Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

PENYIAPAN SIMPLISIA DAN EKSTRAKSI

NURFAUZIAH

N011 22 1031

KELOMPOK IV

GOLONGAN RABU SIANG

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2024
1
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan tanaman obat

tradisional yang secara turun temurun telah digunakan sebagai ramuan

obat tradisional. Pengobatan tradisional dengan tanaman obat diharapkan

mampu memberikan manfaat dalam pengembangan kesehatan pada

masyarakat. Saat ini banyak tumbuhan obat yang dikembangkan industri

farmasi menjadi obat tradisional (Sari dan Melfin 2019).

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia juga mendukung

masalah pengembangan obat tradisional. Peraturan ini mengenai

fitofarmaka, yang berarti diperlukan adanya pengendalian mutu simplisia

yang akan digunakan untuk bahan baku obat atau sediaan galenik. Salah

satu cara untuk mengendalikan mutu simplisia adalah dengan melakukan

standarisasi simplisia yang diperlukan agar dapat diperoleh bahan baku

yang seragam yang akhirnya dapat menjamin efek farmakologi tanaman

tersebut. Parameter mutu simplisa meliputi susut pengeringan, kadar air,

kadar abu, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut air, kadar sari larut

etanol. Pengetahuan akan kandungan kimia suatu tumbuhan merupakan

suatu langkah awal pemahaman tumbuhan tersebut sebagai obat (Sari

dan Melfin, 2019).

1
Oleh karena itu, pemahaman dan pengetahuan terkait penyiapan

simplisia dan ekstraksi perlu ditingkatkan untuk dapat mengetahui tentang

cara penyiapan simplisia yang baik dan juga ektraksi yang sesuai untuk

mendapatkan ekstrak yang memiliki kualitas yang baik untuk nantinya

dimanfaatkan untuk pembuatan obat.

I. 2 Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum penyiapan simplisia adalah untuk mengetahui proses

dari penyiapan simplisia dengan benar agar didapatkan simplisia dengan

kualitas dan mutu yang baik untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan

pembuatan obat.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Uraian Tanaman Kunyit Putih

II.1.1 Klasifikasi tanaman kunyit putih

Menurut Lianah (2019), klasifikasi tanaman kunyit putih

(Curcuma zedoaria) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales Gambar 1. Rimpang kunyit


putih (Curcuma zedoaria)
Famili : Zingiberaceae (Dalimartha, 2008).

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma zedoaria (Berg) Ros

II.1.1 Morfologi tanaman kunyit putih

Tanaman kunyit putih merupakan terna tahunan (perennial), dan

tumbuh membentuk rumpun, semu, tegak dengan tinggi mencapai 2 m.

Batang berwarna hijau.

Daun tunggal, bertangkai dan berpelepah. Bangun daun jorong

(ovalis) dan lebar. Pangkal dan ujung daun meruncing (acuminatus),

sementara tepi daun rata. Panjang daun 31-84 cm dan lebar daun 10-18

cm. Setiap batang terdiri dari 2-5 helai. Daunnya berwarna hijau dan

3
sepanjang tulang daunnya berwarna lebih gelap serta terdapat bercak

berpola yang berwarna putih. Pertulangan daun menyirip.

Bunga keluar dari samping batang semu dan panjangnya mencapai

20-45 cm. Bunga memiliki daun pelindung dengan warna merah muda.

Mahkota bunga berwarna putih atau putih dengan tepi berwarna merah

atau kuning.

Rimpang berwarna putih atau kuning muda rasa sangat pahit.

Rimpang memiliki aroma yang khas (Lianah, 2019).

II. 1.3 Kandungan kimia tanaman kunyit putih

Tanaman kunyit putih mengandung 1—2,5% minyak menguap dengan

komposisi utama sesquiterpene. Minyak menguap tersebut mengandung

lebih dari 20 komponen seperti curzerenone (zedoarin) yang merupakan

komponen terbesar, curzerene, pyrocurcuzerenone, curcumin,

curcumemone, epicurcumenol, curcumol (curcumenol), isocurcumenol,

procurcumenol, dehydrocurdione, furanodienone, isofuranodienone,

furanodiene, zederone, dan curdione. Selain itu mengandung flavonoid,

sulfur, gum, resin, tepung, dan sedikit lemak. Curcumol dan curdione

berkhasiat antikanker (Dalimartha, 2008).

II. 1.4 Manfaat tanaman kunyit putih

Tanaman kunyit putih telah lama dimanfaatkan sebagai bahan

makanan dan bahan obat. Kunyit putih banyak dikonsumsi sebagai

rempah-rempah, seperti pemberi rasa pada masakan tradisional, dan

sebagai makanan ibu pasca melahirkan (postpartum). Kunyit putih juga

4
memiliki khasiat sebagai anti kolesterol, anti tumor/ kanker, anti inflamasi,

demam, antipiretik, dan Analgesik, anti mikroba. Ekstrak Curcuma

zedoaria dengan dosis 200-400 mg/kg Ditemukan efektif dalam

mengurangi tingkat total kolesterol (17,1% -19,65%) setelah 12 hari.

Kunyit puti juga secara tradisional digunakan dalam pengobatan

peradangan atau anti inflamasi. Kunyit putih dapat menghambat

pertumbuhan mikroba. Ekstrak rhizoma C.zedoaria memiliki aktivitas

sebagai anti bakteri maupun anti jamur bakteri yang pertumbuhannya

dapat dihambat dapat berupa bakteri gram positif (Bacillus sereus,

Bacillus megaterium, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Sarcina

lutea) dan bakteri gram negatif (Salmonella paratyphi, Salmonella typhi,

Vibrio parahemolyticus, Vibrio minicus, E. coli, Shigella dysenteriae).

Pseudomonas aureus, Shigella boydii, Candida albicans, Aspergillus niger

merupakan jenis jamur yang pertumbuhannya dihambat oleh ekstrak

kunyit putih (Silalahi, 2018).

II.2 Simplisia

II.2.1 Pengertian simplisia


Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat,
belum mengalami pengolahan apa pun, dan jika tidak dinyatakan atau
disebutkan lain, simplisia merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia
juga dapat diartikan sebagai salah satu bahan baku alamiah yang
digunakan untuk membuat ramuan obat tradisional yang belum
mengalami pengolahan apa pun kecuali proses pengeringan. Simplisia
adalah bentuk sajian tanaman obat yang belum tercampur dan belum
diolah. Namun, wujudnya sudah dalam keadaan bersih dan telah
dikeringkan. Selain itu, bentuk seperti ini telah siap direbus sesuai dengan
5
kebutuhan (Utami, 2003).
II.2.2 Jenis-jenis simplisia

Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani, dan

simplisia pelikan atau mineral. Simplisia nabati adalah simplisia berupa

tanaman utuh, bagian tanaman, atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman

adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara

tertentu dikeluarkan oleh selnya. Bisa pula disebut zat-zat nabati lainnya,

dengan cara tertentu, dipisahkan dari tanamannyaa. Simplisia hewani

adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan, atau zat-zat yang

berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau

mineral yang belum atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum

berupa zat kimia murni (Suharmiati, 2003).

II.2.3 Tahapan pembuatan simplisia

Tahapan pembuatan simplisia meliputi pengampilan sampel atau

bahan baku simplisia, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan,

sortasi kering serta pengepakan dan penyimpanan.

1) Pengumpulan atau pengambilan sampel. Tumbuhan akan diambil

secara manual, diambil bagian yang segar dan terbebas dari hama.

2) Sortasi Basah, dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau

bahan-bahan asing lainnya dari tumbuhan sebelum pencucian dengan

cara membuang bagian-bagian yang tidak perlu sebelum pengeringan.

3) Pencucian, dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya

yang melekat pada tumbuhan. Pencucian dilakukan dengan air


6
bersih,misalnya air dari mata air, air sumur atau air PAM. Pencucian

dilakukan sesingkat mungkin agar tidak menghilangkan zat berkhasiat

yang ada pada tanaman.

4) Perajangan, perajangan dilakukan untuk mempermudah tahapan

selanjutnya (pengeringan, pengepakan dan penggilingan).

5) Pengeringan, dapat dilakukan pengeringan dengan 3 cara, yaitu

dikering anginka, dikeringkan di bawah sinar matahari langsung dan

dengan menggunakan oven pengeringan ini berlangsung hingga diperoleh

kadar air ≤ 10%.

6) Sortasi Kering, dilakukan untuk memisahkan benda-benda asing seperti

bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor lain yang

masih ada dan tertinggal pada simplisia yang telah kering.

7) Pengepakan dan penyimpanan, selama penyimpanan ada

kemungkinan terjadi kerusakan pada simplisia. Oleh karena itu, dipilih

wadah yang bersifat tidak beracun dan tidak bereaksi dengan isinya

sehingga tidak menyebabkan terjadinya reaksi serta penyimpangan

warna, bau, rasa dan sebagainya pada simplisia. Untuk simplisia yang

tidak tahan panas diperlukan wadah yang melindungi simplisia terhadap

cahaya, misalnya aluminium foil, plastik atau botol yang berwarna gelap,

kaleng dan sebagainya. Penyimpanan simplisia kering biasanya gelap,

kaleng dan sebagainya. Penyimpanan simplisia kering biasanya dilakukan

pada suhu kamar (150 C sampai 300 C) (Rivai dkk., 2014).

7
II. 3 Ekstraksi

II.3.1 Pengertian ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu teknik pemisahan kimia yang dilakukan

untuk menarik atau memisahkan satu atau lebih komponen (analit) dari

suatu sampel dengan menggunakan pelarut tertentu yang sesuai (Leba,

2017).

II.3.2 Prinsip ekstraksi

Ekstraksi menggunakan prinsip kelarutan like dissolve like, dimana

suatu pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan senyawa non

polar akan melarutkan senyawa non polar. Prinsip ekstraksi yaitu difusi-

osmosis atau osmosis-difusi. Cairan penyari akan berosmosis masuk ke

dalam sel pada zat aktif sehingga terjadi perbedaan konsentrasi di dalam

sel dan di luar sel, konsentrasi yang tinggi di dalam sel menyebabkan

komponen kimia dalam sel terdesak keluar maka cairan penyari yang

bersatu dengan zat aktif akan berdifusi keluar (Styawan dan Gandis,

2020).

II.3.3 Jenis ekstraksi modern dan konvensional

Metode dalam melakukan ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu metode konvensional dan metode modern yang dapat diuraikan

sebagai berikut:

1) Metode Ekstraksi Konvensional

Metode ekstraksi secara konvensional dapat dibedakan menjadi

metode panas dan metode dingin. Metode panas meliputi beberapa

8
metode, yaitu metode soxhlet, infusa, refluks, digesti, dan dekok. Metode

dingin meliputi maserasi dan perkolasi.

a. Metode Panas

1. Metode Soxhlet

Metode ekstraksi ini digunakan untuk bahan yang tahan pemanasan

dengan cara meletakkan bahan ekstraksi di kantong ekstraksi atau kertas

sari dengan adanya pendingin balik dan turun menyari simplisia (Najib,

2018). Adapun pada dasarnya simplisia dan pelarut ditempatkan pada

wadah yang berbeda. Pelarut akan menguap kemudian terkondensasi

sehingga kontak dengan simplisia (Putri dkk., 2018). Cairan penyari yang

awalnya berwarna di dalam pipa sifon sudah tidak berwarna. Jika cairan

penyari tidak berwarna maka dilakukan 20-25 kali sirkulasi. Ekstrak yang

diperoleh dikumpulkan dalam wadah tertentu dan dipekatkan (Saputra,

2020).

2. Metode infusa dan dekota

Infusa adalah cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut air pada suhu

90°C selama 15 menit kecuali dinyatakan lain (dihitung setelah suhu 90°C

tercapai). Bejana infusa tercelup dalam tangas air. Cara ini sesuai untuk

simplisia yang bersifat lunak, seperti bunga dan daun. Dekokta merupakan

proses penyarian yang hampir sama dengan infusa. Perbedaan hanya

terletak pada lama waktu pemanasan. Waktu pemanasan pada dekokta

yaitu 30 menit dihitung setelah suhu mencapai 90°C (Hanani, 2016).

9
3. Metode refluks

Metode ekstraksi ini dilakukan berdasarkan titik didih pelarut yang

mana pelarut ini dijalankan selama durasi waktu tertentu dengan jumlah

pelarut konstan menggunakan pendingin balik (Putri dkk., 2018). Proses

ini berlangsung selama berkelanjutan dilakukan 3x dalam waktu 4 jam.

pengembunan uap. Untuk kondensor spiral berfungsi sebagai pendingin

lanjut untuk pengembunan uap, seperti pemisahan minyak volatil dan air

(Armando, 2009). Terdapat dua jenis kondensor yang sering digunakan,

yaitu tipe kondensor tubular dan kondensor spiral. Tipe kondensor

tubular

4. Metode digesti

Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah,

yaitu pada suhu 40 °C-50 °C, hanya untuk simplisia yang zat aktifnya

tahan terhadap pemanasan. Proses pemanasan pada sistem penyarian

dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dari pelarut dalam menyari

sampel (Najib, 2018).

b. Metode Dingin

1. Metode maserasi

Metode ini adalah metode ekstraksi sederhana yang dilakukan dengan

cara merendam simplisia dalam penyarinya. Adapun prinsipnya

berdasarkan pada difusi dan osmosis, zat aktif akan larut karena adanya

perbedaan konsentrasi zatt aktif di dalam sel dan di luar sel, maka zat

aktif akan ditarik keluar (Najib, 2018).

10
Biasanya dibiarkan pada suhu ruang selama 3-5 hari dan terlindung dari

cahaya sembari dilakukan pengadukan kontinyu. Adapun pelarut yang

biasa digunakan adalah pelarut polar (air, metanol, etanol, asam asetat),

semi polar (aseton, etil asetat, kloroform), dan non polar (heksana, eter)

(Saputra, 2020).

2. Metode perkolasi

Metode perkolasi ini serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam

sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada

bagian bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk

sampel dan dibiarkan menetes perlahan pada bagian bawah. Kelebihan

dari metode ini adalah sampel senantiasa dialiri oleh pelarut baru.

Sedangkan kerugiannya adalah jika sampel dalam perkolator tidak

homogen maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh area. Selain itu,

metode ini juga membutuhkan banyak pelarut dan memakan banyak

waktu (Tetti, 2014).

2) Metode Ekstraksi Modern

Metode ekstraksi berkembang lebih maju dan lebih efisien seiring

dengan berjalannya waktu. Metode ekstraksi modern diantaranya adalah

ekstraksi ultrasonik, ekstraksi gelombang mikro dan ekstraksi fluida

superkritis.

a. Metode ekstraksi ultrasonik (Ultrasonic Assisted Extraction)

Prinsip dari metode ini yaitu mengekstraksi dengan meningkatkan laju

transfer massa serta memecahkan dinding sel dengan banyaknya

11
microcauty sehingga prosesnya lebih cepat dan dapat mengoptimalkan

pelarut. Ekstraksi ini merupakan pengembangan dari ekstraksi maserasi

dengan menggunakan bantuan gelombang akustik dengan frekuensi >16

kHz (Putri dkk., 2014).

b. Metode ekstraksi gelombang mikro (Microwave Assisted Extraction)

Metode ekstraksi ini memanfaatkan gelombang mikro untuk

mengekstraksi senyawa-senyawa bahan alam. Adapun kelebihannya,

teknologi ini cocok untuk pengambilan senyawa yang bersifat termolabil,

durasi waktu yang diperlukan untuk ekstraksi singkat, pelarut yang

digunakan lebih sedikit, dan yield yang dihasilkan lebih tinggi. Prinsip

kerja alat ini yaitu sampel disonikasi diletakkan pada microwave oven.

Daya microwave oven dan waktu ekstraksi diatur sesuai yang telah

ditentukan (Sasongko dkk., 2017).

c. Metode ekstraksi fluida superkritis (Supercritical Fluid Extraction)

Metode ini menggunakan fluida superkritis dimana gabungan sifat

fluida cair dan gas. Jadi, bergantung pada kondisi tekanan dan suhu

superkritisnya. Misalnya yang banyak digunakan pada kondisi sangat

kritis, CO2 (Karbon dioksida) akan menyerupai cairan yang mempunyai

sifat densitas yang tinggi, viskositas yang rendah dan difusitas tinggi

sehingga mengekstrak komponen senyawa dari bahan yang diekstraksi

secara selektif dan efektif (Putri dkk., 2014).

12
II.3.4 Jenis-jenis ekstrak

Jenis-jenis ekstrak berdasarkan sifatnya, dibagi atas 3 yang

diuraikan sebagai berikut: (Wewengkang dan Ratinslulu, 2021).

a) Ekstrak Cair (Extractum fluidum), yaitu sediaan yang memiliki

konsistensi seperti cairan yang mudah mengalir. Kandungan airnya lebih

dari 30%

b) Ekstrak kental (Extractum spissum), yaitu sediaan kental yang

apabila dalam keadaan dingin dan kecil kemungkinan bisa dituang.

Kandungan airnya antara 5-30%.

c) Ekstrak Kering (Extractum siccum), yaitu sediaan yang memiliki

konsistensi kering dan mudah dihancurkan dengan tangan. Ekstrak ini

diperoleh dari penguapan dan pengeringan sisa pelarut yang sebaiknya

memiliki kandungan air <5%.

13
BAB III

METODE PRAKTIKUM

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum penyiapan simplisia dan

ekstraksi diantaranya yaitu baskom, pisau atau cutter, baki, oven, kain

hitam, sendok tanduk, timbangan, toples, gelas ukur, beaker, batang

pengaduk.

III.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan, diantaranya yaitu sampel kunyit

putih (Curcuma zedoaria), air, etanol 96%, aluminium foil.

III.2 Prosedur Kerja

III.2.1 Penyiapan simplisia

Pada praktikum penyiapan simplisia dilakukan pengumpulan atau

pengambilan sampel kunyit putih. Selanjutnya dilakukan sortasi basah

pada sampel yang telah diambil, sampel dipisahkan dari serangga dan

pengotor serta bagian yang tidak diperlukan. Dilanjutkan ke tahap

pencucian, sampel dibersihkan dari tanah dan pengotor lain yang belum

terbersihkan pada tahap sortasi basah. Setelah itu sampel dirajang,

dipotong kecil-kecil agar memudahkan pada proses pengeringan.

Selanjutnya sampel dikeringkan pada oven yang telah diatur suhunya.

Setelah kering, dilakukan sortasi kering untuk membersihkan simplisia

yang telah kering dengan pengotor ataupun bagian simplisia yang hangus.
14
Terakhir dilalukan pengemasan.

III.2.2 Ekstraksi

Tahap pertama alat dan bahan disiapkan. Selanjutnya, simplisia

yang telah dihaluskan dengan blender ditimbang sebanyak 100 g.

Kemudian, ukur etanol 96% sebanyak 500 mL dengan gelas ukur dan

dipindahkan ke beaker. Setelah itu, simplisia yang telah di timbang

dimasukkan ke dalam toples, lalu etanol dimasukkan. Terakhir, diaduk

merata hingga dipastikan semua simplisia serbuk telah terbasahi, toples

diberi aluminium foil sebelum di tutup. Toples disimpan di tempat yang

sesuai dan dilakukan pengadukan sesekali selama 5 hari.

15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan

IV.1.1 Hasil penyiapan simplisia

Tabel 1. Hasil pengamatan penyiapan sampel


Nama Sampel Bobot Basah Bobot Kering Susut
(Kg) (Kg) Pengeringan
(%)
Kunyit putih 2,7 0,26776 90,08
(Curcuma
zedoaria)

IV.1.2 Hasil ekstraksi

IV. 2 Pembahasan

Pada praktikum ini telah dilakukan penyiapan simplisia

beradasarkan tahapan pada referensi atau pustaka. Sampel yang

digunakan adalah kunyit putih (Curcuma zedoaria). Penyiapan simplisia

dimulai dengan pengambilan sampel kunyit putih sebanyak 2,7 kilogram.

Selanjutnya dilakukan sortasi basah pada sampel yang telah diambil,

sampel dipisahkan dari serangga serta bagian yang tidak diperlukan.

Selanjutnya tahap pencucian, sampel dibersihkan dari tanah dan

pengotor lain. Setelah itu sampel dirajang, dipotong kecil-kecil agar

memudahkan pada proses pengeringan. Selanjutnya sampel dikeringkan

pada oven yang telah diatur suhunya. Setelah kering, dilakukan sortasi

kering untuk membersihkan simplisia yang telah kering dengan pengotor

ataupun bagian simplisia yang hangus. Setelah kering bobot dari

simplisianya menjadi 0,26776 kilogram, sehingga di dapatkan susut

16
pengeringannya 9,917%. Terakhir dilakukan pengemasan dan

penyimpanan untuk menjaga kualitas simplisia.

Pada praktikum ekstraksi dilakukan proses ekstraksi dengan metode

maserasi. Metode maserasi ini dilakukan karena caranya yang sederhana,

terjaminnya zat aktif yang diekstrak tidak akan rusak, memungkinkan

banyak senyawa yang terekstraksidapat menghindari resiko rusaknya

senyawa dalam tanaman yang bersifat termolabil. Adapun kekurangan

dari metode ini adalah memakan waktu yang lama, pelarut yang

digunakan cukup banyak, dan proses ekstraksi bisa saja tidak sempurna

pada bahan yang sulit diekstraksi di suhu kamar (Badaring dkk., 2020).

Simplisia kunyit putih yang digunakan memiliki kandungan senyawa aktif

seperti turmenin, minyak atsiri dan kurkuminoid yang memiliki aktivitas

antioksidan, anti bakteri, antiinflamasi dan anti kanker (Sagita dkk., 2022).

Menurut Ciuca dan Radu (2023) ekstraksi untuk mendapatkan senyawa

aktif kurkuminoid dapat dilakukan dengan metode konvensional dengan

ekstraksi soxhlet karena metode ini terkadang menghasilkan hasil

ekstraksi mendekati 100%. Namun, prosesnya panjang dan

membutuhkan biaya energi yang tinggi. Adapun ekstraksi yang paling

sesuai untuk mendapatkan senyawa aktif yang diinginkan adalah dengan

metode modern yaitu mi ekstraksi gelombang mikro (Microwave Assisted

Extraction) dan ekstraksi ultrasonik (Ultrasonic Assisted Extraction) karena

waktu ekstraksi yang singkat dan pelarut dan energi yang rendah dantotal

hasil ekstraksinya lebih banyak dibanding dengan metode konvensional.

17
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan tinjauan pustaka dan praktikum yang telah dilakukan

dapat disimpulkan bahwa penyiapan simplisia melalui beberapa tahap

untuk menghasilkan simplisia yang baik. Setiap tahapan harus

diperhatikan agar tidak menjadi penyebab rusaknya simplisia.

V.2 Saran

Saran untuk laboratorium, sebaiknya laboratorium meningkatkan

fasilitasnya terlebih untuk pendingin ruangan untuk kenyamanan praktikan

dan asisten dalam praktikum.

Saran untuk sistem praktikum, sebaiknya dapat ditingkatkan lagi dan

kedepannya praktikumnya berjalan dengan baik dan sesuai dengan yang

seharusnya dilakukan.

Saran untuk asisten, sebaiknya asisten dapat lebih baik lagi dalam

memberikan arahan agar praktikum dapat berjalan dengan baik.

18
DAFTAR PUSTAKA

Armando, R. 2009. Memproduksi 15 Jenis Minyak Atsiri Berkualitas.


Depok: Penerbit Swadaya.

Badaring, D. R., Sari, P. M. S., Satrina, N., Wirda, W dan Sintya, A. R. L.


2020. UJI EKSTRAK DAUN MAJA (AEGLE MARMELOS L.)
TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI ESCHERICHIA COLI
DAN STAPHYLOCOCCUS AUREUS. Indonesian Journal
Fundamental Sciences. 6(1): 16-26.

Ciuca, M. D dan Radu, C. R. 2023.Kurkumin: Gambaran Umum Metode


Ekstraksi, Manfaat Kesehatan, dan Enkapsulasi serta Pengiriman
Menggunakan Mikroemulsi dan Nanoemulsi. Internasional Journal
of Molecular Sciences. 24(10): 8874.

Dalimartha, S. 2008. Atlas tumbuhan obat Indonesia. Jakarta:Trubus


Agriwijaya.

Hanani,E. 2016. Analisis Fitokimia. Jakarta: EGC.

Lianah. 2019. Biodiversitas Zingiberaceae Mijen Kota Semarang.


Yogyakarta: Deepublish.

Najib, A. 2018. Ekstraksi Senyawa Bahan Alam. Yogyakarta: Deepublish.

Sagita, N. D., Iyan, S dan Yuni, E. H. 2022.Kunir Putih (Curcuma zedoaria


Rocs.): Formulasi, Kandungan Kimia dan Aktivitas Biologi. Majalah
Farmasetika. 7(3): 189-205.

Putri, W. D. R., dkk. 2018. Rempah Untuk Pangan dan Kesehatan.


Malang: Universitas Brawijaya Press.

Rivai, H., Gusmi, F dan Humairah, F. 2014. Pembuatan Dan Karakterisasi


Ekstrak Kering Herba Sambiloto (Andrographis paniculata Nees).
Jurnal Farmasi Higea. 6(1): 19-28.

Saputra, S. H. 2020. Mikroemulsi Ekstrak Bawang Tiwai Sebagai Pewarna


Antioksidan dan Antimikroba Pangan. Yogyakarta: Deepublish

Sari, R. P dan Melfin, T. L. 2019. Karakteris Asi Simplisia Dan Skrining


Fitokimia Serta Analisis Secara Klt. Daun Dan Kulit Buah Jeruk
Lemon. Jifi: Jurnal Ilmiah Farmasi Imelda. 2(2): 59-68.
19
Sasongko, A., dkk. 2017. Aplikasi Metode Non Konvensional Pada
Ekstraksi Bawang Dayak. Jurnal Teknologi Terpadu. 6. (1):8-13.

Silalahi, M. 2018.Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe (Manfaat dan


Bioaktivitas). Jurnal Pro-Life. 5(1): 515-525.

Suharmiati dan Herti, M. 2003. Khasiat & Manfaat Daun Dewa & Sambung
Nyawa. Jakarta: AgroMedia.

Styawan, A. A dan Gandis, R. 2020. PENETAPAN KADAR FLAVONOID


METODE AlCl3 PADA EKSTRAK METANOL BUNGA TELANG
(Clitoria ternatea L.). Jurnal Farmasi Sains dan Praktis. 6(2): 134-
141.

Tetti, M. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa dan Identifikasi Senyawa


Aktif. Jurnal Kesehatan. 7(2): 361-367.

Utami, P. 2003. Tanaman obat untuk mengatasi diabetes mellitus. Jakarta:


Agromedia Pustaka.

Wewengkang, D.S., dan Ratinsulu, H. 2021. Fitofarmaka. Klaten: Penerbit


Lakeisha.

20
LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Kerja

Lampiran 1.1 Penyiapan Simplisia

Dilakukan pengambilan sampel atau bahan baku


kunyit putih (Curcuma zedoaria)

Dilakukan sortasi basah untuk menghilangkan


bagian yang tidak diperlukan ataupun pengotor yang
ada pada bahan baku

Dilakukan pencucian dengan air yang mengalir untuk


menghilangkan tanah atau pengotor lain yang
menempel pada bahan baku

Dilakukan perajangan, bahan baku atau sampel


dipotong tipis untuk memudahkan proses
pengeringan

Dilakukan pengeringan hingga sampel rapuh ketika


diremas

Dilakukan sortasi kering untuk menghilangkan


benda-benda yang tidak diinginkan atau pengotor
yang didapat saat proses pengeringan

Dilakukan perhitungan susut pengeringan, kemudian


disimpan untuk menjaga kualitas simplisia yang telah
jadi

21
Lampiran 1.1 Penyiapan Simplisia

Simplisia kunyit putih dihaluskan kemudian ditimbang


sebanyak 100 g

Pelarut disiapkan sebanyak 500 mL, diukur dengan


gelas ukur dan dipindahkan ke dalam beaker

Simplisia yang sudah ditimbang dimasukkan ke


dalam toples kaca

Pelarut etanol 96% dimasukkan dan dilakukan


pengadukan secara merata

Toples ditutup dengan aluminium foil dan ditutup


lagi dengan penutup toplesnya

Toples disimpan di tempat dengan suhu kamar

Pengadukan dilakukan sesekali selama 5 hari

22
Lampiran 2. Perhitungan

Lampiran 2.1 Perhitungan Susut Pengeringan

Diketahui: Bobot basah (Kg): 2, 7 Kg


Bobot kering (Kg): Bobot sampel+wadah-bobot wadah
0,37560 Kg-0,10784 Kg = 0,26776Kg
Ditanyakan: Susut pengeringan (%)?

Penyelesaian: x 100%

= x 100% = 90,08 %

Lampiran 2.2 Perhitungan Persen Rendamen

% Rendamen: x 100%

23
Lampiran 3. Dokumentasi

Gambar 3. Tahap sortasi basah Gambar 4. Tahap pencucian

Gambar 5. Tahap perajangan Gambar 6. Tahap pengeringan

Gambar 7. Simplisia setelah dikeringkan

24
Gambar 8. Bobot wadah+simplisia Gambar 9. Bobot wadah

Gambar 11. Simplisia ditimbang Gambar 12. Pelarut diambil

Gambar 13. Simplisia diamsukkan Gambar 14. Pelarut dimasukkan


ke dalam toples ke dalam toples

25
Gambar 15. Proses pengadukan Gambar 16. Toples ditutup dan
diletakkan pada suhu kamar

26
27

Anda mungkin juga menyukai