Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Fitokimia
Fitokimia berasal dari kata phytochemical. “Phyto” berarti
tumbuhan atau tanaman dan “chemical” sama dengan zat kimia berarti
zat kimia yang terdapat pada tanaman. Senyawa fitokimia tidak termasuk
kedalam zat gizi karena bukan berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin,
mineral maupun air. Jadi apakah fitokimia itu? Setiap tumbuhan atau
hewan mengandung sejenis zat yang disebut fito kimia, merupakan zat
kimia alami yang terdapat di dalam tumbuhan atau hewan dan dapat
memberikan rasa, aroma atau warna pada tumbuhan atau hewan itu.
Sampai saat ini sudah sekitar 30.000 jenis fitokimia yang ditemukan dan
sekitar 10.000 terkandung dalam makanan.
Fitokimia merupakan suatu pemeriksaan golongan senyawa
kimia yang terdapat dalam suatu simplisia tumbuhan atau pun hewan.
Uji tersebut dapat digunakan untuk membuktikan ada tidaknya
senyawa kimia tertentu dalam tumbuhan atau hewan untuk dapat
dikaitkan dengan aktivitas bioliginya sehingga dapat membantu
langkah-langkah fitofarmakologi (Farnsworth, 1966).
Pada tahun-tahun terakhir ini fitokimia atau kimia tumbuhan atau
pun hewan telah berkembang menjadi suatu disiplin ilmu tersendiri,
berada di antara kimia organik bahan alam dan biokimia tumbuhan, serta
berkaitan erat dengan keduanya.
Bidang perhatiaanya ialah aneka ragam senyawa organik yang
dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan atau pun hewan yaitu mengenai
struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya.
II.2 Simplisia
II.2.1 Pengertian simplisia
Simplisia merupakan istilah yang dipakai untuk menyebut bahan-
bahan obat alam yang berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami
perubahan bentuk (Gunawan dan Mulyani, 2005)
Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan
belum mengalami perubahan proses apa pun, dan kecuali dinyatakan lain
umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibagi menjadi
tiga golongan, yaitu simplisia nabati, hewani dan mineral (Departemen
Kesehatan RI, 1987).
II.2.2 Penggolongan Simplisia
Simplisia terbagi 3 golongan yaitu (Amin, 2009) :
1. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman dan eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi yang spontan
keluar dari tanaman atau isi sel yang dikeluarkan dari selnya, dengan
cara tertentu atau zat yang dipisahkan dari tanamannya dengan cara
tertentu yang masih belum berupa zat kimia murni. Contoh : Akar
melati (Jasminum sambac (L.) W.Ait), dan Biji duku (Lansium
domesticum Corr.).
Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian
hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum
berupa zat kimia murni. Contoh : Oleum iecoris asselli (minyak ikan),
dan Adeps lanae (lemak bulu domba).
3. Simplisia mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelican
(mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana
dan belum berupa zat kimia murni.
Selain ketiga jenis simplisia diatas juga terdapat hal lain, yaitu
benda organik asing yang disingkat benda asing, adalah satu atau
keseluruhan dari apa-apa yang disebut dibawah ini (Amin, 2009) :
1. Fragmen, merupakan bagian tanaman asal simplisia selain bagian
tanaman yang disebut dalam paparan makroskopik, atau bagian
sedemikian nilai batasnya disebut monografi.
2. Hewan hewan asing, merupakan zat yang dikeluarkan oleh
hewan, kotoran hewan, batu tanah atau pengotor lainnya. Kecuali
yang dinyatakan lain, yang dimaksudkan dengan benda asing
pada simplisia nabati adalah benda asing yang berasal dari
tanaman. Simplisia nabati harus bebas serangga, fragme hewan,
atau kotoran hewan tidak boleh menyimpang bau dan warnanya,
tidak boleh mengandung lendir, atau cendawan, atau
menunjukkan adanya zat pengotor lainnya. Pada perhitungan
penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam, kadar abu yang
larut dalam air, sari yang larut dalam air, atau sari yang larut
dalam etanol didasarkan pada simplisia yang belum ditetapkan
susut pengeringannya.Sedangkan susut pengering sendiri adalah
banyaknya bagian zat yang mudah menguap termasuk air,
tetapkan dengan cara pengeringan, kecuali dinyatakan lain,
dilakukan pada suhu 150oC hingga bobot tetap.
II.2.3 Cara Pembuatan Simplisia
Pembuatan simplisia merupakan proses memperoleh simplisia dari
alam yang baik dan memenuhi syarat-syarat mutu yang dikehendaki,
dengan langkah langkah sebagi berikut (Team teaching, 2015):
1. Teknik pengumpulan
Pengumpulan atau panen dapat dilakukan dengan tangan atau
menggunakan alat (mesin).Apabila pengambilan dilakukan secara
langsung (pemetikan) maka harus memperhatikan keterampilan si
pemetik, agar diperoleh tanaman/bagian tanaman yang dikehendaki,
misalnya dikehendaki daun yang muda, maka daun yang tua jangan
dipetik dan jangan merusak bagian tanaman lainnya.misalnya jangan
menggunakan alat yang terbuat dari logam untuk simplisia yang
mengandung senyawa fenol dan glikosa.
a. Waktu pengumpulan atau panen
Kadar kandungan zat aktif suatu simplisia ditentukan oleh
waktu panen, umur tanaman, bagian tanaman yang diambil dan
lingkungan tempat tumbuhnya, pada umumnya waktu
pengumpulan sebagai berikut :
1) Daun dikumpulkan sewaktu tanaman berbunga dan sebelum
buah menjadi masak, contohnya, daun Athropa belladonna
mencapai kadar alkaloid tertinggi pada pucuk tanaman saat
mulai berbunga. Tanaman yang berfotosintesis diambil
daunnya saat reaksi fotosintesis sempurna yaitu pukul 09.00-
12.00.
2) Bunga dikumpulkan sebelum atau segera setelah mekar.
3) Buah dipetik dalam keadaan tua, kecuali buah mengkudu
dipetik sebelum buah masak.
4) Biji dikumpulkan dari buah yang masak sempurna.
5) Akar, rimpang (rhizome), umbi (tuber) dan umbi lapis
(bulbus), dikumpulkan sewaktu proses pertumbuhannya
berhenti.
b. Bagian Tanaman
1) Klika batang/klika/korteks
Klika diambil dari batang utama dan cabang, dikelupas
dengan ukuran panjang dan lebar tertentu, sebaliknya dengan
cara berselang-seling dan sebelum jaringan kambiumnya,
untuk klika yang mengandung minyak atsiri atau senyawa
fenol gunakan alat pengelupas yang bukan terbuat dari logam.
2) Batang (Caulis)
Batang diambil dari cabang utama sampai leher akar,
dipotong-potong dengan panjang dan diameter tertentu.
3) Kayu (Lignum)
Kayu diambil dari batang atau cabang, kelupas kuliltnya
dan potong-potong kecil.
4) Daun (Folium)
Daun tua atau muda (daun kelima dari pucuk) dipetik
satu persatu secara manual.
5) Bunga (Flos)
Tergantung yang dimaksud, dapat berupa kuncup atau
bunga mekar atau mahkota bunga atau daun bunga, dapat
dipetik langsung dengan tangan.
6) Akar (Radix)
Bagian yang digunakan adalah bagian yang berada di
bawah permukaan tanah, dipotong-potong dengan ukuran
tertentu.
7) Rimpang (Rhizoma)
Tanaman dicabut, rimpang diambil dan dibersihkan dari
akar, dipotong melintang dengan ketebalan tertentu.
8) Buah (Fructus)
Dapat berupa buah yang masak, matang atau buah muda,
dipetik dengan tangan.
9) Biji (Semen)
Buah yang dikupas kulit buahnya menggunakan tangan
atau alat, biji dikumpulkan dan dicuci.
10) Bulbus
Tanaman dicabut, bulbus dipisahkan dari daun dan akar
dengan memotongnya.
2. Pencucian dan Sortasi Basah
Pencucian dan sortasi basah dimaksudkan untuk membersihkan
simplisia dari benda-benda asing dari luar (tanah, batu dan
sebagainya), dan memisahkan bagian tanaman yang tidak
dikehendaki.Pencucian dilakukan bagi simplisia utamanya bagian
tanaman yang berada di bawah tanah (akar, rimpang,), untuk
membersihkan simplisia dari sisa-sisa tanah yang melekat.
3. Perajangan
Perajangan dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan
dan pewadahan setelah dicuci dan dibersihkan dari kotoran atau benda
asing, materi/sampel dijemur dulu ±1 hari kemudian dipotong-potong
kecil dengan ukuran antara 0,25-0,06 cm yang setara dengan ayakan
4/18 (tergantung jenis simplisia). Pembuatan serbuk simplisia kecuali
dinyatakan lain, seluruh simplisia harus dihaluskan menjadi serbuk
(4/18). Semakin tipis perajangan maka semakin cepat proses
pengeringan kecuali tanaman yang mengandung minyak menguap
perajangan tidak boleh terlalu tipis karena menyebabkan berkurangnya
atau hilangnya zat aktif. Sebaliknya bila perajangan terlalu tebal
pengeringannya lama dan mudah berjamur.
4. Pengeringan
Tujuan pengeringan pada tanaman atau bagian tanaman adalah :
1. Untuk mendapatkan simplisia yang awet, tidak rusak dan dapat
digunakan dalam jangka relatif lama.
2. Mengurangi kadar air, sehingga mencegah terjadinya pembusukan
oleh jamur atau bakteri karena terhentinya proses enzimatik dalam
jaringan tumbuhan yang selnya telah mati. Agar reaksi enzimatik
tidak dapat berlangsung, kadar air yang dainjurkan adalah kurang
dari 10 %.
3. Mudah dalam penyimpanan dan mudah dihaluskan bila ingin
dibuat serbuk.
a. Pengeringan alamiah
Tergantung dari kandungan zat aktif simplisia,
pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Sinar matahari langsung, terutama pada bagian tanaman yang
keras (kayu, kulit biji, biji dan sebagainya) dan mengandung
zat aktif yang relatif stabil oleh panas)
2. Diangin-anginkan dan tidak terkena sinar matahari secara
langsung, umumnya untuk simplisia bertekstur lunak (bunga,
daun dan lain-lain) dan zat aktif yang dikandungnya tidak
stabil oleh panas (minyak atsiri).
b. Pengeringan buatan
Cara pengeringan dengan ,menggunakan alat yang dapat
diatur suhu, kelembaban, tekanan atau sirkulasi udaranya.
5. Pewadahan dan penyimpanan
Sortasi kering dilakukan sebelum pewadahan simplisia
bertujuan memisahkan sisa-sisa benda asing atau bagian tanaman yang
tidak dikehendaki yang tidak tersortir pada saat sortasi
basah.Simplisia yang diperoleh diberi wadah yang baik dan disimpan
pada tempat yang dapat menjamin terpeliharanya mutu dari
simplisia.Wadah terbuat dari plastik tebal atau gelas yang berwarna
gelap dan tertutup kedap memberikan suatu jaminan yang memadai
terhadap isinya, wadah dari logam tidak dianjurkan agar tidak
berpengaruh terhadap simplisia. Ruangan penyimpanan simplisia
harus diperhatikan suhu, kelembaban udara dan sirkulasi udara
ruangannya.
II.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian komponen kimia atau zat-zat aktif dari
bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis hewan termasuk biota
laut. Komponen kimia yang terdapat pada tanaman, hewan dan beberapa
jenis ikan pada umumnya mengandung senyawa-senyawa yang mudah
larut dalam pelarut organik. Pelarut organik yang paling umum digunakan
untuk mengekstraksikan komponen kimia dari sel tanaman adalah
metanol, etanol, kloroform, heksan, eter, aseton, benzen dan etil asetat
(Hembing, 1994).
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa
komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi
pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut
(Hembing, 1994).
Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman adalah
pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga
sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organic
di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini
akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan
zat aktif di dalam dan di luar sel (Ditjen POM, 1986).
Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat
aktif dan bagian tumbuhan obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk
biota laut. Zat-zat aktif tersebut terdapat di dalam sel, namun sel tumbuhan
dan hewan memiliki perbedaan begitu pula ketebalannya sehingga
diperlukan metode ekstraksi dan pelarut tertentu untuk mengekstraksinya
(Tobo F, dkk, 2001).
Umumnya zat aktif yang terkandung dalam tumbuhan maupun
hewan lebih mudah tarut dalam petarut organik. Proses terekstraksinya zat
aktif dimulai ketika pelarut organik menembus dinding sel dan masuk ke
dalam rongga set yang mengandung zat aktif, zat aktif akan terlarut
sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel
dan pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi ke luar
sel, dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara
konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel (Tobo F, dkk, 2001).
Jadi, tujuan dari ekstraksi adalah untuk menarik bahan atau zat-zat
yang dapat larut dalam bahan yang tidak larut dengan menggunakan
pelarut cair (Ditjen POM, 1986).
Menurut Mc Cabe (1999) dalam Muhiedin (2008), ekstraksi dapat
dibedakan menjadi dua cara berdasarkan wujud bahannya yaitu:
1. Ekstraksi padat-cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut
dari campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut.
2. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang
saling bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah
satu zat Ekstraksi padat cair secara umum terdiri dari maserasi,
refluktasi, sokhletasi, dan perkolasi. Metoda yang digunakan tergantung
dengan jenis senyawa yang kita gunakan.
Jika senyawa yang kita ingin sari rentan terhadap pemanasan maka
metoda maserasi dan perkolasi yang kita pilih, jika tahan terhadap
pemanasan maka metoda refluktasi dan sokletasi yang digunakan.
II.3.1 Ekstraksi padat-cair (leaching)
Ekstraksi Leaching atau padat-cair adalah transfer difusi kompenen
terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini bersifat fisik
karena komponen terlarut kemudian dikembalikan ke keadaan semula
tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstrak dari bahan padat dapat
dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solvent
pengekstraksi.Ekstraksi berkelanjutan dapat dilakukan jika padatan hanya
sedikit larut dalam pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan
yang larut karena efektifitasnya. (Lucas, Howard J, David Pressman,
1989).
Proses pengekstraksian kompenen kimia dalam tanaman yaitu
pelarut akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang
semngandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut dan diluar sel,
maka larutan pekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini terjadi secara
berkesinambungan sampai terjadi keseimbangan konsentrasi didalam dan
diluar sel.
Beberapa fase organik mudah membentuk emulsi dengan fase air,
khususnya jika terdapat partikel kecil atau terbentuk oleh pengendapan.
Kelarutan senyawa tidak bermuatan dalam satu fase pada suhu tertentu
tergantung pada kemiripan kepolarannya dengan fase cair, menggunakan
prinsip "like dissolve like". Molekul bermuatan yang memiliki afinitas
tinggi terhadap cairan dengan sejumlah besar ion bermuatan berlawanan
dan juga dalam kasus ini menarik yang berlawanan"misalnya senyawa
asam akan lebih larut dalam fase air yang basa daripada yang netral atau
asam. Ratio konsentrasi senyawa dalam kedua fase disebut koefesien
partisi (K). Senyawa yang berbeda akan mempunyai koefesien partisi yang
berbeda, sehingga jika satu senyawa sangat polar, koefesien partisi
relatifnya ke fase polar lebih tinggi daripada senyawa nonpolar. (Ditjen
POM, 1986).
Berikut beberapa jenis-jenis ekstrkasi cair-cair, yaitu (Hamdani,
2014) :
1. Cara Dingin
A. Maserasi
a) Pengertian Maserasi
Maserasi istilah aslinya adalah macerare (bahasa Latin,
artinya merendam). Cara ini merupakan salah satu cara
ekstraksi, dimana sediaan cair yang dibuat dengan cara
mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam menggunakan
pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau setengah air,
misalnya etanol encer, selama periode waktu tertentu
sesuai dengan aturan dalam buku resmi kefarmasian.
Maserasi adalah salah satu jenis metoda ekstraksi
dengan sistem tanpa pemanasan atau dikenal dengan istilah
ekstraksi dingin, jadi pada metoda ini pelarut dan sampel
tidak mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga maserasi
merupakan teknik ekstraksi yang dapat digunakan untuk
senyawa yang tidak tahan panas ataupun tahan panas
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana.
Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia
dalam cairan penyari.
Jadi, Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling
sederhana dengan cara merendam serbuk simplisia
menggunakan pelarut yang sesuai dan tanpa pemanasan.
b) Prinsip Maserasi
Prinsip maserasi adalah pengikatan/pelarutan zat aktif
berdasarkan sifat kelarutannya dalam suatu pelarut (like
dissolved like). Langkah kerjanya adalah merendam simplisia
dalam suatu wadah menggunakan pelarut penyari tertentu
selama beberapa hari sambil sesekali diaduk, lalu disaring
dan diambil beningannya. Selama ini dikenal ada beberapa
cara untuk mengekstraksi zat aktif dari suatu tanaman
ataupun hewan menggunakan pelarut yang cocok. Pelarut-
pelarut tersebut ada yang bersifat “bisa campur air” (contohnya
air sendiri, disebut pelarut polar) ada juga pelarut yang bersifat
“tidak campur air” (contohnya aseton, etil asetat, disebut
pelarut non polar atau pelarut organik).
Metode Maserasi umumnya menggunakan pelarut non
air atau pelarut non-polar. Teorinya, ketika simplisia yang
akan di maserasi direndam dalam pelarut yang dipilih,
maka ketika direndam, cairan penyari akan menembus
dinding sel dan masuk ke dalam sel yang penuh dengan zat
aktif dan karena ada pertemuan antara zat aktif dan penyari
itu terjadi proses pelarutan (zat aktifnya larut dalam penyari)
sehingga penyari yang masuk ke dalam sel tersebut akhirnya
akan mengandung zat aktif, katakan 100%, sementara penyari
yang berada di luar sel belum terisi zat aktif (0%) akibat
adanya perbedaan konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar
sel ini akan muncul gaya difusi, larutan yang terpekat
akan didesak menuju keluar berusaha mencapai keseimbangan
konsentrasi antara zat aktif di dalam dan di luar sel.
Proses keseimbangan ini akan berhenti, setelah terjadi
keseimbangan konsentrasi (istilahnya “jenuh”). Dalam kondisi
ini, proses ekstraksi dinyatakan selesai, maka zat aktif di
dalam dan di luar sel akan memiliki konsentrasi yang sama,
yaitu masing-masing 50%. Alat maserasi ditunjukkan pada
gambar No. 1
Gambar 1. (a) maserasi sederhana (b) maserasi yang
dilengkapi pengaduk
c) Kelebihan dan Kekurangan Metode Maserasi
Kelebihan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah:
a) Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana
perendam
b) Biaya operasionalnya relatif rendah
c) Prosesnya relatif hemat penyari dan tanpa pemanasan
Kelemahan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah:
a) Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif
hanya mampu terekstraksi sebesar 50% saja
b) Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.
Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya:
1. Digesti
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan
pemanasan lemah, yaitu pada suhu 40–50°C. Cara
maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang
zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.
Dengan pemanasan diperoleh keuntungan antara lain:
a) Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat
mengakibatkan berkurangnya lapisan-lapisan batas.
b) Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat,
sehingga pemanasan tersebut mempunyai pengaruh
yang sama dengan pengadukan.
c) Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu
absolute dan berbanding terbalik dengan kekentalan,
sehingga kenaikan suhu akan berpengaruh pada
kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan
meningkat bila suhu dinaikkan.
d) Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang
digunakan, maka perlu dilengkapi dengan pendingin
balik, sehingga cairan akan menguap kembali ke
dalam bejana.
2. Maserasi dengan Mesin Pengaduk
Penggunaan mesin pengaduk yang berputar
terus-menerus, waktu proses maserasi dapat dipersingkat
menjadi 6 sampai 24 jam.
3. Remaserasi
Cairan penyari dibagi menjadi, Seluruh serbuk
simplisia di maserasi dengan cairan penyari pertama,
sesudah diendapkan, tuangkan dan diperas, ampas
dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.
4. Maserasi Melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan
agar cairan penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan
cara ini penyari selalu mengalir kembali secara
berkesinambungan melalui sebuk simplisia dan melarutkan
zat aktifnya.
5. Maserasi Melingkar Bertingkat
Pada maserasi melingkar, penyarian tidak dapat
dilaksanakan secara sempurna, karena pemindahan massa
akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi masalah ini
dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat
(M.M.B), yang akan didapatkan :
a) Serbuk simplisia mengalami proses penyarian
beberapa kali, sesuai dengan bejana penampung. Pada
contoh di atas dilakukan 3 kali, jumlah tersebut dapat
diperbanyak sesuai dengan keperluan.
b) Serbuk simplisia sebelum dikeluarkan dari bejana
penyari, dilakukan penyarian dengan cairan penyari
baru. Dengan ini diharapkan agar memberikan hasil
penyarian yang maksimal.
c) Hasil penyarian sebelum diuapkan digunakan dulu
untuk menyari serbuk simplisia yang baru, hingga
memberikan sari dengan kepekatan yang maksimal.
d) Penyarian yang dilakukan berulang-ulang akan
mendapatkan hasil yang lebih baik daripada yang
dilakukan sekali dengan jumlah pelarut yang sama.
B. Perkolasi
a) Pengertian Perkolasi
Menurut Guenther dalam Irawan (2010) Perkolasi
adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui
bahan yang telah dibasahi. Perkolasi adalah metoda
ekstraksi cara dingin yang menggunakan pelarut mengalir
yang selalu baru. Perkolasi banyak digunakan untuk ekstraksi
metabolit sekunder dari bahan alam, terutama untuk senyawa
yang tidak tahan panas.
Jadi, perkolasi adalah suatu metode estraksi dengan
mengalirkan penyari melalui bahan yang telah dibasahi
sehingga pelarut yang digunakan selalu baru.
b) Prinsip Perkolasi
Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut : Serbuk
simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang
bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari
dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan
penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai
mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh
kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya,
dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan.
Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain : gaya
berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi,
osmosa, adesi, daya kapiler dan daya geseran (friksi).
Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara
maserasi karena :
1. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian
larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya
lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan
konsentrasi.
2. Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk
saluran tempat mengalir cairan penyari. Karena
kecilnya saluran kapiler tersebut, maka kecepatan
pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga
dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.
c) Alat Perkolasi
Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut percolator,
cairan yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari
atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari percolator
disebut sari atau perkolat, sedangkan sisa setelah
dilakukanya penyarian disebuat ampas atau sisa perkolasi.
Bentuk percolator ada 3 macam yaitu percolator berbentuk
tabung, percolator berbentuk paruh, dan percolator berbentuk
corong. Pemilihan percolator tergantung pada jenis serbuk
simplisia yang akan di sari. Serbuk kina yang mengandung
sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik jika diperkolasi
dengan alat perkolasi yang sempit, sebab perkolat akan segera
menjadi pekat dan berhenti mengalir. Pada pembuatan tingtur
dan ekstrak cair, jumlah cairan penyari yang tersedia lebih
besar dibandingkan dengan jumlah cairan penyari yang
diperlukan untuk melarutkan zat aktif. Pada keadaan tersebut,
pembuatan sediaan digunakan percolator lebar untuk
mempercepat proses perkolasi.
Percolator berbentuk tabung biasanya digunakan untuk
pembuatan ekstrak cair, percolator berbentuk paruh biasanya
digunakan untuk pembuatan ekstrak atau tingtur dengan
kadar tinggi, percolator berbentuk corong biasanya digunakan
untuk pembuatan ekstrak atau tingtur dengan kadar rendah.
Ukuran percolator yang digunakan harus dipilih sesuai
dengan jumlah bahan yang disari. Jumlah bahan yang disari
tidak lebih dari 2/3 tinggi percolator. Percolator dibuat dari
gelas, baja tahan karat atau bahan lain yang tidak saling
mempengaruhi dengan obat atau cairan penyari. Percolator
dilengkapi dengan tutup dari karet atau bahan lain, yang
berfungsi untuk mencegah penguapan. Tutup karet
dilengkapi dengan lubang bertutup yang dapat dibuka atau
ditutup dengan menggesernya. Pada beberapa percolator
sering dilengkapi dengan botol yang berisi cairan penyari
yang dihubungkan ke percolator melalui pipa yang
dilengkapi dengan keran. Aliran percolator diatur oleh
keran. Pada bagian bawah, pada leher percolator tepat di
atas keran diberi kapas yang di atur di atas sarangan yang
dibuat dari porselin atau di atas gabus bertoreh yang telah
dibalut kertas tapis Kapas yang digunakan adalah yang
tidak terlalu banyak mengandung lemak.
Untuk menampung perkkolat digunakan botol perkolat,
yang bermulut tidak terlalu lebar tetapi mudah dibersihkan.
Di bawah ini adalah gambar alat perkolasi.
Gambar 2. Alat perkolasi
d) Reperkolasi
Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada
pembuatan sari, maka cara perkolasi diganti dengan cara
reperkolasi. Pada perkolasi dilakukan pemekatan sari
dengan pemanasan. Pada perkolasi tidak dilakukan
pemekatan. Reperkolasi dilakukan dengan cara : simplisia
dibagi dalam beberapa percolator, hasil percolator pertama
dipekatkan menjadi perkolat I dan sari selanjutnya disebut
susulan II. Susulan II digunakan untuk menjadi perkolat
II. Hasil perkolator II dipisahkan menjadi perkolat II dan sari
selanjutnya disebut susulan III. Pekerjaan tersebut diulang
sampai menjadi perkolat yang diinginkan.
e) Perkolasi bertingkat
Dalam proses perkolasi biasa, perkolat yang dihasilkan
tidak dalam kadar yang maksimal. Selama cairan penyari
melakukan penyarian serbuk simplisia, maka terjadi aliran
melalui lapisan serbuk dari atas sampai ke bawah disertai
pelarutan zat aktifnya. Proses penyarian tersebut akan
menghasilkan perkolat yangpekat pada tetesan pertama dan
tetesan terakhir akan diperoleh perkolat yang encer. Untuk
memperbaiki cara perkolasi tersebut dilakukan cara perkolasi
bertingkat. Serbuk simplisia yang hampir tersari sempurna,
sebelum dibuang, disari dengan penyari yang baru, diharapkan
agar serbuk simplisia tersebut dapat tersari sempurna.
Sebaliknya serbuk simplisia yang baru, disari dengan
perkolat yang hampir jenuh dengan demikian akan diperoleh
perkolat akhir yang jenuh. Perkolat dipisahkan dan dipekatkan.
Cara ini cocok jika digunakan untuk perusahaan obat
tradisional, termasuk perusahaan yang memproduksi sediaan
galenik. Agar diperoleh cara yang tepat, perlu dilakukan
percobaan pendahuluan. Dengan percobaan tersebut dapat
ditetapkan :
1. Jumlah perkolator yang diperlukan
2. Bobot serbuk simplisia untuk tiapa perkolasi
3. Jenis cairan penyari
4. Jumlah cairan penyari untuk tiap kali perkolasi
5. Besarnya tetesan dan lain-lain
f) Kelebihan dan Kekurangan Perkolasi
Kelebihan dari metode perkolasi adalah:
1. Tidak terjadi kejenuhan
2. Pengaliran meningkatkan difusi (dengan dialiri cairan
penyari sehingga zat seperti terdorong untuk keluar dari
sel)
Kekurangan dari metode perkolasi adalah :
1. Cairan penyari lebih banyak
2. Resiko cemaran mikroba untuk penyari air karena
dilakukan secara terbuka (Novi kristanti, dkk., 2008).
2. Cara Panas
A. Refluks
a) Pengertian Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur
titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut
terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Refluks adalah teknik yang melibatkan kondensasi uap
dan kembali kondensat ini ke sistem dari mana ia berasal. Hal
ini digunakan dalam industri dan laboratorium distilasi. Hal ini
juga digunakan dalam kimia untuk memasok energi untuk
reaksi-reaksi selama jangka waktu yang panjang. Campuran
reaksi cair ditempatkan dalam sebuah wadah terbuka hanya
di bagian atas. Kapal ini terhubung ke kondensor Liebig,
seperti bahwa setiap uap yang dilepaskan kembali ke
didinginkan cair, dan jatuh kembali ke dalam bejana reaksi.
Kapal kemudian dipanaskan keras untuk kursus reaksi. Alat
refluks dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Alat refluks


b) Prinsip Metode Refluks
Prinsip kerja pada metode refluks yaitu penarikan
komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel
dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan
cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari
terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul
cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat,
akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas
bulat, demikian seterusnya berlangsung secara
berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian
pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat
yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Akhyar, 2010).
c) Kelebihan dan Kekurangan Metode Refuks
Kelebihan dari metode refluks adalah digunakan untuk
mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur
kasar, dan tahan pemanasan langsung.
Kekurangan dari metode refluks adalah membutuhkan
volume total pelarut yang besar,dan Sejumlah manipulasi dari
operator.
B. Soxhletasi
a) Pengertian Soxhletasi
Soxhletasi adalah suatu metode pemisahan suatu komponen
yang terdapat dalam sampel padat dengan cara penyarian
berulang–ulang dengan pelarut yang sama, sehingga semua
komponen yang diinginkan dalam sampel terisolasi dengan
sempurna. Pelarut yang digunakan ada 2 jenis, yaitu
heksana (C6H14) untuk sampel kering dan metanol
(CH3OH) untuk sampel basah. Jadi, pelarut yang dugunakan
tergantung dari sampel alam yang digunakan.
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara
berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga
menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi
molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun
menyari simplisia dalam klonsong dan selanjutnya masuk
kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon
(Rene, 2011).
b) Prinsip Kerja Soxhletasi
Sampel yang sudah dihaluskan, ditimbang dan kemudian
dibungkus dengan kertas saring atau ditempatkan dalam
thimble (selongsong tempat sampel), di atas sample ditutup
dengan kapas. Kertas saring ini berfungsi untuk menjaga tidak
tercampurnya bahan dengan pelarut lemak secara langsung.
Pelarut dan bahan tidak dibiarkan tercampur secara langsung
agar bahan-bahan lain seperti fosfolipid, sterol,asam lemak
bebas,pigmen karotenoid, klorofil dan lain-lain tidak ikut
terekstrak sebagai lemak. Hal ini dilakukan agar hasil akhir
dari penentuan kadar lemak ini lebih akurat. Selanjutnya labu
kosong diisi butir batu didih. Fungsi batu didih ialah untuk
meratakan panas. Setelah dikeringkan dan didinginkan, labu
diisi dengan pelarut anhydrous (Lucas, 1949).
Thimble yang sudah terisi sampel dimasukan ke dalam
soxhlet. Alat ekstraksi soxhlet disambungkan dengan labu
lemak yang telah diisi pelarut lemak dan ditempatkan pada alat
pemanas listrik serta kondensor. Alat pendingin disambungkan
dengan soxhlet. Air untuk pendingin dijalankan dan alat
ekstraksi lemak mulai dipanaskan. Penentuan kadar lemak
pada bahan tersebut dilakukan selama beberapa jam tergantung
dari jumlah emak yang terkandung dalam bahan. Semakin
banyak kadungan lemak yang terdapat pada bahan, semakin
lama proses ekstraksi lemak dilakukan (Darmasih 1997).
Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik melewati soxhlet
menuju ke pipa pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati
bagian luar kondenser mengembunkan uap pelarut sehingga
kembali ke fase cair, kemudian menetes ke thimble. Pelarut
melarutkan lemak dalam thimble, larutan sari ini terkumpul
dalam thimble dan bila volumenya telah mencukupi, sari akan
dialirkan lewat sifon menuju labu. Proses dari pengembunan
hingga pengaliran disebut sebagai refluks. Proses ekstraksi
lemak kasar dilakukan selama 6 jam. Setelah proses ekstraksi
selesai, pelarut dan lemak dipisahkan melalui proses
penyulingan dan dikeringkan (Darmasih 1997).
c) Alat ekstraksi Soxhletasi
Gambar 4. Alat Soxhletasi
Nama-nama instrumen dan fungsinya adalah (Harper
1979) :
1. Kondensor berfungsi sebagai pendingin, dan juga untuk
mempercepat proses pengembunan,
2. Timbal/klonsong berfungsi sebagai wadah untuk sampel
yang ingin diambil zatnya,
3. Pipa F/vapor berfungsi sebagai jalannya uap, bagi pelarut
yang menguap dari proses penguapan,
4. Sifon berfungsi sebagai perhitungan siklus, bila pada
sifon larutannya penuh kemudian jatuh ke labu alas bulat
maka hal ini dinamakan 1 siklus,
5. Labu alas bulat berfungsi sebagai wadah bagi ekstrak dan
pelarutnya,
6. Hot plate atau penangas berfungsi sebagai pemanas
larutan,
7. Water in sebagai tempat air masuk, dan 8) Water out
sebagai tempat air keluar.
d) Kelebihan dan Kekurangan Soxhletasi
Metode soxhletasi memiliki kelebihan dan kekurangan
pada proses ekstraksi (Harper 1979).
1. Kelebihan (Harper 1979) :
a) Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang
lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara
langsung.
b) Digunakan pelarut yang lebih sedikit
c) pemanasannya dapat diatur
2. Kekurangan (Harper 1979) :
a) Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul
pada wadah disebelah bawah terus-menerus dipanaskan
sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh
panas.
b) Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan
melampaui kelarutannya dalam pelarut tertentu
sehingga dapat mengendap dalam wadah dan
membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak
untuk melarutkannya.
c) Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak
cocok untuk menggunakan pelarut dengan titik didih
yang terlalu tinggi.
d) Pelarut yang digunakan harus mudah menguap dan
hanya digunakan untuk ekstraksi senyawa yang tahan
panas.
II.3.2 Ekstraksi Cair-cair
Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan zat terlarut di dalam 2
macam zat pelarut yang tidak saling bercampur atau dengan kata lain
perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam pelarut organik dan pelarut
air. Ekstraksi cair-cair biasa juga disebut sebagai metode corong pisah.
Jika suatu cairan ditambahkan ke dalam ekstrak yang telah dilarutkan
dalam cairan lain yang tidak dapat bercampur dengan yang pertama, akan
terbentuk dua lapisan. Satu komponen dari campuran akan memiliki
kelarutan dalam kedua lapisan tersebut (biasanya disebut fase) dan setelah
beberapa waktu dicapai kesetimbangan konsentrasi dalam kedua lapisan.
Waktu yang diperlukan untuk tercapainya kesetimbangan biasanya
dipersingkat oleh pencampuran keduanya dalam corong pisah. (Ditjen
POM, 1986)
Pelarut yang mudah menguap tidak dicampur dengan fase air yang
panas (atau bahkan hangat). Hal ini dapat menyebabkan peningkatan
tekanan uap sangat besar yang dihasilkan sehingga tutup corong pisah
terbang dan isinya tersemprot keluar. Hal ini dapat juga terjadi dengan
cairan dingin jika terjadi reaksi eksotermis misal pencampuran asam dan
basa, pengenceran asam-asam kuat. (Ditjen POM, 1986)
Waktu yang diperlukan untuk tercapainya kessetimbangan
biasanya dipersingkat oleh percampuran kedua fase tersebut dalam corong
pisah (Ditjen POM, 1986).
Yang sangat penting diperhatikan dalam hal ini adalah pelarut
yang mudah menguap tidak bercampur dengan fase air yang panas (atau
bahkan hangat). Hal ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan uap
sangat besar yang dihasilkan sehingga tutup corong pisah terbang dan
isinya tersemprot keluar. Hal ini dapat juga terjadi dengan cairan dingin
jika terjadi reaksi eksotermis, misalnya pencampuran asam dan basa,
pengenceran asam-asam kuat. Pembagian solut antara dua cairan yang
tak saling campur memberikan banyak kemungkinan yang menarik
bagi pemisahan-pemisahan analitik juga untuk keadaan yang tujuan
utamanya bukanlah analitik melainkan preparatif, maka ekstraksi solven
dapat merupakan suatu langkah penting dalam urutan yang memberikan
hasil murni di dalam laboratorium organik, anorganik atau biokimia.
Meskipun kadang-kadang digunakan alat yang sukar, seringkali diperlukan
hanya sebuah corong pemisah (gambar 5). Sering pemisahan secara
ekstraksi solvent dapat dilakukan dalam beberapa menit. Tekniknya dapat
diterapkan untuk suatu batas-batas konsentrasi yang luas, dan telah
digunakan secara ekstensif untuk isotop-isotop bebas pembawa dalam
jumlah-jumlah yang sangat sedikit yang diperoleh baik dari transmutasi
nuklir maupun dari material-material industri yang dalam jumlah ion (Day
R.A., JR., and Underwood.,1988)
Gambar 5. Corong pisah
Bila senyawa organik tidak larut sama sekali dalam air,
pemisahannya akan lengkap. Namun, nyatanya, banyak senyawa organik,
khususnya asam dan basa organik dalam derajat tertentu larut juga
dalam air. Hal ini merupakan masalah dalam ekstraksi. Untuk
memperkecil kehilangan yang disebabkan gejala pelarutan ini, disarankan
untuk dilakukan ekstraksi berulang. Anggap anda diizinkan untuk
menggunakan sejumlah tertentu pelarut. Daripada anda menggunakan
keseluruhan pelarut itu untuk satu kali ekstraksi, lebih baik Anda
menggunakan sebagian-sebagian pelarut untuk beberapa kali ekstraksi.
Kemudian akhirnya menggabungkan bagian-bagian pelarut tadi.
Dengan cara ini senyawa akan terekstraksi dengan lebih baik (Yashito
takeuchi, 2006).
II.4 Uraian Tanaman
II.4.1 Kencur (Kaemferia galanga L.)
1. Klasifikasi (Muhlisah 1999) :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Class : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Gambar II.4.1
Genus : Kaempferia
Kencur (Kaemferia galanga L.)
Spesies : Kaemferia galanga L.
2. Morfologi
Tanaman kencur memiliki batang semu yang sangat pendek,
terbentuk dari pelepah-pelepah daun yang saling menutupi. Daun-
daun kencur tumbuh tunggal, melebar dan mendatar hampir rata
dengan permukaan tanah. Jumlah daun bervariasi antara 8-10 helai
dan tumbuh secara berlawanan satu sama lain. Bentuk daun elip
melebar sampai bundar, ukuran panjang daun 7-12 cm dan lebarnya 3-
6 cm, serta berdaging agak lebar. Bunga kencur keluar dalam
bentuk buliran setengah duduk dari ujung tanaman di sela-sela
daun. Warna bunganya putih, ungu hingga lembayung dan tiap
tangkai bunga berjumlah 4-12 kuntum bunga. Bunga kencur
berwarna putih berbau harum terdiri dari empat helai daun
mahkota. Tangkai bunga berdaun kecil sepanjang 2–3 cm, tidak
bercabang, dapat tumbuh lebih dari satiu tangkai, panjang tangkai
5–7 cm berbentuk bulat dan beruas ruas. Putik menonjol keatas
berukuran 1–1,5 cm, tangkai sari berbentuk 5 corong pendek. Buah
kencur termasuk buah kotak beruang 3 dengan bakal buah yang
letaknya tenggelam, tetapi sulit sekali menghasilkan biji (Muhlisah
1999)
3. Tempat Tumbuh
Kencur dapat ditanam dalam pot atau di kebun yang cukup sinar
matahari, tidak terlalu basah dan di tempat terbuka. Kencur adalah
tumbuhan liar di tepi-tepi kebun, namun sekarang sudah banyak yang
dibudidayakan, bahkan secara monokultur. Tumbuh subur di daerah
tropis, di daerah yang banyak turun hujan, di dataran rendah sampai
pegunungan. Tumbuh subur pada tanah yang berwarna hitam dan
berpasir, ditempat yang sedikit terlindung (Gracia, 2009)
4. Kandungan Kimia
Hampir seluruh bagian tanaman kencur mengandung minyak atsiri.
Zat-zat kimia yang telah banyak diteliti adalah pada rimpangnya,
yakni mengandung minyak atsiri 2,4%-3,9%, juga cinnamal,
aldehide, asam motil p-cumarik, etil ester dan pentadekan. Dalam
literatur lain disebutkan bahwa rimpang kencur mengandung
sineol, paraeumarin, asam anisic, gom, pati (4,14%) dan mineral
(13,73%) (Muhlisah, 1999).
Minyak atsiri yang terkandung pada kencur terdiri atas ethyl
cinnamate, ethyl-pmethoxycinnamate, p-methoxycinnamic acid,
carene, sineol, etil alkohol, kamfen, para menthoxy kaneelzure acethyl
ester (Pancharoen dkk., 1989).
Rimpang kencur mengandung senyawa kimia lain seperti butyl
menthol, β-phellandrene, terpineol, dihydro- β-sesquiphellandrane,
pentadecane, cyclohexane diepoxides, benzoyloxymethyl,
dioxatricyclo octane, dan acetate selain minyak atsiri sebesar 2,4-3,9%
(Thomas, 1992).
5. Khasiat
Kandungan kimia kencur sangat berguna bagi obat-obatan,
terutama obat batuk, sakit perut dan obat pengeluaran keringat
(Muhlisah, 1999).

Anda mungkin juga menyukai