Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PRAKTIKUM

PENYIAPAN SAMPEL, EKSTRAKSI,


DAN PENGUAPAN PELARUT
SAMPEL HERBA MENIRAN (Phyllanthus niruri L)

Nama : Mardilah
NIM : N11116530
Kelompok :6
Golongan : Senin Siang
Asisten : Nurul Mukhlisa Nasir

SEMESTER AKHIR 2017/2018


LABORATORIUM FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
BAB I

PENDAHULUAN

Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala

jenis zat kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk

sayuran dan buah-buahan. Dalam penggunaan umum, fitokimia memiliki

definisi yang lebih sempit. Fitokimia biasanya merujuk pada senyawa yang

ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh,

tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan atau memiliki peran

aktif bagi pencegahan penyakit (1).

Sebelum mendapatkan hasil fitokimia, perlu dilakukan berbagai

rangkaian meliputi penyiapan sampel, ekstraksi, dan penguapan, kemudian

akan didapatkan sebuah senyawa berkhasiat (2).

Meniran (Phyllantus niruri L.) merupakan tanaman yang mengandung

senyawa diantaranya Lignan, glikosida, flavanoid, alkaloid, ellagitannin, dan

lainnya yang berkhasiat bagi kesehatan. Senyawa yang terkandung dalam

meniran (Phyllanthus niruri L.) dapat menyembuhkan berbagai penyakit

diantaranya gonore, diabetes, sembelit, dan lain sebagainya (3).

Penyiapan sampel simplisia meliputi pengambilan sampel, sortasi

basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, hingga

pengemasan sampel simplisia dan siap untuk digunakan. Setelah sampel

simplisia telah siap digunakan maka dilakukan proses ekstraksi (4).


Proses ekstraksi dilakukan untuk memisahkan suatu senyawa

berkhasiat dalam tanaman. Metode ekstraksi yang digunakan untuk meniran

(Phyllanthus niruri L.) ialah metode sokhlet dengan menggunakan pelarut yang

sesuai (2).

Setelah proses ekstraksi selesai dan senyawa yang diinginkan dalam

sampel meniran (Phyllanthus niruri L.) telah siap, maka dilakukan proses

penguapan pelarut agar didapatkan senyawa murni yang bebas dari pelarut.

Kemudian ekstrak meniran (Phyllanthus niruri L.) siap untuk dilakukan uji

fitokimia untuk memastikan kandungan senyawanya (2).

Tujuan praktikum fitokimia ini adalah untuk mengetahui proses uji

fitokimia dimulai dari penyiapan sampel simplisia, ekstraksi menggunakan

metode sokhlet hingga sampel siap untuk digunakan. Oleh sebab itu dilakukan

praktikum ini dilakukan agar mengetahui proses fitokimia dengan jelas.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Deskripsi Tanaman

II.1.1. Klasifikasi Meniran (Phyllantus niruri L.)

Gambar 1. Meniran

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Phyllanthus

Spesies : Phyllanthus niruri L. (5)


II.1.2. Deskripsi Tanaman

Meniran (Phyllantus niruri) merupakan memiliki daun majemuk, tata

letak daunnya berseling (Deccussate), bentuk daun bulat telur (ovale), ujung

daunnya tumpul, pangkalnya membulat, memiliki tepi daun yang rata (Entire),

memiliki anak daun 15-24, memiliki panjang ± 1,5 cm, lebar ± 7 mm, dan

berwarna hijau. Daun meniran ini termasuk pada tipe daun yang tidak lengkap

yaitu pada bagian daun bertangkai karena tanaman ini hanya memiliki tangkai

dan beberapa heliaan daun (5).

Bunga tunggal yang terdapat pada ketiak daun menghadap ke arah

bawah, menggantung dan berwarna putih. Memiliki daun kelopak yang

berbentuk bintang, benang sari dan putik tidak terlihat jelas, mahkota bunga

kecil dan berwarna putih.Kapsul diameter 2.5 mm, bulat, halus nyaris lobed (5).

II.1.3. Kandungan Kimia

Komposisi fitokimia meniran (Phyllantus niruri) meliputi Lignan,

glikosida, flavanoid, alkaloid, ellagitannin, terpene dan flavanol terkandung

dalam daun, batang dan akar ramuan. Senyawa lain yang terkandung dalam

Meniran adalah beta-d-xylopyranoside dan beta-sitosteroy. Senyawa lain yang

baru ditemukan adalah seco-4-hidroksilintetralin, seco-isoarisiresinol trimetil

eter, hidroksinirantin, dibenzilbutirolakton, nirfilin, dan neolignan. Elalgitannin

adalah salah satu tannin terhidrolisis yang konstituennya adalah corilagin,

asam ellagic dan asam galat (3).


II.1.4. Kegunaan

Meniran (Phyllanthus niruri) digunakan untuk menyembuhkan sembelit,

gonorea, bronkitis, diabetes dan penyakit kuning. Tanin terhidrolisis dapat

menghasilkan antioksidan antioksidan dan sifat pembilasan virus hepatitis B

(3).

II.2. Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum

mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan

yang telah dikeringkan (4).

II.2.1. Penggolongan Simplisia

II.2.1.1. Simplisia Nabati

Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman

atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan

keluar dari tanaman atau isi sel dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya,

atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari

tanamannya dan belum berupa zat kimia murni. Contohnya Daun kupu-kupu

(Bauhinia folii), Datura folium (4).

II.2.1.2. Simplisia Hewani

Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian

hewan atau zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum
berupa zat kimia murni. minyak ikan (Oleum iecoris asselli) dan madu (Mel

depuratum) (4).

II.2.1.3. Simplisia Pelikan

Simplisia pelican adalah simplisia yang berupa mineral (pelikan) yang

belum diolah atau diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia

murni. Contohnya serbuk seng dan serbuk tembaga (4).

II.2.2. Tahap-tahap Penyiapan Simplisia

1. Pengambilan sampel

Tahap awal pengambilan sampel merupakan tahap yang paling penting

dikarenakan, kesalahan awal dalam pengambilan dapat merusak sampel

ataupun kandungan di dalamnya yang dapat menyebabkan pengerjaan pada

tahap-tahap selanjutnya menjadi percuma. Dalam pengambilan bahan alam

diperlukan sebuah cara yang khusus karena sampel yang akan diambil

memiliki sifat yang berbeda dengan sampel yang lainnya, begitu pula

mengenai waktu pengambilannya dan alat yang digunakan pada saat

pengambilan serta cara pengolahannya setelah masa pengumpulan/panen

telah dilakukan (1).

Berikut ini akan diuraikan secara singkat cara pengambilan sampel yang

berasal dari bagian tumbuhan/tanaman, meliputi (1):

a. Akar (Radix), diambil bagian yang berada di bawah tanah.


b. Batang (Caulis), diambil mulai dari cabang pertama sampai leher akar,

dipotong dengan panjang dan diameter tertentu.

c. Kulit batang/klika (Kortex), diambil dari batang utama dan cabang,

dikelupas dengan ukuran panjang dan lebar tertentu dan tidak

mengambilnya dengan satu lingkaran penuh pada batang.

d. Kayu (Lignum), diambil dari cabang atau batang, kulit dikelupas dan

dipotong-potong kecil.

e. Daun (Folium), diambil daun tua (bukan daun kuning) daun kelima dari

pucuk. Daun dipetik satu persatu secara manual.

f. Bunga (Flos), dapat berupa kucup, bunga mekar atau mahkota bunga

atau daun bunga, dipetik langsung dengan tangan.

g. Rimpang (Rhizoma), diambil dan dibersihkan dari bulu-bulu akar,

kemudian dipotong melintang dengan ketebalan tertentu. Dipanen pada

saat daun meluruh (layu).

h. Buah (Fructus), dapat berupa buah matang, buah muda, dipetik dengan

tangan.

i. Biji (Semen), buah dikupas dan biji dikumpulkan dan dibersihkan,

diambil dari buah yang masak.

j. Herba, adalah bagian tanaman yang berada di atas tanah, kecuali

dinyatakan lain, diambil dan dibersihkan.

Semua proses diatas dilakukan dengan dasar bahwa kandungan bahan

berkhasiat yang ada dalam tumbuhan/tanaman dalam keadaan maksimal dan


untuk sampel yang melakukan proses fotosintesis diambil pada saat proses ini

maksimum (pukul 10:00– 12:00). Perlu diingat bahwa ada komponen kimia

yang dapat berinteraksi dengan alat yang digunakan pada saat sampel

tersebut dikumpulkan/dipanen, hal ini apabila dibiarkan akan merusak

komponen yang ada dalam sampel tersebut, seperti halnya penggunaan pisau

besi dan gunting (6).

2. Sortasi Basah

Sortasi basah adalah proses pemilahan bahan alam segera setelah

dipanen, dengan tujuan untuk mengurangi bahan alam rusak (berjamur) yang

ikut terbawa. Disebut basah karena masih terdapat kandungan air yang banyak

di dalam bahan alam tersebut (belum dikeringkan) (1).

3. Pencucian

Dilakukan untuk menghilangkan tanah dan kotoran yang melekat pada

bahan alam yang akan digunakan (1).

4. Perajangan

Perajangan dilakukan bila perlu untuk memudahkan proses

pengeringan nantinya. Proses perajangan berarti memperkecil ukuran dari

bahan alam dan memperluas luas daerah kontak bahan alam untuk

penguapan air. Dilakukan dengan menggunakan peralatan potong yang tidak

merusak kandungan senyawa dalam bahan alam (1).


5. Pengeringan

Pengeringan ini merupakan tahap yang paling penting untuk

mengurangi kadar air dalam bahan alam dengan tujuan untuk mencegah

kontaminasi mikroorganisme yang dapat merusak bahan alam. Pengeringan

ini bila perlu dilakukan menggunakan 2 metode (1).

a. Metode pengeringan alami, dilakukan dengan tanpa bantuan alat,

dibawah sinar matahari langsung atau diangin-anginkan.

b. Metode pengeringan buatan, dilakukan dengan bantuan alat, seperti

penggunaan oven simplisia.

II.2.3. Derajat Halus Simplisia

Serbuk Simplisia Nabati dan Simplisia Hewani, dalam penetapan

derajat halus serbuk simplisia nabati dan simplisia hewani, tidak ada bagian

dari obat yang dibuang selama penggilingan atau pengayakan, kecuali

dinyatakan lain dalam masing-masing monografi. Untuk penetapan

keseragaman derajat halus serbuk obat dan bahan kimia, cara yang boleh

dilakukan dengan menggunakan pengayak baku yang memenihu persyaratan.

Hindari penggoyangan lebih lama, yang akan menyebabkan peningkatan

Untuk mendapat
Nomor pengayak Ukuran (µm)
derajat kehalusan

8 2360 Serbuk sangat kasar


20 850 Serbuk kasar

40 425 Serbuk agak kasar

60 250 Serbuk halus

80 180 Serbuk sangat halus

derajat halus serbuk selama penetapan.

Tabel 1. Derajat halus simplisia (8)

Berikut Metode Penetapan Keseragaman Derajat Halus (6):

1. Serbuk sangat kasar, kasar dan setengah kasar

Masukkan 25-100 g serbuk uji pada pengayak baku yang sesuai yang

mempunyai panci penampung dan tutup yang sesuai. Goyang pengayak

dengan arah putaran horizontal dan ketukkan secara vertikal pada permukaan

keras selama tidak kurang dari 20 menit atau sampai pengayakan praktis

sempurna. Timbang seksama jumlah yang tertinggal pada pengayak dan

dalam panci penampung (6).

2. Serbuk halus atau sangat halus.

Lakukan penetapan seperti pada serbuk kasar kecuali contoh tidak lebih

dari 25 g dan pengayak yang digunakan digoyang selama tidak kurang 30

menit atau sampai pengayakan praktis sempurna. Serbuk berminyak atau

serbuk lain yang cenderung menggumpal dan dapat menyumbat lubang, sikat

pengayak secara berkala hati-hati selama penetapan. Hancurkan gumpalan

yang terbentuk selama pengayakan. Derajat halus serbuk obat dan bahan

kimia dapat juga ditetapkan dengan cara melewatkan pada pengayak yang
dapat digoyang secara mekanik yang memberikan gerakan berputar dan

ketukan seperti pada pengayak yang menggunakan tangan; tetapi dengan

gerakan mekanik yang seragam, mengikuti petunjuk dari pabrik pembuat

pengayak (6).

II.2.4. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan Simplisia

1. Suhu penyimpanan

Suhu dingin tidak lebih dari 8℃, Lemari pendingin mempunyai suhu

antara 2oC– 8oC, sedangkan lemari pembeku mempunyai suhu antara -20℃

dan -10℃. Suhu sejuk antara 8℃ dan 15℃. Kecuali dinyatakan lain, bahan

yang harus di simpan pada suhu sejuk dapat disimpan pada lemari pendingin.

Suhu kamar adalah suhu pada ruang kerja. Suhu kamar terkendali adalah suhu

yang di atur antara 5℃ dan 30℃. Suhuhqangat antara 30℃ dan 40℃. Suhu

panas berlebih di atas 400 (4).

2. Tanda dan Penyimpanan

Semua simplisia yang termasuk daftar narkotika, diberi tanda palang

medali berwarna merah di atas putih dan harus disimpan dalam lemari

terkunci. Semua simplisia yang termasuk daftar obat keras kecuali yang

termasuk daftar narkotika, diberi tanda tengkorak dan harus disimpan dalam

lemari terkunci (4).

3. Kemurnian Simplisia

Persyaratan simplisia nabati dan simplisia hewani diberlakukan pada

simplisia yang diperdagangkan, tetapi pada simplisia yang digunakan untuk


suatu pembuatan atau isolasi minyak atsiri, alkaloida, glikosida, atau zat aktif

lain, tidak harus memenuhi persyaratan tersebut. Persyaratan yang

membedakan strukrur mikroskopik serbuk yang berasal dari simplisia nabati

atau simplisia hewani dapat tercakup dalam masing – masing monografi,

sebagai petunjuk identitas, mutu atau kemurniannya (4).

4. Benda asing

Simplisia nabati dan simplisia hewani tidak boleh mengandung

organisme patogen, dan harus bebas dari cemaran mikro organisme, serangga

dan binatang lain maupun kotoran hewan . Simplisia tidak boleh menyimpang

bau dan warna, tidak boleh mengandung lendir , atau menunjukan adanya

kerusakan. Sebelum diserbukkan simplisia nabati harus dibebaskan dari pasir,

debu, atau pengotoran lain yang berasal dari tanah maupun benda anorganik

asing (4).

Dalam perdagangan , jarang dijumpai simplisia nabati tanpa terikut atau

tercampur bagian lain, maupun bagian asing, yang biasanya tidak

mempengaruhi simplisianya sendiri. Simplisia tidak boleh mengandung bahan

asing atau sisa yang beracun atau membahayakan kesehatan. Bahan asing

termasuk bagian lain tanaman yang tidak dinyatakan dalam paparan monografi

(4).

II.3. Perbedaan Penetapan Susut Pengeringan dan Kadar air

II.3.1. Penetapan Susut Pengeringan


Susut pengeringan adalah kadar bagian yang menguap suatu zat

kecuali dinyatakan lain, suhu penetapan adalah 105oC , keringkan pada suhu

penetapan hingga bobot tetap. Jika suhu lebur zat lebih rendah dari suhu

penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu antara 5oC dan 10oC dibawah

suhu leburnya selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian pada suhu penetapan

selama waktu yang ditentukan atau hingga bobot tetap (7).

Dalam hal khusus jika bahan tidak mengandung minyak menguap/ atsiri

dan sisa pelarut organik menguap identik dengan kadar air, yaitu kandungan

air karena berada di atmosfer/ lingkungan udara terbuka. Tujuannya adalah

untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa

yang hilang pada proses pengeringan. Nilai atau rentang yang diperbolehkan

terkait dengan kemurnian dan kontaminasi (7).

Penetapan susut pengeringan dilakukan dengan proses berikut:

timbang seksama 1-2 g simplisia dalam botol timbang dangkal tertutup yang

sebelumnya sudah dipanaskan dan ditara, ratakan bahan dalam botol timbang

dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang

5-10 mm, masukkan dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada

suhu penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan

botol dalam keadaan tertutup dan mendingin dalam eksikator hingga suhu

ruang.
Bobot awal – Bobot akhir
X 100 %
Susut pengeringan = Bobot awal

II.3.2. Penetapan Kadar Air


Kandungan air yang berlebihan pada bahan atau sediaan obat

tradisional akan mempercepat pertumbuhan mikroba dan juga dapat

mempermudah terjadinya hidrolisa terhadap kandungan kimianya sehingga

dapat mengakibatkan penurunan mutu dari obat tradisional. Oleh karena itu

batas kandungan air pada suatu simplisia sebaiknya dicantumkan dalam suatu

uraian yang menyangkut persyaratan dari suatu simplisia (7).

Tujuan dari penetapan kadar air adalah utuk mengetahui batasan

maksimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan. Hal ini

terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminan dalam simplisia tersebut.

Dengan demikian, penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu berguna

untuk memperpanjang daya tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia

dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10% (7).

Bobot sampel kering X 100 %


% Kadar air = Bobot sampel basah
II.4. Ekstraksi

II.4.1. Pengertian Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehinggga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan

pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat

digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloida, falvonoida dan lain-

lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan

mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Ekstrak


adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati

atau hewani menurut cara yang cocok. Diluar pengaruh matahari langsung (8).

Proses ekstraksi dapat terjadi berdasarkan prinsip difusi dan osmosis,

dimana adanya perbedaan konsentrasi di dalam sel bahan alam dan diluar sel

(pelarut), sehingga secara alami akan berusaha diseimbangkan dengan cara

osmosis atau pelarut akan melewati membran sel semipermeabel bahan alam

untuk mengencerkan kelebihan konsentrasi dalam sel. Pada saat pelarut

masuk ke dalam sel untuk mengencerkan kelebihan konsentrasi tersebut, pada

saat yang sama pula, semua senyawa metabolit sekunder yang dapat larut

dalam cairan penyari akan terlarut di dalamnya.

II.4.2. Jenis-Jenis Metode Ekstraksi

1. Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia yang paling sederhana,

menggunakan pelarut yang cocok dengan beberapa kali pengadukan pada

temperatur ruangan (kamar) (Ditjen POM, 2000). Maserasi digunakan untuk

nenyari zat aktit yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung

stirak, benzoin dan lain-lain. Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara

merendam 10 bagian serbuk simplisia dalam 75 bagian cairan penyari (pelarut)

(9).
Gambar 2. Alat maserasi Gambar 3. Alat perkolasi
2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi yang dilakukan dengan mengalirkan pelarut

melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prosesnya terdiri dari tahap

pengembangan dan perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampungan

ekstrak) secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang

jumlahnya 1-5 kali bahan.(10)

3. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relative konstan dengan

adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan pada residu

pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna

(10).

Gambar 4. Alat Refluks Gambar 5. Alat Sokhletasi


4. Sokhletasi

Sokhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga teijadi ekstraksi yang

berkelanjutan dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin

balik (10).

5. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur pemanasan air

(bejana infus tercelup dalam air penangas air mendidih), temperatur terukur

(96-98°C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (10).

Gambar 6. Alat Infuisasi

6. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama yaitu selama 30 menit

dengan temperatur titik didih air (10).

7. Destilasi

Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa menguap (minyak atsiri) dari

bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan

parsial. Senyawa menguap akan terikut dengan fase uap air dari ketel secara
kontinu dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa

kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa

kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian (10).

Gambar 7. Alat Destilasi

II.4.3. Hal-Hal yang Mempengaruhi Ekstraksi

1. Ukuran Bahan

Pengecilan ukuran bertujuan untuk memperluas permukaan sehingga

mempercepat penetrasi pelarut ke dalam sampel yang akan diekstrak dan

mempercepat waktu ekstraksi. Sebenarnya semakin kecil ukuran bahan

semakin luas pula permukaan bahan sehungga semakin banyak yang dapat

diekstrak, tetapi ukuran bahan yang terlalu kecil juga menyebabkan banyak

volatile yang menguap selama penghancuran (11).

2. Suhu Ekstraksi

Ekstraksi akan lebih cepat pada suhu tinggi, tetapi suhu ekstraksi

disesuaikan dengan kandungan senyawa yang ada pada suatu sampel. Jika

senyawa yang akan diekstraksi tahan terhadap suhu tinggi maka proses

ekstraksi baik dilakukan pada suhu tinggi, sedangkan jika senyawa yang akan
diekstraksi tidak tahan pemanasan maka proses ekstraksi dilakukan pada suhu

rendah atau suhu ruang (11).

3. Pelarut

Jenis pelarut yang digunaan merupakan faktor penting dalam ekstraksi.

Hal-ha; yang perlu diperhatikan adalah daya melarutkan, titik didih, toksisitas,

(daya atau sifat racun), mudah tidaknya terbakar dan sifat korosif (11).

II.4.4. Kriteria Pemilihan Pelarut

Dalam memilih pelarut yang akan dipakai harus diperhatikan sifat

kandungan kimia (metabolit sekunder) yang akan diekstraksi. Sifat yang

penting adalah sifat kepolaran, dapat dilihat dari gugus polar senyawa tersebut

yaitu gugus OH, COOH. Senyawa polar lebih mudah larut dalam pelarut polar,

dan senyawa non polar akan lebih mudah larut dalam pelarut non polar.

Derajat kepolaran tergantung kepada ketetapan dielektrik, makin besar

tetapan dielektrik makin polar pelarut tersebut. Syarat-syarat pelarut adalah

sebagai berikut (11):

1. Kapasitas besar, Viskositas cukup rendah

2. Selektif

3. Volabilitas cukup rendah (kemudahan menguap/titik didihnya cukup

rendah) Cara memperoleh penguapannya adalah dengan cara


penguapan diatas penangas air dengan wadah lebar pada temperature

60oC, destilasi, dan penyulingan vakum.

4. Harus dapat diregenerasi.

5. Relative tidak mahal

6. Non toksik, non korosif, tidak memberikan kontaminasi serius dalam

keadaan uap.

II.5. Evaporasi

II.5.1. Pengertian Evaporasi

Evaporasi atau penguapan merupakan pengambilan sebagian air yang

bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi padatan dari suatu bahan makanan

cair. Salah satu tujuan lain dari operasi ini adalah untuk mengurangi volume

dari suatu produk sampai batas-batas tertentu tanpa menyebabkan kehilangan

zat-zat yang mengandung gizi. Pengurangan volume produk, akan

mengakibatkan turunnya biaya pengangkutan. Disamping itu juga akan

meningkatkan efisiensi penyimpanan dan dapat membantu pengawetan, atas

dasar berkurangnya jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh

mikroorganisme untuk hidup (12).

II.5.2. Hal-hal yang Mempengaruhi Evaporasi

1. Suhu

Suhu berpengaruh pada kecepatan penguapan, makin tinggi suhu maka

makin cepat penguapan. Tetapi disamping mempengaruhi kecepatan

penguapan, suhu juga dapat merusak bahan yang diuapkan, seperti alkaloida
yang terurai pada suhu 100oC. Hormon, enzim, dan antibiotic lebih peka

terhadap pemanasan. Karena itu, pengaturan suhu sangat penting agar

penguapan dapat berjalan dengan cepat dan peruraian bahan dapat ditekan

sekecil mungkin. Untuk zat-zat yang peka terhadap panas dilakukan

penguapan secara khusus, misalnya dengan pengurangan tekanan dan lain-

lain (9).

2. Kelembaban

Beberapa senyawa kimia dapat terurai dengan mudah apabila

kelembabannya tinggi, terutama pada kenaikan suhu. Beberapa aksi peruraian

seperti hidrolisa memerlukan air sebagai medium untuk berlangsungnya reaksi

tersebut (9).

3. Cara penguapan

Bentuk hasil akhir seringkali menentukan cara penguapan yang tepat.

Panic penguapan dan alat penyuling akan menghasilkan produk bentuk cair

atau padat. Penguapan lapis tipis menghasilkan produk bentuk cair. Umumnya

cara pemekatan tidak dilakukan dengan lebih dari satu cara (9).

4. Konsentrasi

Pada penguapan cairan akan menjadi lebih pekat sehingga kadar bentuk

padatnya makin bertambah. Hal ini akan mengakibatkan kenaikan titik didih

larutan tersebut. dengan kenaikan suhu dan kadar zat padat akan

memperbesar risiko kerusakan zat yang tidak tahan pemanasan dan


mengurangi perbedaan suhu yang merupakan daya dorong yang utnuk

pemindahan panas.

II.5.3. Jenis-jenis Evaporator

1. Forced Circulation Evaporator With External Heater

Jenis evaporator ini merupakan hasil rangkaian untuk keperluan tertentu,

dimana heat exchanger, pompa dan unit pemisah cairan-uap merupakan unit

yang terpisah. Umumnya, untuk memperoleh jenis ini, biasanya digunakan

alat-alat yang kita rangkai sendiri. Jika diamati secara sekilas (baik itu dari segi

sistem kerjanya), tampak alat ini hampir mirip dengan vertical tube evaporator

with forced circulation, namun forced circulation evaporator with external

heater memiliki harga yang lebih murah karena dirakit sendiri. Hanya saja alat

ini memerlukan area/ruang yang luas karena memiliki unit-unit yang terpisah.

2. Falling Film Evaporator

Cara kerja falling film evaporator yakni cairan akan mengalir ke bawah

kemudian membentuk film pada sekeliling dinding dalam pipa. Aliran yang

terjadi disebabkan oleh adanya gaya berat serta gesekan uap. Uap yang telah

terbentuk akan turun ke bawah, walaupun ΔT kecil tapi siklus aliran tetap

berjalan baik karena adanya gaya gravitasi. Luas permanasan jauh lebih besar

dari volume cairan di dalamnya. Besarnya luas pemanasan tersebut


memungkinkan terjadi proses pemanasan yang ideal dan perubahan bahan

belum terjadi secara signifika karena volumenya kecil. Kapasitas alat ini

umumnya tidak telalu besar.

3. Climbing Film, Long Tube Vertical Evaporator With External Heater

Prinsip kerja jenis evaporator ini sebenarnya hampir mirip dengan Long

Tube Vertical Evaporator. hanya dibedakan dari alat pemanas dan pemisah

uap yang letaknya terpisah. Seperti halnya forced circulation evaporator with

external heater yang dapat dirakit sendiri, namun kurang kompak karena

unitnya terpisah-pisah. Nama lain evaporator ini yakni Rising Film Evaporator

with external heater.

4. Agitated Film Evaporator

Jenis evaporator ini berbentuk tabung vertikal dan ada juga yang

berbentuk horizontal, dengan sistem pemanas berada di luar tabung. Pada

sumbu tabung terdapat suatu alat berbentuk batangan yang dapat diputar serta

dilengkapi sirip-sirip. Fungsi dari batangan tadi yaitu untuk mengalirkan cairan,

dimana saat batangan tersebut berputar maka cairan akan bergerak ke bawah

dan kemudian terlempar ke bagian tepi tabung yang panas. Selanjutnya cairan

yang telah panas akan kembali terlempar ke bagian tengah tabung. Perlu

diketahui bahwa pada bagian atas tabung terdapat ruang pemisah antara uap

dengan cairan. Proses perindahan panas di dalam evaporator jenis ini

berlangsung secara efisien, dan minim terjadi penyumbatan akibat endapan.


Agiated film evaporator umumnya ditujukan untuk larutan yang

berviskositas tinggi (kental) atau dapat juga untuk memproduksi padatan

dengan cara menghilangkan kandungan airnya. Dari segi harga, evaporator ini

dapat dikatakan cukup mahal, karena membutuhkan biaya pengoperasian

yang tinggi serta konstruksinya tergolong sulit. Nama lain dari agiated film

evaporator yakni turbulent film evaporator atau wioed-film evaporator (untuk

bentuk horizontal).

5. Direct Contact Evaporator

Pada jenis evaporator ini akan terjadi kontak langsung antara cairan

dengan gas pemanas sehingga koefisien perpindahan panas sangat besar. Di

dalam bagian tengah tabung terdapat ruang yang berfumgsi sebagai ruang

pembakaran (lihat gambar di atas). Secara umum, penggunaan evaporator ini

ditujukan untuk larutan kental, atau bahkan sluriy. Kekurangannya terletak

pada pengematan energi, karena panas yang terbuang sudah tidak dapat lagi

dimanfaatkan

6. Stirred, Discontinuous Evaporator

Jenis dari evaporator ini digunakan memadatkan larutan atau dengan kata

lain yakni untuk memperoleh produk bersifat padat. pemanasannya terdiri dari

dua jenis, yakni internal heating dan external heating. Untuk pemanasan

internal, pemanas akan dialirkan melalui koil, sementara untuk pemanasan

extenal, pemanas akan melalui jaket pada shell.


II.5.4. Metode Evaporasi

Ada beberapa metode penguapan yang dilakukan, yaitu penguapan

sederhana menggunakan pemanasan, penguapan pada tekanan yang

diturunkan, penguapan dengan aliran gas, beku kering, vakum desikator dan

oven. Pada penguapan dengan menggunakan alat rotary vakum evaporator

(Rotavapor) penguapan dapat terjadi karena adanya pemanasan yang

dipercepat oleh labu alas bulat dan cairan penyari dapat menguap 5-10oC

dibawah titik didih pelarutnya dan dipercepat oleh adanya penurunan tekanan.

Dengan bantuan pompa vakum uap larutan penyari akan menguap naik ke

kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut

murni yang ditampung dalam labu alas bulat penampung (13).

Gambar 8. Alat Rotary Evaporator


BAB III

METODE KERJA

III.1. Alat dan Bahan

III.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat rotary evaporator,

alat sokhletasi, baskom, beaker, benang godam, botol coklat, cawan porselen,

cutter, gunting, pisau, timbangan, toples.

III.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah air, etil asetat, kertas

saring, koran, sak obat, tanaman meniran (Phyllanthus niruri L.), tissue.

III.2. Cara Kerja

III.2.1. Penyiapan Sampel

Tanaman meniran (Phyllantus niruri) diambil pada pukul 09.00 WIta

pada bagian herba yaitu seluruh bagian tanaman yang ada diatas permukaan

tanah. Setelah sampel meniran terkumpulkan dilakukan sortasi basah yaitu

dengan memisahkannya dengan tanaman lain atau pengotor. Meniran dicuci


di air mengalir untuk menghilangkan pengotor yang menempel pada tanaman.

Perajangan dilakukan dengan memisahkan daun meniran dengan batangnya,

hal ini agar proses pengeringan bisa lebih cepat. Meniran dikeringkan dengan

cara alamiah yaitu diangin-anginkan dalam ruangan. Simplisia meniran yang

sudah kering kemudian disimpan dalam sak obat besar untuk digunakan pada

tahap selanjutnya.

II.2.2. Ekstraksi

Proses ekstraksi simplisia Meniran (Phllanthus niruri L.) dilakukan

dengan metode sokhletasi. Simplisia meniran yang telah kering diserbukkan

menggunakan blender lalu ditimbang sebanyak 40 g. Serbuk simplisia meniran

tersebut kemudian dibungkus menggunakan kertas saring dengan bentuk

memanjang, lalu diikat ujung atas dan bawahnya. Setelah itu, sampel

dimasukkan kedalam slongsong (alat sokhletasi), sementara pelarut dalam hal

ini digunakan etil asetat dimasukkan kedalam labu alas bulat sebanyak 250 ml.

Alat sokhletasi dirangkai kemudian dinyalakan, proses ekstraksi pun

berlangsung hingga 9 siklus. Setelah selesai, pelarut yang telah mengandung

ekstrak pada labu alas bulat diambil dan dimasukkan kedalam wadah.

Selanjutnya ekstraksi Meniran (Phyllanthus niruri L.) juga dilakukan

dengan metode maserasi. Sebanyak 200 g simplisia meniran direndam

menggunakan pelarut etil asetat dalam wadah toples bening. Setelah 3 hari

perendaman, sampel simplisia disaring dengan bantuan alat vakum, sehingga

didapatkan ekstrak cair yang kemudian dimasukkan ke dalam wadah toples.


II.2.3. Evaporasi

Sebanyak 350 ml ekstrak cair meniran (Phyllantus niruri L.) dimasukkan

ke dalam labu alas bulat kemudian dilakukan penguapan menggunakan

metode vakum dengan alat rotary evaporator. Suhu alat diatur 60 oC sesuai

prinsip alat rotary evaporator yaitu menguapkan pelarut dibawah titik didihnya,

dalam hal ini digunakan pelarut etiol asetat yang titik didihnya 77oC, kemudian

alat dinyalakan sekitar 10 menit hingga ekstrak mengental. Sebagian ekstrak

yang lain diuapkan dengan cara diangin-anginkan dan diatas penangas air.
BAB IV

PEMBAHASAN

IV. Hasil dan Pembahasan Penyiapan Sampel

Menurut Nur Aqilah (2016), meniran (Phyllantus niruri L.) merupakan

tanaman yang mengandung senyawa berkhasiat yang dapat menyembuhkan

penyakit diantaranya Gonore, sembelit, diabetes, dan lainnya. Oleh sebab itu

dilakukan uji fitokimia terhadap sampel simplisia meniran (Phyllanthus niruri

L.). Sebelum dilakukan uji fitokimia, dilakukan penyiapan sampel simplisia,

mulai dari pengambilan sampel, sortasi basah, pencucian, perajangan, sortasi

kering, hingga pengemasan simplisia yang telah siap digunakan.

Pengambilan sampel meniran (Phyllantus niruri L.) dilakukan pada hari

minggu pagi sekitar pukul 9.30 wita, bagian tanaman yang diambil yaitu herba,

bagian yang tumbuh diatas permukaan tanah. Setelah itu, sampel disortasi

basah dari pengotor yang tidak dibutuhkan, lalu dilakukan pencucian sampel

di air mengalir agar sampel bebas dari kotoran tanah dan tidak

mengkontaminasi hasil dari senyawa metabolit primer dari sampel.


Sampel meniran (Phyllantus niruri L.) kemudian dirajang untuk memperluas

permukaan dengan cara bagian daun dan batang dipisahkan agar proses

pengeringan lebih cepat. Setelah itu, sampel dikeringkan dengan cara diangin-

anginkan dalam ruangan, butuh beberapa hari mengeringkan sampel hingga

benar-benar kering lalu dikemas dalam sak obat.

IV.2. Hasil dan Pembahasan Ekstraksi

Ekstraksi sampel meniran (Phyllanthus niruri L.) dilakukan dengan tujuan

untuk memisahkan atau mengambil metabolit primer yang terkandung dalam

sampel meniran. Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode sokhletasi

dan maserasi dengan menggunakan pelarut etil asetat. Alasan penggunaan

metode sokhletasi karena senyawa yang terkandung dalam meniran tahan

pemanasan dan meniran yang memiliki tekstur lunak dapat diekstraksi

menggunakan metode sokhletasi. Sedangkan digunakan pula metode

maserasi sebagai pembanding untuk hasil ekstraksi dari masing-masing

metode tersebut.

Pada ekstraksi menggunakan metode sokhletasi digunakan 40 g sampel

simplisia dan pelarut etil asetat 250 ml yang kemudian didapatkan hasil ekstrak

kurang lebih 50 ml dengan melalui 9 siklus sokhletasi. Sedangkan pada

metoda maserasi digunakan sampel sebanyak 200 g lalu direndam dalam

pelarut etil asetat, kemudian didapatkan hasil ekstrak lebih banyak. Alasan

penggunaan pelarut etil asetat karena memiliki titik didih yang cukup rendah

yaitu 77oC, dimana hal tersebut menguntungkan ketika proses penguapan


pelarut menggunakan metode rotary evaporator yang baik digunakan pada

pelarut yang memiliki titik didih rendah.

IV. Hasil dan Pembahasan Evaporasi

Penguapan atau evaporasi ekstrak cair meniran (Phylllanthus niruri. L)

dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan ekstrak yang lebih kental. Metode

evaporasi yang digunakan adalah metode vakum dengan alat rotary

evaporator. Alasan penggunaan alat rotary evaporator untuk mempercepat

proses penguapan dengan prinsip penurunan tekanan dan penguapan pelarut

dibawah titik didihnya. Serta sebagian ekstrak ada juga yang diuapkan dengan

cara diangin-anginkan dan dipanaskan diatas penangas air.

Pada penguapan menggunakan alat rotary evaporator sampel ekstrak cair

yang digunakan sebanyak 350 ml dan didapatkan ekstrak kental yang hampir

kering. Sementara lebih banyak ekstrak yang diuapkan dengan cara

pemanasan diatas penangas air dan diangin-anginkan.


BAB V

PENUTUP

V.1. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa Meniran (Phyllanthus niruri L.) merupakan tanaman yang

memiliki kandungan senyawa yang berkhasiat sehingga dilakukan

serangkaian proses pengambilan senyawa tersebut, mulai dari penyiapan

simplisia, ekstraksi menggunakan metode sokhlet dan maserasi hingga

evaporasi menggunakan alat rotary evaporator sehingga didapatkan hasil

berupa ekstrak kering meniran (Phyllanthus niruri L.).

V.2. Saran

Saran untuk praktikum selanjutnya agar kiranya peralatan laboratorium

lebih dilengkapi lagi agar melancarkan proses praktikum, dan untuk praktikan

agar lebih memahami lagi mekanisme praktikum.


DAFTAR PUSTAKA

1. Harborne. J.B.,. Metode Fitokimia , terjemahan K. Radmawinata dan I.


Soediso, 69 – 94, 142-158, 234-238. Bandung : ITB Press.1987

2. Agoes.G. Teknologi Bahan Alam.21,38 – 39.Bandung : ITB Press. 2010.

3. Teyler.V.E.et.al..Pharmacognosy.9th Edition. 187 – 188. Phiadelphia : Lea


& Febiger. 1988

4. Kamiruddin, Nur Aqilah, Masturah Markom and Jalifah Latip.. Effects of


Solvents and Extraction Methods on Herbal Plants Phyllanthus niruri,
Orthosiphon stamineus and Labisia pumila. Indian Journal of Science and
Technology, Vol 9(21): Malaysia. 2016.

5. Steenis Van, C.G.G.J. Flora. P.T. Pradnya. Paramita Jakarta. 1978.

6. Depkes RI.. Farmakognosi jilid 1. Pusdiknakes:Jakarta. 2001

7. Fauzi, M. Analisa Pangan dan Hasil Pertanian. Handout. Jember: FTP


UNEJ. 2013.

8. Ditjen POM. Farmakope Indonesia, edisi III. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI. Halaman. 9, 755, 902.1979.

9. Ditjen POM. Sediaun Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.


Halaman. 10-11. 1986.

10. Ditjen POM. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan
Pertama. Jakarta: Departeman Kesehatan RI.Halaman. 10-12. 2000.

11. Ditjen POM. Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.1992.
12. Rahayu, S.S.Pelaksanaan Proses Evaporasi.2009. diakses tanggal 5
Maret 2018.

13. Tobo, Fachruddin, 2001, Buku Pengangan Laboratorium Fitokimia


I, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Lampiran 1. Skema Kerja

Sampel Meniran (Phyllantus niruri L.)

- Dikumpulkan dan disortasi basah


- Dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan
dengan diangin-anginkan
- Disortasi kering dan diserbukkan

Serbuk Simplisia Meniran

Ditimbang

Serbuk 40 g

- Dibungkus menggunakan kertas saring.


- Dimasukkan kedalam slongsong
- Disiapkan pelarut dalam labu alas bulat.
- Diekstraksi menggunakan metode
sokhletasi
Ekstrak

meniran
Lampiran 3. Gambar Hasil Praktikum

Pengambilan Sampel Sortasi Basah


Pencucian Perajangan

Pengeringan Pengemasan

Anda mungkin juga menyukai