Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM

METABOLIT SEKUNDER
ISOLASI DAN UJI BIOAKTIVITAS KULIT BATANG SALAM
(Syzygium polyanthum)

STIFA E 2022
KELOMPOK 2

KOORDINATOR KELAS :
apt.MUH AZWAR AR, S.Si., M.Si

LABORATORIUM BIOLOGI FARMASI


PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ALMARISAH MADANI MAKASSAR
SEMESTER GANJIL 2022/2023
HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................iii
DAFAR TABEL..............................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
I.1 Latar Belakang..............................................................................................1
I.2 Tujuan Praktikum.........................................................................................1
I.3 Prinsip Praktikum.........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................2
II.1 Garis Besar Materi......................................................................................2
II.2 Uraian atau Klasifikasi Sampel...................................................................2
BAB III METODE KERJA............................................................................3
III.1 Waktu dan Tempat Praktikum...................................................................3
III.2 Alat dan Bahan...........................................................................................3
III.3 Cara Kerja..................................................................................................3
III.4 Pengumpulan dan Pengolahan Data...........................................................3
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................4
BAB V PENUTUP............................................................................................5
V.1 Kesimpulan.................................................................................................5
V.2 Saran............................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................6
LAMPIRAN......................................................................................................7

i
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak sangat strategis
di antara benua Asia dan Australia, dan diapit Samudera Hindia dan Pasifik.
Seluruh wilayah Indonesia terdapat di dekat ekuator dan beriklim tropis.
Keunggulan kondisi geografis ini merupakan faktor pendukung tingginya
keanekaragaman hayati di Indonesia (Reisky, 2018). Indonesia kaya akan
keanekaragaman hayati yang dapat dimanfaatkan dalam semua aspek kehidupan
manusia. Obat tradisional adalah salah satu bentuk nyata pemanfaatan sumber
daya hayati tersebut. Pemanfaatan keanekaragaman hayati dalam bentuk
penggunaan obat-obat tradisional ini merupakan alternatif yang dinilai lebih
ekonomis, karena penggunaan obat-obatan yang diolah secara modern sulit
dijangkau harganya oleh kebanyakan orang (Chintia, 2020).
Metabolit sekunder merupakan hasil dari proses metabolisme yang
menghasilkan suatu senyawa pada tanaman, akan tetapi fungsinya tidak begitu
penting dalam pertumbuhan dan perkembangan pada tanaman tersebut (Julyanto,
2019). Fungsi dari metabolit sekunder untuk mencegah pertumbuhan bakteri,
fungi dan hewan pemakan tumbuhan pada suatu tanaman serta juga menjaga dan
mengembangnkan kemampuan reproduktif yang dimiliki oleh tanaman itu sendiri
(Yustinus dkk., 2018). Tanaman merupakan salah satu sumber metabolit sekunder
dengan potensi senyawa berbeda-beda seperti fenolik, flavonoid, alkaloid, tannin,
steroid dan terpenoid yang digunakan dalam industri obat dan farmasi (Jayin dkk.,
2019). Senyawa tersebut dapat diidentifikasi melalui proses analisis kualitatif
setelah mendapatkan ekstra dari suatu tanaman (Wakeel dkk., 2019).
Tumbuhan Salam (Syzygium polyanthum) merupakan salah satu tumbuhan
yang tumbuh subur di Indonesia. Salam tumbuh subur di pulau Jawa diatas tanah
dataran rendah sampai ketinggian 1400 meter di atas permukaan laut. Salam
mempunyai pohon yang besar dan tingginya dapat mencapai 20-25 meter.
Tumbuhan salam banyak digunakan sebagai rempah pengharum makanan dan
dikenal pula sebagai tumbuhan berkhasiat obat oleh masyarakat Indonesia. Daun
1
salam banyak digunakan oleh masyarakat untuk mengobati asam urat, kolesterol
tinggi, tekanan darah tinggi (hipertensi), kencing manis (diabetes mellitus), sakit
maag (gastritis), dan diare. Bioaktivitas ini ditimbulkan oleh adanya kandungan
senyawa metabolit sekunder dalam salam (Ahmad, 2018). Setelah melakukan
proses ekstraksi yang digunakan sebagai suatu proses pemisahan metabolit
sekunder dari bahan padat maupun cair dari campurannya dengan bantuan pelarut.
Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstraksi substansi yang diinginkan
tanpa melarutkan material lainnya. Kemudian selanjutnya barulah kita melakukan
proses penguapan untuk memekatkan (Ahmad, 2018).
I.2 Maksud dan Tujuan Praktikum
1.2.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini, yaitu untuk mengetahui cara eksraksi
kulit batang salam (Syzygium polyantum cortex) dengan metode refluks untuk
mengidentifikasi senyawa kimia yang terkandung didalamnya.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu:
1. Untuk mengetahui cara pengolahan simplisia yang baik dan benar.
2. Untuk mengetahui metode ekstraksi yang tepat untuk kulit batang salam
(Syzygium polyantum cortex) dengan metode refluks.
3. Untuk mengetahui tehnik penguapan yang tepat untuk kulit batang salam
(Syzygium polyantum cortex).
1.2.3 Prinsip Percobaan
Adapun prinsip percobaan dari praktikum ini yaitu:
1. Pada penyiapan simplisia yaitu pengurangan kadar air dengan proses
pengeringan.
2. Pada ekstraksi yaitu pemisahan senyawa yang terkandung pada kulit batang
salam menggunakan penyari dan metode ekstraksi yang sesuai dengan sampel.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian Tanaman
II.1.1 Klasifikasi Tanaman

Gambar 1. Tanaman salam (Syzygium


Adapun klasifikasi dari tanaman salam yaitu (Putra, 2015):
Regnum : Plantae
Subregnum : Tracheobionta
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium polyanthum (Wight.) Walp.
II.1.2 Morfologi Tanaman Salam
Tanaman salam merupakan pohon dengan tinggi sekitar 25-30 m, batangnya
bulat, memiliki permukaan licin, bertajuk rimbun, dan berakar tunggang dengan
diameter 50 cm. Memiliki daun tunggal yang letaknya berhadapan dan panjang
tangkainya sekitar 0,5-1 cm. Helaian daunnya berbentuk lonjong sampai elips atau
bundar telur sungsang dengan ujung meruncing. Tepi daun merata dengan tulang
daun menyirip, permukaan atas licin berwarna hijau tua, dan bagian bawahnya
berwarna hijau muda. Panjang daunnya sekitar 5-15 cm dengan lebar 3-8 cm,
apabila diremas akan mengeluarkan bau harum yang khas (Gunarti dkk., 2023).
II.1.3 Kandungan kimia
3
Beberapa kandungan senyawa aktif yang terkandung dalam tanaman salam
adalah minyak atsiri, tanin, dan flavonoid. Bagian daun dan kulit batang
mengandung saponin dan flavonoid. Selain itu, daun salam juga mengandung
alkaloida dan polifenol, sedangkan kulit batangnya mengandung tanin. Pada daun
salam sendiri terdapat beberapa senyawa aktif yang sangat penting bagi kesehatan
tubuh, seperti vitamin A, vitamin C, zat besi, mangan, kalsium, kalium,
magnesium, fitonutrein, asam caffeic, rutin, salisilat dan parthenolide (Herliana,
2013).
II.2 Penyiapan Simplisia
Menurut Mulyani dkk. (2021), proses penyiapan simplisia terdiri atas
beberapa tahapan, yaitu:
1. Pengumpulan Bahan Baku
Berkaitan erat dengan kadar senyawa aktif dalam tanaman sehingga pada
tahap ini perlu diperhatikn bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman, waktu
panen, dan lingkungan tempat tumbuh. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan
bahan baku berupa kulit batang salam (Syzygium polyanthum).
2. Sortasi Basah
Dilakukan pemisahan kotoran dan bahan lain selain simplisia segar. Bahan
pengotor dapat meliputi bahan asing seperti tanah, kerikil, atau tanaman lain, dan
bagian tanaman selain yang dikehendaki. Dilakukan sortasi basah dengan
memilah-milah kulit batang salam (Syzygium polyanthum) dari bahan pengotor
ataupun bagian yang kurang baik untuk diproses.
3. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada
bahan. Sebaiknya pencucian dilakukan dengan air mengalir. Dilakukan pencucian
di bawah air mengalir sambil menggosok perlahan bahan hingga bersih.
4. Perajangan
Perajangan atau pengecilan ukuran bahan dilakukan hanya terhadap bahan
yang berukuran cukup besar. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah proses
pengeringan. Dilakukan perajangan atau pengecilan ukuran kulit batang salam

4
dengan cara memotong-motong atau menyayat kecil-kecil menggunakan pisau
pemotong sehingga memudahkan proses pengeringan.
5. Pengeringan
Pada tahap pengeringan, dapat digunakan berbagai cara, misalnya
pengeringan di bawah sinar matahari langsung, dengan sinar matahari ditutup kain
hitam, dikering-anginkan, maupun dengan bantuan lemari pengering/oven. Secara
umum, pengeringan dilakukan untuk mendapatkan simplisia dengan kadar air
kurang dari 10%. Pengeringan bahan baku simplisa dilakukan menggunakan oven
dengan suhu kisaran 30°-90°C hingga mendapatkan kadar air kurang dari 10%.
6. Sortasi kering
Sortasi kering dilakukan setelah didapatkan simplisia kering. Tujuan tahap
ini cenderung untuk memastikan tidak adanya kontaminasi tanaman lain pada saat
pengeringan, juga saat pemisahan simplisia berdasarkan ukuran yang diinginkan
(grading). Sortasi kering dilakukan dengan menyortir bahan simplisia yang telah
melalui tahap pengeringan untuk memilah kulit batang salam (Syzygium
polyanthum).
7. Pengemasan
Diperlukan bahan pengemas yang melindungi simplisia dari kerusakan lebih
lanjut, misalnya oksidasi udara, hewan pengerat, maupun serangga. Wadah
pengemas tidak boleh bereaksi dengan simplisia (inert) dan tidak toksik.
Pengemasan dilakukan dengan memindahkan kulit batang salam (Syzygium
polyanthum) ke dalam wadah toples ukuran besar serta tidak lupa wadah
ditempelkan label nama latin tumbuhan serta nama simplisianya.
8. Penyimpanan
Proses penyimpanan simplisia umumnya dilakukan di gudang pada suhu
kamar dengan aliran udara yang baik, tetapi tidak diletakkan langsung di atas
tanah/lantai dengan kelembapan udara yang terjaga. Penyimpanan simplisia
dilakukan di laboratorium pada suhu kamar dengan aliran udara yang baik,
diletakkan langsung di atas rak yang memiliki kelembapan udara yang
baik dan terjaga.

5
II.3 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan pemisahan suatu komponen dari suatu padatan atau
cairan dengan bantuan pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut
yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran. Ekstraksi berlangsung
secara sistematik pada suhu tertentu dengan menggunakan pelarut (Supaya, 2019).
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian
sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk
mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut lain (Rahayu, 2015).
Ekstraksi dan penguapan menggunakan sampel kulit batang salam dengan
cara ditimbang sampel sebanyak 200 gram, kemudian dimasukkan etanol hingga
semua sampel terendam setelah itu dipasang atau rangkai alat refluks yaitu labu
alas bulat dan alat refluks yang telah dihubunghkan dengan kondensor. Kemudian
dipanaskan sampel selama kurang lebih 1 jam, saring ekstrak yang diperoleh
dengan kertas saring. Langkah di atas dilakukan hingga semua sampel selesai di
refluks. Selanjutnya di rotavapor ekstrak yang telah disaring dengan tujuan agar
ekstrak menjadi lebih kental. Skema alat refluks yaitu pemanasan suhu tinggi
tanpa ada zat yang dilepaskan. Tabung kondensor dihubungkan dengan selang
berisi air dingin. Selang air masuk ada di bagian bawah dan selang (Rahayu ,
2015).
Metode ektraksi dibagi menjadi dua yaitu metode panas dan metode dingin
yang dimana metode panas adalah metode ekstraksi yang menggunakan
pemanasan dalam mengekstraksi simplisia dengan pelarut yang lebih sedikit dan
waktu yang lebih singkat. Pemanasan dapat meningkatkan kelarutan zat dalam
pelarut,sehingga proses ekstraksi dapat berlangsung cepat. Sedangkan metode
ekstraksi dingin adalah metode ekstraksi yang dilakukan tanpa menggunakan
panas. Metode ini biasanya digunkan untuk mengektrsksi zat yang mudah rusak
oleh panas, seperti minyak atsiri dan flavonoid(Lia Fikayuniar, 2022).
II.3.1 Jenis-jenis Metode Ekstraksi Dingin
1. Alat Maserasi

6
Gambar 1. Alat Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar). (Maserasi adalah proses dimana bahan alam secara
keseluruhan berupa serbuk kasar ditempatkan dalam wadah tertutup dan
ditambahkan pelarut dalam wadah yang tertutup pada suhu kamar dalam jangka
waktu minimal 3 hari 13 dengan pergantian pelarut baru. Campuran kemudian
disaring dan dianginkan hingga diperoleh ekstrak kental (Sarah, 2019).
Prinsip maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan
penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang diluar sel, maka
larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga
terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dengan larutan di
dalam sel (Sarah, 2019).
2 Perkolasi

Gambar 2. Alat Perkolasi


Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru dan dilakukan
pada temperatur ruangan (kamar). Simplisia ditempatkan dalam bejana silinder
yang dibagian bawah diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke 14
7
bawah melalui serbuk tersebut. Cairan akan turun dan ditampung dalam wadah
penampung.

II.3.2 Jenis-jenis Metode Ekstraksi Panas


1. Refluks

Gambar 2. Alat Refluks


Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur pada titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Cara ini termasuk cara ekstraksi berkesinambungan.
Bahan yang akan diekstraksi direndam dalam cairan penyari dalam labu alas bulat
yang dilengkapi dengan pendingin tegak, kemudian dipanaskan sampai mendidih
cairan penyari akan menguap, uap tersebut diembunkan oleh pendingin tegak dan
turun kembali menyari zat aktif dalam simplisia demikian seterusnya. Ekstraksi
secara refluks biasanya dilakukan selama 3 sampai 4 jam (Berna Elya, dkk.,
2022).
2. Sokletasi

8
Gambar 3. Alat Sokletasi
Sokletasi adalah suatu metode pemisahan komponen yang terdapat dalam
sampel padat dengan cara ekstraksi berulang-ulang dengan pelarut yang sama,
sehingga semua komponen yang diinginkan dalam sampel terisolasi dengan
sempurna. Alat yang digunakan adalah seperangkat alat sokletasi yang terdiri
atas labu didih, tabung soklet, dan kondensor. (Iwan Ridwan,2015 ).
Prinsip Sokletasi adalah penyarian simplisia secaraberkesinambungan,
cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi
menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia
dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat
setelah melewati pipa sifon. Proses ini berlangsung hingga penyarian zat aktif
sempurna yang ditandai dengan beningnya cairan penyari yang melalui pipa
sifon atau jika diidentifikasi dengan kromatografi lapis tipis tidak memberikan
noda lagi (Iwan Ridwan,2015 ).

II.4 Fraksinasi
Fraksinasi merupakan metode pemisahan ekstrak berdasarkan kepolaran.
Fraksinasi ini menggunakan dua pelarut yang tidak tercampur dan memiliki
tingkat kepolaran yang berbeda. Tujuan dari fraksinasi adalah untuk memisahkan
sennyawa berdasarkan kepolarannya, sehingga jumlah dan jenisnya menjadi fraksi
yang berbeda. Pelarut yang biasa digunakan pada fraksi senyawa flavonoid adalah
n-heksana dan etil asetat. Fraksi dapat dilakukan dengan metode ekstraksi cair-
cair dan kromatografi (Audi dkk., 2021).

9
Proses fraksinasi menggunakan corong pisah. Corong pisah digunakan
dengan mencampurkan dua fase pelarut, kemudian digoyangkan atau di kocok
searah untuk membuat dua fase tercampur. Corong pisah berbentuk kerucut yang
ditutupi setengah bola. Corong pisah mempunyai penyumbat di atasnya dan keran
di bawahnya. Corong pisah yang digunakan dalam laboratorium terbuat dari kaca
borosilikat dan kerannya terbuat dari kaca ataupun teflon. Ukuran corong pisah
bervariasi antara 50 ml sampai 3 liter. Untuk menggunakan corong ini, campuran
dua fase pelarut dimasukkan ke dalam corong dari atas dengan corong keran
terttutup. Corong ditutup dan digoyangkan dengan kuat untuk membuat fase
larutan tercampur. Corong dibalik dan keran dibuka untuk melepaskan tekanan
uap yang berlebihan. Corong kemudian didiamkan agar pemisahan antara dua fase
berlangsung. Lalu penyumbat dan keran corong dibuka. Dua fase larutan
dipisahkan dengan mengontrol keran pada corong pisah (Made Dwijendra, 2014).
a. Ekstraksi Cair Padat (ECP)

Gambar 3. Alat ECP


Ekstraksi padat-cair (leaching) adalah proses pemisahan zat yang dapat
melarut (solut) dari suatu campurannya dengan padatan yang tidak dapat larut
(inert) dengan menggunakan pelarut cair. Dua langkah utama dalam proses
ekstraksi padat-cair yaitu kontak antara padatan dan pelarut serta pemisahan
larutan dari padatan inert. Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi
memiliki syarat utama yaitu dapat melarutkan solut yang tertentu (Nugroho,
2022).
b. Ekstraksi Cair-Cair (ECC)

10
Gambar 4. Alat ECC
Ekstraksi cair-cair (ECC), merupakan sistem pemisahan secara kimia-fisika
di mana zat yang akan diekstraksi, dalam hal ini asam-asam karboksilat atau
asam-asam lemak bebas yang larut dalam fasa air, dipisahkan dari fasa airnya
dengan menggunakan pelarut organik, yang tidak larut dalam fasa air, secara
kontak langsung baik kontinyu maupun diskontinyu (Nugroho, 2022).
c. Kromatografi Cair Vakum (KCV)
Seperti halnya kromatgorafi konvensional, pemisahan komponen pada kroma
tografi dipercepat dilakukan atas dasar perbedaan migrasi diferensiasi melalui kol
om yang berisi fase diam. Ekstrak yang akan dipisahkan ditempatkan di bagian ata
s penjerap dalam kolom, kemudian dielusi dengan pelarut yang bertindak sebagai
fase gerak. Didalam kolom, komponen-komponen akan terpisah sebagai pita-pita
yang pada elusi seterusnya akan keluar meninggalkan kolom fraksi-fraksi kompon
en yang terpisah. Larutan fraksi komponen yang keluar kolom ditampung sebagai
fraksi (disebut eluen atau efluen) untuk kemudian dianalisis lebih lanjut. Pemiliha
n sistem penjerap untuk kolom kromatografi cepat dan pemilihan sistem pelarut el
usi dapat dilakukan dengan bantuan metode kromatografi lapis tipis. Data kromat
ografi lapis tipis sebagai acuan dalam pemilihan sistem penjerap dan sistem pelaru
t elusi. Tipe penjerap yang digunakan merupakan faktor penting yang menentukan
keberhasilan suatu pemisahan (Lia, 2022).

d. Kromatografi Kolom Klasik (KK)

Gambar 5. Metode Kromatografi Kolom klasik


11
Kromatografi kolom biasanya digunakan untuk memisahkan komponen dala
m jumlah besar (gram). Mempersiapkan kolom harus dilakukan dengan hati-hati a
gar dihasilkan kolom kemas yang serba sama (homogen). Jika kolom dengan segu
mpal kaca wol atau kapas. Sumbatan ini harus terendam dengan pelarut pengelusi
setinggi 10 cm. Selanjutnya, penjerap dijadikan bubur dalam gelas piala menggun
akan pelarut yang sama, lalu dituangkan hati-hati kedalam kolom dan tidak terput
us-putus, untuk mencegah terbentuknya lapisan. Setelah itu penjerap dibiarkan tur
un dan kelebihan pelarut dikeluarkan melalui keran. Langkah pertama pada kolom
ialah menempatkan larutan cuplikan pada kolom sedemikian rupa sehingga terben
tuk pita yang siap untuk dielusi. Untuk mencapai itu, cuplikan harus dilarutkan ds
alam pelarut pengelusi dan sebaiknya pelarut yang kepolarannya paling rendah, w
alaupun hal ini tidak sesuai dapat dilaksanakan berhubung dengan kelarutannya.
Menempatkan larutan pekat pada kolom harus hati-hati supaya kemasan kolom tid
ak terganggu, dan untuk ini dianjurkan menggunakan pipet. uplikan dibiarkan mer
esap kedalam kolom, baru proses kromatografi dimulai. Jika cuplikan tidak dapat
melarutkan dalam eluen, maka dapat digunakan cara penjerapan. Cuplikan dilarut
kan kedalam sedikit pelarut sembarang yang cocok, dan dicampur dengan sedikit
penjerap. Lalu penjerap dikeringkan dan ditaburkan diatas kolom sementara mung
kin sebagai serbuk (Lia, 2022).
II.5 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Gambar 6. Metode KLT


Kromatografi Lapis Tipis telah dikenal sebagai metode yang sederhana,
cepat, murah untuk pemisahan golongan senyawa secara semi kuantitatif untuk
berbagai macam substansi. Kromatografi Lapis Tipis adalah metode kromatografi
paling serbaguna dan fleksibel untuk pemisahan semua tipe molekul organik dan
anorganik yang dapat larut dan tidak mudah menguap. Metode ini cepat karena
12
lapisan tipisnya langsung dapat digunakan tanpa preparasi. Walaupun metode ini
tidak dapat diotomatisasikan secara penuh seperti Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT), KLT mempunyai kemampuan menganalisis sampel paling tinggi
karena hampir 30 sampel tunggal dapat diaplikasikan pada satu plat dan
dipisahkan pada waktu yang bersamaan (Isnindar, 2021).
Pada kromatografi lapis tipis (KLT), zat penjerap merupakan lapisan tipis
serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik atau logam secara
merata, umumnya digunakan lempeng kaca. Lempeng yang dilapisi dapat di
anggap sebagai kolom kromatografi terbuka atau pemisahan yang tercapai dapat
didasarkan pada adsorpsi, partisi atau kombinasi kedua efek, yang tergantung dari
jenis lempeng, cara pembuatan dan jenis pelarut yang digunakan. KLT dengan
lapis tipis penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar.
Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan bercak dengan harga R, yang
identik dan ukuran yang hampir sama. Perbandingan visual ukuran bercak dapat
digunakan untuk memperkirakan kadar secara semi kuanti tatif. Pengukuran
kuantitatif dimungkinkan, bila digunakan densitometer, atau bercak dapat dikerok
dari lempeng, kemudian diekstraksi dengan pelarut yang sesuai dan diukur secara
spektrofotometri. Pada KLT dua dimensi, lempeng yang telah dikembangkan
diputar 90° dan dikembangkan lagi, umumnya menggunakan bejana lain yang
dijenuhkan dengan sistem pelarut yang berbeda (Elya, dkk., 2022).
II.6 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)
Kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) adalah salah satu metode yang me
merlukan pembiayaan paling murah dan memakai peralatan paling dasar. Meskipu
n kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) dapat memecah bahan dalam jumlah
gram, Sebagian besar pemakainya hanya dalam jumlah milligram. Kromatografi l
apis tipis preparatif (KLTP) Bersama-sama dengan kromatografi kolom terbuka,
masih dijumpai didalam sebagian besar publikasi mengenai isolasi bahan alam (H
ostettman, 2016).
Gerak yang dipercepat oleh gaya sentrifugal. Kromatografi lapis tipis prepara
tif (KLTP) dapat digunakan untuk memisahkan bahan didalamnya jumlah gram, n
amun Sebagian pemakaian hanya dalam jumlah milligram. Seperti halnya Kromat
13
ografi lapis tipis (KLT) pada umumnya, kromatografi lapis tipis preparatif (KLT
P) juga melibatkan fase diam dan fase gerak. Dimana fase diamnya adalah sebuah
plat dengan ukuran ketebalan bervariasi. Untuk jumlah sampel 10-100 mg, dapat
dipisahkan dengan menggunakan KLT preparatif dengan absorben silika gel atau
aluminium oksida, dengan ukuran 10x10 cm dan tebal 1 mm, jika tebalnya di dua
kalikan, maka banyaknya sampel yang dapat dipisahkan bertambah 50%, sama hal
nya dengan KLT biasa, absorben yang paling umum digunakan pada kromatografi
lapis tipis preparatif (KLTP) adalah silika gel (Rohman, 2017).
II.7 Kromatografi Lapis Tipis Dua Dimensi (KLT 2D)
Berdasarkan Jumina et al. (2022), terdapat varian KLT baru yang telah
dikembangkan. Pengembangan ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
pemisahan yang lebih baik dalam waktu yang lebih cepat. Salah satu varian
pengembangan KLT ialah Kromatografi Lapis Tipis Dua Dimensi (KLT 2D).
Pengembangan KLT 2 arah atau 2 dimensi bertujuan untuk meningkatkan
resolusi sampel ketika komponen-komponen solut mempunyai karakteristik kimia
yang hampir sama, karenanya nilai Rf juga hampir sama sebagaimana dalam
asam-asam amino. Selain itu, 2 sistem fase gerak yang sangat berbeda dapat
digunakan secara berurutan pada suite campuran tertentu sehingga memungkinkan
untuk melakukan pemisahan analit yang mempunyai tingkat polaritas yang
berbeda (Rohman, 2020).
Model pengembangan ini dikerjakan dengan dua arah dan dengan dua
macam sistem pelarut. Untuk keperluan ini dibutuhkan plat yang berukuran
besar/standar. Caranya, sampel ditotolkan pada pojok kanan bawah dari plat
dengan jarak tertentu dari dasar plat (+1,5 cm) kemudian dilakukan
pengembangan seperti cara pengembangan satu dimensi dengan sistem pelarut
pertama. Setelah pengembangan pertama selesai, plat dikering-anginkan atau
ditiup dengan gas N₂ perlahan-lahan untuk mempercepat penguapan eluen yang
pertama dan diusahakan plat tidak rusak oleh efek kering. Kemudian dilakukan
pengembangan dengan sistem pelarut yang lain dengan memutar plat KLT sebesar
90° sehingga arah aliran eluen kedua ini tegak lurus terhadap arah eluen yang
pertama. Cara pengembangan dua dimensi dilakukan untuk senyawa senyawa
14
yang berdekatan sifat kepolarannya tetapi terdapat dalam campuran/sampel yang
sama dan umumnya dipilih sistem pelarut pertama yang tidak berbeda jauh
kepolarannya dengan sistem pelarut kedua (Rubiyanto, 2016).
Kadang-kadang dijumpai senyawa yang terurai pada lapisan tipis yang dapat
dikarenakan oleh kerja katalisis fase diam atau karena adanya air yang terserap ke
permukaan penjerap, atau karena pengaruh udara. Adanya kemungkinan peruraian
ini dapat diperiksa dengan KLT 2 arah ini, jika digunakan sistem fase gerak yang
sama. Jika tidak terjadi peruraian maka semua bercak akan terdapat dalam satu
garis yang memotong titik awal sampel. Jika ada peruraian, maka akan ada bercak
di luar garis (Rohman, 2020).

15
II.7 Uraian Bahan
II.7.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : AETHAAETHANOLUM
Nama lain : Alkohol, et Ethyl alkohol
Sruktur :

RM/BM : C2H6O / 46,07


Pemerian : cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap dan
mudah bergerak; bau khas rasa panas, mudah
terbakar dan memberikan nyala biru yang tidak
berasapss
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air,dalam klorofom p dan
dalam eter p
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari cahaya,
ditempat sejuk jauh dari nyala api.
Kegunaan : Sebagai pelarut
II.7.2 Aquadest (Dirjen POM 2020; Hal: 69)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling, aquadest
Sruktur :

RM/BM : H2O / 18,02 g/mol


Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut polar

16
II.6.3 n-Heksan (Dirjen POM 1995; Hal: 1154)
Nama resmi : HEXAMINUM
Nama lain : n-Heksan
Struktur :

RM/BM : C6H12N4/ 140,19 g/mol


Pemerian : Hablur mengkilap, tidak berwarna atau serbuk hablur
putih,tidak berbau, rasa membakar, manis kemudia
agak pahit. Jika dipanaskan dalam suhu 260 o akan
menyublim
Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian air, dalam 12,5 ml etanol
(95%)P dan dalam lebih kurang 10 bagian kloroform P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut polar

II.7.4 n-Butanol (Dirjen POM 1979; Hal: 663)


Nama resmi : BUTANOL
Nama lain : P butanol, n-butanol
Struktur :

RM/BM : C4H9OH/ 46,07 g/mol


Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna
Kelarutan : Larut dalam 11 bagian air pada suhu 15,5°C
Kegunaan : Sebagai pelarut polar

17
18
BAB III
METODE PRAKTIKUM
III.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada bulan September sampai November tahun
2023 di Laboratorium Biologi Farmasi Universitas Almarisah Madani Makassar.
III.2 Alat dan Bahan
III.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu aluminium foil, cawan
porselin, chamber, corong kaca, corong pisah, corong, gelas beker, gelas kimia,
gelas ukur, gelas ukur, kertas saring, kertas saring, klem, labu ukur, lampu 366
nm, lampu UV 254 nm, lempeng KLT, pinset, pipet tetes, sentrifus, statif,
timbangan, tabung sentrifus.lempeng kaca.
III.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini, yaitu aquadest,etanol
70%, kloroform, metanol, n-heksan dan simplisia kulit batang salam. silika
III.3 Cara Kerja
III.3.1 Penyiapan Simplisia dan ekstraksi metode refluks
Siapkan simplisia yang ingin diserbukkan lalu ayak dengan mess 100 lalu
timbang sebanyak 50 gram simplisia yang akan diekstraksi. Lalu rangkai alat
refluks dan siapkan pelarut yang akan digunakan, masukkan simplisia kedalam
labu bulat bersamaan dengan pelarut dan batu didih kemudian panaskan selama
40-60 menit setelah selesai, saring filtrat dan lakukan pemekatan dan hitung
persen rendemen yang didapatkan.
III.3.2 Teknik Fraksinasi Ekstraksi Cair-Cair
Timbang ektrak ±5–10 g lalu larutkan dengan aquadest sedikit demi sedikit
lalu masukkan kedalam corong pisah. Tambahkan sejumlah pelarut organic etil
dan n-heksan 1:1 lalu kocok. Diamkan hingga memisah dan membentuk dua
lapisan. Pisahkan antara filtrat dan residu, filtrat pelarut organik 1 diuapkan.
Tambahkan Kembali fase air dan tambahkan pelarut organik 2 yang kepolarannya
lebih tinggi dan kocok kemudian diamkan hingga memisah lalu ambil hasil fitrat
dan uapkan.
19
III.3.3 Metode Kolom
Dibulat-bulatkan kapas terlebih dahulu lalu sumbat ujung kolom
menggunakan kapas. Timbang silika gel sebanyak 10 gram lalu ambil 9 gram dan
buat bubur silika dan masukkan ke dalam kolom. 1 gram silika gel yang tersisah
dicampur dengan sampel 1 gram lalu masukkan ke dalam kolom. Potong kecil
kertas saring berbentuk bulat lalu masukkan ke dalam kolom. Masukkan eluen
secara bertahan dari yang polar hingga non polar lalu saring filtrat hasil kolom
dan uapkan.
III.3.5 Teknik Identifikasi Senyawa Kimia
III.3.5.1 Prosedur Kerja KLT
Siapkan alat dan bahan lalu bungkus lempeng dengan aluminium foil dan
panaskan pada oven dengan suhu 110oC selama 15 menit. Buat eluen n-heksan
dengan etil 2:1 lalu homogenkan hingga eluen jenuh. Tetesi sampel sesuai dengan
pelarut dan konsentrasi eluen lalu ambil sampel menggunakan pipa kapilar lalu
totolkan pada lempeng dan masukkan ke dalam chember berisi eluen dan amati
hingga batas atas lempeng lalu angkat dan amati pada sinar UV 254 nm dan 366
nm. Semprotkan plat dengan FeCl3 lalu amati Kembali pada sinar UV 254 nm dan
366 nm.
III.3.5.2 Prosedur Kerja KLT Preparatif
Plat KLT Preparatif dibuat dengan cara lempeng kaca dibersihkan
menggunakan etanol dan bersihkan sampai kering lalu buat bubur silika
menggunakan aquadest dan bubuk silika. Bubur silika yang telah jasi dituangkan
ke atas lempeng kaca lalu ratakan, setelah itu keringkan bubuk silika. Buat eluen
n-heksan dan etil dengan perbandingan 2:1 di dalam chember. Totolkan sampel
pada plat KLT Preparatif secara berkesinambungan. Masukkan plat ke dalamm
chember yang berisi eluen dan ammati hingga batas elusi lalu keringkan
setelahnya dan amati pada sinar UV 254 nm dan UV 366 nm.
III.3.5.3 Prosedur Kerja KLT 2 Dimensi
Hasil dari KLT Preparatis dikeruk lalu dilarutkan dengan kloroform dan
methanol lalu disentrifugasi. Hasil sentrifugasi dimasukkan ke dalam vial lalu
diuapkan. Setelah diuapkan, tambahkan Kembali kloroform dan methanol pada
20
sampel lalu ambil sampel dengan pipa kapiler lalu totolkan pada plat KLT.
Masukkan ke dalam chember berisi eluen 2:1 lalu amati hingga mencapai batas
akhir elusi lalu amati pada sinar UV 254 nm dan 366 nm.

21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil percobaan
Tabel 1. Hasil Pengolahan Sampel
Sampel Segar Sampel Kering Ekstrak Nilai Rendemen
200 gram 200 gram 50 gram 10 %
IV.2 Hasil Skrining Golongan Senyawa Metode KLT
Tabel 2 : Hasil Skrining Fitokimia Golongan Senyawa
Uji Golongan
Pereaksi Referensi Hasil
Senyawa
Larutan berwarna
Flavonoid AlCl3 Positif
jingga
Dragendorf , Endapan berwarna
Alkaloid Negatif
Mayer, Wagner jingga, putih, coklat
Asam asetat Larutan berwarna
Steroid positif
anhidrat hijau kebiruan
Larutan berbentuk
Tanin FeCl3 lingkaran cincin Negatif
berwarna biru
Air hangat, HCl Terbentuknya buih
Saponin Negatif
pekat (busa)
IV. 3 Hasil Kromatografi Lapis Tipis
Gambar Hasil KLT
Sinar Tampak Sinar UV 254 nm Sinar UV 365 nm Pereaksi

mana FeCl3

Gambar Hasil KLT Preparatif


Sinar Tampak Sinar UV 254 nm Sinar UV 365 nm Pereaksi

DPPH

22
Gambar Hasil KLT 2 Dimensi
Sinar Tampak Sinar UV 254 nm Sinar UV 365 nm

Pada praktikum percobaan teknik fraksinasi menggunakan ekstrak dari kulit


batang salam dengan cara ditimbang sampel sebanyak 5 gram, kemudian ekstrak
dicampurkan dengan pelarut aquadest, setelah larut dimasukkan ke dalam corong
pisah. Tambahkan pelarut non polar n-heksan lalu kocok dan diamkan beberapa
saat hingga berpisah dan membentuk dua lapisan. Pada pengamatan didapatkan
saponin (busa) setelah pengocokan, maka dari itu sampel harus dimasukkan ke
dalam tabung sentrifus untuk dilakukan sentrifugasi di dalam alat sentrifus.
Sentrifugasi ini bertujuan untuk mendapatkan endapan dan untuk memisahkan
sel-sel besar dari sel-sel sel kecil atau memisahkan sel-sel yang padat dari sel-sel
yang ringan (Herdiana, 2020).
Metode yang akan gunakan ialah metode ekstraksi cair-cair alasan
digunakan metode ini ialah pada sampel yang kami gunakan yaitu ekstrak kental
dari kulit batang salam (Syzygium polyanthum cortex) larut ketika dilarutkan
dengan air sedangkan ketika dilarutkan pada n-heksan (pelarut non polar) tidak
larut dan muncul gumpalan. Oleh karena itu, digunakan metode ECC, hal ini
sesuai dengan yang tercantum pada literatur Herdiana (2020), bahwa metode ECC
dilakukan pada ekstraksi yang larut dalam air dan ekstraksi yang menggunakan
dua pelarut yang tidak saling campur dan melibatkan ekstraksi analit dari fase air
ke dalam pelarut organik yang bersifat non polar atau agak polar.
Proses fraksinasi dapat menggunakan 3 jenis pelarut dengan tingkat
kepolaran yang berbeda, yaitu n-heksana (non polar), BJA (netral) dan aquadest
(polar). Alasan n-heksan dianggap non polar adalah karena strukturnya yang
simetris dengan ikatan kovalen non polar, yang menghasilkan distribusi muatan
yang merata di sepanjang molekulnya sedangkan pada BJA (butanol jenuh air)
dikatakan pelarut yang netral karena gabungan antara butanol yang memiliki sifat
23
non polar dengan aquadest yang memiliki sifat polar yang artinya gabungan
keduanya dapat bersifat netral (Herdiana, 2020). Pada pelarut aquadest merupakan
hasil pengulangan air dari mineral sehingga bersifat netral. Rumus aquadest sama
dengan air biasa yaitu H2O, sehingga aquadest bersifat polar. Hal ini dikarenakan
nilai keelektronegatifan pada ikatan tersebut lebih tertarik ke atom O yang dimana
atom oksigen hidrogen bersifat polar (Husnul,dkk. 2017).
Pada pengamatan fraksinasi pertama-tama ditimbang sampel 3 gram dan
larutkan dengan aquadest sebanyak 25 ml kemudian fraksinasi yang pertama
menggunakan pelarut non polar yaitu n-heksan yang dimana senyawa dengan
pelarut non polar akan keluar terlebih dahulu dari kolom kromatografi. Hal ini
disebabkan karena silika yang digunakan bersifat polar, sehingga senyawa yang
bersifat polar akan terikat pada silika dan pelarut non polar akan keluar terlebih
dahulu. (Hari,dkk. 2015). Setelah itu masukkan kedalam labu alas bulat yang telah
dipasang dengan statif dan klem, kemudian kocok sambil mengeluarkan gas
beberapa kali dan tunggu sampai membentuk dua lapisan, pada pengamatan telah
di dapatkan hasil fraksi dari pelarut n-heksan yaitu 0,28 gram, pelarut BJA
didapatkan hasil 52 gram sedangkan pada pelarut H2O mendapatkan hasil 2,26
gram dari hasil fraksinasi yang telah di uapkan dalam cawan porselin. Setelah
didapati hasil fraksi dari penguapan kolom, sampel dilanjutkan ke uji isolasi
senyawa yaitu KLT, KLT Preparatif dan KLT 2 Dimensi.
Kromatografi lapis tipis (KLT) yang akan di lanjutkan pada kromatografi
lapis tipis preparatif (KLTP) dan kromatografi lapis tipis 2 dimensi (KLT 2
Dimensi) diperuntukan untuk menarik senyawa agar dapat diidentifikasi dengan
mudah kandungan apa yang terkandung dalam tanaman yang ingin di identifikasi.
Identifikasi KLT menggunakan silika gel sebagai fase diam yang bersifat
polar di mana lempeng dipotong dengan ukuran 7x5 cm kemudian diaktifkan
dengan cara pemanasan di dalam oven dengan suhu 120 oC selama 15 menit.
Sedangkan untuk fase geraknya digunakan bermacam-macam luen yang memiliki
sifat polaritas yang berbeda-beda. Fraksi ditotolkan pada lempeng yang telah
diaktifkan kemudian dimasukkan ke dalam chamber yang berisi eluen yang telah
dijenuhkan. Tujuan dari penjenuhan chamber ini dimaksudkan agar proses elusi
24
hanya berasal dari eluen dan tidak diganggu oleh uap air sehingga diperoleh hasil
pemisahan yang baik dan memuaskan. Lempeng yang telah ditotolkan
diidentifikasi dibawah sinar UV 366 dan sinar UV 254 setelah terelusi sempurna.
Terdapat 5 ekstrak hasil kolom dari berbagai eluen yakni; n-heksan 100%,
eluen 1:2, 1:1, 2:1 dan etil asetat 100%. Eluen untuk KLT ada 3, yaitu; 1:2 (H:E)
dalam 10 mL, 1:1 (H:E) dalam 10 mL dan 2:1 (H:E) dalam 10 mL. Pada 2 eluen
tersebut, 2:1 merupakan hasil yang lumayan bagus untuk digunakan karena pada
eluen dengan menggunakan perbandingan 2:1 didapati nilai Rf yaitu 0,81. Namun
ternyata menurut Hanani, (2015) senyawa flavonoid memiliki nilai Rf 0,2-0,75.
Maka dapat dikatakan bahwa kulit batang salam (Syzygium polyanthum) tidak
mengandung senyawa flavonoid tetapi mungkin mengandung tanin (Herliana,
2013).
Hasil pengamatan di mana sinar yang tampak pada UV 254 nm ialah
berwarna hitam dan sinar yang tampak pada UV 365 didapati warna paling atas
ialah warna biru dan warna kedua ialah warna kuning. Hal tersebut dapat terjadi
karena lempeng berfluoresensi.
Dari tabel di atas didapati hasil pengamatan di mana pada sinar UV 254 nm
didapati 2 pita atas dan tengah dengan warna yang gelap dan pada sinar UV 356
nm didapati 1 garis paling atas. Terjadi demikian karena lempeng berfluoresensi.
Pita yang tampak secara vertikal adalah pantulan cahaya dari luar karena diduga
alat UV 365 nm mengalami kerusakan pada bagian luar.
Dari tabel hasil gambar KLT 2 dimensi didapati hasil pada sinar UV 254
terdapat 1 noda namun memiliki bayangan-bayangan ekor dan pada sinar UV 365
terlihat juga satu noda seperti pada sinar UV 254 namun tidak terlalu nampak.
Hasil pengamatan didapati penampakan noda pada lampu UV 254 nm
terlihat berwarna gelap dan pada lampu UV 365 didapati penampakan noda warna
biru kuning dan hijau namun saat disemprotkan dengan AlCl 3. Hasil positif setelah
disemprot dengan AlCl3 berwarna kuning namun hasil yang didapatkan ialah
warna merah. Penentuan golongan senyawa pada uji KLT dilakukan dengan
penyemprotan plat KLT dengan beberapa pereaksi. Komponen kimia yang yang
dievaluasi dari ekstrak meliputi uji alkaloid, fenol, terpenoid, dan flavonoid
25
dengan menggunakan pereaksi Dragendorff, FeCl3, Asam Sulfat dan AlCl3 secara
berturut-turut (Yohanes Alen, 2017).
Menurut Anam (2015) mekanisme penampakan noda pada lampu UV 254
nm adalah lempeng akan berfluoresensi sedangkan noda akan tampak gelap
karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang
terdapat pada lempeng. Sedangkan mekanisme penampakan noda pada lampu UV
366 nm adalah noda akan berfluoresensi sedangkan lempeng akan tampak gelap
karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan kromofor yang terikat oleh
auksokrom yang ada pada noda tersebut.
Menurut Hanani (2015) flavonoid pada sinar UV 366 nm, terlihat fluoresensi
warna kuning, biru atau hijau. Dari literatur dapat dikatakan bahwa sampel kulit
batang salam (Syzygium polyanthum) tidak mengandung flavonoid. Hal inipun
diperjelas dengan hasil negatif setelah penyemprotan reagen AlCl3.
Setelah didapati hasil di atas, maka plat dilanjutkan ke tahap penyemprotan
dengan FeCl3. Reagen FeCl3 merupakan pereaksi khas untuk deteksi senyawa
fenolik. Hasil positif ditunjukkan dengan perubahan warna bercak menjadi biru
atau hitam kuat setelah pemanasan (Stahl, 2013). Setelah disemprot dan diamati,
tidak terlihat adanya bercak biru ataupun hitam, hasil ini tidak semena-mena
menjadikannya negatif. Beberapa senyawa fenolik hanya dapat terlihat bila
dipanaskan dengan suhu tinggi di atas 120°C. Maka selanjutnya, plat diambil dan
dipanaskan di atas Italic stirrer selama beberapa menit. Setelah menunggu terlihat
mulai muncul bercak kehitaman yang semakin lama semakin gelap. Hasil ini
menunjukkan bahwa pada ekstrak yang diujikan terdapat kandungan senyawa
fenolik.
Identifikasi KLT preparatif menggunakan bubuk silika sebagai fase diam
yang bersifat polar di mana lempeng kaca berukuran 10x10 cm kemudian
diaktifkan dengan cara pemanasan di dalam oven dengan suhu 120 oC selama 15
menit. Sedangkan untuk fase geraknya digunakan bermacam-macam eluen yang
memiliki sifat polaritas yang berbeda-beda. Ekstrak ditotolkan secara
berkesinambungan pada lempeng yang telah diaktifkan kemudian dimasukkan ke
dalam chamber yang berisi eluen yang telah dijenuhkan. Lempeng yang telah
26
ditotolkan diidentifikasi dibawah sinar UV 366 dan sinar UV 254 setelah terelusi
sempurna.
Sebelum dilakukan pengujian KLT Preparatif, terlebih dahulu dilakukan
pemilihan eluan yang paling baik dalam mengelusi noda senyawa. Pada pengujian
sebelumnya yaitu kolom didapatkan hasil terbaik pada perbandingan 1:1 untuk
kolom dan didapatkan hasil KLT terbaik untuk sampel kolom 1:1 ialah eluen
perbandingan 2:1. Sehingga untuk KLT Preparatif akan menggunakan eluen
dengan perbandingan 2:1. Pengujian KLT Preparatif dilakukan dengan
menggunakan plat ukuran 20 cm×20 cm dengan ketebalan antara 0,5 mm hingga
2 mm. Eluen untuk KLT Preparatif menggunakan kloroform dan metanol dengan
perbandingan 1:1 untuk total 50 mL yang kemudian dijenuhkan dalam chamber
khusus KLT Preparatif yang mana memiliki ukuran yang besar. Selanjutnya
sampel hasil kolom akan dilarutkan dengan eluen yang sesuai yaitu 1:1 dan akan
ditotolkan secara berkesinambungan pada plat KLT Preparatif. Plat dimasukkan
ke dalam chamber dan ditunggu hingga terelusi mencapai batas atas.
Setelah mencapai batas atas, plat diambil dan dilakukan pengamatan
terhadap noda yang dilakukan di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm.
Selanjutnya noda yang memiliki nilai Rf yang sesuai dengan senyawa yang
diinginkan akan dikerok dan disimpan dalam botol vial.
Tahap berikutnya ialah pengujian dengan menggunakan KLT 2 Dimensi, di
mana pengujian ini dilakukan untuk mengonfirmasikan bahwa hasil yang
didapatkan pada KLT Preparatif sebelumnya benar merupakan senyawa fenolik
yang tunggal. Hal ini dilihat dari banyaknya noda yang muncul setelah ditarik
oleh pelarut atau eluen spesifik. Hasil KLT 2 Dimensi dikatakan berhasil apabila
setelah pengujian hanya terdapat 1 noda yang muncul tanpa adanya noda lain di
sekitarnya. Sebelum memulai uji KLT 2 Dimensi, hasil KLT Preparatif yang
dikerok sebelumnya akan dilarutkan dalam kloroform dan metanol perbandingan
1:1 dalam 2 mL untuk selanjutnya disentrifugasi untuk memisahkan filtrat dan
residu. Residu yang didapatkan kemudian diuapkan terlebih dahulu. Untuk
pengujian KLT 2 Dimensi dilakukan dengan menggunakan plat KLT ukuran 5
cm×5 cm. Digaris salah satu bagian bawah begitupun bagian sampingnya
27
sehingga terlihat seperti bentuk L. Hasil filtrat sebelumnya kemudian ditotolkan
pada sudut garis yang telah dibuat lalu plat dielusikan didalam cember yang telah
berisi eluen yang jenuh. Setelah selesai, amati pada sinar UV 254 nm dan 366 nm.
Hasil yang didapati dari sinar UV 254nm didapati satu noda pada sudut kiri pada
plat dengan warna gelap dan pada sinar UV 366 didapati juga 1 noda pada sudut
kiri plat.

28
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kulit
batang salam yang diamati pada percobaan kromatografi lapis tipis dengan
penyemprotan FeCl3 tidak didapati hasil positif dan pada kromatografi lapis tipis
preparatif pada penyemprotan DPPH, juga tidak mendapati hasil positif dan pada
kromatografi lapis tipis 2 dimensi didapati senyawa. Maka dipercobaan ini, tidak
didapati hasil positif kandungan flavonoid pada sampel kulit batang salam.
Walaupum teori mengatakan bahwa kulit batang salam mengandung falavonoid
tetapi hasil yang didapati adalah positif maka diambil kesimilan bahwa ada faktor-
faktor yang mempengaruhi hal tersebut.
V.2 Saran
V.2.1 Dosen
Diharapkan bapak atau ibu dapat mengawasi praktikan saat praktikum
sedang berlangsung sehingga praktikum dapat berjalan dengan lancar.
V.2.2 Asisten Dosen
Diharapkan asisten dosen selalu memperhatikan praktikan pada saat memulai
pengamatan agar meminimalisir terjadinya kesalahan.
V.2.3 Laboratorium
Diharapkan dapat memenuhi kelengkapan alat-alat yang ada di dalam
laboratorium, agar praktikan lebih mudah dalam melakukan suatu percobaan atau
penelitian.

29
DAFTAR PUSTAKA

Alen, Yohanis. 2017. Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Dan Aktivitas
Antihiperurisemia Ekstrak Rebung (Schizpstachyum brachycladum) kurz
(kurz) Pada Mencit Putih Jantan. Jurnal Sains Farmasi dan Klinis. Ikatan
Apoteker Indonesia: Sumatera Barat

Amri Aji, Syamsul Bahri, dan Tantalia. 2017. Pengaruh Waktu Ekstraksi Dan
Konsentrasi HCl Untuk Pembuatan Pektin Dari Kulit Jeruk Bali (Citrus
maxima). Jurnal Teknologi Kimia Unimal Jurusan Teknik Kimia. Fakultas
Teknik, Universitas Malikussaleh Kampus Utama Cot. Tengku Nie Reulet,
Muara Batu, Aceh Utara.

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia.

Dirjen POM. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta: Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia.

Dwijendra, Made, Defny Silvia. W, Frenly.w. 2014. Aktifitas Anti Bakteri Dan
Karakterisasi Senyawa Fraksis Spons Lamellodysidea herbacea Yang
Diperoleh Dari Teluk Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT. Vol.3
No.4.

Elya, Berna., Donna M. A., Roshamur C. F., dan Redhalfi F. 2022. Penuntun
Praktikum Fitokimia Edisi 1. Yogyakarta: Nas Media Pustaka.

Fikayuniar, Lia. 2022. Fitokimia. NEM: Indonesia

Gunarti, N. S., Aisha N. A., Amalia W., Andini W., Anjadi D. P., Annida L.,
Balebat A. S., Bunga R. C., Eka H. R., Fira A. A., Ina N., Kalina, Krisna
T. W., Muhamad A. F., Muhamad R., Nurayu S., Risna S. N. R., Shantya
P., Tati K., dan Winda A. 2023. Kumpulan Tanaman Obat Di Kecamatan
Tirtajaya. Yogyakarta: Jejak Pustaka.

Hanani, E., 2015. Analisis Fitokimia. Jakarta: EGC

Harismah, Kun dan Chusniatun. 2016. Pemanfaatan Daun Salam (Eugenia


polyantha) Sebagai Obat Herbal Dan Rempah Penyedap Makanan.
WARTA LPM, Vol .19, No. 2, ٍSeptember 2016. Hal: 110-118.

Herdiana, Nur Aji. 2020. Fraksinasi Ekstrak Daun Sirih dan Ekstrak Gambir serta
Uji Antibakteri Streptococcus mutans. Jurnal Ilmiah Kesehatan. Poltekkes
Kemenkes Tasikmalaya.

30
Herliana, Ersi. 2013. Diabetes Kandas Berkat Herbal. Jakarta: FMedia.

Husnul khatimah, Wulan E,et al. (2017). "Karakteristik Hasil Pengolahan Air
Menggunakan Alat Destilasi" Program Studi Teknik Kimia.Fakultas
Teknik Universitas Mulawarman .Sambaliung : Samarinda-Kaltim.

Isnindar. 2021. Senyawa Antioksidan Daun Kesemek. Sumatera Barat: Azka


Pustaka.

Jumina, Harizal, Yehezkiel S. K., dan Respati T. S. 2022. Xanton: Isolasi, Sintesis
Dan Aktivitas Farmakologinya. Yogyakarta: Nas Media Pustaka

Menkes RI. 2014. Permenkes RI No. 12 tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu
Obat Tradisional. Jakarta: KEMENKES RI

Putra, Ikhsan Amanda dab Machdawaty Masri. 2015. Uji Efek Antibakteri
Ekstrak Etanol Kulit Batang Salam (Syzigium polyanthum (Wight) Walp)
Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Secara In Vitro.
Jurnal FK. UNAND.

Rohman, Abdul. 2020. Analisis Farmasi Dengan Kromatografi Cair. Yogyakarta:


UGM Press

Rollando. 2019. Senyawa Antibakteri Dari Fungi Endofit. Jakarta: Seribu Bintang

Rubiyanto, Dwiarso. 2016. Teknik Dasar Kromatografi. Yogyakarta: Deepublish

Sanjiwani, Ni Made Sukma dan Wayan Sudiarsa. 2021. Sosialisasi Pemanfaatan


Herbal Drink Daun Salam Sebagai Pengobatan Tradisional. Jurnal
Fakultas Farmasi Universitas Mahasaraswati Denpasar

Sarah Chairunnisa, dkk. 2019. Pengaruh Suhu dan Waktu Maserasi terhadap
Karakteristik Ekstrak Daun Bidara (Ziziphus mauritiana L.) sebagai
Sumber Saponin Effect of Temperature and Maseration Time on
Characteristics of Bidara Leaf Extract (Ziziphus mauritiana L.)
as Saponin Source. Jurnal Rekayasa dan Management Agroindustri Vol.7,
No 4, 551-560.

Stahl, E. 2013. Thin-Layer Chromatography: A Laboratory Handbook. Springer


Nature B. V.

Usman, Yunita. 2023. Uji Kulitatif Dan Perhitungan Nilai Rf Senyawa Flavonoid
Dari Ekstrak Daun Gulma Siam. Journal of Pharmaseutical Science and
Herbal Technology, Volume 1 No. 1

World Health Organization. 2019. Managemen Sciences for Health: Traditional


and Complementary Medicine Policy. Arlington, VA: Management
Sciences for Health.
31
LAMPIRAN
Lampiran 1.
1. Ekstraksi
N
Gambar Keterangan

Ditimbang ekstrak kental


sebanyak 5 gram di cawan
1. porselin.

Dilarutkan ekstrak kental dengan

2. aquadest sebanyak 25 ml

Dimasukkan ke dalam corong


pisah
3.

Ditambahkan larutan non polar


(n-Heksan) lalu dikocok dan
4.
didiamkan

32
Ditunggu hingga terbentuk dua
lapisan lalu pisahkan untuk
5.
mendapat fraksi n-Heksan

Fraksi kemudian diuapkan untuk


6. mendapatkan fraksi kering

2. KLT
N
Gambar Keterangan

Disiapkan alat dan bahan

1.

Plat diberi garis dan tanda

2.

33
Plat dipanaskan dalam oven
selama 15 menit dengan suhu
110oC
3.

Dijenuhkan eluen

4.

Dielusi hingga batas atas


5.

Diamati pada sinar UV 254 nm


dan 365 nm
6.

34
3. KLT Preparatif
N
Gambar Keterangan

Disiapkan alat dan bahan

1.

Plat diberi garis dan tanda

2.

Plat dipanaskan dalam oven


selama 15 menit dengan suhu
110oC
3.

Dijenuhkan eluen

4.

35
Ditotolkan sampel pada plat

5.

Dielusi hingga batas atas


6.

Diamati pada sinar UV 254 nm


dan 365 nm
7.

4. KLT 2 Dimensi
N
Gambar Keterangan

Disiapkan alat dan bahan

1.

36
Plat diberi garis dan tanda

2.

Plat dipanaskan dalam oven


selama 15 menit dengan suhu
110oC
3.

Dijenuhkan eluen

4.

Ditotolkan sampel pada plat

5.

37
Dielusi hingga batas atas
6.

Diamati pada sinar UV 254 nm


dan 365 nm
7.

Lampiran 2. Perhitungan
Perhitungan Ekstraksi
1. n-heksan
Bobot ekstrak
% Rendemen : ×100 %
Bobot Simplisia
0 ,28
= × 100 %
5
= 0,056 ×100 %
= 5,6 %
2. BJA
Bobot ekstrak
% Rendemen : ×100 %
Bobot Simplisia
0 ,52
= ×100 %
5
= 0,104×100 %
= 10,4 %

3. H2o
Bobot ekstrak
% Rendemen : ×100 %
Bobot Simplisia

38
2 ,26
= ×100 %
5
= 0,452×100 %
= 45,2 %
IV.3.1 Perhitungan eluen:
n-Heksan : etil asetat (1:1 dalam 50 mL)
1
n-Heksan = ×50 mL
1+ 1
1
= ×50 mL
2
= 25mL
1
Etil asetat = ×50 mL
1+ 1
1
= ×50 mL
2
= 25
1
Kloroform = ×2 mL
1+ 1
1
= ×2 mL
2
=1
1
Etil = ×2 mL
1+ 1
1
= ×2 mL
2
=1
Perhitungan Nilai Rf
jarak tempuh noda
Rf =
jarak tempuh eluen
4 ,5
Eluen 1:2 =
5,5
= 0,81

39
Lampiran 3. Skema Kerja Pengamatan
1.1 Skema Kerja Pembuatan Ekstrak

Disiapkan sampel simplisia

Diayak simplisia menggunakan mesh tertentu

Ditimbang sampel yang akan di ekstraksi

Rangkai alat refluks dan siapkan pelarut yang akan


digunakan

Masukkan simplisia ke dalam labu bersamaa dengan


pelarut yang sesuai

Panaskan selama 40-60 menit

Saring filtrat dan lakukan pemekatan

Hitung persen rendemen yang didapatkan

40
1.2 Skema Kerja Penguapan

Masukkan sampel yang telah dirotav kedalam wadah


atau capor

Capor yang telah berisikan sampel dipanaskan melalui


pemanasan penangas air

Dipanaskan sampai membentuk ekstrak kental

Ditutup alfol setelah diperoleh eksrak kental

41
1.3 Skema kerja Fraksinasi

Timbang ektrak kental sebanyak 5 gram

Larutkan ekstrak kental dengan aquadest sebanyak 25


mL

Tambahkan pelarut etanol 70% ke dalam labu alas bulat

Masukkan ke dalam corong pisah

Tambahkan larutan non polar (n-heksan) lalu kocok dan


42
diamkan
Pisahkan pelarut organic dari fraksi

Uapkan hasil fraksinasi

1.4 Skema kerja Kromatografi Lapis Tipis


Dibuat eluen sesuai perbandingan yang telah
ditentukan

Diamati kejenuhan dari eluen menggunakan


kertas saring

Tetesi sampel dengan eluen yang telah dibuat


perbandingannya

Ditotolkan pipa kapiler pada sampel dan


ditotolkan43pada lempeng
Masukkan lempeng yang telah ditotolkan
sampel kedalam chamber yang berisi eluen

Amati dan dokumentasikan

Semprit dengan penguji dan amati kembali


pada UV 254 nm dan UV 366 nm

1.5 Skema kerja Kromatografi Lapis Preparatif

Siapkan alat dan bahan

Siapkan plat KLT Preparatif

Dibuat eluen n-heksan dan etil dengan


perbandingan 2:1

Totolkan sampel pada plat secara


berkesinambungan
44

Setelah eluen telah mencapai garis atas


Elusi plat di dalam chamber hingga dari
bataslempeng, angkat eluen
atas dan amati pada UV 366
1.6 Skema kerja Kromatografi Lapis 2 Dimensi

Siapkan alat dan bahan

Keruk hasil KLT Preparatif

Masukkan ke dalam alat sentrifugasi lalu


tambahkan kloroform dan metanol 1:1 dalam
2mL

Filtrat diuapkan dan ditotolkan pada plat


45

Filtrat diuapkan dan ditotolkan pada plat

Anda mungkin juga menyukai