Anda di halaman 1dari 22

PEMBUATAN SIMPLISIA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Departemen Kesehatan RI, Simplisia adalah bahan alamiah yang
dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali
dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi :
simpisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral).

B. Tujuan Praktikum
Mahasiswa mampu membuat simplisia dan pati dengan kandungan zat berkhasiat
tidak mengalami kerusakan dan dapat disimpan (tahan lama).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Simplisia
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (Depkes
RI, 1979)

Simplisia terbagi atas 3, yaitu :

1. Simplisia Nabati
Simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman, atau
gabungan ketiganya. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya, berupa zat-zat atau
bahan-bahan nabati lainnya dengan cara tertentu dipisahkan, diisolasi dari tanamannya.
(Gunawan, 2004)

2. Simplisia Hewan
Simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan
belum berupa bahan kimia mumi (minyak ikan / Oleum iecoris asselli, dan madu / Mel
depuratum). (Gunawan, 2004)

3. Simplisia Mineral
Simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah
dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni (serbuk seng dan serbuk
tembaga). (Gunawan, 2004).

Dalam hal simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap dikonsumsi langsung,
dapat dipertimbangkan tiga konsep untuk menyusun parameter standar mutu simplisia yaitu
sebagai berikut (Dirjen POM, 1989):

1. Bahwa simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya mempunyai tiga


parameter mutu umum suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis (identifikasi),
kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia dan biologis), serta aturan penstabilan
(wadah, penyimpanan dan transportasi).
2. Bahwa simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai obat tetap
diupayakan memiliki tiga paradigma seperti produk kefarmasian lainnya, yaitu
Quality-Safety-Efficacy (mutu-aman-manfaat).
3. Bahwa simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggung jawab
terhadap respons biologis untuk mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi
komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan.

Untuk mengetahui kebenaran dan mutu obat tradisional termasuk simplisia, maka dilakukan
analisis yang meliputi analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif terdiri atas pengujian
organoleptik, pengujian makroskopik, pengujian dan pengujian mikroskopik.

a. Uji Organoleptik, meliputi pemeriksaan warna, baud an rasa dari bahan.


b. Uji Makroskopik, meliputi pemeriksaan cirri-ciri bentuk luar yang spesifik dari
bahan (morfologi) maupun ciri-ciri spesifik dari bentuk anatominya.
c. Uji fisika dan kimiawi, meliputi tetapan fisika (indeks bias, titik lebur, dan
kelarutan) serta reaksi-reaksi identifikasi kimiawi seperti reaksi warna dan
pengendapan.
d. Uji biologi, meliputi penetapan angka kuman, pencemaran, dan percobaan
terhadapa binatang. (Gunawan, 2004).
B. Tahap Pembuatan Simplisia
1. Pengumpulan atau Pengelolaan Bahan Baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada
bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman atau bagian tanaman pada saat panen, waktu
panen, dan lingkungan tempat tumbuh. Jika penanganan ataupun pengolahan simplisia tidak
benar maka mutu produk yang dihasilkan kurang berkhasiat atau kemungkinan dapat
menimbulkan toksik apabila dikonsumsi (Wallis, 1960).
Waktu panen sangat erat hubunganya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam
bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman
tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Senyawa aktif tersebut
secara maksimal di dalam bagian tanaman atau tanaman pada umur tertentu. Di samping
waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu diperhatikan pula saat panen dalam sehari.
Dengan demikian untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan
stabilitas kimia dan fisik senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari (Wallis,
1960). Semanggi yang sudah diambil dari daerah sawah atau daerah lain kemudian
dikumpulkan dan daun semanggi dipisahkan dari batangnya.

Bagian Cara pengumpulan Kadar Air


Tanaman Simplisia
Kulit Batang Batang utama dan cabang dikelupas < 10%
dengan ukuran panjang dan lebar
tertentu; untuk kulit batang yang
mengandung minyak atsiri atau
golongan senyawa fenol digunakan alat
pengupas bukan dari logam
Batang Cabang dengan diameter tertentu < 10%
dipotong-potong dengan panjang
tertentu
Kayu Batang atau cabang, dipotong kecil < 10%
setelah kulit dikelupas
Daun Pucuk yang sudah tua atau muda dipetik < 5%
dengan menggunakan tangan satu per
satu
Bunga Kuncup atau bunga mekar, mahkota < 5%
bunga atau daun bunga dipetik dengan
tangan
Pucuk Pucuk berbunga dipetik dengan tangan < 8%
(mengandung daun muda dan bunga)
Akar Dari bawah permukaan tanah, dipotong < 10%
dengan ukuran tertentu
Rimpang Dicabut, dibersihkan dari akar, dipotong < 8%
melintang dengan ketebalan tertentu
Buah Masak, hampir masak, dipetik dengan < 8%
tangan
Biji Buah dipetik, dikupas kulit buahnya < 10%
menggunakan tangan, pisau atau
digilasi, biji dikumpulkan dan dicuci
Kulit buah Seperti biji, kulit buah dikumpulkan dan < 8%
dicuci
Bulbus Tanaman dicabut, bulbus dipisahkan < 8%
dari daun dan akar dengan
memotongnya, kemudian dicuci

(Agoes, 2007).
2. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing
lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman
obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak
serta pengotor-pengotor lainnya harus dibuang (Laksana, 2010). Penyortiran segera dilakukan
setelah bahan selesai dipanen, bahan yang mati, tumbuh lumut ataupun tumbuh jamur segera
dipisahkan yang dimungkinkan mencemari bahan hasil panen. Dalam proses sortasi basah,
setelah daun semanggi dipisahkan dari batangnya, kotoran-kotoran seperti tanah yang
menempel kemudian dipisahkan.
3. Pencucian
Setelah disortir bahan harus segera dicuci sampai bersih. Pencucian bertujuan untuk
menghilangkan kotoran dan mengurangi mikroba-mikroba yang menempel pada bahan.
Pencucian harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin untuk menghindari larut dan
terbuangnya zat yang terkandung dalam simplisia. Pencucian harus menggunakan air bersih,
seperti air dari mata air, sumur atau PAM (Laksana, 2010). Penggunaan air perlu diperhatikan.
Beberapa mikroba yang lazim terdapat di air yaitu Pseudomonas, Proteus, Micrococcus,
Bacillus, Streptococcus, Enterobacter, dan E.Coli pada simplisia akar, batang, atau buah. Cara
pencucian dapat dilakukan dengan cara merendam sambil disikat menggunakan sikat yang
halus. Perendaman tidak boleh terlalu lama karena zat-zat tertentu yang terdapat dalam bahan
dapat larut dalam air sehingga mutu bahan menurun. Penyikatan diperbolehkan karena bahan
yang berasal dari rimpang pada umumnya terdapat banyak lekukan sehingga perlu dibantu
dengan sikat. Tetapi untuk bahan yang berupa daun-daunan cukup dicuci dibak pencucian
sampai bersih dan jangan sampai direndam berlama-lama (Agoes, 2007). Setelah proses
sortasi basah, dilakukan pencucian pada daun semanggi dengan air mengalir untuk
menghilangkan sisa-sisa kotoran yang masih menempel.
4. Perajangan
Perajangan atau pengubahan bentuk bertujuan untuk memperluas permukaan
sehingga lebih cepat kering tanpa pemanasan yang berlebih. Pengubahan bentuk dilakukan
dengan menggunakan pisau tajam yang terbuat dari bahan steinles (Laksana, 2010). Dalam
perajangan atau pemotongan daun semanggi dilakukan tanpa pisau, dapat dengan tangan yaitu
dengan cara helaian daun dipetik-petik.
5. Pengeringan
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran
udara, waktu pengeringan (cepat), dan luas permukaan bahan. suhu pengeringan bergantung
pada simplisia dan cara pengeringan. Pengeringan dapat dilakukan antara suhu 300-900 C.
Pengeringan dilakukan untuk mengeluarkan atau menghilangkan air dari suatu bahan dengan
menggunakan sinar matahari. Cara ini sederhana dan hanya memerlukan lantai jemur.
Simplisia yang akan dijemur disebar secara merata dan pada saat tertentu dibalik agar panas
merata. Cara penjemuran semacam ini selain murah juga praktis, namun juga ada kelemahan
yaitu suhu dan kelembaban tidak dapat terkontrol, memerlukan area penjemuran yang luas,
saat pengeringan tergantung cuaca, mudah terkontaminasi dan waktu pengeringan yang lama.
Dengan menurunkan kadar air dapat mencegah tumbuhnya kapang dan menurunkan reaksi
enzimatik sehingga dapat dicegah terjadinya penurunan mutu atau pengrusakan simplisia.
Secara umum kadar air simplisia tanaman obat maksimal 10%. Pengeringan dapat
memberikan keuntungan antara lain memperpanjang masa simpan, mengurangi penurunan
mutu sebelum diolah lebih lanjut, memudahkan dalam pengangkutan, menimbulkan aroma
khas pada bahan serta memiliki nilai ekonomi lebih tinggi (Laksana, 2010). Terdapat beberapa
metode pengeringan yaitu:
 Pengeringan secara langsung di bawah sinar matahari
Pengeringan dengan metode ini dilakukan pada tanaman yang tidak sensitif
terhadap cahaya matahari. Pengeringan terhadap sinar matahari sangat umum untuk bagian
daun, korteks, biji, serta akar. Bagian tanaman yang mengandung flavonoid, kuinon,
kurkuminoid, karotenoid, serta beberapa alkaloid yang cukup mudah terpengaruh cahaya,
umumnya tidak boleh dijemur di bawah sinar matahari secara langsung. Kadangkala suatu
simplisia dijemur terlebih dahulu untuk mengurangi sebagian besar kadar air, baru
kemudian dikeringkan dengan panas atau digantung di dalam ruangan. Pengeringan dengan
menggunakan sinar matahari secara langsung memiliki keuntungan yaitu ekonomis.
Namun lama pengeringan sangat bergantung pada kondisi cuaca (Agoes, 2007).
 Pengeringan di ruangan yang terlindung dari cahaya matahari namun tidak lembab
Umumnya dipakai untuk bagian simplisia yang tidak tahan terhadap cahaya
matahari. Pengeringan dengan metode ini harus memperhatikan sirkulasi udara dari
ruangan. Sirkulasi yang baik akan menunjang proses pengeringan yang optimal.
Pengeringan dengan cara ini memiliki keuntungan yaitu ekonomis, serta untuk bahan yang
tidak tahan panas atau cahaya matahari cenderung lebih aman. Namun demikian,
pengeringan dengan cara ini cenderung membutuhkan waktu yang lama dan jika tidak
dilakukan dengan baik, akan mengakibatkan tumbuhnya kapang (Agoes, 2007).
 Pengeringan dengan menggunakan oven
Pengeringan menggunakan oven, umumnya akan menggunakan suhu antara 30°-
90°C. Terdapat berbagai macam jenis oven, tergantung pada sumber panas. Pengeringan
dengan menggunakan oven memiliki keuntungan berupa: waktu yang diperlukan relatif
cepat, panas yang diberikan relatif konstan. Kekurangan dari teknik ini adalah biaya yang
cukup mahal (Agoes, 2007).
 Pengeringan dengan menggunakan oven vakum.
Pengeringan dengan menggunakan oven vakum merupakan cara pengeringan
terbaik. Hal ini karena tidak memerlukan suhu yang tinggi sehingga senyawa-senyawa
yang tidak tahan panas dapat bertahan. Namun cara ini merupakan cara paling mahal
dibandingkan dengan cara pengeringan yang lain (Agoes, 2007).
 Pengeringan dengan menggunakan kertas atau kanvas
Pengeringan ini dilakukan untuk daun dan bunga. Pengeringan ini bagus untuk
mempertahankan bentuk bunga atau daun serta menjaga warna simplisia. Pengeringan
dengan cara ini dilakukan dengan mengapit bahan simplisia dengan menggunakan kertas
atau kanvas. Pengeringan ini relatif ekonomis dan memberikan kualitas yang bagus, namun
untuk kapasitas produksi skala besar tidak ekonomis (Agoes, 2007).
Selain harus memperhatikan cara pengeringan yang dilakukan, proses
pengeringan juga harus memperhatikan ketebalan dari simplisia yang dikeringkan (Agoes,
2007). Proses pengeringan bertujuan untuk menghilangkan sisa air yang ada pada daun
semanggi. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara didiamkan, diangin-anginkan,
ataupun dijemur di bawah sinar matahari.
6. Sortasi Kering
Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan
sortasi untuk memisahkan benda-benda asing dan pengotor-pengotor lain yang masih ada dan
tertinggal pada simplisia kering (Laksana, 2010). Proses sortasi kering dilakukan dengan
menggunakan oven, daun semanggi yang telah dikeringkan kemudian dilakukan sortasi
hingga benar-benar kering agar sisa kotoran hilang dan kadar air pada daun semanggi
berkurang atau tidak ada.
7. Pengepakan dan Penyimpanan
Pengemasan dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah dikeringkan. Setelah
bersih, simplisia dikemas dengan menggunakan bahan yang tidak beracun atau tidak bereaksi
dengan bahan yang disimpan. Pada kemasan dicantumkan nama bahan dan bagian tanaman
yang digunakan. Tujuan pengepakan dan penyimpanan adalah untuk melindungi agar
simplisia tidak rusak atau berubah mutunya karena beberapa faktor, baik dari dalam maupun
dari luar. Simplisia disimpan di tempat yang kering, tidak lembab, dan terhindar dari sinar
matahari langsung. Jenis kemasan yang digunakan dapat berupa plastik, kertas maupun karung
goni. Bahan cair menggunakan botol kaca, atau guci porselen. Bahan beraroma menggunakan
peti kayu yang dilapisi timah atau kertas timah (Laksana, 2010). Setelah melewati semua
proses di atas, daun semanggi yang sudah kering kemudian dikemas dengan menggunakan
kantong kertas atau plastik kemudian disimpan ditempat yang kering.
Pengepakan dilakukan dengan sebaik mungkin untuk menghindarkan simplisia dari
beberapa faktor yang dapat menurunkan kualitas simplisia antara lain:
 Cahaya matahari
 Oksigen atau udara
 Dehidrasi
 Absorbsi air
 Pengotoran
 Serangga
 Kapang
Hal yang harus diperhatikan saat pengepakan dan penyimpanan adalah suhu dan
kelembapan udara. Suhu yang baik untuk simplisia umumnya adalah suhu kamar (15° - 30°C).
Untuk simplisia yang membutuhkan suhu sejuk dapat disimpan pada suhu (5 - 15°C) atau
simplisia yang perlu disimpan pada suhu dingin (0° - 5°C) (Agoes, 2007).

Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada waktu penerimaan atau pembelian dari
pengumpul atau pedagang simplisia. Simplisia yang diterima harus berupa simplisia murni
dan memenuhi persyaratan umum untuk simplisia seperti yang disebutkan dalam Buku
Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia ataupum Materia Medika Indonesia Edisi
terakhir (Anonim,1985)
BAB III
ALAT DAN BAHAN
A. Alat
1. Pisau stainless steel
2. Kertas koran
3. Kantong plastic
4. Gunting
5. Blender
6. Tampah

B. Bahan
1) Daun beluntas (Pluchea indica (L)
2) Ubi ungu (Ipomoea batatas)
BAB IV
PROSEDUR KERJA

1. Simplisia daun beluntas

BAHAN BAKU (Daun beluntas)

 Dilakukan pengumpulan yang sudah disiapkan


 Ditimbang seksama sebanyak ± 1 kg
 Dicatat beratnya
 Ditempatkan diatas tempat yang terbuat dari bambu yang datar (tampah
atau nampan)

SORTASI BASAH
 Dilakukan terhadap tanah dan kerikil, rumput-rumputan, bahan tanaman
lain atau bagian tanaman lain, bagian tanaman yang rusak

SIMPLISIA
 Dilakukan pencucian
 Dilakukan pengubahan bentuk meliputi perajangan atau pemotongan
pada daun semanggi
 Ditempatkan dalam nampan
 Dikeringkan dengan cara yang sesuai berdasarkan jenis bagian tanaman
dan kandungan zat aktifnya

SORTASI KERING
 ditimbang lagi dengan seksama
 Dicatat beratnya
 Dilakukan pengepakan
 Dimasukkan dalam kertas dan ditempat kering
 Ditutup rapat-rapat

HASIL
2. Pati ubi ungu

PENCUCIAN

 Pencucian ubi ungu bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang masih


melekat pada permukaan kulit ubi ungu.

PENGUPASAN
 Pengupasan ubi ungu, bertujuan untuk membuang bagian-bagian yang
tidak di inginkan dan rusak seperti bagian lapisan kulit luar, akar dan
kotoran yang melekat pada lapisan kulit serta bagian yang cacat.

PENGECILAN UKURAN
 Pengecilan ukuran bertujuan mempermudah proses penghancuran ubi
ungu.

PENGHANCURAN
 Penghancuran ubi ungu bertujuan untuk merusak jaringan pada ubi ungu
sehingga mempermudah pengeluaran pati. Penghancuran dilakukan
dengan bantuan air dengan perbandingan 1:2 dengan menggunakan
blender.

PENYARINGAN
 Penyaringan bertujuan untuk memisahkan fraksi pati dengan ampas
dengan menggunakan kain saring.

PENGENDAPAN
 Pengendapan pati bertujuan untuk memisahkan fraksi pati dengan
komponen lain yang tidak di inginkan.

PENCUCIAN PATI
 Pencucian pati bertujuan untuk memisahkan komponen pati dengan
kotoran yang masih melekat pada pati. Pencucian dilakukan sebanyak 3
kali dengan bantuan air bersih.

PENGERINGAN
 Pengeringan bertujuan untuk mengeluarkan air yang terdapat pada bahan
hingga diperoleh kadar air tertentu. Pengeringan dilakukan dengan
menggunakan sinar matahari langsung.

PENGGILINGAN
 Penggilingan bertujuan untuk menghancurkan pati ubi ungu yang telah
dikeringkan hingga membentuk partikel-partikel yang halus.
Penggilingan dilakukan dengan menggunakan blender.

PENGGERUSAN
 Penggerusan bertujuan untuk lebih menghaluskan pati ubi ungu yang
telah digiling dengan menggunakan blender.

HASIL
BAB V
PEMBAHASAN & HASIL

1) Simplisia daun beluntas

Daun beluntas (Pluchea indica (L) Less dengan nama suku Asteraceae ,umumnya adalah
tumbuhan liar di daerah kering pada tanah yang keras dan berbatu, atau ditanam sebagai tanaman pagar.
Tumbuhan ini memerlukan cukup cahaya matahari atau sedikit naungan, banyak ditemukan di daerah
pantai dekat laut sampai ketinggian 1.00 diatas permukaan laut. Tumbuhan ini ditemukan di
Lempake kelurahan di kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan
Timur, Indonesia. . Tumbuhan ini di dapatkan di pagar pinggiran jalan
Tanaman perdu kecil, tumbuh tegak, tinggi mencapai 1 m atau kadang-kadang lebih ini, memiliki
pemerian, : berbau khas, tidak harum, rasa agak kelat. Secara makroskopik, helaian daun tunggal
bertangkai, rapuh, berwarna hijau kekuningan sampai hijau tua, bentuk bundar telur sampai jorong, ujung
daun meruncing, pangkal daun meruncing, pinggir daun bergerigi. Tulang daun menyirip, pada permukaan
atas dan bawah daun tidak licin, berambut.
Serbuk berwarna hijau tua kekuningan, fragmen pengenal adalah rambut penutup, fragmen
epidermis dengan mesofil bagian atas dan epidermis bawah dengan stomata, fragmen berkas pembuluh.
Klasifikasi beluntas (Pluchea indica) secara lengkap adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Klas : Dicotyledonae
Ordo : Diperales
Familia : Piparaceae
Genus : Piper
Spesies : Pluchea indica

Tahap-tahap pembuatan simplisia daun beluntas secara garis besar adalah sebagai berikut:

1. Pengolahan bahan baku


2. Sortasi basah
3. Pencucian
4. Perajangan
5. Pengeringan
6. Sortasi kering
7. Pengepakan dan penyimpanan.
(Laksana, 2010).

Daun beluntas berbau khas aromatis dan rasanya getir ini, memiliki khasiat diantaranya : :
1. meningkatkan nafsu makan (stomakik),
2. membantu perncernaan,
3. peluruh keringat (diaforetik),
4. pereda demam (antipiretik), dan penyegar.
5. akar beluntas juga berkhasiat sebagai peluruh keringat dan penyejuk (demulcent).

HASIL :

1. Berat bahan baku awal : 1000,46 gram


2. Waktu yang dibutuhkan pada saat pengeringan : ± 3 hari
3. Berat akhir simplisia kering : 409,26 gram
berat basah−berat kering
Susut pengeringan daun beluntas = berat basah
𝑥 100 %

1000,46 gram−409,26 gram


= x 100 %
1000,46 gram

= 0,59%
2) Pati ubi ungu
Ubi ungu(Ipomoea batatas (L.) Lamb) mempunyai banyak nama atau sebutan, antara lain
ketela rambat, huwi boled (Sunda), tela rambat (jawa), sweet potato (Inggris), dan shoyu (Jepang)
(Rukmana, 1997). Ubi ungu yang digunakan pada praktikum ini didapatkan di Jl. MT. Haryono
Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia.

Taksonomi dalam budi daya dan usaha pertanian, ubi jalar ungu tergolong tanaman
palawija. Tanaman ini membentuk umbi di dalam tanah. Umbi itulah yang menjadi produk
utamanya. Adapun kedudukan tanaman ubi jalar dalam tatanama (sistematika) sebagaimana
dinyatakan Rukamana (1997):
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji )
Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua)
Ordo : Convolvulales
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea batatas (L.) sin. batatas edulis choisy

Tanaman ubi jalar ungu termasuk tumbuhan semusim (annual) yang memiliki susunan
tubuh utama terdiri dari batang, ubi, daun, bunga, buah, dan biji. Batang tanaman berbentuk bulat,
tidak berkayu, berbuku-buku, dan tipe pertumbuhannya tegak atau merambat (menjalar). Panjang
batang tanaman bertipe tegak antara 1 m- 2 m, sedangkan pada tipe merambat (menjalar) antara 2
m-3 m. Ukuran batang dibedakan atas tiga macam, yaitu besar, sedang, dan kecil. Warna batang
biasanya hijau tua sampai keungu-unguan (Rukmana, 1997).
Pada bagian batang yang berbuku-buku tumbuh daun bertangkai agak panjang secara
tunggal. Daun berbentuk bulat sampai lonjong dengan tepi rata atau berlekuk dangkal sampai
berlekuk dalam, sedangkan bagian ujung daun meruncing. Helaian daun berukuran lebar, menyatu
mirip bentuk jantung, namun ada pula yang bersifat menjari. Daun biasanya berwarna hijau tua
atau kekuningkuningan. Dari ketiak daun akan tumbuh karangan bunga. Bunga ubi jalar berbentuk
terompet, tersusun dari lima helai daun mahkota, lima helai daun bunga, dan satu tangkai putik.
Mahkota bunga berwarna putih atau putih keunguunguan. Bunga ubi jalar mekar pada pagi hari
mulai pukul 04.00-11.00. Bila terjadi penyerbukan buatan, bunga akan membentuk buah. Buah ubi
jalar berbentuk bulat berkotak tiga, berkulit keras dan berbiji (Rukmana, 1997).
Tanaman ubi jalar ungu yang sudah berumur ±3 minggu setelah tanam biasanya sudah
membentuk ubi. Bentuk ubi biasanya bulat sampai lonjong dengan permukaan rata sampai tidak
rata. Bentuk ubi yang ideal adalah lonjong agak panjang dengan berat antara 200 g- 250 g per ubi.
Kulit ubi berwarna putih, kuning, ungu atau ungu kemerah-merahan tergantung jenis (varietas)nya.
Struktur kulit ubi bervariasi antara tipis sampai dengan tebal, dan biasanya bergetah. Jenis atau
varietas ubi jalar yang berkulit tebal dan bergetah memiliki kecenderungan tahan terhadap
penggerek ubi (Cylas sp.). daging ubi berwarna putih, kuning, atau jingga sedikit ungu. Ubi yang
berkadar tepung tinggi rasanya cenderung manis (Rukmana, 1997).

Tahap pembuatan pati ubi jalar ungu terdiri dari proses pencucian, pengupasan, pengecilan
ukuran, penyaringan, pengendapan, pencucian, pengeringan, penggilingan dan penggerusan.
Secara rinci tahapan pembatan pati ubi jalar adalah sebagai berikut :

1. Pencuciaan : Pencucia ubi jalar ungu bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang masih melekat
pada permukaan kulit ubi jalar.
2. Pengupasan : Pengupasan ubi jalar ungu, bertujuan untuk membuang bagian-bagian yang tidak di
inginkan dan rusak seperti bagian lapisan kulit luar, akar dan kotoran yang melekat pada lapisan
kulit serta bagian yang cacat.
3. Pengecilan Ukuran : Pengecilan ukuran bertujuan mempermudah proses penghancuran ubi jalar
ungu.
4. Penghancuran : Penghancuran ubi jalar ungu bertujuan untuk merusak jaringan pada ubi sehingga
mempermudah pengeluaran pati. Penghancuran dilakukan dengan bantuan air dengan
perbandingan 1:2 dengan menggunakan blender.
5. Penyaringan : Penyaringan bertujuan untuk memisahkan fraksi pati dengan ampas dengan
menggunakan kain saring.
6. Pengendapan : Pengendapan pati bertujuan untuk memisahkan fraksi pati dengan komponen lain
yang tidak di inginkan.
7. Pencucian Pati : Pencucian pati bertujuan untuk memisahkan komponen pati dengan kotoran yang
masih melekat pada pati. Pencucian dilakukan sebanyak 3 kali dengan bantuan air bersih.
8. Pengeringan : Pengeringan bertujuan untuk mengeluarkan air yang terdapat pada bahan hingga
diperoleh kadar air tertentu. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan sinar matahari langsung.
9. Penggilingan : Penggilingan bertujuan untuk menghancurkan pati ubi jalar ungu yang telah
dikeringkan hingga membentuk partikel-partikel yang halus. Penggilingan dilakukan dengan
menggunkan blender.
10. Penggerusan : penggerusan bertujuan untuk lebih menghaluskan pati ubi ungu yang telah digiling
dengan menggunakan blender.

Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat non beras tertinggi keempat setelah padi, jagung, dan
ubi kayu, serta mampu meningkatkan ketersediaan pangan dan diversifikasi pangan di dalam
masyarakat. Sebagai sumber pangan tanaman ini mengandung energi, β-karoten, vitamin C, niacin,
riboflavin, thiamin dan mineral. Ubi jalar (Ipomoea batatas) merupakan sumber karbohidrat dan
sumber kalori (energi) yang cukup tinggi. Ubi jalar juga mengandung mineral seperti zat besi (Fe),
Fosfor (P), Kalsium (Ca), dan Natrium (Na). Kandungan gizi lain dari ubi jalar adalah protein dan
lemak. Selain mengandung karbohidrat,protein, lemak dan mineral, ubi jalar juga mengandung vitamin.
Beberapa vitamin yang terdapat pada ubi jalar antara lain vitamin A (terdapat dalam bentuk β-karoten)
dan vitamin C.

HASIL :

1. Berat bahan baku awal : 2006,6 gram


2. Waktu yang dibutuhkan pada saat pengeringan : ± 3 hari
3. Berat akhir simplisia kering : 580,37 gram
berat basah−berat kering
Susut pengeringan daun beluntas = 𝑥 100 %
berat basah

2006,6 gram−580,37 gram


= x 100 %
2006,6 gram

= 0,71 %
BAB VI

KESIMPULAN

1. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan
apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.
2. Simplisia dibedakan menjadi : simpisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral).
3. Tahap-tahap pembuatan simplisia secara garis besar adalah sebagai berikut: Pengolahan bahan baku,
Sortasi basah, Pencucian, Perajangan, Pengeringan, Sortasi kering, Pengepakan dan penyimpanan.
Kadar air di dalam simplisia dianjurkan kurang dari 10%.
4. Tahap pembuatan pati ubi jalar ungu terdiri dari proses pencucian, pengupasan, pengecilan ukuran,
penyaringan, pengendapan, pencucian, pengeringan, penggilingan dan penggerusan.
5. Susut pengeringan simplisia daun beluntas yang diperoleh dalam praktikum adalah sebesar 0,59%
sedangkan susut pengeringan ubi ungu yaitu 0,71%.
BAB V

LAMPIRAN

1. Pati Ubi Ungu


2. Simplisia Daun Beluntas
BAB VIII

DAFTAR PUSTAKA

 Anonim, 1979, Materia Medika Indonesia. Jilid 3, 20-22, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
 DITJEN POM. 1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal.
83-86, 195-197.
 Gunawan, D dan Mulyani S. 2004. Ilmu Obat Alam. Penebar Swadaya: Jakarta.
 Laksana, Toga, dkk, 2010, Pembuatan Simplisia dan Standarisasi Simplisia, UGM, Yogyakarta.
 Wallis, T. E. 1960, Textbook of Pharmacognosy 4th Edition, J & A. Churcill, London.
 Rukmana. 1997. Ubi jalar-Budidaya dan pasca panen. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai