farmakope Indonesia.

Tahap pembuatan simplisia :

1. Pengumpulan bahan/panen

Pengumpulan atau panen dapat dilakukan dengan tangan atau

menggunakan alat (mesin). Waktu panen biasanya antara pukul 09.00-

12.00 di mana terjadi reaksi fotosintesis maksimumWaktu pengumpulan

atau panen.Kadar kandungan zat aktif suatu simplisia ditentukan oleh

waktu panen, umur tanaman, bagian tanaman yang diambil dan

lingkungan tempat tumbuhnya, sehingga diperlukan satu waktu

pengumpulan yang tepat yaitu pada saat kandungan zat aktifnya

mencapai jumlah maksimal tanaman yang diambil harus sehat, tidak


berpenyakit atau terjangkit jamur, bakteri dan virus karena dapat

menyebabkan berkurangnya kandungan zat aktif dan terganggunya

proses metabolisme serta terbentuknya produk metabolit yang tidak

diharapkan.

Pada umumnya waktu pengumpulan sebagai berikut :

a. Daun dikumpulkan sewaktu tanaman berbunga dan sebelum buah

menjadi masak, contohnya, daun Athropa belladonna mencapai kadar

alkaloid tertinggi pada pucuk tanaman saat mulai berbunga. Tanaman

yang berfotosintesis diambil daunnya saat reaksi fotosintesis

sempurna yaitu pukul 09.00-12.00.

b. Bunga dikumpulkan sebelum atau segera setelah mekar.

c. Buah dipetik dalam keadaan tua, kecuali buah mengkudu dipetik

sebelum buah masak.

d. Biji dikumpulkan dari buah yang masak sempurna.

e. Akar, rimpang (rhizome), umbi (tuber) dan umbi lapis (bulbus),

dikumpulkan sewaktu proses pertumbuhannya berhenti.

2. Bagian–Bagian Tanaman

Adapun cara pengambilan simplisia/bagian tanaman adalah:

a. Klika batang/klika/korteks diambil dari batang utama dan cabang,

dikelupas dengan ukuran panjang dan lebar tertentu, sebaliknya

dengan cara berselang-seling dan sebelum jaringan kambiumnya,

untuk klika yang mengandung minyak atsiri atau senyawa fenol

gunakan alat pengelupas yang bukan terbuat dari logam.


b. Batang (caulis) diambil dari cabang utama sampai leher akar,

dipotong-potong dengan panjang dan diameter tertentu.

c. Kayu (Lignum) diambil dari batang atau cabang, kelupas kuliltnya dan

potong-potong kecil.

d. Daun (Folium) diambil daun tua atau muda (daun kelima dari pucuk)

dipetik satu persatu secara manual.

e. Bunga (Flos) dapat berupa kuncup atau bunga mekar atau mahkota

bunga atau daun bunga, dapat dipetik langsung dengan tangan.

f. Akar (Radix) diambil bagian yang berada di bawah permukaan tanah,

dipotong-potong dengan ukuran tertentu.

g. Rimpang (Rhizoma) diambil dan dibersihkan dari akar, dipotong

melintang dengan ketebalan tertentu. Pengambilan sebaiknya pada

musim kering dan bagian atas tanaman mengering (layu).

h. Buah (Fructus) dapat berupa buah yang masak, matang atau buah

muda, dipetik dengan tangan.

i. Biji (Semen) buah yang dikupas kulit buahnya menggunakan tangan

atau alat, biji dikumpulkan dan dicuci.

j. Herba adalah bagian tanaman yang berada di atas tanah diambil lalu

dibersihkan.

3. Pencucian dan Sortasi Basah

Pencucian dan sortasi basah dimaksudkan untuk membersihkan

simplisia dari benda-benda asing dari luar (tanah, batu dan sebagainya),

dan memisahkan bagian tanaman yang tidak dikehendaki. Pencucian


terutama dilakukan bagi simplisia utamanya bagian tanaman yang berada

di bawah tanah (akar, rimpang, bulbus), untuk membersihkan simplisia

dari sisa-sisa tanah yang melekat.

4. Perajangan

Perajangan dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan

dan pewadahan setelah dicuci dan dibersihkan dari kotoran atau benda

asing, materi/sampel dijemur dulu +- 1 hari kemudian dipotong-potong

kecil dengan ukuran antara 0,25-0,06 cm yang setara dengan ayakan 4/18

(tergantung jenis simplisia). Pembuatan serbuk simplisia kecuali

dinyatakan lain, seluruh simplisia harus dihaluskan menjadi serbuk (4/18).

Semakin tipis perajangan maka semakin cepat proses pengeringan

kecuali tanaman yang mengandung minyak menguap perajangan tidak

boleh terlalu tipis karena menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat

aktif. Sebaliknya bila perajangan terlalu tebal pengeringannya lama dan

mudah berjamur.

5. Pengeringan

Tujuan pengeringan pada tanaman atau bagian tanaman adalah :

a. Untuk mendapatkan simplisia yang awet, tidak rusak dan dapat

digunakan dalam jangka yang relative lama.

b. Mengurangi kadar air, sehingga mencegah terjadinya pembusukan

oleh jamur atau bakteri karena terhentinya proses enzimatik dalam

jaringan tumbuhan yang selnya telah mati. Agar reaksi enzimatik tidak
dapat berlangsung, kadar air yang dainjurkan adalah kurang dari 10

%.

c. Mudah dalam penyimpanan dan mudah dihaluskan bila ingin dibuat

serbuk.

Pengeringan dapat dilakukan dengan cara yaitu :

1) Pengeringan alamiah

a. Sinar matahari langsung, terutama pada bagian tanaman yang keras

(kayu, kulit biji, biji dan sebagainya) dan mengandung zat aktif yang

relative stabil oleh panas).

b. Diangin-anginkan dan tidak terkena sinar matahari secara langsung,

umumnya untuk simplisia bertekstur lunak (bunga, daun dan lain-lain)

dan zat aktif yang dikandungnya tidak stabil oleh panas (minyak atsiri).

2) Pengeringan buatan

Cara pengeringan dengan ,menggunakan alat yang dapat diatur suhu,

kelembaban, tekanan atau sirkulasi udaranya.

6. Pengawetan simplisia

Cara pengawetan untuk tanaman atau bagian tanaman sebelum

dikeringkan direndam dahulu dalam alcohol 70 % atau dialiri uap panas,

sedangkan cara pengawetan untuk hewan-hewan laut terutama yang

mudah berubah bentuknya setelah mati seperti bintang laut (Asteroida),

bulu babi (Echinoidea), jenis hewan berongga (Coelenterata) dan hewan

berduri (Echinodermata) terdiri dari zat kapur maka binatang ini diawetkan

dengan alcohol 70 % agar zat kapurnya tidak larut.


7. Pewadahan dan penyimpanan simplisia

Sortasi kering dilakukan sebelum pewadahan simplisia bertujuan

memisahkan sisa-sisa benda asing atau bagian tanaman yang tidak

dikehendaki yang tidak tersortir pada saat sortasi basah. Simplisia yang

diperoleh diberi wadah yang baik dan disimpan pada tempat yang dapat

menjamin terpeliharanya mutu dari simplisia. Wadah terbuat dari plastik

tebal atau gelas yang berwarna gelap dan tertutup kedap memberikan

suatu jaminan yang memadai terhadap isinya, wadah dari logam tidak

dianjurkan agar tidak berpengaruh terhadap simplisia. Ruangan

penyimpanan simplisia harus diperhatikan suhu, kelembaban udara dan

sirkulasi udara ruangannya.

ll.2.5 Penentuan Mutu Simplisia

Bahan herbal dikategorikan menurut karakteristik sensorik,

makroskopik dan mikroskopik. Pemeriksaan untuk menentukan

karakteristik ini adalah langkah pertama menuju penetapan identitas dan

tigkat kemurnian bahan tersebut, dan harus dilakukan sebelum tes lebih

lanjut dilakukan. Jika memungkinkan, specimen otentik dari bahan uji

tersebut dan sampel yang sesuai kualitas farmakope harus tersedia untuk

dijadikan sebagai referansi.

Inspeksi visual adalah cara termudah dan tercepat untuk

menetapkan identitas, kemurnian dan kualitas, jika sampel yang

ditemukan berbeda secara signifikan dengan spesifikasi dalam hal warna

konsistensi, bau atau rasa, itu dianggap tidak memenuhi persyaratan.


Namun, penilaian harus dilakukan ketika mempertimbangkan bau dan

rasa, karena variabilitas dalam penilaian dari orang ke orang atau oleh

orang yang sama pada waktu berbeda.

Identifikasi makroskopik bahan herbal didasarkan pada bentuk,

ukuran, warna, karakteristik permukaan, tekstur, karakteristik rekahan dan

penampilan dari potongan permukaan. Namun, karena karakteristik ini

dinilai subyektif dan bahan subsitusi atau pemalsu sangat mungkin

menyerupai bahan asli, seringkali diperlukan untuk membuktikan temuan

dengan mikroskop, dan analisis fisikokimia.

Pemeriksaan mikroskopik dari bahan herbal sanagt diperlukan

untuk identifikasi bahan serpihan atau serbuk, specimen mungkin harus

diuji dengan reagen kimia.

Materia Medika Indonesi menetapkan bahwa simplisia harus

memenuhi syarat:

a. Keberadaan jenis (identifikasi spesies tumbuahan)

1) Parameter makroskopik, deskripsi morfologis simplisia

2) Parameter mikroskopik, mancakup pengamatan terhadap penampang

melintang simplisia atau bagian simplisia dan terhadap fragmen

pengenal serbuk simplisia

3) Reaksi identifikasi, reaksi warna untuk memastikan identifikasi dan

kemurnian simplisia (terhadap irisan/serbuk simplisia)


b. Kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia dan biologis). Bahan asing

yang tidak berbahaya dalam jumlah sangat kecil pada umumnya tidak

merugikan

1) Harus bebas dari serangga, fragmen hewan/kotoran hewan

2) Tidak boleh menyimpang baud an warnanya

3) Tidak boleh mengandung lender dan cendawan atau menunjukkan

tanda-tanda pengotoran lain.

4) Tidak boleh mengandung bahan lain yang beracun/berbahaya

ll.2.6 Penetapan Susut Pengeringan dan Kadar Air

Salah satu tahap pembuatan simplisia adalah proses pengeringan.

Tujuan proses pengeringan simplisia adalah sebagai berikut :

a. Menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak mudah

ditumbuhi kapang dan bakteri

b. Menghilangkan aktivitas enzim yang bisa merugikan lebih lanjut

kandungan zat aktif (misalnya hydrolase yang aktif akan mengurai

glikosida jantung primer menjadi glikosida jantung sekunder yang

mempunyai aktivitas lebih rendah)

c. Memudahkan dalam pengolahan proses selanjutnya (mudah disimpan

dan tahan lama)

Susut pengeringan adalah persentase senyawa yang menghilang

selama proses pemanasan (tidak hanya menggambarkan air yang hilang,

tetapi juga senyawa yang hilang). Pengukuran sisa zat dilakukan


dengan pengeringan pada temperatur 105°C selama 30 menit atau

sampaiberat konstan dan dinyatakan dalam persen (metode gravimetri).

(𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟)


𝑆𝑢𝑠𝑢𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 = 𝑥 100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙

Untuk simplisia yang tidak mengandung minyak atsiri dan

sisapelarut organik menguap, susut pengeringan diidentikkan dengan

kadar air, yaitu kandungan air karena simplisia berada di atmosfer dan

lingkungan terbuka sehingga dipengaruhi oleh kelembaba lingkungan

penyimpanan.

Tujuan dari penetapan kadar air adalah untuk mengetahui batasan

maksimal atau rentang tentang besarnya kandungan air didalam bahan.

Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminan dalam simplisia

tersebut. Dengan demikian, penghilangan kadar air hingga jumlah

tertentu berguna untuk memperpanjang daya tahan bahan selama

penyimpanan. Simplisisa dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air

kurang dari 10%.

Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:

a. Metode Titrimetri

Metode ini berdasarkan atas reaksi secra kuantitatif air dengan larutan

anhidrat belerang dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang

bereaksi dengan ion hidrogen. Kelemahan metode ini adalah

stoikiometri reaksi yang tidak tepat dan reprodusibilitas bergantung pada

beberapa faktor seperti kadar relatif komponen pereaksi. Sifat larutan

inert yang digunakan untuk melarutkan zat dan teknik yang digunakan
pada penetapan tertentu. Metode ini juga perlu pengamatan titik akhir

titrasi yang bersifat relatif dan diperlukan sistem yang terbebas dar

kelembaban udara (Anonim, 1980).

b. Metode Azeotropi (Destilasi Toluena)

Metode ini efektif untuk penetapan kadar air karenaterjadi penyulingan

berulang kali di dalam labu danmenggunakan pendingin balik

untuk mencegah adanyapenguapan berlebih. Sistem yang digunakan

tertutup dan tidakdipengaruhi oleh kelembaban (Anonim, 1995).

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑖𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟


𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 𝑣/𝑏 = 𝑥100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎

c. Metode Gravimetri

Dengan menghitung susut pengeringan hingga tercapai bobot tetap

(Anonim, 1980).
BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah alat penggali,

ayakan, baskom, belnder kering dan basah, botol drop, cawan porselin,

cetok, cutter cutting ranch, deck glass, gelas ukur, erlenmeyer, gelas

beaker, golok, GPS, gunting, kain saring, kondesor, labu alas bulat,

meteran, mikroskop, objek glass, oven, pelat tetes, pemanas listrik,

penampun destilasi air, pinset, pipet tetes, pisau, pompa air, statif dan

klem, tabung reaksi tanur dan timbangan.

III.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah amplop

bebas asam, aquadest, etanol, Etiket gantung, floroglusin, kantong plastik,

kertas herbarium bebas asam, kertas karton tebal, kertas merang,

kloralhidrat, kloroform, label herbarium, lakban cokelat, lem bebas asam,

merah rutenium paspor tumbuhan, pensil 2B, sasak, sarung tangan,

selotip bebas asam, serbuk simplisia, serutan, spidol permanen dan

spidol whiteboard, toluen, spiritus, sumber amulum manihot.


lll.3 Cara Kerja

III.3.1 Koleksi spesimen tumbuhan

a. Pengambilan Spesimen

1. Dipotong spesimen beberapa bagian pada daun bagian atas.

Potongan dengan daun bagian tengah, bawah, bagian dalam tanah

(akar).

2. Dicatat Tinggi tumbuhan dan difoto habitat spesimen sebagai

dokumentasi.

3. Diarahkan kompas pada spesimen untuk dilihat lintang dan bujur dari

habitat.

4. Diambil seluruh bagian spesimen yang kecil.

5. Dimasukkan dalam plastik berbeda ada yang untuk spesimen utuh

dan ada yang untuk daun saja.

b. Koleksi Sampel

1. Diberi Penomoran koleksi dan cara mengikat etiket gantung. Panjang

benang tersimpul kurang lebih 10 cm.

2. Dibungkus spesimen menggunakan kertas merang dan dimasukkan

ke plastik ukuran 40x60 cm.

3. Dibasahi spesimen dengan spiritus dan pastikan semua spesimen

basah selanjutnya ujung plastik dilipat kemudian dilekatkan

menggunakan lakban cokelat.

4. Diberi nomor spesimen pada plastik.


lll.3.2 Pembuatan Herbarium Kering

Tahap-tahap pembuatan herbarium kering adalah sebagai berikut.

1. Sampel tumbuhan termasuk etiket gantung yang menyertai

dikeluarkan dari kantong plastik ukuran 40 x 60 cm dan diletakkan di

dalam kertas merang.

2. Posisi sampel diatur sedemikian rupa yang mempresentasikan

keseluruhan bagian tumbuhan pada kondisi (keadaan saat tumbuhan

tersebut hidup) dan menunjukkan semua bagian sampel untuk

memaksimalkan informasi tumbuhan tersebut. Contoh: organ daun

harus diperlihatkan bagian bawah dan atas daun.

a. Terna (Herba)

1) Terna berukuran kecil ditata dan dipres seluruh bagian tumbuhan

pada kertas merang yang sama dan cukup untuk satu tumbuhan

tersebut.

2) Terna berperawakan tinggi sebaiknya ditekuk membentuk huruf V

terbalik, N atau M agar nantinya seluruh bagian muat dalam satu

kertas herbarium. Jika ukuran masih teralalu besar maka sampel

dipotong menjadi dua bagian atau lebih dan diletakkan pada kertas

merang yang berbeda tapi diberi kode sama.

b. Rimpang atau umbi yang berukuran besar diiris melintang di bagian

tengah dan diiris membujur di bagian tepi, ketebalan irisan 3-5 mm.

Saat ditempelkan pada kertas herbarium, salah satu sisi potongan


diletakkan membelakangi dan sisi lain menghadap depan untuk

menunjukkan struktur bagian dalam.

c. Bunga dan bagian bunga disusun hati-hati, bedah bagian bunga

yang besar untuk menunjukkan organ internal.

d. Buah sebaiknya dibelah untuk menunjukkan lapisan dinding/kulit

bagian dalam atau plasentasi serta untuk mempermudah

pengeringan.

3. Penyusunan sampel saat dipres juga harus memperhatian jenis

sampel yang dikoleksi. Tumbuhan dengan organ tebal, kaku, atau

jenis tumbuhan sekulen sebaiknya disusun di bagian luar/tepi dekat

dengan sasak/alat pres pada posisi tegak agar terkena panas lebih

banyak dan mempercepat proses pengeringan.

4. Setiap 3-5 tumpukan merang dibatasi oleh kertas karton, kemuadian

sejumlah maksimal 10 tumpukan karton tersebut (30-50 sampel)

diatur sedemikian rupa dijepit sasak/alat pres kemudian diikat dan

dikencangkan dengan sabuk sasak/alat pres (jika perlu tumpukan

sampel ditekan dengan telapak kaki saat mengencangkan sabuk).

5. Sampel tumbuhan yang telah dipres kemudian dikeringkan.

Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu

50°C. Proses pengeringan berkisar 2-3 hari tergantung pada jenis

tumbuhan, kelembapan dan temperatur tempat yang digunakan.

Sebaliknya dilakukan pengecekan setiap hari agar spesimen kering.


6. Spesimen yang telah dikeringkan kemudian dipindahkan secara hati-

hati ke kertas herbarium. Susun secara hati-hati pada kertas

herbarium. Penyusunan specimen yang ideal menampilkan unsur

kebenaran, informasi botani memadai, proporsional, kerapian dan

keindahan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan

spesimen antara lain yaitu:

a. Sisakan ± 1 cm di tiap tepi kertas herbarium untuk memudahkan

pengambilan atau pemindahan herbarium.

b. Spesimen tunggal ditata posisinya tepat di tengah kertas herbarium

dan biasanya diletakkan vertical atau diagonal di sepanjang kertas.

c. Arah atau orientasi tumbuhan harus merepresentasikan kondisi

alamya, sebagai contoh bunga di atas dan akar di bawah.

d. Susun organ spesimen sedemikian rupa sehingga memperlihatkan

semua bagian, contoh: organ daun harus diperlihatkan bagian atas

dan bawah, bagian bunga dan buah.

7. Tempel spesimen menggunakan selotip bebas asam dengan

memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Selotip diletakkan ke posisi tengah pada setiap organ yang

ditempel, misalnya ranting atau tangkai daun serta panjan setiap

sisi selotp sebaiknya sama.

b. Selotip diletakkan tegak lurus cabang, batang, maupun pertulangan

daun
c. Hindari menempel selotip pada bagian yang mencirikan spesimen

tumbuhan tersebut misalnya daun penumpu, bunga dan ligula.

d. Pemakaian selotip yang banyak jumlahnya diperlukan untuk

menempel bagian yang keras dan berat, misalnya buah atau padaa

bagian yang dekat dengan tepi kertas.

e. Hindari pemakaian selotip yang terlalu banyak untuk cabang atau

dua batang.

f. Apabila spesimen berukuran besar dan tebal, maka cara penempelan

pada kertas herbarium dengan cara dijahit dengan benang good year

dan jarum goni.

8. Bagian tumbuhan yang mudah lepas/rontok dari bagian lainnya

misalnya bunga dan biji maka baagian tersebut harus disimpan

didalam amplop kertas bebas asam kemudian ditempelkan dikanan

atas pada kertas herbarium. Penempelan amplop menggunakan

sesedikit mungkin lem bebas asam pada bagian ten\gah amplop.

9. Tempel label herbarium di bagian kanan bawah kertas herbarium

menggunakan lem bebas asam hanya di bagian tepi kanan label

herbarium. Hal tersebut dilakukan agar label herbarium mudah dilepas

agar apabila ada penggantian informasi tanpa memindah maupun

merusah spesimen. tulis data dari etiket gantung dan catatan

lapangan ke label herbarium. Label herbarium antara lain :

a. Nama (instansi) herbarium

b. Nama suku (family)


c. Nama jenis lengkap dengan author (species)

d. tempat pengambilan sampel meliputi nama provinsi, suku (locality)

e. Data posisi garis lintang (latitude) dan garis bujur (longitude)

f. Ketinggian tempat (altitude)

g. Data tempat tumbuh (habitat)

h. Nama kolektor (orang yang mengambil sampel, sesuai di etiket

gantung)

i. Nomor koleksi dan tanggal pengambilan sampel

j. Nama lokal (local name)

k. Catatan lain terkait dengan ciri dan sifat morfologi (notes)

l. Penggunaan (uses)

m. Nama lengkap pendeterminasi (determined by) dan tanggal

determinasi

10. Masukkan spesimen herbarium ke species folder. Tulis nama ilmiah

spesies, kolektor, dan lokasi pengambilan koleksi ke species folder.

11. Masukkan species folder ke dalam genus folder yang berisi beberapa

sampel dari satu spesies maupun beberapa jenis dalam satu genus

tersebut. Tulis nama familia, nama spesies dan kawasan/pulau tempat

koleksi di label kawasan.

12. Simpan herbarium diurutkan sasuai abjad familia, genus, spesies,

kawasan. Herbarium yang mempunyai urutan abjad lebih awal

diletakkan diatas.
lll.3.3 Pembuatan dan Pengamatan Amilum

1. Disiapkan alat-alat dan bahan-bahan yang akan digunakan

2. Dilakukan sortasi masing-masing sampel, cuci dan timbang sebanyak

250gram.

3. Untuk sampel kentang, bengkoang dan ubi kayu: kulitnya dikupas

sebelum ditimbang.

4. Dimasukkan ke dalam wadah blender, ditambahkan sedikit air an

diblender sampai halus.

5. Hasl blender disaringdengan menggunakan kain kasa sambil diperas

secara perlahan. Hasil saringan dikumpulkan pada gelas piala,

diendapkan dan dibuang air rendamannya. Proses endap tuag diuang

beberapa kali.

6. Dikeringkan dengan menggunakan oven selama beberapa menit pada

suhu 40-55°C.

7. Amilum yang diperoleh ditimbang untuk dihitung rendamennya.

Redamen amilum adalah perbandngan jumlah (kualitas) amilum yang

dihasilkan dari sebuah tanaman. Rendamen menggunakan satuan

persen (%). Semakin tinggi rendamen yang dihasikan menandakan

nilai amilum yang dihasilkan seakin banyak. Adapun rumus untuk

menghitung endamen sebagai berikut:

Jumlah amilum akhir


Rendamen amilum =
Jumlah awal sampel
Pengamatan amilum

1. Pengamatan organoeptis melputi warna, bau, rasa, dan bentuk.

Diidentifikasi tiap amilum secara organoleptis dan diisi lembar

kegiatan yang telag disediakan.

2. Pengamatan secara mikroskopik, di mana yang membedakan dapat

dilihat dari letaknya. Misalnya pada amilum solani letak hilusnya

berada di pinggir (eksentris) dan amilum maydis hilusnya berada di

tengah (konsentris).

a. Diambil amilum dengan sendok tanduk, lalu diletakkan di atas objeck

glass.

b. Diteteskan satu tetes aquadest lalu ditutup dengan deck glass.

c. Diamati sampel degan menggunakan mikroskop.

d. Digambar hasil pengamatan yang diperoleh dan dilengkapi

keterangan (description) masing-masing sampel.

3. Identifikasi pendahuluan dapat dilakukan dengan menggunakan

lautan I2.

lll.3.4 Pembuatan Simplisia

1. Bahan sampel/simplisia yang telah diambil dicuci bersih, kemudian

dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Apabila kadar airnya

banyak (buah atau biji) bisa dikeringkan langsung di bawah sinar

matahari tetapi ditutupi dengan kain hitam.

2. Setelah kering, potong-potong kecil kemudian dengan menggunakan

blender.
3. Ayak dengan pengayak no. 4/18 atau yang setara dengan ukurab

tersebut.

4. Simpan dalam wadah yang sesuai dan berikan etiket.

lll.3.5 Penentuan Mutu Simplisia

a. Pengamatan seruk simplisia

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2. Dilakukan pengamatan organoleptis (bentk, warna, rasa dan bau)

3. Diambil dan dilerakkan sedikit sampel pada object glass, ditetesi (3

tetes) dengan menggunakan medium yang sesuai, dilakukan edikit

pemanasan dengan cara melewatan object glass berisi sampel di atas

nyala spiritus (kecuali untuk pengamatan amilum yang menggunakan

medium air).

4. Ditutup sam[e dengan menggnakan deck glass.

5. Diamati dengan menggunakan mikroskop.

6. Digambar dan dilengkapi keterangan (description) pada masing-

masing sampel yang diamati.

b. Pengamatan haksel

1. Digambar simplisia hasel yang disiapkan pada lembar kerja tersedia,

dilakukan pewarnaan yag sesuai.

2. Dilengkapi keterangan (description) pada samua sampel yang telah

diperiksa.
lll.3.6 Penetapan Susut Pengeringan Dan Kadar Air

1. Disiapkan alat-alat dan bahan

a. Cara Penetapan Kadar Air :

Dimasukkan sejumlah zat uji yang ditimbang seksama yang

diperkirakan mengandung 2 ml sampai 4 ml air ke dalam labu. Jika zat uji

berupa massa lembek, timbang pada sehelai kertas aluminium dengan

ukuran yang sesuai dengan mulut lsbu. Untuk zat uji yang menyebabkan

gejolak mendadak,tambahkan pasir kering bersih secukupnya hingga

menutupi dasar labu atau sejumlah pipa kapiler yang salah satu ujungnya

diliburkan, panjang lebih kurang 100 mm. masukkan lebih kurang 200 ml

toluene P ke dalam labu, hubungkan dengan alat. Tuangkan toluene P ke

dalam labu penerima E melalui alat pendingin. Panaskan labu hati-hati

selama 15 meit. Setelah toluene mulai mendidih, suling dengan kecepatan

lebih kurang 2 tetes tiap detik, hingga sebagian besar air tersuling. Cuci

bagian dalam pendingin dengan toluene, sambil dibersihkan dengan sikat

tabung yang disambung pada sebuah kawat tembaga dan telah dibasahi

toluene. Lanjutkan penyulingan selama 15 menit. Biarkan tabung

penerima mendingin hingga suhu kamar. Jika ada tetesan air yang

melekat pada dinding tabung penerima, gosok dengan karet yang diikat

pada sebuah kawat tembaga dan dibasahi toluene hingga tetesan air

turun. Setelah air dan toluene memisah sempurna, baca volume air.

Hitung kadar dalam %.


b. Cara Penetapan Susut Pengeringan:

Susut pengeringanadalah kadar bagian yang menguap suatu zat.

Kecuali dinyaktakan lain, suhu penetapan adalah 105°C dan susut

pengeringan ditetapkan sebagai berikut: timbang seksama 1 gram sampai

2 gram zat dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah

dipanaskan pada susut penetapan selama 30 menit dan telah ditara. Jika

zat berupa hablur besar, sebelum ditimbang digerus dengan cepat hingga

ukuran butiran telah kurang 2 mm, ratakan dalam botol timbang dengan

menggoyang botol, hingga merupakan lapisan setebal lebig kurang 5 mm

sampai 10 mm, masukkan ke dalam ruang pengering, buka tutupnya,

keringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap

pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam

eksekutor hingga suhu kamar. Jika suhu lebur zat lebih rendah dari suhu

penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu antar 5°C dan 10°C di

bawah suhu leburnya selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian pada suhu

penetapan selama waktu yang ditentukan atau hingga bobot tetap.


BAB IV

HASIL

IV.1 Definisi

Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum

mengalami perubahan proses apa pun, dan kecuali dinyatakan lain

umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. (Farmakope Indonesia,

1979).

IV.2 Foto

Herbarium Kering Mikroskopis Momordica charantia L.


perbesaran 40 kali

Kadar air simplisia Momordica charantia L. perbesaran 40 kali

IV.3 Cara Penyiapan

Cara penyiapan simplisia yaitu dengan mengambil daun tanaman

Momordica chanrantia L., kemudian di sortasi kering dan dibersihkan dari

kotoran dengan cara dicuci. Dikeringkan dalam suhu yang tidak terlalu

tinggi atau diangin-anginkan.


IV.4 Kandungan Kimia

Daun pare mengandung momordicine, momordin, charantine,

asam trikosanik, resin, asam resinat, saponin, vitamin A dan C serta

minyak lemak terdiri atas asam oleat, asam linoleat, asam stearat dan

lemak oleostearat. Buah mengandung fixed oil, insulin like peptide,

glykosides (momordine dan charantine), alkaloid (momordicine),

hydroxytryptamine, vitamin A, B dan C, peptide yang menyerupai

insuline dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah dan urine. Biji

mengandung momordicine (Dalimartha, 2008).

IV.5 Penggunaan Simplisa

Penggunaan pare (Momordica charantia L.) sebagai obat di Cina

sudah dicatat Li sejak tahun 1578. Awalnya sebagai tonikum, obat cacing,

obat batuk, antimalaria, seriawan, penyembuh luka, dan penambah nafsu

makan. Ratusan riset di banyak negara yang berkembang kemudian

menyingkap buah pahit ini berefek menurunkan kadar gula darah

(hypopglycemic effect)(Anonymous. 2007).

IV.6 Identifikasi Simplisia

IV.6.1 Pemerian

Simplisia Momordica charantia L memiliki warna hijau tua, berbau

tidak sedap dan pahit.

IV.6.2 Makroskopik

Terna setahun, merambat atau memanjat dengan alat pembelit

(sulur) berbentuk spiral, bercabang banyak, berbau tidak enak. Batang


berusuk lima, panjang 2-5 m dan yang muda berambut rapat. Daun

tunggal, bertangkai yang panjangnya 1,5-5,3 cm, letak berseling,

bentuk bulat panjang, berbagi 5-7, pangkal berbentuk jantung, dengan

panjang 3,5-8,5 cm, lebar 2,5-6 cm, berwarna hijau tua. Bunga tunggal,

berkelamin dua dalam satu pohon, bertangkai panjang, tidak beraturan,

panjang 8-30 cm, rasa pahit, berwarna hijau, menjadi jingga yang

pecah dengan tiga katup jika masak. Biji banyak, coklat kekuningan,

bentuk pipih memanjang, keras dan berwarna kuning. Buah bulat

memanjang dengan 8-10 rusuk, dan berbintil-bintil. (Adimunca, 1996)

IV.6.3 Mikroskopik

Pada penampang melintang melalui tulang daun tampak epidermis

atas terdiri dari satu lapis sel berbentuk persegi panjang,kutikula

tipis,rambut penutup terdiri dari beberapa sel berbentuk kerucut ujung

membulat. Epidermis bawah terdiri dari lapis sel berbentuk

segiempat,kutikula tipis,stomata sedikit,dan rambut penutup banyak

(Setyawan dkk, 2004).

IV.7 Parameter Mutu

Parameter mutu Asal tanaman Rata-rata

Susut pengeringan Momordica charantia L 3.395%


Kadar air 1.2 ml

IV.7.1 Susut Pengeringan : tidak lebih dari 3.395%

IV.7.2 Kadar Air : tidak lebih dari 1.2 ml


BAB V

PEMBAHASAN

V.1 Koleksi Spesimen Tumbuhan

Pada Praktikum dilakukan pegambilan spesimen tumbuhan di

hutan sekitar Universitas Hasanuddin. Pengambilan sampel yaitu daun,

dengan memperhatikan ketinggian tempat, data tempat tumbuh, data

posisi garis lintang dan garis bujur. Setelah di lakukan pengambilan

spesimen tumbuhan, proses selanjutnya yaitu sortasi dengan

memisahkan daun tumbuhan yang masih bagus dan tidak.

Syarat suatu tumbuhan dikatakan baik adalah

1. Bebas dari serangga,fragmen hewan/kotoran hewan

2. Tidak menyimpang bau dan warnanya

3. Tidak mengandung lender dan cendawan atau menunjukkan tanda-

tanda pengotoran lainnya

4. Tidak mengandung bahan lain yang mengandung racun (Onrizal,

2005)

V.2 Pembuatan Herbarium

Herbarium dibuat dari spesimen yang telah dewasa, tidak terserang

hama, penyakit atau kerusakan fisik lain. Tumbuhan berhabitus pohon dan

semak disertakan ujung batang, daun, bunga dan buah, sedang tumbuhan

berbentuk herba disertakan seluruh habitus. Herbarium kering digunakan

untuk spesimen yang mudah dikeringkan, misalnya daun, batang, bunga


dan akar, sedangkan herbarium basah digunakan untuk spesimen yang

berair dan lembek, misalnya buah (Setyawan dkk, 2004).

Tanaman yang digunakan untuk pembuatan herbarium kering adalah

tanaman wungu dan petai cina, tanaman tersebut di pres dan dijemur

selama beberapa hari hasil yang didapatkan seteklah dikeringkan

herbarium tersebut kering dengan baik tidak terdapat adanya

pertumbuhan jamur atau mikroorganisme lainnya. Hal ini disebabkan

karena sebelum di keringkan herbarium dibersihkan menggunakan

alkohol, sehinnga dapat meminimalisir adanya pertumbuhan

mikroorganisme.

Untuk mendapatkan hasil yang optimum sebaiknya bahan yang akan

diherbariumkan dipres selam dua minggu hal ini sesuai dengan litertur

yang menyatakan bahwa Herbarium kering, cara kering menggunakan

dua macam proses yaitu: a. Pengeringan langsung, yakni tumpukan

material herbarium yang tidak terlalu tebal di pres di dalam sasak, untuk

mendpatkan hasil yng optimum sebaiknya di pres dalam waktu dua

minggu( Onrizal, 2005).

Kelebihan dari Herbarium kering dibandingkan dengan herbarium

basah adalah dapat bertahan lama hingga ratusan tahun, namun

herbarium kering juga memiliki kelemahan yaitu spesimen mudah

mengalami kerusakan akibat perawatan yang kurang memadai maupun

karena frekuensi pemakaian yang cukup tinggi untuk identifikasi dan

pengecekan data secara manual, tidak bisa diakses secara bersama-


sama oleh berberapa orang, biaya besar, tidak bisa diakses sewaktu-

waktu dan tidak dapat diakses dari jarak jauh, hal ini sesuai dengan

literatur yang menyatakan bahwa Kelebihan dari Herbarium kering

dibandingkan dengan herbarium basah adalah dapat bertahan lama

hingga ratusan tahun. Terdapat beberapa kelemahan pada herbarium

Faktor-faktor yang mempengaruhi koleksi herbarium adalah lama

pembuatan herbarium, tempat penyimpanan dan faktor lingkungan seperti

suhu hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa herbarium

kering yang baik adalah herbarium yang lengkap organ vegetatif dan

organ generatifnya. Selain itu kerapian herbarium juga akan menentukan

nilai estetikanya serta faktor-faktor yang mempengaruhi koleksi herbarium

adalah lama pembuatan herbarium, tempat penyimpanan dan faktor

lingkungan seperti suhu. (Subrahmanyam, 2002)

V.3 Pembuatan dan Pengamatan Amilum

Pati jagung adalah pati yang diperoleh dari biji Zea mays L ( familia

Poaceae). Berdasarkan hasil praktikum bahwa pati jagung berupa butir

bersegi banyak, bersudut, atau butir bulat, kemudian terdapat butir pati

dan hilus yang berupa rongga atau celah dan terdapat lamela. Bentuk dan

ukuran granula pati jagung dipengaruhi oleh sifat biokimia dari khloroplas

atau amyloplasnya. Sifat birefringence adalah sifat granula pati yang

dapat merefleksi cahaya terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop

polarisasi membentuk bidang berwarna biru dan kuning. Warna biru dan

kuning pada permukaan granula pati disebabkan oleh adanya perbedaan


indeks refraktif yang dipengaruhi oleh struktur molekuler amilosa dalam

pati. Bentuk heliks dari amilosa dapat menyerap sebagian cahaya yang

melewati granula pati. Bentuk granula merupakan ciri khas dari masing-

masing pati. Tidak ada hubungan yang nyata antara gelatinisasi dengan

ukuran granula pati, tetapi suhu gelatinisasi mempunyai hubungan dengan

kekompakan granula, kadar amilosa, dan amilopektin. (Dalimartha,

2008).

Pati jagung mempunyai ukuran granula yang cukup besar dan tidak

homogen yaitu 1-7µm untuk yang kecil dan 15-20 µm untuk yang besar.

Granula besar berbentuk oval polyhedral dengan diameter 6-30 µm.

Granulapati yang lebih kecil akan memperlihatkan ketahanan yang lebih

kecil terhadap perlakuan panas dan air dibanding granula yang besar.

Jagung normal mengandung 15,3-25,1% amilosa, jagung jenis waxy

hampirtidak beramilosa, jagung amilomize mengandung 42,6-67,8%

amilosa, jagung manis mengandung 22,8% amilosa. Amilosa memiliki 490

unit glukosa per molekul dengan rantai lurus 1-4 a glukosida, sedangkan

amilopektin memiliki 22 unit glukosa per molekul dengan ikatan rantai

lurus 1-4 a glukosida dan rantai cabang 1,6- a glukosida. Berdasarkan

pengamatan pada pati jagung setelah ditambahkan larutan iodium dan

dipanaskan warnanya berubah menjadi biru. Hal ini menendakan bahwa

terdapat amilum pada pati jagung tersebut. (Dalimartha, 2008).


V.4 Penentuan Mutu Simplisia

Pada praktikum penentuan mutu simplisia dilakukan pengamatan

secara makroskopik, dari hasil pengamatan terhadap simplisia daun

(Momordiaceae folium) memiliki helaian daun yang rapuh, berbentuk bulat

panjang. Dari hasil pustaka, helaian daun (Momorindaceae charantia L)

rapuh, umumnya tidak utuh, berwarna hijau tua, bentuk bulat panjang

dengan panjang 5-9 cm dan lebar 4.0 cm, pangkal daun berbentuk

jantung, tangkai daun memiliki panjang 1.5 – 5.3 cm (Setyawan dkk,

2004).

Dari hasil pengamatan mikroskopik, hanya didapatkan epidermis

dan stomata dengan hasil stomata tipe anomositik yaitu jumlah sel

tetangga 3 atau lebih yang tidak berbeda ukuran dan bentuknya

sedangkan struktur daun yang lain tidak didapatkan. Dari hasil pustaka,

pada penampang melintang melalui tulang daun tampak epidermis atas

terdiri dari satu lapis sel berbentuk empat persegi panjang, kutikula tipis,

rambut penutup terdisi dari beberapa sel, berbentuk kerucut, ujung

membulat, epidermis bawah terdiri dari satu lapis sel berbentuk segi

empat, kutikula tipis, stomata sedikit, rambut penutup terdiri dari beberapa

sel. Mesofil meliputi jaringan palisade terdiri dari satu lapis sel (Setyawan

dkk, 2004).

V.5 Penetapan Susut Pengeringan dan Kadar Air

Dalam praktikum kali ini, dilakukan pengukuran parameter non

spesifik berupa susut pengeringan terhadap daun Momorinddiaceae


charantial. Parameter non spesifik susut pengeringan dilakukan untuk

mengetahui presentase senyawa yang yang menghilang selama proses

pemanasan. Pengukuran sisa zat dilakukan dengan pengeringan pada

suhu 105° selama 2 jam yang dihitung terhadap bobot tetap dan

dinyatakan dalam persen (metode gravimetri). Pengeringan bertujuan

untuk mengurangi kadar air sehungga simplisia tidak mudah rusak dan

dapat disimpan dalam waktu yang lama. Air yang masih tersisa dalam

ekstrak pada kadar lebih dari 10% dapat menjadi media pertumbuhan

mikroba. Selain itu, dengan adanya air, akan terjadi rekasi enzimatis yang

menguraikan zat aktif sehingga mengakibatkan penuruna mutuatau

perusakan ekstrak (Depkes RI, 2000).

Susut pengeringan ekstrak yang didapat adalah 2.49 % dan 4.3 %

sehingg kadar rata rata susut pengeringan adalah 3.395%. Kadar ini telah

memenuhi syarat kadar sisa air dalam simplisia.

Penetapan kadar air simplisia sangat penting untuk memberikan

batasan maksimal kandungan air dalam simplisia, karena jumlah air yang

tinggi dapat menjadi media tumbuhnya bakteri dan jamur yang dapat

merusak senyawa yang terkandung di dalam simplisia (Depkes RI, 2000).

Hasil praktikum kadar air dengan menggunakan sampel

Momordiaceae charabtial seberat 4 gram dengan campuran toluen 200 ml

dihasilkan volume air sebanyak 1,2 ml. Sehingga, kadar air dalam

simplisia adalah 0.3 % v/b. Menurut pustaka, persyaratan kadar air


simplisia menurut standar yang berlaku adalah tidak lebih dari 10%

(Depkes RI, 2000).

V.6 Penetapan Kadar Minyak Atsiri

Minyak atsiri adalah substansi yang menyebabkan/menimbulkan bau

dari bermacam-macam bagian tanaman. Dinamakan minyak atsiri oleh

karena substansi ini kalau dibiarkan di udara akan atsiri pada temperatur

biasa, maka ini dinamakan “volatile oils” atau “aethereal oils”. Istilah

terakhir ini digunakan karena minyak atsiri merupakan “essences” atau isi

aktif dari tanaman.

Pada percobaan ini penetapan kadar minyak atsiri diperoleh dengan

menggunakan metode destilasi (penyulingan) dengan memanfaatkan

perbedaan titik didih antara sampel dengan pelarut. Sampel yang di

gunakan pada percobaan ini daun kemangi (Ocimum sanctum L) , dari

hasil pengujian yang didapatkan dilakukan tiga kali pengujian yakni

pengujian pertama menggunakan sampel seberat 15.002g, pengujian

kedua dengan berat 15.001g, dan pengujian ketiga dengan berat 15.002g.

Dengan persen kadar 0.87%, 0.87%, dan 0.84%.


BAB VI

PENUTUP

IV.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan disimpulkan bahwa:

1. Koleksi spesimen tumbuhan digunakan tumbuhan Graptophyllum

pictum (L.) Griff, memiliki ketinggian 45 cm, bujur -5.13536°, dan

lintang 119.48953°.

2. Pembuatan herbarium mendapatkan hasil kering yang baik, yag

ditandai dengan tidak adanya pertumbuhan mikroorganisme pada

herbarium.

3. Pembuatan amilum didapatkan hasil pati jagung berupa butir bersegi

banyak, bersudut, atau butir bulat, kemudian terdapat butir pati dan

hilus yang berupa rongga atau celah dan terdapat lamella.

4. Penentuan mutu simplisia makroskopik, dari hasil pengamatan

terhadap simplisia daun (Momordiaceae folium) memiliki helaian daun

yang rapuh, berbentuk bulat panjang. Dari hasil pengamatan

mikroskopik, hanya didapatkan epidermis dan stomata dengan hasil

stomata tipe anomositik yaitu jumlah sel tetangga 3 atau lebih yang

tidak berbeda ukuran dan bentuknya sedangkan struktur daun yang

lain tidak didapatkan.

5. Penentuan Susut Pengeringan dan Kadar Air, air yang masih tersisa

dalam ekstrak pada kadar lebih dari 10% dapat menjadi media
pertumbuhan mikroba. Susut pengeringan ekstrak yang didapat

adalah 2.49 % dan 4.3 % sehingg kadar rata rata susut pengeringan

adalah 3.395%. Kadar ini telah memenuhi syarat kadar sisa air dalam

simplisia.

6. Penetapan kadar minyak atsiri dari hasil pengujian yang didapatkan

dilakukan tiga kali pengujian yakni pengujian pertama menggunakan

sampel seberat 15.002g, pengujian kedua dengan berat 15.001g, dan

pengujian ketiga dengan berat 15.002g. Dengan persen kadar 0.87%,

0.87%, dan 0.84%.

IV.2 Saran

Sebaiknya labotatorium melengkapi alat-alat yang diguanakn dalam

praktikum sehingga praktikum dapat berjalan dengan lancar.


DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Anwar. 2010. Tanaman Obat Indonesia. Jakarta : Salemba


Medika.

Anonim. 1980. Tumbuhan Obat. Lembaga Biologi Nasional. Jakarta: LIPI

Ardiawan Jati, Hepi Kapsari H, dan Udiana Wahyu D. (2013). Aplikasi


Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka
Hijau di Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan. Jurnal Teknik POMITS,
Vol. X, No. X, (Mar, 2013) ISSN: 2301 -9271.

Aththorick, T.A, dan Siregar E.S. 2006. Taksonomi Tumbuhan.


Medan: Departemen Biologi FMIPA USA
Dadang dan Prijono, 2008. Insektisida Nabati: Prinsip, Pemanfaatan, dan
Pengembangan.Departemen Proteksi Tanaman. Bogor: Institut
PertanianBogor.
Departemen Kesehatan, RI. Materia Medika Jilid 1. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI
Departemen Kesehatan, RI. Materia medika Jilid V. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI
Depkes RI. 2000. Parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat.
Jakarta: Dirjen pom.
Desmiaty, Y.,H. Ratih., M.A. Dewi., dan R. Agustin. 2008. Penentuan
Jumlah Tanin
Gunawan, D. dan S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam(Farmakognosi) Jilid1.
Jakarta: PenebarSwadaya.
Gupta, Charu, Amar P. Garg, Ramesh C. Uniyal and Archana Kumari.
2008.
Antimicrobial Activity of Some Herbal Oils Againts Common Food-borne
Pathogens. African Journal of Microbiology Research Vol.(2) pp.
258-261,. ISSN 1996-0808.
Hardman and Gunsolus. 1998. Corn growth and development. Extension
Service. Hadipoentyanti, E. & Wahyuni, S., 2008, Keragaman
Selasih (Ocimum Spp.) Berdasarkan Karakter Morfologi, Produksi,
dan Mutu Herba, Jurnal Littri, 14(4).
Kee, J. L. dan Evelyn, R. H., 1996, Farmakologi : Pendekatan proses
Keperawatan. Cetakan I. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC
Lumowa, Sonja. 2012. Ekologi Tumbuhan. Universitas Mulawarman.
Samarinda.
Onrizal. 2005. Teknik Pembuatan Herbarium. http://ocw.usu.ac.id.
diakses pada tanggal 5 Mei 2017.
Waugh, R.B., Markham, L., Kreipe, R.E., & Walsh, B.T., 2010, Feeding
and Eating Disorders in Childhood. International Journal of Eating
Disorders,
43(2)
Rukmana, R. 1997. Ubi Jalar Budidaya dan Pasca panen. Kanisius.
Yogyakarta.
Subekti, Nuning Argo, dkk. 2012. Morfologi Tanaman dan Fase
Pertumbuhan Jagung. Maros : Balai Penelitian Tanaman Serealia
Sutrian, Yayan Drs. 2004. Pengantar Anatomi Tumbuh-Tumbuhan
Tentang Sel dan Jaringan. Jakarta : PT Rineka Cipta
Tjitrosoepomo, G. 2007. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
LAMPIRAN I PERHITUNGAN

1. Minyak Atsiri

Pengujian I

Volume minyak atsiri = 0,13 ml

Berat sampel = 15,002 gram


0,13
Kadar minyak atsiri = 15,002 𝑥 100%

= 0,87 %

Pengujian II

Volume minyak atsiri = 0,13 ml

Berat sampel = 15,001 gram


0,13
Kadar minyak atsiri = 15,001 𝑥 100%

= 0,87 %

Pengujian III

Volume minyak atsiri = 0,12 ml

Berat sampel = 15,002 gram


0,12
Kadar minyak atsiri = 15,002 𝑥 100%

= 0,80 %

0,87 %+0,87 %+0,80 %


Kadar minyak atsiri rata-rata = 3

= 0,84 %
4,1824
2. Rendemen amilum = 𝑥 100%
190

= 2,201 %
LAMPIRAN II TABEL HASIL PERCOBAAN

1. Minyak Atsiri

% b/v kadar
No Nama sampel Bobot sampel Volume minyak
minyak atsiri
1 Ocimum americanum 15,002 g 0,13 ml 0,87 %
2 Ocimum americanum 15,001 g 0,13 ml 0,87 %
3 Ocimum americanum 15,002 g 0,12 ml 0,80 %

2. Amilum

Nama Bobot Bobot kering Rendemen (%)


Simplisia Simplisia (W1) amilum (W2) (W2/W1) * 100%

Amilum maydis 190 g 4,1824 g 2,201 %


LAMPIRAN III GAMBAR HASIL PERCOBAAN

1. Koleksi Spesimen Tumbuhan

Akar Tumbuhan Wungu Tumbuhan Wungu

2. Pembuatan Herbarium

Herbarium Kering
3. Pembuatan dan Pengamatan Amilum

Amilum Zae mays perbesaran 100 kali Amilum Zae mays perbesaran 100 kali
Amilum setelah dikeringkan

4. Penentuan Mutu Simplisia Pemeriksaan Organoleptik dan

Mikroskopik Haksel dan Kadar Air

Momordica charantia L. Momordica charantia L.


perbesaran 40 kali perbesaran 40 kali

5. Penentuan Mutu Simplisia Penentuan Susut Pengeringan dan

Kadar Air

Kadar Minyak Atsiri Penimbangan sampel


6. Penentuan Kadar Minyak Atsiri

Daun Kemangi Proses Destilasi

Proses destilasi
LAMPIRAN IV SKEMA KERJA

1. Koleksi spesimen tumbuhan

a. Pengambilan specimen yang representative

Ukuran 30-40 cm

Ambil bagian tumbuhan lengkap

1 spesimen lengkap per jenis tumbuhan

Untuk dibuat herbarium

Bahan untuk simplisia

b. Specimen tumbuhan berukuran besar

Batang/cabang/ranting dipotong 20-30 cm

Kelupas kulit batang 5-10 cm

Catat tempat munculnya ranting, warna dan tekstur kulit batang muda dan
tua

Identifikasi getah : ada/tidak, warna, bau dan rasa


c. Specimen terna atau semak

Specimen dipotong beberapa bagian

Catat tinggi tumbuhan

Ambil seluruh bagian pada specimen kecil

Bersihkan bagian akar dan bagian lain dari tanah

Jika terlalu besar, organ tersebut diiris

d. Koleksi paku-pakuan dan rumput

Koleksi seluruh bagian termasuk bagian dalam tanah

Tumbuhan kecil dikoleksi 5-10 individu dari populasi yang sama

Beri nomor koleksi pada koleksi tersebut


2. Pembuatan herbarium

Sampel tumbuhan dikeluarkan dari kantong

Posisi diatur sesuai kondisi aslinya

Saat akan dipres, penyusunannya diperhatikan

Setiap 3-5 tumpukan merang dibatasi kertas merang

Pada setiap sasak maksimal 10 tumpukan kertas karton

Kemudian sampel dipres menggunakan sasak dan diikat menggunakan

sabuk sasak

Setelah dipres, sampel dikeringkan dalam oven 50°C

dipindahkan ke kertas herbarium

Tempel specimen menggunakan selotip

Masukkan dalam amplop bebas asam


3. Pembuatan dan pengamatan amilum

a. Pembuatan amilum

Siapkan alat dan bahan

Sortasi masing-masing sampel

Timbang sebanyak 450 g

Masukkan dalam blender

Tambahkan sedikit air kemudian blender sampai halus

Hasil blender disaring menggunakan kain

Keringkan dalam oven beberapa menit pada 40-55°C

Amilum yang diperoleh kemudian hitung rendamen

b. Pengamatan amilum

Ambil sedikit amilum

Letakkan pada object glass

Tetesi aquadest

Tutup dengan deck glass

Amati sampel menggunakan mikroskop


4. Pembuatan simplisia

Sampel yang telah diambil, kemudian dicuci

Keringkan(dapat menggunakan oven)

Setelah kering, potong kecil-kecil

Haluskan menggunakan blender

Kemudian ayak dengan pengayak no. 4/18

Simpan dalam wadah yang sesuai

Berikan etiket

5. Penentuan mutu simplisia (pemeriksaan organoleptik dan


mikroskopik haksel dan serbuk simplisia
Siapkan alat dan bahan

Lakukan pengamatan organoleptis

Ambil dan letakkan sedikit pada object glass

Tetesi kloralhidrat

Fiksasi

Tetesi floroglusin

Fiksasi

Tutup menggunakan deck glass

Amati menggunakan mikroskop


6. Penetapan susut pengeringan dan kadar air

Siapkan alat dan bahan

Rangkai alat destilasi

Hubungkan dengan kondensor

Masukkan sampel (1 gram) pada labu alas bulat

Tambahkan toluene pada labu alas

Panaskan labu alas bulat selama 15 menit

Hitung volume air yang ada pada tabung dan hitung % kadar

7. Penetapan kadar minyak atsiri

Rangkai alat destilasi

Hubungkan dengan kondensor

Timbang sampel sebanyak 1 gram

Masukkan ke dalam labu alas bulat

Tambahkan 200 ml air suling

Panaskan labu sekitar 15 menit

Catat volume pada buret

Hitung kadar minyak atsiri %v/b

Anda mungkin juga menyukai