Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Tanaman Kelor (Moringa oleifera Lam.) merupakan tanaman


tropis dan sayuran asli Indonesia yang memiliki banyak manfaat dan
khasiat. Tanaman kelor sering disebut sebagai ’’miracle tree’’ karena
akar, daun, buah, bunga, kulit batang dan biji tanaman kelor dapat
digunakan secara utuh. Kelor termasuk dalam ramuan tradisional
karena metabolit sekundernya antara lain alkaloid, flavonoid, tanin,
karotenoid, steroid, proantosianin, fenol, antosianin, antrakuinon,
saponin, triterpen dan kumarin sebagai bahan obat (Nugrahani et
al., 2023).

Salah satu bagian tanaman dari kelor yang memiliki


kandungan senyawa aktif yang berperan sebagai antioksidan,
antibakteri dan antiinflamasi yaitu kulit batang kelor. Uji fitokimia
pada kulit batang kelor mengandung senyawa seperti tannin,
alkaloid, fenolat, flavonoid dan steroid tradisional (Ikalinus et al.,
2015).

Pengujian fitokimia adalah metode menganalisis struktur


kimia, komposisi kimia, biosintesis, distribusi alami fungsi biologis zat
aktif yang ada dalam sampel dan membandingkan komposisi kimia
dari berbagai jenis tanaman dan yang tergandum dalam tanaman.
Sampel tanaman untuk dilakukan pengujian fitokimia dapat berupa
daun, batang, buah, bunga, biji dan akar yang berkhasiat obat dan
dapat dijadikan obat modern maupun obat tradisional. (Ikalinus et al.,
2015).

Ekstraksi adalah salah satu cara untuk menarik senyawa


yang terkandung di dalam tanaman. Ekstraksi dapat dilakukan
2

dengan beberapa metode seperti maserasi, perkolasi, refluks,


sokletasi, destilasi dan fraksinasi. Ekstraksi metode maserasi adalah
ekstraksi dengan proses perendaman simplisia yang telah dirajang-
rajang kecil dengan menggunakan pelarut organik. Sedangkan
metode sokletasi adalah ekstraksi pelarut yang selalu baru, biasanya
dilakukan dengan peralatan khusus yang sedimikian rupa sehingga
terjadi ekstraksi terus menerus dengan jumlah pelarut relative
konstan pada kondisi pendinginan kembali. (Luebke et al., 2013).

Pada penelitian sebelumnya (Nugrahani et al., 2023), kulit


batang kelor (Moringa oleifera Lam) mengandung senyawa alkaloid,
flavonoid, steroid, polifenol, tanin, dan saponin yang diekstraksi
dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Aktivitas
antioksidan ekstrak kulit batang kelor (Moringa oleifera Lam.)
ditentukan dengan spektrofotometri UV-Vis pada λ max 517 nm
menggunakan metode DPPH. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak
etanol Moringa Oleifera Lam.diberikan nilai IC50 sebesar 2,830
µg/ml.

Metode ekstraksi maserasi dan sokletasi dipilih karena


banyak kelebihannya dibanding metode ekstraksi lainnya. Metode
ekstraksi maserasi memiliki proses yang sederhana, peralatan
sederhana, tidak ada pemanasan dalam metode ekstraksi, dan
bahan alami tidak akan terurai. Sedangkan ekstraksi Sokletasit
merupakan metode ekstraksi terbaik untuk mendapatkan hasil
ekstraksi yang banyak dengan menggunakan pelarut yang lebih
sedikit, membutuhkan waktu yang lebih singkat dan
memaksimalkan ekstraksi sampel karena dilakukan berulang.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, timbul ide untuk
melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh metode ekstraksi
terhadap uji kandungan ekstrak kulit batang kelor (Moringa oleifera
Lam.).
3

I.2. Rumusan Masalah


1. Apa saja metabolisme sekunder yang terdapat pada ekstrak
etanol kulit batang kelor (Moringa olefera Lam.), metode ekstraksi
maserasi dan sokletasi?
2. Apakah terdapat pengaruh metode ekstraksi kulit batang kelor
(Moringa oleifera Lam.) terhadap kandungan senyawanya?

I.3. Tujuan Penelitian


1. Mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder ekstrak etanol kulit
batang kelor (Moringa olefera Lam.), metode maserasi dan
sokletasi.
2. Mengetahui adanya pengaruh metode ekstraksi terhadap
senyawa yang terkandung pada kulit batang kelor (Moringa
olefera Lam.).

I.4. Manfaat Penelitian


1. Penelitian dapat mengetahui kandungan metamolisme sekunder
yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit batang kelor (Moringa
olefera Lam.) dengan metode maserasi dan sokletasi.
2. Penelitian ini mampu dijadikan sumber informasi, referensi serta
menambah ilmu bagi penelitian selanjutnya yang lebih baik lagi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Uraian Tanaman


II.1.1. Klasifikasi tanaman kelor (Moringa oleifera Lam.)

Gambar 2.1 Kelor (Moringa oleifera Lam.)


(Sumber : Dokumentasi Pribadi 2023).
Klasifikasi tanaman kelor ialah sebagai berikut :

Regnum : Plantae

Subregnum : Viridiplantae

Infraregnum : Streptophyta

Superdivision : Embryophyta

Division : Tracheophyta

Subdivision : Spermatophytina

Class : Magnoliopsida

Superorder : Rosanae

Order : Brassicales

Genus : Moringa Adans

Spesies : Moringa oleifera Lam. (ITIS, 2023).

II.1.2. Nama Daerah

4
5

Tanaman kelor (Moringa olefera Lam.) berasal dari


dataran disepanjang sub Himalaya anatara India, Pakistan,
Bangladesh, dan Afganistan. Beberapa negara menyebut
kelor dengan sebutan benzolive, drumstick free, sajihan,
marango mlonge, sajna, dan nebeday (Sugiyanto et al.,
2021).

Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki beragam


tanaman yang dapat tumbuh subur. Salah satunya tanaman
Kelor dikenal dengan nama yang berbeda diberbagai daerah
di Indonesia seperti kero, wori, kelo atau keloro (Sulawesi),
murong (Aceh), kelor (Sunda dan Melayu), marongghi
(Madura), kelo (Ternate) kawono (Sumba), ongge (Bima),
munggai (Minang) dan Haufo (Timur). Kelor termasuk dalam
family Moringaceae , dengan daun kecil berbentuk lonjong
tersusun dalam susunan majemuk pada satu batang.
Tanaman kelor memiliki rasa yang sedikit pahit, bersifat
netral dan tidak beracun (Ir.R. Syamsul Hidayat, 2015).

II.1.3. Morfologi Tanaman


Ketinggian pohon adalah 7-11m. Batangnya tegak,
berwarna putih kotor, berkulit tipis, permukaannya kasar,
arah cabangnya tegak miring, lurus dan memanjang.
Daunnya merupakan daun majemuk, tangkainya panjang,
tersusun berseling, beranak daun ganjil, dan helai daunnya
berwarna hijau muda saat masih muda. Bunga berwarna
putih kekuning-kuningan, kelopak berwarna hijau. Buah
lonjong, berbentuk segitiga, panjang 20-60 cm, buah muda
berwarna hijau, buah tua berwarna coklat dan biji bulat
berwarna coklat kehitamna.(Ir.R. Syamsul Hidayat, 2015).

Kulit batang dan cabang tanaman kelor mempunyai


segi sifat anatomi yang khas yaitu terdapat sel-sel mirosin
6

dan buluh buluh gom. Bunga yang terdapat pada kelor


merupakan bunga banci, zigomorf yang tersusun pada malai
yang terdapat pada ketiak daun. Kelopak tanaman kelor
terdiri atas lima daun kelopak dan mahkotanya terdiri atas
lima daun mahkota, lima benang sari, bakal biji banyak,
serta bakal buah. Pada musim-musim tertentu daun kelor
dapat meranggas atau menggugurkan daunnya (Muis,
2017).

II.1.4. Kandungan Senyawa


Kelor diketahui mengandung lebih dari 90 jenis nutrisi
yaitu  vitamin esensial, mineral, asam amino, serta nutrisi
anti penuaan dan anti inflamasi. Kelor mengandung 539
senyawa yang dikenal dalam pengobatan tradisional Afrika
dan India dan digunakan dalam pengobatan tradisional
untuk mencegah lebih dari 300 penyakit. Berbagai bagian
tanaman kelor bertindak sebagai zat yang merangsang
jantung dan sirkulasi darah.  Serta memiliki antitumor,
antipiretik, antiepilepsi, antiinflamasi, antiulcer, diuretik,
antihipertensi, menurunkan kolesterol, antioksidan,
antidiabetik, antibakteri dan antijamur (Susanty et al., 2019).

II.1.5. Manfaat
Manfaat dan khasiat tanaman kelor terdapat pada
keseluruhan bagian tanaman baik daun, batang, akar,
maupun biji. Kandungan nutrisi yang cukup tinggi membuat
kelor dapat digunakan untuk mengatasi kekurangan nutrisi
serta kesehatan. Oleh karena itu kelor disebut Miracle Tree
(Firmansyah & Djamaludin, 2019). Kulit batang kelor
memiliki senyawa aktif yang berperan sebagi antibakteri,
antiinflamasi dan antioksidan (Ikalinus et al., 2015).
7

II.2. Ekstraksi
II.2.1. Definisi Ekstraksi
Ekstraksi umumnya merupakan proses yang
menggunakan pelarut untuk memisahkan bahan aktif dari
padatan atau cairan. Secara umum ekstraksi juga dilakukan
dengan menggunakan pelarut yang didasarkan pada
kelarutan komponen dalam komponen campuran lainnya.
Pemilihan pelarut sangat menentukan dalam proses
ekstraksi karena pelarut yang digunakan harus dapat
memisahkan atau mengekstrak zat yang diinginkan tanpa
melarutkan zat lain yang tidak diinginkan.(Natsir, 2022).

Ekstraksi adalah proses pemisahan dimana satu atau


lebih zat terlarut dipisahkan oleh perbedaan kelarutannya
dalam pelarut yang digunakan, harus dapat mengekstraksi
zat yang diinginkan tanpa melarutkan bahan lain. (Binti
Sholihatin, 2019).

II.2.2. Metode Ekstraksi


Ekstraksi secara umum dapat digolongkan menjadi
dua yaitu ekstraksi padat cair dan ekstraksi cair-cair. Pada
ekstraksi cair-cair, yaitu proses pemurnian cairan dari suatu
larutan dengan menggunakan cairan sebagai bahan
pelarutnya, sedangkan ekstraksi padat-cair yaitu proses
pemurnian cairan dari padatan dengan menggunakan cairan
sebagai bahan pelarutnya (Binti Sholihatin, 2019).

1. Ekstraksi secara dingin


a. Maserasi
Maserasi adalah metode ekstraksi sederhana
yang melibatkan perendaman serbuk Simplisia ke
dalam cairan terlarut pada suhu kamar selama
beberapa hari. Melalui metode maserasi diperoleh
8

ekstrak Simplisia yang mengandung komponen kimia


yang mudah larut dalam pelarut dan tidak
mengandung benzoin, tiraks atau lilin. Keuntungan
dari metode ini adalah peralatan yang sederhana dan
mudah digunakan. Kerugiannya adalah waktu
perendaman yang lama, namun pelarutnya cukup
banyak digunakan tetapi tidak dapat digunakan untuk
bahan-bahan yang bertekstur keras seperti benzoin,
tiraks dan lilin.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah metode ekstraksi dengan cara
penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan
penyari melalaui serbuk Simplisia yang telah dibasahi.
Memiliki keuntungan bahwa tidak ada langkah
tambahan yang diperlukan, yaitu sampel padat (marc)
dipisahkan dari ekstraknya. Kerugiannya adalah
kontak antara sampel padat tidak merata atau terbatas
dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut
mendingin selama proses perkolasi, sehingga tidak
melarutkan bahan secara efektif.
2. Ekstraksi secara panas
a. Refluks
Refluks adalah metode ekstraksi dengan
melarutkan sampel pada suhu titik didih, selama waktu
tertentu dan dengan jumlah pelarut yang relatif
konstan dengan menggunakan refluks. Ekstraksi
refluks digunakan untuk mengekstraksi bahan tahan
terhadap pemanasan. Prinsip proses refluks adalah
pelarut volatil yang digunakan akan menguap pada
suhu tinggi, tetapi akan diaktifkan di kondensor,
sehingga pelarut yang tadinya berbentuk uap akan
9

mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam


wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama
reaksi berlangsung. Sedangkan aliran gas N2
diberikan agar tidak ada uap udara atau oksigen gas
yang masuk terutama pada senyawa organologam
untuk sintesis senyawa anorganik karena sifatnya
reaktif
b. Sokletas
Sokletasi adalah metode ekstraksi simplisia
berikatan, dimana cairan ekstraknya dipanaskan
hingga menguap, uap dari cairan penyarinya akan
terkondesasi menjadi molekul-molekul air dengan
pendinginan dan mengenda untuk melonggarkan
simplisia berselubung, dan kemudian masuk kembali
kedalam labu alas bulat saat mengalirkan hasil uapan
melalui pipa sifon. Keuntungan dari metode ini adalah
dapat digunakan untuk sampel yang teksturnya lunak
dan tidak tahan pemanasan langsung, membutuhkan
lebih sedikit pelarut dan pemanasannya dapat
disesuaikan. Kerugiannya adalah penggunaan pelarut
secara berulang-ulang dapat menyebabkan ekstrak
yang terkumpul pada bagaian bawah wadah terus
memanas, sehingga dapat menyebabkan reaksi
peruraian oleh panas..

II.3. Ekstrak
Dalam Farmakope Indonesia Edisi IV menyatakan bahwa
yang dimaksud dengan ekstrak adalah sediaan kental yang
diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau
simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk
10

yang tersisa diberlakukan sedemikian sehingga memenuhi standar


yang telah ditetapkan (Zulharmitta et al., 2017).

Ekstraksi adalah proses yang dilakukan untuk mengekstraksi


kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan dan hewan.
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan
mengekstraksi komponen tumbuhan atau hewan dengan metode
yang sesuai. Ekstrak kering harus dilindungi dari sinar matahari
langsung dan sedikit dihaluskan menjadi bubuk. Air, etanol dan
campuran air etanol digunakan sebagai cairan penyari (Amaliyyah,
2021).

II.4. Skrining Fitokimia


Skrining fitokimia dilakukan untuk menganalisis komponen
bioaktif yang berguna secara terapeutik. Metode skrining fitokimia
pada dasarnya adalah analisis kualitatif terhadap kandungan kimia
yang terdapat pada tanaman atau bagian tanaman (akar, batang,
daun, bunga dan biji), terutama kandungan metabolit sekunder
senyawa bioaktif seperti alkaloid, antrakuinon, flavonoid, glikosida,
jantung, kumarin, saponin, tanin, polifenol dan minyak atsiri. (Isyraqi
et al., 2020).
a. Alkaloid
Alkaloid sebagian besar adalah senyawa dasar dan tidak
berwarna, membuatnya lebih mudah pembentukannya terutama
di bawah pengaruh panas dan cahaya dengan adanya oksigen.
Setelah diisolasi, kalau terbentuk pada kristal yang tidak larut
tetapi ada juga yang berbentuk amor seperti nikotin dan ada pula
yang berupa cairan seperti konini. Pereaksi yang dipakai dalam
unsur koloid yaitu Mayer, Dragenndoff NH4OH.
b. Flavonoid
Flavonoid merupakan salh satu senyawa yang berperan
penting untuk melindungi tumbuhan dari radiasi bebas. Senyawa
11

flavonoid sangat banyak tersebar dalam jaringan tanaman.


Pereaksi yang digunakan untuk uji pelakunya yaitu HCl pekat dan
logam mg.
c. Tanin
Tanin adalah tanaman yang sifatnya fenol, mempunyai rasa
sepat dan memiliki kemampuan menyemak kulit. Tanin dapat
larut dalam pelarut organik yang polar, namun tidak larut dalam
larutan seperti kloroform atau bensen. Pereaksi yang digunakan
FeCl3 1%.
d. Saponin
Saponin terdapat di berbagai macam jenis tumbuhan yang
merupakan metabolisme sekunder yang menunjukkan sebagai
aktivitas anti jamur. Pereaksi yang digunakan untuk uji Saponin
yaitu HCL 2N.
e. Steroid
Steroid merupakan golongan senyawa lipid yang diturunkan
dari senyawa jenuh. Pereksi yang digunakan H 2SO4 (perekasi
Liberman Buchard), yang memiliki inti dengan 3 cincin
sikloheksana terpadu dan 1 cincin siklopentana yang tergabung
pada ujung.
f. Triterpenoid
Triterpenoid adalah komponen tanaman yang memiliki bau
sehingga dapat diisolasi sebagai minyak atsiri dari bahan
tanaman dengan penyulingan. Pereaksi yang digunakan H 2SO4
(pereaksi Liberman Buchard).
BAB III
METODE PENELITIAN

III.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian
eksperimen laboratorium yang bertujuan untuk mengetahui
komponen senyawa kimia aktif pada kulit batang kelor (Moringa
oleifera Lam).

III.2. Alat dan Bahan


III.2.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
beker gelas, cawan porselin, toples kaca, kain flanne/ kertas
saring, gelas ukur, penangas air, penjepit kayu, ph meter,
corong, rotary rotavapor, tabung reaksi, pipet tetes,
selongsong, kondensor, sendok tanduk, timbangan analog,
batang pengaduk, heating mantel, klem dan statif.

III.2.2. Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada penelitian
ini antara lain besi (III) klorida, HCL pekat, dragendroff,
aquadest, kulit batang kelor, etanol 96%, Vaseline, HCL 2N
dan liberman buchard.

III.3. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan pada mulai Juni-Juli, Tahun
2023 di Laboratorium Fitokimia Akademi Farmasi Yamasi
Makassar.
III.4. Prosedur Penelitian
III.4.1. Pengumpulan dan Pengolahan Sampel

Tanaman kulit batang kelor (Moringa oleifera Lam.)


diperoleh didaerah Gantarang Pangi Desa Tamalatea

12
13

Kecamatan Manuju Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan.


Kulit batang kelor dibuat simplisia dengan proses
pengumpulan bahan, sortasi basah, pencucian, perajangan,
pengeringan, dan sortasi kering. Dalam proses pengambilan
kulit batang kelor diambil dalam kondisi yang masih segar,
kemudian dicuci bersih menggunakan air mengalir. Setelah
itu kulit batang kelor dirajang dan dikeringan dengan cara
ditutup dengan kain hitam pada tempat yang tidak terkena
sinar matahari langsung. Selanjutnya dilakukan proses
ekstraksi.

III.4.2. Pembuatan Ekstrak


Dilakukan proses pembuatan ekstrak kulit batang
kelor dengan metode maserasi dan soxhletasi. Rajangan
simplisia kulit batang kelor ditimbang sebanyak 200 gram
menggunakan timbangan kasar, dimasukkan kedalam toples
kaca, ditambahkan pelarut etanol 96% sebanyak 2000 ml
sampai terendam, ditutup dan di biarkan selama 1 x 24 jam
pada suhu kamar terlindungi dari cahaya sambil berulang-
ulang di aduk. Setelah 1 hari, disaring menggunakan kain
flannel ke dalam wadah kemudian ampasnya di peras dan
ditambahkan lagi cairan penyari secukupnya, di aduk
kemudian di saring lagi. Selanjutnya diuapkan menggunakan
rotary rotavapor dengan suhu 60° C selama 40-80 menit.
Ekstrak pekat kemudian dipindahkan ke cawan porselin
untuk diuapkan diatas penangas air hingga kental.

Simplisia kulit batang kelor sebanyak 120 gram


setiap selongsongan ditimbang sebanyak 20 gram dan
dibungkus kertas saring, dimasukan kedalam labu alas bulat
dengan pelarut etanol 96% sebanyak 350 ml didalam labu
alas bulat. Sokletasi dilakukan pada suhu 60°C dan
14

sokletasi dihentikan sampai siklus hampir tidak berwarna


atau dengan siklus (20-25 siklus). Dilakukan berulang
sebanyak enam kali sehingga dihasilkan larutan sebanyak
2100 ml. Ekstrak cair yang diperoleh kemudian dipekatkan
dengan rotary evaporatorpada suhu 60°C selama 40-80
menit. Ekstrak pekat kemudian dipindahkan ke cawan
porselin untuk diuapkan diatas penangas air hingga kental.

III.4.3. Uji Fitokimia


1. Uji Alkaloid (Riwanti & Izazih, 2019)
Disiapkan ekstrak secukupnya kemudian dimasukkan
ke dalam tabung reaksi. Pada sampel tersebut
ditambahkan 2 tetes pereaksi dragendroff. Perubahan
yang terjadi dinyatakan positif apabila terbentuk warna
jingga pada larutan menunjukkan adanya senyawa
alkaloid.
2. Uji Flavonoid
Disiapkan ekstrak secukupnya kemudian dimasukkan
ke dalam tabung reaksi, Ditambahkan 2 gram serbuk
magnesium ke sampel, persamaan dengan 3 tetes HCL
pekat. Sampel digocok dan perubahannya diperiksa,
adanya senyawa flavonoid ditunjukkan dengan
terbentuknya warna kuning aduh jingga pada larutan.
3. Uji Tanin
Disiapkan ekstrak secukupnya kemudian dimasukkan
ke dalam tabung reaksi, Ditambahkan beberapa tetes
larutan besi (III) klorida 1%. Adanya senyawa tanin
ditunjukkan dengan ada perubahan yang diamati, seperti
terbentuknya warna biru tua atau hitam kehijauan.
4. Uji Saponin
15

Disiapkan ekstrak secukupnya dimasukkan ke dalam


tabung reaksi. Setelah itu, ditambahkan air panas pada
sampel. Adanya saponin yang ditujukan dengan
perubahan yang terjadi pada pembentukan busa dan
positif saponin jika busa stabil selama ±30 menit dan
tidak hilang dengan penambahan 1 tetes HCL 2N.
5. Uji Steroid
Disiapkan ekstrak secukupnya dimasukkan ke dalam
tabung reaksi. Ditambahkan sedikit asetat anhidrat dan 1
tetes H2SO4 (pereaksi Liberman Buchard). Adanya warna
biru atau kehijauan menandakan senyawa steroid.
6. Uji Triterpenoid
Disiapkan ekstrak secukupnya dimasukkan ke dalam
tabung reaksi. Ditambahkan sedikit asetat anhidrat dan 1
tetes H2SO4 (pereaksi Liberman Buchard). Adanya warna
merah kecoklatan manandakan senyawa terpen.
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil Penelitian


Hasil penelitian tentang Pengaruh Metode Ekstraksi
Terhadap Uji Kandungan Ekstrak Kulit Batang Kelor (Moringa
Oleifera Lam.). Didaerah Gantarang Pangi Desa Tamalatea
Kecamatan Manuju Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. Diperoleh
hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil uji reaksi warna Kulit Batang Kelor Kelor (Moringa
Oleifera Lam.) dengan metode maserasi

No Uji reaksi Pereaksi Hasil Ket


warna penelitian
1. Alkaloid Dregendroff Warna jingga (+)
2. Flavonoid MgSO4 + HCL Warna (+)
pekat kuning
3. Tanin FeCl3 1% Warna hijau (+)
kehitaman
4. Triterpenoid Liberman Warna merah (+)
Buchard kecoklatan
5. Saponin Air Panas Terbentuk busa (+)
(Terbentuk busa) ± 30 menit

Tabel 2. Hasil uji reaksi warna Kulit Batang Kelor Kelor (Moringa
Oleifera Lam.) dengan metode sokletasi

No Uji reaksi Pereaksi Hasil Ket


warna penelitian
1. Alkaloid Dregendroff Warna jingga (+)
2. Flavonoid MgSO4 + HCL Warna (+)
pekat jingga

17
18

3. Tanin FeCl3 1% Warna hijau (+)


kehitaman
4. Steroid Liberman Warna biru (+)
Buchard kehijauan
5. Saponin Air Panas Tidak terbentuk (-)
(Terbentuk busa) busa
Keterangan:
Tanda (+) positif mengandung senyawa kimia
Tanda (-) negatif tidak mengandung senyawa kimia

IV.2. Pembahasan
Pada penelitian ini menggunakan kulit batang kelor (Moringa
oleifera Lam.) yang diperolah didaerah Gantarang Pangi Desa
Tamalatea Kecamatan Manuju Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan.
Ekstraksi kulit batang kelor dilakukan dengan dua metode yaitu
metode maserasi dan metode sokletasi. Metode maserasi
dilakukan dengan penimbangan kulit batang kelor sebanyak 200
gram di maserasi dengan 2000 ml etanol 96% dan diremaserasi
sebanyak 1 kali dengan menggunakan 2000 ml etanol 96%. Dari
maserasi tersebut diperolah hasil maserat 4000 ml. Penguapan
menggunakan waterbath (penangas air) menghasilkan ekstrak
kental sebanyak 12,16 gram dengan rendamen 6,08%. Ekstrak
yang diperolah berwarna hijau muda kehitaman.
Metode sokletasi dilakukan dengan sampel sebanyak 120
gram, dimana setiap selongsongan ditimbang sebanyak 20 gram
kemudian dialasi kertas saring, dengan pelarut etanol 96%
sebanyak 350 ml didalam labu. Dari sokletasi dihasilkan larutan
sebanyak 2100 ml dengan enam kali sokletasi. Penguapan
menggunakan waterbath (penangas air) menghasilkan ekstrak
kental sebanyak 6 gram dengan rendamen 5%. Ekstrak yang
diperolah berwarna hijau tua kehitaman. Pembuatan ekstrak etanol
19

kulit batang kelor (Moringa oleifera Lam.) dilakukan dengan dua


metode maserasi dan metode sokletasi dengan pelarut etanol 96%.
Berdasarkan hasil uji alkaloid setelah dilakukan uji dengan
pereaksi dregendroff menghasilkan hasil positif yaitu timbulnya
warna jingga pada kedua metode. Hal ini terjadi karena
terbentuknya endapan kalium alkaloid yang terjadi karena adanya
ikatan kovalen antara nitrogen dengan K+ yaitu ion logam (Sri
Purwati, 2017).
Pada uji flavonoid menunjukkan hasil positif setelah
dilakukan uji dengan menggunakan serbuk magnesium dan larutan
HCl pekat dengan adanya warna kuning pada metode maserasi
dan warna jingga pada metode sokletasi. Hal ini karena flavonoid
termasuk dalam golongan senyawa fenol yang memiliki banyak
gugus -OH dengan adanya perbedaan keelektronegatifan yang
tinggi, sehingga sifatnya polar. Golongan senyawa ini mudah
terekstrak dalam pelarut etanol yang memiliki sifat polar karena
adanya gugus hidroksil, sehingga dapat terbentuk ikatan hydrogen
(Sriwahyuni, 2010).
Pada uji tanin dengan pereaksi menggunakan FeCl 3 1%
menghasilkan hasil positif yaitu timbulnya warna hijau kehitaman
pada kedua metode. Hal ini terjadi karenan tanin yang terdapat
pada ekstrak tersebut bereaksi dengan ion fe³+ dari pereaksi yang
membentuk senyawa kompleks (Harborne, 1996).
Pada uji steroid dan uji triterpenoid menggunakan pereaksi
Liberman Buchard (asam asetat anhidrat-H 2SO4) menunjukkan
hasil positif dengan adanya perubahan warna biru kehijauan untuk
uji steroid pada metode sokletasi dan merah kecoklatan untuk uji
triterpenoid pada metode maserasi. Hal ini didasari oleh
kemampuan senyawa steroid dan triterpenoid membentuk warna
oleh H2SO4 dalam pelarut asam asetat anhidrat. Perbedaan warna
20

yang dihasilkan steroid dan triterpenoid disebabkan perbedaan


gugus pada atom C-4 (Marliana & Saleh, 2011).
Pada uji saponin menggunakan uji dengan menggunakan air
panas memperlihatkan hasil pada metode maserasi menghasilkan
hasil positif dengan terbentuknya busa ±30 menit dengan
penambahan HCL 2N, sedangkan metode sokletasi menghasilkan
negative. Hal ini terjadi karena glikosida yang terhidrolisis menjadi
glukosa dan senyawa lain dapat membentuk buih (Sri Purwati,
2017)
Pada metode maserasi dengan menggunakan pelarut etanol
96% pada suhu kamar dan terlindungi dari cahaya. Proses ini
sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam dan
dapat menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak tahan terhadap
pemanasan. Sementara pada metode sokletasi tingginya suhu
panas yang digunakan pada proses ekstraksi menyebabkan
kerusakan senyawa-senyawa metabolisme sekunder yang ada
pada sampel, dan diduga karena dalam proses ekstraksi dengan
metode ini telah terjadi kerusakan pada senyawa-senyawa
metabolit sekunder yang ada pada sampel. Karena pelarut yang
digunakan secara berulang, ekstrak yang terkumpul pada bagian
bawah terus dipanaskan secara terus menerus, sehingga beberapa
senyawa metabolit sekunder yang tidak tahan dipanaskan terus
menerus tersebut akan mengalami kerusakan karena
menyebabkan reaksi peruraian oleh panas (Rahma et al., 2017).
BAB V
PENUTUP

V.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka
dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol kulit batang kelor (Moringa
oleifera Lam.) yang diperolah didaerah Gantarang Pangi Desa
Tamalatea Kecamatan Manuju Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan.
Mengandung senyawa metabolit sekunder antara lain senyawa
alkaloid, flavonoid, tanin, steroid dan triterpenoid di kedua metode
maserasi dan metode sokletasi, sedangkan senyawa saponin
hanya terdapat pada metode maserasi. Hal ini menunjukkan
adanya pengaruh metode ekstraksi terhadap senyawa kimia yang
diperoleh.
V.2. Saran
Untuk peneliti selanjutnya dapat melakukan pengujian pada
kulit batang kelor dengan proses ekstraksi, pelarut serta metode uji
senyawa yang berbeda dan mengetahui perbedaan spesifik pada
metode ekstraksi.

21
22

DAFTAR PUSTAKA

Amaliyyah, R. (2021). Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Lotion Ekstrak


Daun Pare (Momordica charantia L.) Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus. February, 6.
Binti Sholihatin. (2019). Program Studi Farmasi “UNIVERSITAS
DARUSSALAM GONTOR.”
http://farmasi.unida.gontor.ac.id/2019/10/10/apa-itu-ekstraksi/
Firmansyah, R., & Djamaludin, M. (2019). Uji Toksisitas Akut Ekstrak
Etanol Kulit Batang Kelor (Moringa oleifera Lamk) Terhadap Mencit
(Mus Musculus) Galur DDY.
Harborne, J. B. (1996). METODE FITOKIMIA.
https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=577450
Ikalinus, R., Widyastuti, S., & Eka Setiasih, N. (2015). Skrining Fitokimia
Ekstrak Etanol Kulit Batang Kelor (Moringa Oleifera). Indonesia
Medicus Veterinus, 4(1), 77.
Ir.R. Syamsul Hidayat, M. S. (2015). Kitab Tumbuhan Obat. 19.
Isyraqi, N. A., Rahmawati, D., & Sastyarina, Y. (2020). Studi Literatur:
Skrining Fitokimia dan Aktivitas Farmakologi Tanaman Kelor (Moringa
oleifera Lam). Mulawarman Pharmaceuticals Conferences, 9.
ITIS. (2023). https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt#null
Luebke, R. W., Andrews, D. L., Copeland, C. B., Riddle, M. M., Rogers, R.
R., & Smialowicz, R. J. (2013). Perbandingan Metode Ekstraksi
Maserasi Dan Sokletasi Terhadap Kadar Piperin Buah Caba Jawa
(Piperin retrofracti fructus). In International Journal of
Immunopharmacology (Vol. 13, Issue 7).
https://doi.org/10.1016/0192-0561(91)90052-9
Marliana, E., & Saleh, C. (2011). Uji Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Kasar Etanol, Fraksi N-Heksana, Etil Asetat dan Metanol dari
Buah Labu Air (Lagenari siceraria (Molina) Standl). Jurnal Kimia
Mulawarman, 8(2), 63–69.
Muis, D. U. (2017). Pengaruh Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera L)
Terhadap Mda (Malondialdehid) Hati Tikus Jantang (Rattus
norvegicus) Strain Wistar Hiperkolesterol. 1–14.
Natsir, A. A. (2022). SECARA DIGESTI PADA SIMPLISIA DAUN
MENGKUDU ( Morinda citrifolia ) TERHADAP KADAR KUMARIN
TOTALNYA OPTIMIZATION OF TEMPERATURE AND
23

EXTRACTION TIME OF THE EXTRACTION PROCESS OF NONI


LEAVES ( Morinda citrifolia ) OBTAINED BY DIGESTIVE
EXTRACTION ON ITS Disu. In Universitas Hasanuddin.
Nugrahani, R. A., Ayuwardani, N., & Sc, M. (2023). UJI ANTIOKSIDAN
EKSTRAK ETANOL AKAR DAN KULIT BATANG KELOR. Jurnal
Iilmiah Farmasi, 12(1), 10–17.
Rahma, A., Taufiqurrahman, I., & Edyson. (2017). PERBEDAAN TOTAL
FLAVONOID ANTARA METODE MASERASI DENGAN SOKLETASI
PADA EKSTRAK DAUN RAMANIA (Bouea macrophylla Griff).
Dentino Jurnal Kedokteran Gigi, 1(1), 22–27.
Riwanti, P., & Izazih, F. (2019). Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol 96%
Sargassum polycystum dan Profile dengan Spektrofotometri Infrared.
Acta Holistica Pharmaciana, 2(1), 34–41.
Sri Purwati. (2017). SKIRINING FITOKIMIA DAUN SALIARA (Lantana
camara L) SEBAGAI PESTISIDA NABATI PENEKAN HAMA DAN
INSIDENSI PENYAKIT PADA TANAMAN HOLTIKULTURA DI
KALIMANTAN TIMUR.
http://jurnal.kimia.fmipa.unmul.ac.id/index.php/prosiding/article/view/
565
Sriwahyuni, ika. (2010). Uji Fitokimia Ekstrak Tanaman Anting-Anting
(Acalypha idica Linn) dengan Variasi Pelarut dan Uji Toksisitas
menggunakan Brine Shrimp (Artemia salina Leach).
http://etheses.uin-malang.ac.id/48947/
Sugiyanto, S., Wibowo, W., & Andika, V. K. (2021). Edukasi Pemanfaatan
Biji Kelor Sebagai Pasta Gigi Kepada Pendamping Lansia di Masa
Pandemi Covid 19. Jurnal Pelayanan Dan Pengabdian Masyarakat
(Pamas), 5(2), 154–160. https://doi.org/10.52643/pamas.v5i2.1266
Susanty, S., Yudistirani, S. A., & Islam, M. B. (2019). Metode ekstraksi
untuk perolehan kandungan flavanoid tertinggi dari ekstrak daun kelor
(Moringa oleifera Lam). Jurnal Konversi, 8(2), 31–36.
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/konversi/article/view/6140
Zulharmitta, Z., Kasypiah, U., & Rivai, H. (2017). Pembuatan Dan
Karakterisasi Ekstrak Kering Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.).
Jurnal Farmasi Higea, 4(2), 147–157.
https://jurnalfarmasihigea.org/index.php/higea/article/view/70

Anda mungkin juga menyukai